Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

STRES ADAPTASI, HOMEOSTASIS KEHILANGAN (FASE dan DAMPAK) dan BERDUKA

OLEH

ROSDIANTY MARVIA .D.

RUSLIA YEDIDA ADELINA .C.

SASA MALINDA

Stikes MEDISTRA INDONESIA

S1 Keperawatan tahun 2017/2018


STRES ADAPTASI, HOMEOSTASIS KEHILANGAN (Fase dan Dampak) dan BERDUKA

A. PENGERTIAN STRES dan STRESOR

Setiap orang pernah mengalami stres, dan orang yang normal bisa beradaptasi dengan stres jangka
panjang maupun jangka pendek. Stres dapat dijadikan stimulus untuk perubahan dan perkembangan
sehingga dapat dianggap positif atau bahkan perlu. Meskipun demikian stres yang terlalu berat dapat
mengakibatkan sakit, penilaian yang buruk, dan ketidakmampuan untuk bertahan. Stres dapat
didefinisikan sebagai, “respons adaptif, dipengaruhi oleh karakteristik individual dan/atau proses
psikologis, yakni akibat dari tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan fisik
dan psisikologis terhadap seseorang.” (Ivancevich dan Matteson, 1980 dalam kreitner dan kinicki, 2004.)

Claude Bernard, 1867 (dalam Potter dan Perry, 1997) adalah salah seorang psikolog pertama yang
mengakui adanya dampak positif yang ditimbulkan stres, menurutnya, perubahan dalam lingkungan
internal dan eksternal dapat mengganggu fungsi organism sehingga penting bagi organism tersebut
untuk beradaptasi terhadap stresor agar dapat bertahan. Stresor merupakan stimuli yang mengawali
atau memicu perubahan yang menimbulkan stres.

a. Sumber Stresor

Faktor yang menimbulkan stress, dapat berasal dari sumber internal ( yaitu diri sendiri ) maupun
eksternal ( yaitu keluarga, masyarakat, dan lingkungan ).

1. Internal => faktor internal bersumber dari diri sendiri. Stresor individual dapat timbul dari
tuntutan pekerjaan atau beban yang terlalu berat, kondisi keuangan, ketidakpuasan dengan
kondisi tubuh, penyakit yang dialami, masa pubertas, karateristik atau sifat yang dimiliki.
2. Eksternal => faktor eksternal stress dapat bersumber dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Stresor yang berasal dari keluarga disebabkan oleh adanya perselisihan dalam keluarga,
perpisahan keluarga, adanya anggota keluarga yang mengalami kecanduan narkoba. Stressor
yang berasal dari masyarakat dan lingkungan dapat berasal dari lingkungan pekerjaan,
lingkungan sosial, atau lingkungan fisik.

b. Jenis Stres

Ditinjau dari penyebabnya stress dapat di bedakan sebagai berikut :

1 . stres fisik,disebsbkan oleh keadaan fisik, seperti suh yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, suara
bising,sinar matahari yang terlalu menyengat,dll.

2 . stres kimiawi, disebabkan oleh pengaruh senyawa kimia yang terdapat pada obat-obatan, zat
beracun asam,basa, factor hormone atau gas,dll

3 . stres mikrobiologis, disebabkan oleh kuman seperti virus,bakteri, atau parasit


4 . stres fisiologis, disebabkan oleh gangguan fungsi oragan tubuh, anatar lain ganguan strutur tubuh,
fugsi jaringan, organ,dll.

5 . stres proses tumbuh kembang, disebakan oleh proses seperti masa pubertas, pernikahan, dan
pertumbuhan usia.

