Anda di halaman 1dari 15

DAMPAK PSIKOLOGIS BENCANA

Disusun oleh :
Kelompok 6B

1. Apri Juliana Purba (032017064)


2. Agustina Manik (032017070)
3. Winda Feri Wiranata Haloho (032017087)

PRODI NERS TAHAP AKADEMIK


STIkes SANTA ELISABETH MEDAN
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas semua limpahan rahmat-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan

penyusunan makalah yang berjudul “Dampak Psikologis Bencana”.

Makalah yang tersusun ini adalah hasil maksimal yang dapat kami sajikan.

Kami yakin makalah ini masih jauh dari sempurna, Untuk menyempurnakan

makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca

kepada kami agar dalam penulisan makalah selanjutnya bisa lebih baik.

Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat

sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah

wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya kami dapat memperbaiki bentuk

ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Medan, 24 Agustus 2020

Kelompok 6B
DAFTAR ISI
Cover.....................................................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................
1.1 Latar Belakang.................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3 Tujuan..............................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS..........................................................................
2.1 Reaksi Stress Pada Bencana............................................................................
2.2 Penanganan Terhadap Reaksi Stress...............................................................
2.3 Respon Psikologis Pada Bencana....................................................................
2.4 Prinsip Dasar Penanggulangan Masalah Psikologis........................................
2.5 Upaya Penanganan Kesehatan Mental............................................................
BAB 3 PENUTUP................................................................................................
Daftar Pustaka.....................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang
ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu
aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit,
hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan
lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan. Bencana
seperti banjir pun dapat memakan korban yang signifikan pada komunitas
manusia karena mencakup suatu wilayah tanpa ada peringatan terlebih dahulu dan
dapat dipicu oleh bencana alam lain seperti hujan lebat.
Pada fase awal bencana, akan membuat para korban menjadi khawatir dan
bahkan mungkin menjadi panik. Kepanikan itu berupa, seseorang akan
merasa sangat down, shock, karena kehilangan harta benda dan
sanak saudara. Demikian pula, mereka akan merasakan berbagai macam emosi
seperti ketakutan, kehilangan orang dan benda yang dicintainya, serta
membandingkan keadaan tersebut dengan kondisi sebelum bencana, mereka
kembali mengingat harta benda yang telah hilang atau rusak sekaligus
merasakan kesedihan yang mendalam. Hingga pada akhirnya merasa kecewa,
frustasi, marah, dan merasakan pahitnya hidup

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dari
makalah ini adalah Bagaimana dampak psikologis dari bencana?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa/i mampu memahami reaksi stress pada bencana
2. Mahasiswa/i mampu memahami penanganan terhadap reaksi stress
3. Mahasiswa/i mampu memahami respons psikologis pada bencana
4. Mahasiswa/i mampu memahami dampak psikologis pada bencana
5. Mahasiswa/i mampu memahami prisip dasar dalam penanganan
masalah psikologis
6. Mahasiswa/i mampu memahami upaya penanganan kesehatan mental

