Anda di halaman 1dari 2

KURIKULUM ULUM SYAR’I

RUMAH QURAN MUSAWARAH

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah swt, shalawat dan salam semoga tercurahkan
keharibaan nabi besar Muhammad Shallalahu alaihi wasallam.

Kurikulum pada dasarnya merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan
lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, kurikulum
melingkupi: tujuan, materi pelajaran, metode, dan evaluasi. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren
juga telah memuat hal-hal tersebut.

Penjelasannya sebagai berikut :

Hadits
Pengajian Hadits pada tingkat awal biasanya bertujuan untuk memperkenalkan
hadits secara tidak langsung dengan menonjolkan kandungan materinya. Oleh
karena itu yang diajarkan adalah hadits-hadits yang pendek. Konsentrasi
pengkajiannya berpusat pada matan dan dengan pembahasan yang sederhana saja,
disesuaikan dengan kemampuan santri pada tingkat ini. Pada tingkat menengah
(wustha) perhatian kepada sanad hadis mulai ditekankan, begitu juga terhadap rijal
al-hadits dengan tetap memberikan perhatian pada kandungan matan. Pada tingkat
tinggi (‘aly), pengkajian hadits benar-benar telah memasuki tahap yang lengkap,
yang meliputi pengetahuan tentang sanad dan variasi sanadnya, sosok dan karakter
pe-rawi-nya, cara periwayatannya, sanad dan variasinya, serta asbab al-wurdnya,
dan materi kandungannya. Kitab bahan ajarnya adalah Hadits Arbain Nawawi

Bahasa Arab
Mata pelajaran ini biasanya mendapatkan porsi besar dan posisi cukup penting dalam
pembelajaran di pesantren, sehingga hampir di setiap pesantren selalu ada mata pelajaran ilmu
alat yang meliputi Nahwu, Sharaf, Tujuan pembelajaran ini adalah agar para santri mampu
memahami al-Qur’an dan al-Hadits serta kitab-kitab lain yang berbahasa Arab
Usul Fiqh

Dalam studi ilmu-ilmu syariah, ilmu Ushul Fiqih dikatagorikan sebagai ilmu
alat yang berfungsi layaknya sebuah metodologi dalam rangka memahami
teks-teks wahyu (al Qur’an dan Sunnah) dan tata cara interaksi yang benar
terhadap wahyu.
Hal ini karena al Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam, pada saat
diturunkan tidaklah berbentuk sistematis dan baku layaknya sebuah ajaran
yang aplikatif dan siap guna, meskipun pada masa kenabian dan shahabat
telah dilaksanakan apa adanya berdasarkan arahan Rasulullah sebagai
penafsir al Qur’an pertama. Sebab inilah, para ulama berdasarkan bimbingan
al Qur’an dan Sunnah merumuskan sebuah ilmu yang kemudian berfungsi
untuk mensistematisasikan ajaran-ajaran Islam hingga siap guna. Ilmu itu
kemudian dikenal dengan ilmu Fiqih, sedangkan alat untuk
mensistematisasikannya dan menjadikan produk hukum dalam ilmu fiqih itu
bersifat argumentatif, dikenal dengan ilmu Ushul Fiqih.

Anda mungkin juga menyukai