6 . stres psikologis atau emosional, disebabkan oleh gangguan situasi sikolis atau ketidak mampuan
kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri, misalnya dalam hubungan interpersonal, sosial budaya, atau
keagamaan.

c. Tahap Stres

Menurut Robert J van Amberg, 1979 (dalam dandang hawari,2001), stress dapat dibagi ke dalam
enam tahap berikut:

1. Tahap pertama. Tahap ini merupakan tahap stress yang paling ringan dan biasanya ditandai
dengan munculnya semangat yang berlebihan, penglinghatan lebih “tajam” dari biasanya,
dan merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya (namun tanpa disadari
cadangan energy dihabiskan dan timbulnya rasa gugup yang berlebihan).
2. Tahap kedua. Pada tahap ini, dempak stress yang semula ‘menyenangka’ mulai menghilang
dan timbul keluhan-keluhan karena habisnya candangan energy. Keluhan-keluhan yang
sering dikemukakan anatara lain merasa letih sewaktu bangun pagi dalam kondisi nomal,
badan (seharusnya terasa segar), mudah lebih sesudah makan siang, cepat lebih menjelang
sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar-debar, otot
punggung dan tengkuk terasa tengang.
3. Tahap ketiga jika tahap stres sebelumnya tidak tanggapi dengan memadai makan keluhan
akan semakin nyata, seperti gangguan lambung dan usus ( gastrisis atau maag atau diare ).

d. Teknik manajemen stres

1. Mengatur diet dan nutrisi


2. Istirahat dan tidur
3. Olahraga teratur
4. Berhenti merokok
5. Menghindari minuma keras
6. Mengatur berat badan
7. Menatur waktu
8. Terapi psikofarmaka
9. Terapi somatic
10. Psikoterapi
11. Terapi psikoreligius
B. HOMEOSTASIS
Homeostasis meupakan mekanisme tumbuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam
menghadapi berbagai kondisi yang dialami proses homeostasis dapat terjadi apabila tubuh
mengalami stress, yang secara alamiah tubuh akan melakukan mekanisme pertahapan diri
untuk menjaga kondisi agar tetap seimbang. Homeostasis adalah suatu proses pemeliharaan
stabilitas dan tahap adaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitar yang terjadi secara terus
menerus. Homeostasis terdiri atas homeostasis psikologis dan spikologis. Homeostasis
psikologis dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh system endokrin dan sitem saraf
otom. Proses homeostasis psikologis terjadi melalui 4 cara berikut :
1. Pengaturan diri. Sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat
contohnya pada proses pengaturan fungsi organ tubuh.
2. Kompensasi. Tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak normalan yang
terjadi di dalamnya.
3. Umpan balik negative. Proses ini merupakan penyimpanan dari keadaan normal.
4. Umpan balik untuk mengoreksi ketidakseimbangan psiologis.

Homeostasis psikologis berfokus pada keseimbangan emosional dan kesejahteraan mental.


Proses ini dapat dari pengalaman hidup dan interkasi dengan orang lain serta dipengaruhi oleh
norma dan multur masyarakat.

C. KEHILANGAN

Kehilangan adalah proses pengalaman perpisahan dengan suatu benda, objek, kepercayaan atau
hubungan yang dianggap berharga oleh seseorang yang mengalami hal tersebut. Fase
kehilangan:

1. Objektif vs subjektif
Kehilangan objektif, kita dapat melihatnya, ex.kehilangan orang-orang yang kita sayangi.
Kehilangan subjektif, kita tak bisa melihatnya, ex.kehilangan kasih sayang.
2. Fisik dan psikologis
Kehilangan fisik, ex.kehilangan bendaseperti handphone, buku, dll.
3. Dinantikan vs tidak diharapkan.

a. Tipe kehilangan

1. Kehilangan actual. Kehilangan yang real, nyata.


2. Kehilangan yang dipersepsikan, hanya individu saja yang dapat merasakan.
3. Kehilangan maturasional ( ex. individu yang sudah memiliki pekerjaan dianggap sudah
dewasa).
4. Kehilangan situasional ( ex. Anak kos yang harus berpisah dari orang tua sehingga harus
kehilangan kasih sayang).
5. Kehilangan yang diantisipasi.
6. Kehilangan yang tidak diantisipasi.
b. Dampak kehilangan

Kehilangan bisa mengakibatkan dampak dalam hidup seseorang seperti berikut ini.

1. Pada masa anak-anak


Kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang timbul regresi serta rasa
takut untuk ditinggalkan.
2. Pada masa remaja atau dewasa muda
Kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga maupun keharmonisan keluarga.
3. Pada masa dewasa tua
Kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan terberat dan
menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.

