Anda di halaman 1dari 8

Resume Perkuliahan 1

Fifi Firdiana, 2006598036, PB-24

Menurut WHO, bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan


kerusakan, gangguan ekologis, kehidupan manusia atau penurunan kesehatan atau
pelayanan kesehatan dalam skala tertentu yang memerlukan tanggapan dari luar
daerah atau lingkungan yang terkena. Profesor Achir Yani S Hamid,MN,DNSC
menyatakan dalam kuliahnya bahwa bencana di definisikan sebagai gangguan
serius terhadap fungsi komunitas atau masyarakat yang menyebabkan kerugian
manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melebihi
kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasinya
dengan menggunakan sumber dayanya sendiri. Bencana terjadi secara tiba-tiba dan
serius sehingga akan mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari dan kehilangan
yang luar biasa (kehilangan jiwa, harta, keluarga, fasilitas).

Pandemi menurut WHO (2020) adalah epidemi yang terjadi di seluruh dunia,
atau di wilayah yang sangat luas, melintasi batas-batas internasional dan biasanya
mempengaruhi banyak orang. Berdasarkan definisi tersebut, pandemi merupakan
kejadian yang bersifat tahunan atau berkepanjangan (tidak dapat diprediksi secara
pasti).

Terdapat beberapa jenis bencana, yaitu bencana alam (banjir, gempa,


tsunami), bencana buatan manusia (konflik senjata, Perang Duni 1 dan 2), bencana
teknologi (udara yang tercemar asap pabrik, kecelakaan transportasi, gedung
runtuh), pandemi (SARS, Covid-19, endemi :ebola). Bencana-bencana tersebut
membutuhkan respons manusia berupa dukungan kedaruratan.

Bencana yang ada pasti menimbulkan korban, terdapat tiga jenis korban
akibat bencana, yaitu

- Korban yang mengalami trauma karena bencana atau terinfeksi


COVID-19 (rentan mengalami cedera fisik, PTSD, dan depresi
setelah kejadian)
- Penyelamat/Penyintas (termasuk tenaga kesehatan dan relawan),
disebut korban karena terpapar pada trauma dan PTSD karena melihat
penderitaan orang lain dan takut akan bahaya yang dapat menyerang
dirinya.
- Masyarakat luas yang terdampak secara psikologis karna mengamati
kejadian dan informasi tentang bencana atau pandemi dari jauh.

Adanya bencana atau pandemi menyebabkan perubahan dan respons


psikososial.

1. Bencana akibat kehendak tuhan, pandemi atau bencana (bencana alam)


tidak dapat di prediksi karena dianggap sebagai ketentuan tuhan dan bisa
menghapuskan manusia sebagai penyebab dan manusia tidak harus
bertanggung jawab karena merupakan kehendak tuhan.
2. Bencana akibat bencana teknologi dan buatan manusia, melibatkan
kelalaian manusia dan di sengaja kemudian manusia saling menyalahkan
dan marah yang terus menurut yang menyebabkan luka emosional yang
perlu proses pemulihan yang panjang (pengeboman).

Pandemi COVID-19 menghantam semua aspek kehidupan. physical dan


sosial distancing menyebabkan kebanyakan masyarakat tidak dapat mencari nafkah
sehingga ekonomi semakin terpuruk. Selain itu. Perasaan takut terinfeksi dan
merasa keselamatan diri dalam ketidakpastian menyebabkan keputusasaan,
perasaan tidak berdaya, rindu, dan kurang dukungan psikososial. Perasaan-perasaan
tersebut akan membuat stres dan jika stres terjadi berkepanjangan tanpa ditangani
maka akan menimbulkan trauma. Trauma akan menimbulkan bekas yang
mendalam dan harus di tangani untuk mencapai pemulihan

Respons holistik selama pandemi COVID-19 yang menjadi fokus utama dan
merupakan respons menyeluruh ketika dihadapkan oleh pandemi yang
berkepanjangan, yaitu
1. Kesehatan, dengan mengikuti panduan kesehatan untuk melawan COVID-
19, menerapkan protokol kesehatan untuk menjaga diri dengan
menggunakan masker, mendapat vaksin, isolasi mandiri jika terpapar
COVID-19. Sehingga harapannya bisa menjadi panutan oleh orang-orang
sekitar.
2. Survival, dengan menjaga ketersediaan makanan dan suplai kebutuhan lain
untuk bertahan hidup.
3. Ekonomi, dengan berjuang untuk menghemat apa yang dimiliki selama
berkurang tabungan atau terhentinya penghasilan

Karantina jangka panjang/isolasi di RS atau mandiri sangat disarankan untuk


mereka yang terpapar penyakit COVID-19. Kondisi karantina jangka panjang
menyebabkan beberapa dampak seperti

- Meningkatkan ansietas, depresi dan perasaan tidak berdaya


- Perasaan cemas kepada anak-anak dan lansia serta anggota keluarga yang
rentan
- Mengurangi produktivitas ekonomi karena harus menjaga anggota keluarga
yang rentan

Dalam menghadapi bencana atau pandemi setiap orang memiliki pola respons
yang berbeda. Ada orang yang memiliki respons yang mendukung integrasi fungsi
dipandang sebagai adaptif sehingga respons adaptif tersebut membuatnya menjadi
berkembang dan belajar. Adap pula respons yang menghambat integrasi fungsi
yang maladaptif (tidak punya koping) sehingga menghambat perkembangan,
menurunkan otonomi dan mengganggu terhadap lingkungan.

