Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAGAIMANA ISLAM MEMBANGUN PERSATUAN DALAM


KEBERAGAMAN?
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:
Bapak Yusuf Haikal, M.Hum.

Disusun oleh
Kelompok 8
1. Gretta Novriyanti Rahmadani V1622036
2. Rohmah Siti Nurjanah V1622066

KELAS B
PROGRAM STUDI D3 MANAJEMEN BISNIS
FAKULTAS SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT., karena atas segala limpahan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah kelompok
kami yang berjudul “Bagaimana Islam Membangun Persatuan dalam Keberagaman?”
ini tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Yusuf Haikal, M.Hum sebagai
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam Program Studi D-3 Manajemen
Bisnis yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbasan kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, 5 November 2022

Kelompok 8

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1-2
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3-14
2.1 Pengertian Keberagaman dan Persatuan dalam Islam 3-4
2.2 Konsep dan Argumen tentang Keberagaman Islam dan Membangun Persatuan Umat
dalam Keberagaman 4-9
2.3 Sumber Historis, Sosiologis, dan Teologis tentang Keberagaman Islam dan
Membangun Persatuan Umat dalam Keberagaman 9-10
2.4 Keberagaman Islam di Indonesia 11
2.5 Islam menanggapi Perbedaan dan Keberagaman 11-13
2.6 Implementasi Keberagaman dalam Islam 13-14
BAB III PENUTUP 15
3.1 Kesimpulan 15
DAFTAR PUSTAKA 16

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbedaan merupakan kodrat makhluk. Sejak pertama, Allah SWT. menciptakan
makhluk dengan membawa sifat masing-masing yang berbeda antar satu dengan yang
lainnya. Bahkan, dalam jenis makhluk yang sama pun, Tuhan telah menciptakan perbedaan.
Mislanya, umat manusia yang diciptakan dengan berlatar belakang suku bangsa yang
berbeda-beda (QS. Al-Hujurat: 13). Realita historis dan sosiologis menunjukkan bahwa umat
Islam terdiri dari beragam mazhab, beragam pemahaman, dan beragam praktik keagamaan.
Keberagaman ini semakin beragam ketika Islam masuk ke dalam kehidupan masyarakat.
Fakta keberagaman ini sudah berlangsung lebih dari beberapa abad. Di Indonesia sendiri
keberagaman merupakan sesuatu hal yang mutlak dan tidak dapat dihindari. Berbagai
keberagaman suku, budaya, agama, ras, bahasa, dan sebagainya menjadi salah satu kearifan
lokal bangsa Indonesia. Oleh karena beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia, kita
perlu berusaha untuk membangun persatuan dalam keberagaman. Perbedaan ini diciptakan
dengan tujuan agar antar umat manusia dapat saling berkenalan dan saling memahami. Umat
manusia juga diperintahkan oleh Allah SWT. untuk saling menghormati perbedaan yang ada
di antara mereka, karena perbedaan adalah kodrat mereka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari persatuan dan keberagaman dalam Islam?
2. Bagaimana konsep dan argumen tentang keberagaman Islam dan membangun
persatuan umat dalam keberagaman?
3. Bagaimana sumber historis, sosiologis, dan teologis tentang keberagaman Islam dan
membangun persatuan umat dalam keberagaman?
4. Bagaimana keberagaman Islam di Indonesia?
5. Bagaimana Islam menanggapi perbedaan dan keberagaman?
6. Bagaimana implementasi keberagaman dalam Islam?