D. BERDUKA

a. Tahap reaksi berduka


(Potter, 1989 dan Tarwoto, 2003)

1. Pengingkaran (Denail)
Tahap kejutan dan penolakan  awal diagnose penyakit. Respons individu: “itu tidak
mungkin!”, “saya tidak percaya”. Focus denial  tidak dapat memperhatikan fakta yang jelas.
Perasaan tidak percaya, syok. Tanda: menangis, gelisah, lemah, letih, pucat.
2. Marah (Anger)
Perasaan marah yang tidak terkendali, dapat diproyeksikan pada benda atau orang. Respons
individu: “saya..?, tidak, mengapa saya…”. Muncul perasaan sedih, rasa bersalah dan marah.
Tanda: muka merah, suara keras, tangan mengepal, nadi cepat, gelisah dan perilaku agresif.
3. Tawar menawar (bargaining)
Individu mampu mengungkapkan marahakan kehilangan, ia akan merefleksikan rasa bersalah,
takut dan rasa berdosa. Dan hal tersebut harus diselesaikan seblum meninggal dunia.
4. Depresi
Proses menghadapi kematian sehingga klien dan keluarga mengalami perasaan kehilana yang
disertai depresi dan utus asa.
5. Menerima (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran yang berpusat pada objek
kehilangan mulai berkurang. Individu menyadari dan menerima proses kematian sehingga minat
dan aktivitas jangka panjang menurun.
b. Model teori berduka(Grieving)

 Engel’s model:
1. Shock and disbelief = menolak kenyataan kehilangan.
2. Developing awareness = mulai merasakan adanya kehilangan.
3. Reorganization dan Restitution = menerima kenyataan kehilangan.
 Parke’s model:
1. Numbness, singkat, traumatis sehingga memperberat kehilangan sebagai mekanisme
pertahanan psikologis.
2. Yearning, berlangsung beberapa bulan,distress psikologis yang lebih intens, pikiran berfokus
pada kematian yang sesungguhnya.
3. Disorganization, depresi berat, menarik diri dari kegiatan social dan kurangnya ketertarikan pada
orang lain dan pada aktivitas-aktivitas.
4. Reorganization, 6-9 bulan setelah kehilangan dan ditandai dengan ketertarikan secara bertahap
terhadap orang lain dan kembali tertarik pada makna hidup.

c. Tindakan keperawatan
 Pengkajian

Perawat mengkaji makna kehilangan bagi mereka. Dalam mengkaji, perawat harus menggunakan
komunikasi yang tulus dan terbuka.

 Diagnosa

Dukacita berhubungan dengan

 Potensial kehilangan orang terdekat


 Potensial kehilangan kesejahteraan fisiopsikososial
 Potensial kehilangan kepemilikan pribadi

Dukacita maladaptif berhubungan dengan

 Kehilangan objek potensial


 Rintangan respon berduka
 Tak ada antisipasi berduka
 Penyakit terminal kronis
 Kehilangan orang terdekat

Gangguan penyesuaian hubungan yang berduka yang tak kunjung selesai. Perubahan koping
keluarga berhubungan dengan

 Preokupasi sementara orang terdekat yang mencoba menangani konflik emosional.


 Menderita dan tak mampu menerima secara efektif tentang kebutuhan klien.
 Perencanaan

Intervensi => hargai dukacita klien melalui kehadiran dengan empati, dengarkan klien dan beri
dukungan. Agar klien mampu: mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan, mempertahankan
kemandirian dalam aktivitas sehari-hari, mempertahankan harapan, mencapai kenyamanan spiritual,
dan meraih kelegaan akibat kesepian dan isolasi.

 Implementasi

Melakukan komunikasi terapeutik.

 Evaluasi

Perawatan klien menjelang ajal mengharuskan perawat mengevaluasi tingkat kenyamanan klien
dengan penyakit dan kualitas hidupnya. Tingkat kenyamanan didasarkan pada hasil penurun nyeri,
kontrol gejala, ketenangan emosional.
Daftar pustaka:

Alimul, A.A. dan Hidayat, Kebutuhan dasar Manusia, Jakarta, Salemba Medika, 2009

Widianti, T.A dan Saryono, Kebutuhan Dasar Manusia (KDM), Yogyakarta, Karya Merdeka, Juli 2010

Anda mungkin juga menyukai