Respons fisik-biologik ada dua, yaitu

- Fight, yaitu memilih untuk lawan atau menyerang secara fisiologik


- Flight, yaitu memilih kabur atau melarikan diri untuk menjaga sumber
dalam tubuh

Respons fisiologi mempengaruhi respons awal(fight/flight).

Ketika terjadi pandemi dan pandemi dilihat sebagai ancaman maka akan
mempengaruhi fungsi fisik-biologik sehingga dapat mengalami beberapa hal, yaitu
insomnia, palpitasi, fatigue nyeri dada, hilang nafsu makan, nausea, pusing
gangguan lambung, nadi cepat, tremor, keluhan somatik, mengadu gigi saat tidur

Selain respons fisik-biologik, kita akan juga mengalami respons psikologis


dalam hal perilaku dan penampilan serta respons psikologis dalam hal alam
perasaan dan emosi.

Respons psikologis dalam hal perilaku dan penampilan yang dapat dialami
adalah perasaan curiga terus menurus, mudah tersinggung, mudah tersulut emosi
sehingga dapat menyebabkan perdebatan dengan orang, menarik diri dan takut
keluar rumah, menjadi sangat pendiam, humor di waktu dan keadaan yang tidak
tepat, makan berlebihan atau kurang, perubahan fungsi seksual, dan perilaku adiktif
(merokok,kopi)

Respons psikologis dalam hal alam perasaan dan emosi yang dapat dialami
adalah shock, marah, bakal, merasa putus asa dan tidak berdaya, depresi, merasa
tersesat, menjadi perasa, takut akan bahaya bagi diri sendiri maupun orang yang
disayang, tidak merasakan apa-apa, merasa terlantar, merasa ketidakpastian, merasa
bersalah, mudah tersinggung.

Respons psikologi tergantung pada kepribadian seseorang (pemarah,


pemurung, periang) yang menjadi modal ataupun sesuatu yang mungkin malah
membuat semakin terpuruk, koping sebagai sumber (koping dengan menyelesaikan
masalah, melarikan diri atau menghindar, koping dengan emosi), dan ketersediaan
sistem pendukung menjadi penting sebagai dukungan eksternal yang berkaitan
dengan hubungan dengan keluarga atau teman.

Selain respons fisik-biologik dan respons psikologis, ada respons fisiologi


dalam hal pikiran, keyakinan, dan persepsi yang akan dialami, yaitu mimpi buruk
berulang, selalu terpikirkan tentang bencana, konsentrasi buruk, bingung,
disorientasi, daya perhatian pendek, pelupa, ingat hal yang tidak diinginkan, dan
sulit membuat keputusan

Selain respons-respons di atas, terdapat, respons psikososial dan spiritual


dalam hal hubungan dan interaksi yang mungkin akan dialami, yaitu merasakan
kedekatan dengan survivor lain karena perasaan senasib, terpisah dari keluarga dan
teman sehingga terkendala dengan hubungan interpersonal, menarik diri secara
sosial, menghindari survivor lain karna takut melukai karna emosi, dan
mempertanyakan keyakinan spiritual.

Reaksi yang mungkin dialami tenaga kesehatan atau relawan selama masa
bencana atau pandemi adalah takut pada keselamatan diri sendiri dan korban lain,
rasa simpati para korban (memberikan bantuan), cemas yang berhubungan dengan
situasi, mengidentifikasi diri dengan penderitaan dan ketakutan survivor, merasa
bersalah karena meninggalkan keluarga sendiri atau berfokus pada rasa takut dan
keburukan diri sendiri, merasa kebebanan tanggung jawab, merasa perlu menjauh
dari situasi bencana.

Untuk itu diperlukan manajemen bencana manajemen bencana tidak bisa


lepas dari suatu siklus dan ditujukan tentang bagaimana siklus manajemen risiko
bencana disikapi. Tidak hanya berfokus pada bencana tapi juga berfokus pada
dampak atau risiko yang muncul setelah bencana. Ada dua komponen dalam siklus
manajemen risiko bencana, yaitu risk management dan crisis management. Risk
management bersifat pencegahan, yaitu upaya-upaya yang dilakukan adalah
bagaimana upaya untuk mitigasi dan mencegah dampak yang berlebihan dari
bencana. Sedangkan, crisis management bersifat penyembuhan atau recovery. Jadi
ketika terjadi becana dibuat sebuah assessment sebagai sebuah respons untuk
merecovery dan reconstruction dari dampak dari bencana.