4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari persatuan dan keberagaman dalam Islam.
2. Untuk mengetahui konsep dan argumen tentang keberagaman Islam dan membangun
persatuan umat dalam keberagaman.
3. Untuk mengetahui sumber historis, sosiologis, dan teologis tentang keberagaman
Islam dan membangun persatuan umat dalam keberagaman.
4. Untuk mengetahui keberagaman Islam di Indonesia
5. Untuk mengatahui cara Islam menanggapi perbedaan dan keberagaman.
6. Untuk mengetahui implementasi keberagaman dalam Islam.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Keberagaman dan Persatuan dalam Islam
Istilah keberagaman ini berasal dari kata dasar “ragam”, dalam KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia), memiliki arti macam, jenis, warna, corak, dan tingkah laku. Maksudnya
adalah ragam ini berarti sesuatu yang memiliki jenis, warna, atau corak yang berbeda-beda
dan hidup bersama di suatu kehidupan nyata. Apabila mengikuti konteks masyarakat, maka
keberagaman ini menunjuk pada suatu kondisi dalam kehidupan bermasyarakat di mana
setiap individu memiliki perbedaan, seperti perbedaan gender, suku bangsa, agama, ras,
ideologi, budaya, bahasa, hingga pemikiran.
Persatuan dalam ajaran agama Islam dapat disebut sebagai ikhwan yang berarti
persaudaraan. Konsep persaudaraan dalam Islam disebut dengan ukhuwah Islamiyah.
Persaudaraan melahirkan kedamaian dan dengan kedamaian, persatuan dapat diwujudkan.
Konsep persatuan ini mengingatkan kepada sebuah pepatah yaitu “bersatu kita teguh, bercerai
kita runtuh”. Sebagai ilustrasi, setiap individu manusia diibaratkan sebatang lidi yang
digunakan untuk membersihkan sampah-sampah yang berserakan di halaman sebuah rumah
yang luas. Tentunya, sebatang lidi tersebut tidak akan dapat membersihkan sampah-sampah
yang berserakan di halaman rumah. Tetapi, jika puluhan bahkan ratusan batang lidi diikat
menjadi satu dan digunakan untuk membersihkan sampah-sampah yang berserakan tersebut,
tentu halaman rumah yang semulanya terdapat banyak sampah akan menjadi bersih. Oleh
sebab itu, Allah SWT. memerintahkan kepada umat manusia agar bersatu. Seperti firman
Allah SWT. dalam surah Al-Imran ayat 103.
‫م‬Cُْ‫بَحْ ت‬C‫ص‬ ْ َ ‫م فَا‬Cْ ‫وْ بِ ُك‬CCُ‫اَلَّفَ بَ ْينَ قُل‬Cَ‫ نِ ْع َمتَ هّٰللا ِ َعلَ ْي ُك ْم اِ ْذ ُك ْنتُ ْم اَ ْعد َۤا ًء ف‬C‫ بِ َح ْب ِل هّٰللا ِ َج ِم ْيعًا َّواَل تَفَ َّرقُوْ ا ۖ َو ْاذ ُكرُوْ ا‬C‫ص ُموْ ا‬
ِ َ‫َوا ْعت‬
َ‫ار فَا َ ْنقَ َذ ُك ْم ِّم ْنهَا ۗ َك ٰذلِكَ يُبَيِّنُ هّٰللا ُ لَ ُك ْم ٰا ٰيتِ ٖه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَ ُدوْ ن‬ ٰ ۚ
ِ َّ‫بِنِ ْع َمتِ ٖ ٓه اِ ْخ َوانًا َو ُك ْنتُ ْم عَلى َشفَا ُح ْف َر ٍة ِّمنَ الن‬
Artinya: “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah)
bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi
bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali ‘Imran/3: 103).
Berikut ini adalah manfaat persatuan dalam Islam.
1. Akan memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah kekuatan bagi orang atau
kelompok yang sudah kuat.

6
Persatuan itu tidak hanya menciptakan sebuah kekuatan, melainkan juga sinergitas
(kerja sama) antara satu dengan lainnya. Ilustrasinya seperti batu bata. Sekuat dan semahal
apapun batu batu itu, tetapi hanya satu, takkan berdampak optimal bagi siapapun. Lain halnya
jika batu bata tersebut disatukan dan direkatkan antara satu dengan lainnya, maka akan kuat
dan indah. Yang demikian itu sudah diisyaratkan oleh Rasulullah: “Orang Mukmin yang satu
dengan mu’min lainnya bagaikan bangunan yang saling memper-erat (menguatkan).”
(Muttafaqun alaih).
Sabda Rasulullah tersebut juga sudah lebih dahulu ditegaskan oleh Allah. Bahwa
orang muslim itu harus berbaris dalam satu bangunan yang kokoh.
ٌ َ‫صفًّا َكاَنَّهُ ْم بُ ْني‬ ‫هّٰللا‬
ٌ‫ان َّمرْ صُوْ ص‬ َ ‫اِ َّن َ يُ ِحبُّ الَّ ِذ ْينَ يُقَاتِلُوْ نَ فِ ْي َسبِ ْيلِ ٖه‬
Artinya: "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS.
Ash-Shaf/61: 4).
2. Merupakan benteng pertahanan dari ancaman kehancuran.
Perang saat ini tidak semata-mata mengandalkan serdadu atau nuklir, tetapi lebih
efektif menggunakan cara adu domba atau memecah-belah kelompok. Adu domba dan
sejenisnya saat ini menjadi senjata yang ampuh untuk melemahkan suatu kelompok atau
bangsa. Sebab, dengan mengadu domba, akan menyebabkan perselisihan yang pada
puncaknya melahirkan disintegrasi.
Dalam hal ini, kita patut bercermin dari kisah seekor domba. Serigala akan merasa
segan jika seekor domba berada dalam barisan jamaah domba. Serigala akan berani
memangsa domba apabila domba tersebut keluar dari kawanannya atau berjalan sendirian.
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim harus menjaga persatuan.

2.2 Konsep dan Argumen Keberagaman dalam Islam


A. Konsep Keberagaman Islam dan Membangun Persatuan Umat dalam
Keberagaman
Dalam kaitannya dengan agama, Islam merupakan petunjuk bagi manusia menuju jalan
yang lurus, benar, dan sesuai dengan tuntunan kitab suci Al-Qur’an yang telah diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW. sebagaimana yang telah disebutkan berkali-kali oleh Allah SWT. di
dalam Al-Qur’an. Islam sangat menjunjung keberagaman, karena keberagaman merupakan
sunnatullah, yang berarti keberagaman merupakan ketetapan Allah yang tidak akan dapat
dirubah. Oleh karena itu, keberagaman harus dijunjung tinggi dan dihormati keberadaannya.