BAB 2
TINJAUAN TEORISTIS

2.1 Reaksi Stres Pada Bencana


Untuk membantu orang yang selamat kita harus menyadaribahwa
kebanyakan reaksi stres terhadap bencana adalah normal. Reaksi stres yang ringan
sampaisedangdalam situasi daruratdan fase awal dari bencana prevalensinya
tinggi karena orang-orang yang selamat (keluarganya, komunitasnya, dan anggota
penyelamat) betul-betul memahami bahaya yang dahsyat yang berhubungan
dengan peristiwa bencana.
Dalam keadaan biasa, reaksi stres pada bencana dapat dikatakan
diklasifikasikan ke dalam empat dimensi yaitudimensi mental/perasaan, fisik,
pemikiran,dan perilaku. Berikut di bawah ini adalah uraiannya.
1. Reaksi Stres Emosional
Reaksi stress pada bencana yang dapat dilihat dari aspek emosional
meliputi: lumpuh mental, gangguan tidur, ingat kembali rasa ketakutan,
ketakutan merasa sendiri, merasa asing, gelisah depresi, marah, rasa
berdosa karena bertahan hidup.
2. Reaksi Stres Fisik
Reaksi stress fisik pada bencana ditunjukan dengan keluhan seperti:
sakit kepala, lemas di kaki –tangan, merasa lelah, tenggorokan serak,
nyeri otot, nyeri dada, mual, diare, kurang nafsu makan, gangguan
pernafasan, menggigil, kepala terasa panas, kedinginan, gemetar, pusing
serasa berputar, kesemutan, alergi, influenza.Ini menunjukkan berbagai
macamreaksi stress fisik. Dari gejala-gejala di atasini, dapat dipahami
bahwa reaksi-reaksi tersebut dapat menyebar ke seluruh tubuh.
3. Reaksi Stres Kognitif
Reaksi stress kognitif pada bencana antara lain: susah berkonsentrasi,
daya pikirnya lumpuh, kacau, apatis, kehilangan ingatan jangka pendek,
kemampuan mengambil keputusan dan pertimbangan menurun, tidak
dapat menentukan pilihan dan urutan prioritas.
4. Reaksi Stres Perilaku
Reaksi stress perilaku pada bencana adalah kemarahan meledak,
tingkah laku yang berlebihan/kekerasan, menarik diri dari pergaulan
sosial (menyendiri), frekuensi minum minuman keras dan rokok
meningkat, berperilaku seperti anak kecil, berkelahi, bermasalah dengan
anggota keluarga, terisolasi dari masyarakat/komunitas, anoreksia
(mnolak makan dan bulimia (makan berlebihan). Ini menunjukkan
berbagai macam reaksi stres perilaku.Begitu banyaknya reaksi stress
pada bencana, maka kita sebagai perawat harus dapat membantu
mengatasi masalah para korban bencana.

2.2 Penanganan Terhadap Reaksi Stress


Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengatasi masalah stress
pada bencana yaitu:
1. Menceritakan pengalaman bencana diri sendiri dan mendengarkan
pengalaman orang lain
2. Mencurahkan perasaan jangan memendamnya
3. Bernafas dalam rileks, kontak fisik
4. Lakukan olahraga dan mengendorkan ketegangan
5. Mencari kesenangan/hobi
6. Jangan menghibur hati dengan minuman keras
7. Gizi seimbang
8. Membuat perencanaan dan tidak memaksakan diri
9. Tidak menyalahkan diri sendiri
10. Tidak menanggung kesedihan sendirian
11. Meminta pertolongan.