Selain manajemen bencana, diperlukan juga manajemen psikososial yang


bertujuan untuk meningkatkan kesehatan jiwa bagi kelompok masyarakat yang
sehat fisik dengan cara memastikan (keluarga teman) dalam keadaan yang
produktif, mencegah gangguan jiwa kepada orang-orang yang sudah memiliki
risiko dengan memberikan dukungan psikososial, meningkatkan akses pelayanan
kesehatan jiwa untuk orang-orang yang telah mengalami gangguan jiwa.

Tenaga kesehatan berperan untuk mencegah dan mereduksi dampak dari


bencana atau pandemi melalui penguatan kebutuhan psikososial. Peran tersebut
bergantung pada kebutuhan dari individu atau masyarakat itu sendiri. Misalnya jika
tidak tahu maka perlu di edukasi, jika tidak mau maka perlu di motivasi dan jika
tidak mampu maka beri dukungan. Tenaga kesehatan juga berperan di lokasi
bencana atau pandemi. Peran tenaga kesehatan, diantarinya memastikan diri dalam
keadaan aman dengan memakai APD yang sesuai, melakukan pertolongan pertama
(terapkan triase dengan tepat), berikan asuhan gawat darurat, dan integrasi aspek
psikososial.

Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial di masa pandemi atau bencana


diantaranya

1. Memberikan pertolongan psikososial pertama, melalui


- Memberikan asuhan dan dukungan praktis
- Mengkaji kebutuhan dan hal penting
- Membantu kebutuhan dasar
- Memberikan rasa nyaman
- Menolong menghubungkan untuk perolehan informasi,
layanan dan dukungan sosial
- Melindungi dari bahaya lebih lanjut

Respons manusia tergantung dengan bencana yang di alami, seperti banjir


(terjadi berulang ulang sehingga dapat di antisipasi), gunung meletus (situasi cepat
berubah sehingga menimbulkan stres berkepanjangan). Ada 3 prinsip dukungan
kesehatan jiwa dan psikososial, yaitu 3L (look: observasi, perhatikan dan lihat
tanda dan gejala. listen : dengarkan keluhan, link : hubungkan dengan sistem
pendukung)

Prinsip tersebut dapat dilakukan secara berkolaborasi atau secara langsung,


dengan cara :

- Memberikan pelayanan asuhan langsung


- Memberikan dukungan sesuai dengan usia dan tumbuh kembang klien dan
tingkat keparahan trauma
- Mengintegrasikan dukungan psikososial pada perawatan fisik
- Melakukan manajemen stres dan berbagai teknik relaksasi
- Melakukan CBT atau CT untuk mengubah proses pikir negatif menjadi
positif
- Melakukan psikoedukasi dan berbagai terapi sesuai keilmuan.

Terdapat cara untuk melakukan pencegahan untuk mencegah dan menangani


masalah psikososial selama pandemi COVID-19 sesuai dengan kelompok, yaitu

1. Bagi masyarakat umum


- Berpegangan pada informasi yang terpercaya
- Batasi masukan media
- Ciptakan rutinitas harian
- Merawat tubuh dengan baik
- Kurangi minum kopi
- Siapkan supply obat vitamin dan masker
- Hindari Burnout
- Coba hal baru

Lakukan satu persatu langkah-langkah tersebut untuk mencegah dan


menangani masalah psikososial selama pandemi COVID-19.

2. Bagi para orang tua dan keluarga


- Bicarakan pada anak dan remaja tentang pandemi COVID-19
dengan bahwa yang mudah dimengerti
- Yakinkan pada anak dan remaja bahwa mereka aman dan tidak-
apa untuk merasa murung dan tidak nyaman
- Atasi stres sehingga anak dan remaja dapat belajar dari Anda
bagaimana cara mengatasi masalah
- Batasi keluarga dengan paparan berita dan media sosial karena
dapat membuat merasa terancam
- Pertahankan kegiatan belajar rutin dan buat kegiatan belajar yang
menyenangkan
3. Bagi tenaga kesehatan
- Ingat misi Anda memilih menjadi tenaga kesehatan untuk tugas
mulia yaitu melayani mereka di saat tidak ada kepastian
- Tanamkan ketangguhan diri dengan berbagai cara kekuatan fisik,
psikologis, atau spiritual untuk membantu mereka yang dalam
kondisi sulit
- Fokus pada kondisi sekarang yang akan memberikan kesempatan
untuk menjadi yang terbaik
- Bersikap realistis dan positif
- Beri jeda waktu untuk tidak melihat berita dan media sosial
- Lakukan self-care
- Evaluasi diri dengan memperhatikan gejala depresi dan stres
berkepanjangan
4. Bagi yang sedang melakukan isolasi
- Tetap terhubung dan pertahankan jejaring sosial
- Lakukan kegiatan sehari-hari atau membuat rutinitas baru
- Perhatikan kebutuhan Anda dengan melakukan kegiatan yang
disukai sehat serta membuat relaks
- Jauhi berita yang dapat membuat pikiran negatif

Referensi :

Pengelolaan Bencana Univeristas indonesia. (2022). Manajemen Psikososial Pada


Bencana (Refleksi COVID-19) oleh Professor Achir Yani S Hamid,MN,DNSC.

Anda mungkin juga menyukai