7
Seperti firman Allah SWT dalam QS Al Hujurat ayat 13.
‫ َد هّٰللا‬C‫رم ُكم ع ْن‬CC‫ارفُوْ ا ۚ ا َّن اَ ْك‬C‫عُوْ بًا َّوقَب ۤاىل لتَع‬C‫ر َّواُ ْن ٰثى وجع ْل ٰن ُكم ُش‬C‫ا النَّاسُ انَّا خَ لَ ْق ٰن ُكم م ْن َذ َك‬CC‫ٰيٓاَيُّه‬
ِ ِ ْ َ َ ِ َ َ ِ َ ِٕ َ ْ َ َ َ ٍ ِّ ْ ِ َ
‫اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗاِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم َخبِ ْي ٌر‬
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS.
Al-Hujurat/49: 13).
Dari ayat Al-Qur’an tersebut, telah menunjukan bahwa Allah SWT. yang telah
menciptakan keberagaman, artinya keberagaman di dunia ini mutlak adanya. Dalam ajaran
agama Islam mengutamakan persaudaraan atau ukhuwwah dalam menyikapi keberagaman,
istilah Ukhuwwah dijelaskan dalam QS. Al-Hujurat/49:10,
۟ ُ‫م ۚ َوٱتَّق‬Cْ ‫ُوا بَ ْينَ َأ َخ َو ْي ُك‬
َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُمون‬ ۟ ‫ِإنَّما ْٱل ُمْؤ ِمنُونَ ِإ ْخ َوةٌ فََأصْ لِح‬
َ
Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.” (QS Al-Hujurat/49 : 10).
Ketegasan syariat Islam memberikan gambaran betapa perhatiannya Islam terhadap
permasalahan keberagaman, dengan mengutamakan persaudaraan, keharmonisan, dan
perdamaian. Beberapa hadist memberikan perumpamaan bahwa sesama muslim diibaratkan
satu tubuh. “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan
menyayangi, seumpama tubuh, jika satu tubuh anggota sakit, maka anggota tubuh yang lain
akan susah tidur atau merasakan demam” (HR. Muslim). Perumpamaan yang lain diibaratkan
bangunan: “ orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan,
sebagian menguatkan sebagian yang lain” (Sahahih Muslim no.4684)
Islam memberikan beberapa prinsip dasar dalam menyikapi dan memahami
keberagaman ini, yaitu.
1) Prinsip keberagaman yang lapang
Salah satu masalah yang serius dalam menyikapi keberagamaan adalah masalah klaim
kebenaran. Padahal untuk mencapai kepasrahan yang tulus kepada Allah diperlukan suatu
pemahaman yang sadar. Oleh sebab itu, sikap kelapangan dalam mencapai kebenaran ini bisa
dikatakan sebagai makna terdalam Islam itu sendiri. Diceritakan dalam hadist Nabi bersabda
kepada sahabat Utsman bin Mazhun “Dan sesungguhnya sebaik-baik agama disisi Allah
adalah semangat pencarian kebenaran yang lapang (Al Hanifiyah Al Samhah).”

8
2) Keadilan yang obyektif
Dalam konteks keberagaman, keadilan mencakup pandangan maupun tindakan kita
terhadap pemeluk agama lain. Dalam tindakan seringkali karena kita tidak suka dan
menganggap orang lain sebagai bukan bagian dari kelompok kita, maka kita bisa berbuat
tidak adil terhadap mereka dalam memutuskan hukum, interaksi sosial maupun hal-hal lain.
Islam mengajarkan bahwa kita harus menegakkan keadilan dalam sikap dan pandangan ini
dengan obyektif terlepas dari rasa suka atau tidak suka. Seperti yang diterangkan dalam QS.
Al-Maidah ayat 8.

‫ ِدلُوْ ا‬C‫وْ ٍم ع َٰلٓى اَاَّل تَ ْع‬CCَ‫ن َٰا ُن ق‬C‫ ِر َمنَّ ُك ْم َش‬Cْ‫ ِۖط َواَل يَج‬C‫هَد َۤا َء بِ ْالقِ ْس‬C‫ َّوا ِم ْينَ هّٰلِل ِ ُش‬Cَ‫وْ ا ق‬CCُ‫وْ ا ُكوْ ن‬CCُ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬
َ‫ۗاِ ْع ِدلُوْ ۗا هُ َو اَ ْق َربُ لِلتَّ ْق ٰو ۖى َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِ َّن هّٰللا َ خَ بِ ْي ۢ ٌر بِ َما تَ ْع َملُوْ ن‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan
karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu
kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah/5: 8).
3) Menjauhi kekerasan dalam berinteraksi dengan pemeluk agama lain termasuk ketika
melakukan dakwah
Hal ini telah di sampaikan oleh Alah SWT. dalam firman-Nya.
‫ك بِ ْٱلعُرْ َو ِة ْٱل ُو ْثقَ ٰى اَل‬ ٰ
ِ ‫ِّين ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّ ْش ُد ِمنَ ْٱل َغ ِّى ۚ فَ َمن يَ ْكفُرْ بِٱلطَّ ُغو‬
Cَ ‫ت َويُْؤ ِم ۢن بِٱهَّلل ِ فَقَ ِد ٱ ْستَ ْم َس‬ ِ ‫ٓاَل ِإ ْك َراهَ فِى ٱلد‬
‫صا َم لَهَا ۗ َوٱهَّلل ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ َ ِ‫ٱنف‬
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
(QS Al-Baqarah/2: 256).
Dalam berdawah kita harus mengutamakan dialog, kebijaksanaan dan cara-cara
argumentatif lainnya (interfaith dialogue). Tiap agama mempunyai logikanya sendiri dalam
memahami tuhan dan firmannya. Dialog bukan dimaksudkan untuk saling menyerang tetapi
adalah upaya untuk mencapai kesepahaman.
4) Menjadikan keragaman agama tersebut sebagai kompetisi positif dalam kebaikan
۟ ُ‫ت ۚ َأ ْينَ ما تَ ُكون‬
ِ ‫وا يَْأ‬
ِّ‫ل‬CC‫ا ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َعلَ ٰى ُك‬CC‫ت بِ ُك ُم ٱهَّلل ُ َج ِمي ًع‬ ۟ ُ‫َولِ ُكلٍّ وجْ هَةٌ هُ َو ُم َولِّيهَا ۖ فَٱ ْستَبق‬
ِ ‫وا ْٱلخَ ي ٰ َْر‬
َ ِ ِ
‫َش ْى ٍء قَ ِدير‬