2.3 Respon Psikologis Pada Bencana


Setiap orang pada siklus bencana memberikan respon psikologis yang
beragam. Adapun fase-fase respon psikologis individu dan masyarakat terkait
bencana. Respon psikologis individu dan masyarakat terkait bencana melewati
fase predisaster, impact/inventory, Heroik, Honeymoon, disillusionment dan
reconstruction. Respon psikologisindividu dan masyarakat terkait bencana
melewati fase-fase sebagai berikut :
1. Predisaster
saat ini situasi normal, belum terjadi bencana. Dengan atau tanpa
peringatan dini, bisa ada persiapan menghadapi bencana yang akan
terjadai.
2. Impact/inventory
saat ini dimulai ketika bencana terjadi. Ada bantuan dari orang lain
untuk menolong dirinya sehingga individu merasa diperhatikan dan ada
semangat menata kembali kehidupannya. Sementara itu, di sisi lain,
mereka merasa tertekan atau bingung atas kejadian bencana ini. Tapi
kemudian dengan cepat akan pulih dan berfokus pada perlindungan
untuk dirinya dan orang-orang terdekatnya. Emosi yang muncul berupa
ketakutan, tidak berdaya, kehilangan, dislokasi dan kemudian merasa
bertanggung jawab untuk melakukan sesua btu yang lebih (fase
inventory). Kemudian setelah bencana terjadi, muncul gambaran awal
kondisi individu dan masyarakat.
3. Heroik
pada fase pertama dan berikutnya, orang merasa terpanggil untuk
melakukan aksi heroik seperti menyelamatkan nyawa dan harta orang
lain. Altruisme(perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa
memperhatikan diri sendiri) menonjol. Bersedia membantu orang lain
untuk bertahan dan pulih.
4. Honeymoon
biasanya 1 mingggu –6 bulan setelah bencana. Untuk yang terkena
langsung biasanya ada strong senseakan bahaya lain, situasi katastropik.
Komunitas biasanya ada kohesidan kerjasama untuk pulih. Bantuan
biasanya sudah berjalan lancar, ada harapan yang tinggi untuk cepat
pulih. Emosi yang muncul biasanya rasa syukur dan harapan-harapan.
5. Disillusionment
biasanya dialami selama 2 bulan –2 tahun setelah bencana terjadi.
Realita pemulihan sudah ditetapkan. Orang-orang akan merasa kecewa,
frustasi, marah, benci dan kesal jika terjadi kemunduran dan janji
bantuan tidak terpenuhi, terlalu sedikit atau terlambat. Lembaga
bantuan dan relawan mulai hilang, kelompok masyarakat lokal mulai
melemah. Mereka yang paling terkena dampaknya akan sadar bahwa
banyak hal yang harus dilakukan sendiri dan kehidupan mereka tidak
selalu sama. Perasaan kebersamaan akan mulai hilang karena mulai
fokus pada membangun kembali kehidupannya sendiri dan mengatasi
masalah individual. Emosi yang muncul berupa keraguan, kehilangan,
kesedihan dan isolasi.
6. Reconstruction
Biasanya berlangsung selama bertahun-tahun setelah bencana. Mereka
yang bertahan mempunyai fokus perhatian pada membangun kembali
rumahnya, bisnis, ladang dan kehidupannya. Muncul bangunan-
bangunan baru, perkembangan program-program baru, dan rencana
meningkatkan kepercayaan dan kebanggan masyarakat dan kemampuan
individu untuk membangun kembali. Namun proses ini ada pasang
surutnya, misal ada peristiwa-peristiwa lain yang memicu reaksi
emosional atau kemajuan yang tertunda

2.4 Dampak Psikologis Pada Bencana


Dampak psikologis pasca bencana, dikategorikan menjadi :
1. Distres Psikologis Ringan
Individu dikatakan mengalami distress psikologis ringan bila setelah
bencana merasa cemas, panik dan terlalu waspada. Pada situasi ini
terjadi natural recovery (pemulihan alami)dalam hitungan hari/minggu.
Orang orang dengan kondisi distress psikologis ringan tidak butuh
intervensi spesifik. Hal ini akan tampak pada sebagian besar
survivor/korban yang selamat.
2. Distres Psikologis Sedang
Bila individu merasa cemas menyeluruh, menarik diri dan mengalami
gangguan emosi maka kita kategorikan mengalami distress psikologis
sedang. Pada kondisi ini natural recovery membutuhkan waktu yang
relatif lebih lama, bahkan dapat berkembang menjadi gangguan mental
dan tingkah laku yang berat. Orang dengan kondisi distress psikologis
sedang membutuhkan dukungan psikososial untuk natural recovery.
3. Gangguan Tingkah Laku dan Mental yang Berat
Situasi ini terjadi bila individu mengalami gangguan mental karena
trauma atau stress seperti PTSD (Post Traumatic Sindrome Disorder),
depresi, cemas menyeluruh, fobia, dan gangguan disosiasi. Gangguan
tingkah laku dan mental yang beratini jika tidak dilakukan intervensi
sistemik akan mudah menyebar. Keadaan ini membutuhkan dukungan
mental dan penanganan oleh mental health professional. Para peserta
didik, uraian diatas memberikan kita gambaran bahwa respon
psikologis pasca bencana bisa terjadi pada siapa saja, dari intensitas
ringan sampai berat. Kita sebagai perawat, merupakan kelompok
terbesar dari tenaga kesehatan berkomitmen,sering bekerjadalam situasi
sulitdengan sumber daya terbatas, memainkan peran penting ketika
bencana terjadi, menjabat sebagai responden pertama, petugas triase
dan penyedia layanan, koordinator perawatan dan jasa, penyedia
informasi atau pendidikan, dan konselor. Namun, sistem kesehatan dan
pelayanan kesehatan pada situasi bencana hanya berhasil bila perawat
memiliki kompetensi atau kemampuan untuk secara cepat dan efektif
merespon bencana.