9
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada
pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah 2: ayat 148).
Ketika ada pemeluk agama lain berbuat amal sosial dengan semisal melakukan
advokasi terhadap masyarakat tertindas seperti kaum buruh, pelecehan seksual, dan
sebagainya maka kita tidak boleh begitu mencurigainya sebagai gerakan pemurtadan atau
bahkan berusaha untuk menggagalkannya tetapi jadikan hal tersebut sebagai pemacu bagi
kaum muslimin untuk berusaha menjadi lebih baik.
B. Membangun Argumen Keberagaman tentang Keberagaman dalam Islam dan
Membangun Persatuan Umat dalam Keberagaman
‫ا‬CC‫اس فِي َم‬ِ َّ‫ق لِيَحْ ُك َم بَ ْينَ ٱلن‬ ْ Cِ‫ب ب‬
ِّ ‫ٱل َح‬C َ َ‫زَ َل َم َعهُ ُم ْٱل ِك ٰت‬CC‫ث ٱهَّلل ُ ٱلنَّبِ ِّيۦنَ ُمبَ ِّش ِرينَ َو ُمن ِذ ِرينَ َوَأن‬ َ ‫َكانَ ٱلنَّاسُ ُأ َّمةً ٰ َو ِح َدةً فَبَ َع‬
۟ ُ‫ت بَ ْغ ۢيًا بَ ْينَهُ ْم ۖ فَهَدَى ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
‫ا‬CC‫وا لِ َم‬C ُ َ‫ٱختَلَفَ فِي ِه ِإاَّل ٱلَّ ِذينَ ُأوتُوهُ ِم ۢن بَ ْع ِد َما َجٓا َء ْتهُ ُم ْٱلبَيِّ ٰن‬ ْ ‫وا فِي ِه ۚ َو َما‬ ۟ ُ‫ٱختَلَف‬
ْ
َ
ِ ‫ق بِِإ ْذنِ ِهۦ ۗ َوٱهَّلل ُ يَ ْه ِدى َمن يَ َشٓا ُء ِإلَ ٰى‬
‫ص ٰ َر ٍط ُّم ْستَقِ ٍيم‬ ِّ ‫وا فِي ِه ِمنَ ْٱل َح‬ ۟ ُ‫ٱختَلَف‬
ْ
Artinya: “Manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan), maka
Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-
keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu
dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya
kepada jalan yang lurus.” (QS Al-Baqarah/2: 213).
Maksud ayat di atas adalah pada saat umat manusia dibimbing oleh seorang nabi,
maka manusia itu (yakni manusia yang dibimbing oleh nabi) adalah satu umat. Setelah nabi
wafat, umat menjadi terpecah belah (ke dalam beberapa golongan agama, mazhab, dan
keyakinan religius). Kemudian Allah mendatangkan lagi nabi lain, dengan tujuan untuk
memberikan petunjuk tentang agama yang benar. Umat yang menghendaki hidayah akan
beriman kepada nabi/rasul yang baru (pengganti nabi/rasul sebelumnya). Namun, kebanyakan
manusia malah iri dengan nabi/rasul yang baru (dengan alasan bahwa nabi/rasul pengganti
nabi/rasul sebelumnya bukan mereka atau dari kalangan mereka). Mereka malah menciptakan
agama, mazhab, dan keyakinan religius (berdasarkan ajaran nabi/rasul terdahulu yang telah
wafat). Demikianlah, setiap seorang nabi/rasul wafat, umat manusia terpecah belah ke dalam

10
beberapa agama, mazhab, dan keyakinan religius. Oleh karena itu, seiring dengan
bergesernya zaman, maka semakin banyaklah agama, mazhab, dan keyakinan religius.
Dengan demikian, ketika agama Islam didatangkan melalui seorang nabi di Mekah-
Medinah, para ahli kitab enggan beriman kepada Nabi Muhammad. QS Ali Imran/3: 19-20
menjelaskan sikap ahli kitab kepada Nabi Muhammad saw. sebagai berikut.
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat ayat
Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Kemudian jika mereka mendebat
kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah, "Aku menyerahkan diriku kepada Allah
dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang orang
yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, "Apakah kamu (mau) masuk
Islam". Jika mereka masuk Islam. sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika
mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). dan
Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”
Atas dasar itulah, maka ketika Nabi Muhammad saw. datang, umat manusia di dunia
ini telah memeluk agama, mazhab, dan keyakinan religius yang berbeda-beda. Agama dan
mazhab terdahulu dilestarikan melalui proses pendidikan dan pembudayaan, juga diperkuat
oleh otoritas penguasa yang mendukung suatu agama dan mazhab. Oleh karena itu, ada
agama-agama yang besar (dengan jumlah penganut yang sangat banyak) karena agama dan
mazhab itu dilestarikan oleh penguasa yang kuat. Di samping itu, ada agama-agama kecil
(dengan jumlah pengikut yang sedikit) karena kurang memperoleh dukungan dari penguasa.
Agama Yahudi, misalnya, karena kurang mendapat dukungan penguasa hanya dipeluk oleh
sekitar 35 juta orang se dunia. Bandingkan dengan Agama Kristen yang dipeluk oleh sekitar
empat miliar manusia. Agama Hindu, Buddha, dan Konghucu masing-masing dipeluk oleh
sekitar satu miliar manusia. Agama Islam pun dipeluk oleh sekitar satu miliar manusia. Ini
berarti, sekitar setengah penduduk bumi beragama Kristen, dan setengahnya lagi beragama
lain (Islam, Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, dan agama-agama kecil lainnya).
Pandangan para imam mazhab menunjukkan tiga hal. (1) Umat Islam harus bersikap
kritis, yakni menjadikan Al-Quran dan sunnah nabi sebagai referensi utama dalam beragama;
(2) umat Islam boleh menjadikan fatwa imam (mazhab) sebagai referensi dalam beragama,
sepanjang fatwa imam itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah Nabi
Muhammad; dan (3) umat Islam tidak boleh menyalahkan mazhab dan keyakinan religius
yang berbeda, sepanjang mazhab dan keyakinan religius itu bersumber dari Al-Qur’an dan

11
sunnah Nabi Muhammad. Atas dasar pertimbangan inilah maka ukhuwah Islamiah perlu terus
diperjuangkan, agar kaum muslimin menjadi satu umat yang sangat kuat

2.3 Menelusuri Sumber Historis, Sosiologis, dan Teoritis tentang Konsep Keberagaman
Islam dan Membangun Persatuan Umat dalam Keberagaman
1. Menggali Sumber Historis dan Sosiologis, dan Teologis tentang Konsep
Keberagaman Islam dan Membangun Persatuan Umat dalam Keberagaman
A. Awal Lahirnya Mazhab dalam Islam
Perbedaan mazhab muncul ketika Nabi Muhammad wafat, yakni ketika para sahabat
akan menetapkan tokoh yang paling layak untuk memimpin umat menggantikan Nabi
Muhammad. Baik sahabat Muhajirin maupun sahabat Ansar masing-masing merasa layak
memimpin umat. Muhajirin berargumentasi bahwa merekalah orang yang paling awal
mendukung kenabian dan paling dekat kekerabatannya dengan Nabi Muhammad, sedangkan
Ansar pun berargumentasi bahwa Islam menjadi besar berkat perlindungan mereka. Akhirnya
Umar bin Khathab r.a, mendeklarasikan Abu Bakar Shiddiq r.a, (tokoh Muhajirin) sebagai
khalifah, yang disetujui oleh sebagian kaum Ansar.
Keluarga nabi (ahlul bait) merasa kaget karena Abu Bakar diangkat menjadi khalifah.
Al-Qur’an dan Nabi Muhammad menurut mereka menyebutkan bahwa keluarga nabi yang
layak menjadi ulil amri karena mereka ma’shum (terbebas dari dosa dan kesalahan). Bagi
mereka Ali bin Abi Thalib yang pantas menjadi khalifah pertama.
Pada saat itu sudah ada dua mazhab dalam Islam, yaitu mazhab sahabat (yang
dipelopori kaum Muhajirin dan Anshar) dan mazhab keluarga nabi (yang dipelopori Ali bin
Abi Thalib, Siti Fathimah Az-Zahra, dan tokoh Bani Hasyim). Inilah awal munculnya dua
mazhab dalam Islam, mazhab Suni dan mazhab Syiah.
Kedua mazhab itu berpedoman pada Al-Qur’an yang sama dan nabi yang sama. Pada
masa Khulafa’ur Rasyidin al-Mahdiyyin kedua mazhab ini tidak menampakkan perbedaan.
Perbedaan mulai tampak ketika menetapkan perawi perawi hadis. Mazhab Suni memilih
hadis yang diriwayatkan para sahabat nabi, sedangkan mazhab Syiah memilih hadis yang
diriwayatkan keluarga nabi.
B. Pentingnya Mengenal Mazhab
Dalam Islam keberagaman ditunjukkan pada perbedaan mazhab yang dianut oleh
setiap umat Muslim. Sebagai umat muslim kita harus mengetahui pentingnya mengenal
mazhab. Ada tiga alasan, umat muslim perlu mengenal mazhab. Pertama, adanya mazhab
yang beragaman dalam Islam merupakan realitas, yang harus dipandang sebagai kekayaan