Dampak Sosial Psikologis Korban bencana


Peristiwa bencana membawa dampak bagi warga masyarakat khususnya
yang menjadi korban (Marjono,2010)
1. Hilangnya harga diri dan kemampuan baik sebagai individu maupun
sebagai keluarga karena di tempat pengungsian mereka menerima belas
kasihan dari pihak lain dan bahkan seringkali menjadi tontonan.
Kecewa pada pemerintah atau pihak-pihak lain yang tidak dapat
meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi
dan kecewa terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah yang
berpotensi menjadi aksi sosial.
2. Terhambatnya pelaksanaan fungsi dan peran sosial dalam kekerabatan
serta pelaksanaan tugas-tugas kehidupan dalam kemasyarakatan,
misalnya: kegiatan arisan, kegiatan adat atau budaya yang tidak dapat
dilaksanakan di lokasi pengungsian.
3. Kejenuhan akibat ketidakpastian berapa lama harus mengungsi,
perasaan tidak berdaya, ketakutan dan bahkan perasaan putus asa
menghadapi kemungkinan bencana yang tidak mungkin dihindari (tidak
dapat melawan kehendak Tuhan). Akibatnya timbul perasaan marah,
stres atau frustrasi dengan situasi dan kondisi yang serba tidak menentu,
trauma, putus asa, merasa tidak berdaya dan ketidakpastian terhadap
masa depannya.
4. Berfikir tidak realistis dan mencari kekuatan supra natural untuk
mencegah terjadinya bencana. Kekecewaan spiritual yaitu kecewa

2.5 Prinsip Dasar Penanggulangan Masalah Psikologis


Dibawah ini adalah uraian tentang prinsip dasar penanganan menghadapi
respon psikologis pasca bencana. Menurut WHO, ada beberapa hal yang harus
kita pahami dan kita persiapkan terlebih dahulu sebelum menangani masalah
psikologis pasca bencana, yaitu:
a. Lakukan persiapan sebelum emergency, meliputi: penetapan sistem
koordinasi, penyusunan rencana darurat dan pelatihan-pelatihan.
b. LakukanAssessment: penilaian kualitatif dan kuantitatif terhadap
kebutuhan psikososial dan kesehatan mental
c. Upayakan kolaboratif dengan tim kesehatan lain
d. Integrasikan dalam primary health care
e. Berikan akses pelayanan untuk semua
f. Siapkan pelatihan dan pengawasan (jika tidak terjaga akan
menimbulkan masalah baru)
g. Rumuskan perspektif jangka panjang penanganan8.Tetapkan indikator
pantauan (monitoring indicator)

2.6 Upaya Penanganan Kesehatan Mental


Dalam menangani dampak bencana terhadap aspek kesehatan mental
diperlukan dua intervensi utama, yaitu :
1. Intervensi Sosial
Tersedianya akses terhadap informasi yang bisa dipercaya dan terus
menerus mengenai bencana dan upaya-upaya yang berkaitan,
memelihara budaya dan acara-acara keagamaan seperti upacara
pemakaman, tersedianya akses sekolah dan aktivitas rekreasi normal
untuk anak-anak dan remaja, partisipasi dalam komunitas untuk orang
dewasa dan remaja, keterlibatan jaringan sosial untuk orang yg
terisolasi seperti anak yatim piatu, bersatunya kembali keluarga yang
terpisah, shelterdan organisasi komunitas untuk yang tidak punyatempat
tinggal, keterlibatan komunitas dalam kegiatan keagamaan dan fasilitas
masyarakat lainnya