12
budaya Islam. Tanpa mengenal mazhab akan menyebabkan permusuhan sesama umat Islam,
yang tentunya dapat memperlemah kekuatan umat Islam. Kedua, adanya beragaman mazhab
dapat membantu umat Islam dalam mengatasi permasalahan kehidupan modern. Sebagaiman
contohnya, kita yang menganut mazhab syafi’i tidak bisa bersikeras berpendapat bahwa
wudhu akan batal apabila kulit laki-laki bersentuhan dengan kulit perempuan. Pendapat ini
tidak dapat dipertahankan dalam ibadah haji karena antara laki-laki dengan perempuan akan
berdesak-desakan (yang memungkinkan sering terjadinya persentuhan kulit antara jama’ah
laki-laki dan perempuan dan juga sulit untuk berwudhu kembali). Dalam keadaan seperti ini,
maka kita yang menganut mazhab Syafi’i dapat beralih ke mazhab lain yang berpendapat
tidak batal apabila kulit laki-laki dengan kulit perempuan bersentuhan, misalnya mengambil
mazhab hanafi. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dan
perempuan tidak batal secara mutlaq, baik antar mahram maupun bukan mahram, baik
dengan syahwat maupun tidak dengan syahwat.
Ketiga, di era globalisasi yang ditandai dengan cepatnya arus informasi, di mana arus
informasi mudah untuk diakses termasuk informasi mengenai Islam. Tanpa mengenal
mazhab orang akan bingung karena beragamnya pemikiran dan hukum dalam Islam yang
berbeda-beda. Dan dengan mengenal mazhab, kita tidak akan kaget dengan perbedaan
pemikiran dan hukum dalam Islam.
2. Menggali Sumber Teologis tentang Konsep Keberagaman Islam dan Membangun
Persatuan Umat dalam Keberagaman
Hasil ijtihad para mujtahid dapat berbeda karena perbedaan penafsiran lafal dalam Al-
Qur'an maupun hadis. Terkadang dalam satu lafal mengandung makna ganda. Contohnya
lafal quru' dalam Q.S. Al-Baqarah/2:228. Ulama Hanafiyah memaknai quru sebagai haid
(menstruasi), sedangkan ulama Syafi'iyah memaknai quru' sebagai thuhr (suci). Bagi Imam
Hanafi, jika sorang istri yang telah bercerai hendak menikah lagi dengan laki-laki lain harus
menunggu tiga kali haid, sedangkan. menurut Imam Syafi'i, istri yang telah bercerai harus
menunggu tiga kali suci jika ingin menikah lagi.
Adapun menurut tokoh persatuan Islam (Persis), Almarhum Ustad Abdurrahman (1993),
sebab timbulnya perbedaan mazhab adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperoleh suatu keterangan, pada masa para imam hidup tidak semudah seperti
sekarang. Selain tempat para guru yang lain berjauhan letaknya, jumlah hadis yang diterima
masing-masing guru kadang-kadang tidak sama.

13
b. Teknik grafika (mencetak) belum ada seperti sekarang. Adanya Qaul Qadim (kumpulan
ijtihad lama) dan Qaul Jadid (kumpulan ijtihad baru) membuktikan bahwa keterangan itu
berangsur-angsur diperoleh atau dalam urusan duniawi terjadi perubahan dalam masyarakat.

2.4 Keberagaman Islam di Indonesia


Dalam Islam terdapat keberagaman mazhab, yaitu mazhab Syafi’i, mazhab Maliki,
Mazhab Hanafi, dan mazhab Hanbali. Secara umum di Indonesia terdapat dua mazhab besar,
yaitu mazhab yang berpegang pada empat mazhab (Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali) dan
mazhab yang langsung berpegang pada Al-Quran dan As-Sunnah. Masyarakat Nahdlatul
Ulama (NU) dan kaum ahlus sunnah wal jama'ah (Aswaja) lainnya berpegang pada empat
mazhab, sedangkan masyarakat Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) berpegang pada
Al-Quran dan As-Sunnah. Sebenarnya, mereka yang berpegang pada empat mazhab pun
berpegang pada Al-Quran dan As-Sunnah, yakni Al-Quran dan As-Sunnah.

2.5 Islam Menanggapi Perbedaan dan Keberagaman


Adapun Islam dalam menanggapi perbedaan dalam persatuan dan kesatuan bangsa adalah
sebagai berikut.
A. Konsep Toleransi dalam Islam (Kebebasan Beragam)
Islam mengakui bahwa keberagaman ada, termasuk keberagaman dalam agama.
Dalam Islam seorang muslim dilarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya
dan masuk Islam dengan terpaksa, karena Allah telah berfirman:
‫ك بِ ْٱلعُرْ َو ِة ْٱل ُو ْثقَ ٰى اَل‬ ٰ
ِ ‫ِّين ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّ ْش ُد ِمنَ ْٱل َغ ِّى ۚ فَ َمن يَ ْكفُرْ بِٱلطَّ ُغو‬
Cَ ‫ت َويُْؤ ِم ۢن بِٱهَّلل ِ فَقَ ِد ٱ ْستَ ْم َس‬ ِ ‫ٓاَل ِإ ْك َراهَ فِى ٱلد‬
‫صا َم لَهَا ۗ َوٱهَّلل ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ َ ِ‫ٱنف‬
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
(QS Al-Baqarah/2: 256).
Sejarah telah mengabadikan kepemimpinan Rasulullah SAW. dan sikap tasamuh
(toleransi) beliau dalam  memperlakukan penduduk Madinah yang plura (beragam)l. Seperti
yang tertulis dalam “Piagam Madinah” (shahifah madinah). Di antara isi piagam disebutkan
tentang adanya kesepakatan, bahwa jika ada penyerangan terhadap kota Madinah  atau
penduduknya, maka semua ahlu shahifah (yang terlibat dalam Piagam  Madinah) wajib

14
mempertahankan dan menolong kota Madinah dan penduduknya tanpa melihat perbedaan
agama.
B. Batasan Toleransi dalam Perspektif Islam
Seperti yang terjadi di masa sahabat, saat seorang munafik yang bernama Musailah Al
Kadzdzab (dan pengikutnya) mengaku bahwa dirinya nabi setelah wafatnya Nabi Muhammad
SAW. Melihat hal tersebut para sahabat tidak tinggal diam dan membiarkan pengikut
Musailamah terus menyebarkan ajaran sesatnya. Karena disitu ada mashlahah untuk menjaga
agama (Hifdz al-Din) yang merupakan faktor primer dalam kehidupan umat Islam. Allah
telah berfirman dengan tegas dan jelas bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah penutup para
Nabi dan tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
َ ‫م َو ٰلَ ِكن َّرس‬Cْ ‫َّما َكانَ ُم َح َّم ٌد َأبَٓا َأ َح ٍد ِّمن رِّ َجالِ ُك‬
‫م ٱلنَّبِ ِّيۦنَ ۗ َو َكانَ ٱهَّلل ُ بِ ُكلِّ َش ْى ٍء َعلِي ًما‬Cَ َ‫ُول ٱهَّلل ِ َوخَات‬
Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Azhab/33: 40).
Toleransi semacam ini jelas tidak dibenarkan dalam agama Islam. Karena seorang
yang mengaku muslim berarti meyakini dan bersakasi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
SWT. dan Nabi Muhammad SAW. adalah utusan Allah dan meyakini bahwa tidak ada nabi
setelah Nabi Muhammad SAW.
Al Asas al fikri li tasamuh al muslimin
Syekh Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya fi fiqh al aqliyat al muslimah menyebutkan
beberapa faktor toleransi muslim terhadap non-muslim:
1. Nilai kemanusiaan yang mulia.
ِ ‫م ع َٰلى َكثِي ٍْر ِّم َّم ْن َخلَ ْقنَا تَ ْف‬Cُْ‫ت َوفَض َّْل ٰنه‬
‫ض ْياًل‬ ِ ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ْٓي ٰا َد َم َو َح َم ْل ٰنهُ ْم فِى ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر َو َر َز ْق ٰنهُ ْم ِّمنَ الطَّي ِّٰب‬
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat
dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di
atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (QS.
Al-Isra’/17: 40).
2. Perbedaan yang dimuka bumi ini adalah sesuai dengan kehendak Allah Sang Maha Pencita
alam semesta dan isinya.
َ‫اس اُ َّمةً وَّا ِح َدةً َّواَل يَزَ الُوْ نَ ُم ْختَلِفِ ْي ۙن‬ َ ُّ‫َولَوْ َش ۤا َء َرب‬
َ َّ‫ك لَ َج َع َل الن‬
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih (pendapat).” (QS Hud: 118)

15
3. Perbedaan tersebut adalah menjadi pertanggung jawaban antara dia dan Allah di akhirat
nanti.
َ‫َواِ ْن َجا َدلُوْ كَ فَقُ ِل هّٰللا ُ اَ ْعلَ ُم بِ َما تَ ْع َملُوْ ن‬

"Dan jika mereka membantah engkau, maka katakanlah, “Allah lebih tahu tentang apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Hajj/22: 68).

َ‫هّٰللَا ُ يَحْ ُك ُم بَ ْينَ ُك ْم يَوْ َم ْالقِ ٰي َم ِة فِ ْي َما ُك ْنتُ ْم فِ ْي ِه ت َْختَلِفُوْ ن‬

“Allah akan mengadili di antara kamu pada hari Kiamat tentang apa yang dahulu kamu
memperselisihkannya.” (QS. Al-Hajj/22: 69).