2. Intervensi Psikologis dan Psikiatrik


Terpenuhinya akses untuk pertolongan pertama psikologis pada
pelayanan kesehatan dan di komunitas untuk orang-orang yang
mengalami distress mental akut, tersedianya pelayanan untuk keluhan
psikiatrik di sistem pelayanan kesehatan primer, penanganan yang
berkelanjutan untuk individu dengan gangguan psikiatrik yang sudah
ada sebelumnya, pemberhentian medikasi tiba-tiba harus dihindari,
perlu dibuat perencanaan untuk intervensi psikologis berbasis
komunitas pasca bencana.
Upaya penanganan dampak sosial psikologis (Marjono,2010)
1. Terapi kritis
Tidak sedikit masyarakat yang menolak untuk direlokasi, tidak puas
dan merasa tidak berdaya dengan situasi dan kondisi baru yang berbeda
dengan keseharian mereka sebelumnya. Perasaan-perasaan tersebut
seringkali menimbulkan gangguan psikis, seperti kecemasan dan
insomnia, stres, frustrasi dan selalu ada kemungkinan timbul aksi sosial
atau konflik. Layanan ini diberikan kepada individu-individu yang
mengalami stress atau trauma karena kejadian bencana itu sendiri,
karena kehilangan harta benda atau karena kehilangan anggota
keluarganya. Terapi yang dilakukan antara lain pengungkapan
perasaan-perasaan negatif yang dilanjutkan dengan pembelajaran
sederhana mengenai cara membangun perasaan-perasaan yang positif
dan bekerja bersama-sama dengan kelompok untuk menginventarisasi
hal-hal positif yang dapat dilakukan di daerah yang baru dan menyusun
rencana kegiatannya.
2. Membangun partisipasi
Pengungsi perlu dilibatkan dalam berbagai kegiatan di barak-barak
pengungsian (dapur umum, latihan keterampilan dan kegiatan lain)
untuk mengalihkan perasaan-perasaan kontra produktif, dan dalam
menyusun rencana recovery.
3. Mediasi dan fasilitasi relokasi dengan penyuluhan terhadap masyarakat
di daerah tujuan yang baru agar dapat menerima kehadiran para
pengungsi yang direlokasi ke daerah mereka.

BAB 3
PENUTUP
Korban bencana, khususnya pengungsi memerlukan berbagai kebutuhan
agar dirinya dapat bertahan hidup dan bangkit kembali semangatnya untuk hidup
bermasyarakat. Kebutuhan tersebut antara lain makan, pakaian, tempat tinggal,
pelayanan kesehatan, air bersih dan sarana MCK. Pengungsi juga membutuhkan
pelayanan psikososial, keagamaan, pendidikan, kependudukan, informasi,
reintegrasi dan pelayanan untuk berusaha atau bekerja termasuk permodalan.
Berbagai kebutuhan tersebut merupakan permasalahan pengungsi. Untuk itu
diperlukan penanganan agar permasalahan kebutuhan dasar pengungsi dapat
terpenuhi.
Selanjutnya untuk menghilangkan trauma sosial psikologis dan kejenuhan di
tempat pengungsian telah dilakukan berbagai aktivitas seperti hiburan, konseling,
advokasi, tracing dan reunifikasi, informasi, penyuluhan dan bimbingan sosial
serta pelatihan-pelatihan sebagai bekal hidup di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA
BNPB (2010). Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya
Mitigasinya di Indonesia, BNPB, Jakarta
Marjono.(2010). Penanganan Dampak Sosial Psikologis Korban Merapi,
http://www.jatengprov.go.id/?mid = wartadaera & listStyle = gallery &
category = 4254 & document_srl = 11905
UU No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
WHO –ICN, 2009. ICN Framework of Disaster Nursing Competencies, WHO and
ICN, Geneva, Switzerland
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-
Komprehensif.pdf

Anda mungkin juga menyukai