4. Allah telah memerintahkan untuk berbuat adil dan berakhlak mulia.


ُ‫م َشن َٰانُ قَوْ ٍم ع َٰلٓى اَاَّل تَ ْع ِدلُوْ ا ۗاِ ْع ِدلُوْ ۗا هُ َو اَ ْق َرب‬Cْ ‫ْط َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك‬
ِۖ ‫ قَ َّوا ِم ْينَ هّٰلِل ِ ُشهَد َۤا َء بِ ْالقِس‬C‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكوْ نُوْ ا‬

َ‫لِلتَّ ْق ٰو ۖى َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِ َّن هّٰللا َ خَ بِ ْي ۢ ٌر بِ َما تَ ْع َملُوْ ن‬


“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah,
(ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang
kamu kerjakan.”(QS. Al Ma’idah/5: 8)

2.6 Implementasi Keragaman dalam Islam


Keberagaman dalam perspektif Islam adalah hal yang mutlak dan juga agama dapat
dikatakan sebagai salah satu parameter persatuan dan kesatuan bangsa, maka langkah untuk
menyikapi keberagaman dan langkah untuk membangun persatuan adalah membangun tali
silaturrahmi yang mengedepankan toleransi intern umat Islam.
“Siapa yang senang diperluas rezekinya dan diperpanjang umurnya maka hendaklah
dia bersilaturrahmi” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan terjalinnya tali silaturrahmi maka banyak peluang kerja sama dalam berbagai
aspek kehidupan dan janii Allah SWT. melalui sabda Nabi saw., akan mengundang rezeki
material dan spiritual. Maka dari itu sesama muslim dilarang untuk memutus tali silaturrahmi,
jika terjadi pertikaian harus segera berdamai.
Jalinan silaturrahmi dengan mengedepankan toleransi tidak hanya saat berhubungan
dengan antar umat beragama saja, namun bagaimana sesama muslim mampu hidup damai,
rukun, saling menghormati antar golongan walaupun berbeda mahdzab. Istilah toleransi maka

16
menghargai setiap pendapat maupun perbedaan hal yang dimiliki oleh seseorang maupun
kelompok.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena)
boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-
olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik)
setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.” (QS. Al-Hujurat/49: 11)
Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab rapuhnya tali persatuan dan kesatuan
di kalangan umat antara lain (Sudarto, 2014: 100):
1) Munculnya sifat kecurigaan/ prasangka buruk yang berlebihan terhadap kelompok lain
2) Munculnya interpretasi yang juga menjadi penyebab adanya kecurigaan tanpa bukti yang
berujung pada konflik
3) Mencari kejelekan-kejelekan orang lain
Allah SWT. telah berfirman bahwa kita sebagai umat Islam tidak boleh mencari-cari
keburukan orang lain dalam QS. Al-Hujurat ayat 12.
‫ ُكم‬C ‫ْض‬ ُ ‫وا َواَل يَ ْغتَب بَّع‬ C۟ C ‫َّس‬
ُ ‫ْض ٱلظَّنِّ ِإ ْث ٌم ۖ َواَل تَ َجس‬َ ‫يرًا ِّمنَ ٱلظَّنِّ ِإ َّن بَع‬CCِ‫وا َكث‬C ۟ Cُ‫ا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬CCَ‫ٰيََٓأيُّه‬
۟ Cُ‫وا ٱجْ تَنِب‬C
َ
۟ ُ‫بَ ْعضًا ۚ َأيُ ِحبُّ َأ َح ُد ُك ْم َأن يَْأ ُك َل لَحْ م َأ ِخي ِه م ْيتًا فَ َكر ْهتُ ُموهُ ۚ َوٱتَّق‬
‫وا ٱهَّلل َ ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ تَ َّوابٌ َّر ِحي ٌم‬ ِ َ َ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik padanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.” (QS Al-Hujura/49: 12).
Oleh karena itu, untuk mencegah adanya perpecahan dalam persatuan dan kesatuan
bangsa maka kita harus menjunjung tinggi toleransi dan senantiasa menjaga tali silaturrahmi
dalam berbagai aspek kehidupan. Berlomba-lomba berbuat kebaikan untuk mengharapkan
ridho-Nya

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam mengakui perbedaan dan keberagaman karena keberagaman merupakan
sunatullah, kodrat Allah yang mutlak adanya. Dalam agama Islam sendiri terdapat
keberagaman berupa mazhab, seperti mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi, mazhab Hambali, dan
mazhab Maliki. Dari keberagaman itu Allah memerintahkan kepada kita sebagai umat Islam
untuk saling menghormati satu sama lain dan saling menghargai dalam bingkai keberagaman.
Selain toleransi, kita juga diperintahkan untuk tetap menyambung tali silahturahim antar umat
manusia dan tali persaudaraan tersebut jangan sampai terputus.

18
DAFTARbagiam PUSTAKA
Kementrian Riset, Teknologi, dan P. T. R. I. (2016). Buku Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Tinggi.
Najib, M. (2021). Tafsir Kebangsaan [2]: Inilah Cara Islam Membangun Persatuan dalam
Keberagaman. Islamkaffah.Id. https://Islamkaffah.id/tafsir-kebangsaan-2-inilah-cara-Islam-
membangun-persatuan-dalam-keberagaman/
Sriwijaya, P. N., Elektro, J. T., & Mekatronika, P. (2017). ISLAM MEMBANGUN
PERSATUAN DALAM 2017. 061740341461.

Mohammad Hasan, H. (n.d.). MAKALAH ISLAM MEMBANGUN PERSATUAN DALAM


KEBERAGAMAN Diajukan untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam.

BAGAIMANA ISLAM MEMBANGUN PERSATUAN DALAM KEBERAGAMAN. (2017).


Https://Muhmdirpan.Wordpress.Com/.https://muhmdirpan.wordpress.com/2017/12/13/
bagaimana-Islam-membangun-persatuan-dalam-keberagaman/

19

Anda mungkin juga menyukai