I. Definisi
Kata “trauma” berasal dari Yunani yang berarti “luka” (Makna tanda petik apa yak?).
Trauma adalah suatu pengalaman atau peristiwa yang tidak diharapkan terjadi yang
mengakibatkan seseorang mengalami gangguan mental atau emosi yang memberik
(memberik itu apa yak?) efek negatif terhadap kemampuan seseorang terkait dengan
peristiwa dan pengalaman trauma tersebut hingga jangka waktu tertentu. Walaupun trauma
tidak menyebabkan cedera fisik, trauma dapat meninggalkan efek psikologis atau emosi yang
serius pada individu dan juga pada pikiran atau perilakunya. Ia (Hal ini) juga dapat
mengakibatkan depresi, kegelisahan dan perilaku yang obsesif terhadap peristiwa yang
menyebabkan trauma tersebut. (Daftar pustakanya mana?)
Kata “healing” berasal dari Old English “haelan” yang bermaksud “mengembalikan
kesehatan menjadi lebih baik”. (makna tanda petik apa yak?) Dalam konteks ini, healing
bermaksud memulihkan atau mengurangi dampak negatif pada emosi atau psikologi dan/atau
fisik individu yang diakibatkan oleh peristiwa trauma. Trauma healing adalah urutan cara dan
metode yang digunakan untuk memulihkan orang yang mengalami trauma. (daftar
pustakanya mana yak?)
Terdapat sejumlah faktor resiko yang menyebabkan orang menjadi rentan terhadap trauma
emosional dan psikologis seperti :
1. Pasien sudah lama menanggung beban stress berat ataupun baru sahaja mengalami
beberapa peristiwa kehilangan orang atau pemilikan yang tersayang
2. Pasien telah mengalami trauma sebelum ini – terutamanya pada usia kanak-kanak
Trauma pada usia kanak-kanak dapat meningkatkan kemungkinan untuk mengalami
trauma juga pada waktu dewasa. Jika pasien mengalami trauma pada waktu kecil, efek
traumanya lebih parah dan lama. Jika tidak dipulihkan ia akan berterusan hingga
menimbulkan rasa takut dan tidak berdaya dalam diri individu tersebut pada usia dewasa. Ini
akan menyebabkan individu tersebut lebih rentan terhadap trauma yang lain.
Trauma pada kanak-kanak adalah diakibatkan oleh peristiwa atau faktor yang menyebabkan
kanak-kanak berasa terancam antaranya :
IV. Diagnosis
Setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap trauma yang dialami. Respon
emosional dan fisik yang berbagai tergantung kepada derajat trauma yang dialami.
Gejalanya bisa berlangsung beberapa hari sampai berbulan-bulan dan secara perlahan
bertambah atau berkurang tergantung bagaimana pasien tersebut mengatur untuk menghadapi
trauma itu. Walau begitu, efek dan dampak trauma bisa berulang dari waktu ke waktu jika
dipicu oleh memori dan perasaan yang menyakitkan dimana akan mengingatkan pasien
tentang trauma yang telah berlalu.
Berduka adalah suatu tindakan fisiologis normal yang berlaku pada individu yang baru
sahaja mengalami trauma. Ia berusaha mengatasi dengan cara menghilangkan rasa
kehilangan, terkejut atau kesedihan supaya ia merasa aman. Pasien juga dapat bercerita
kepada ahli keluarga atau orang yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan emosi dan
mental.
Pasien yang mengalami trauma sering membayangkan situasi trauma dan kejadian-
kejadian yang telah berlalu, rasa menyesal yang berat, sering berhalusinasi, dan kelihatan
mengkhayal. Simulasi trauma yang berterusan di otak pasien akan menstimulasi saraf
simpatis di seluruh tubuh dan bagian otak amygdala dan seterusnya hipotalamus akan
merangsang fight-or-flight response yang akan menyebabkan gejala trauma emosional dan
fisik akan timbul seperti ketegangan otot, sering berpeluh dan mudah terkejut. Ini disebut
sebagai post-traumatic stress disorder atau PTSD.
IV. Tatalaksana
1. Banyakkan bergerak
a. Pasien dapat melupakan semua pikiran negatif dan memori yang mengganggu
dan fokus terhadap pergerakan motor dan koordinasi badan ketika beraktivitas
dan ini akan membantu pasien untuk rasa hidup dan segar kembali.
b. Latihan yang ritmis yang melibatkan pergerakan kedua-dua lengan, tangan dan
kaki – seperti berjalan, berlari, berenang, bermain bola keranjang serta menari –
adalah aktivitas yang ideal untuk memulihkan pasien dari trauma.
c. Mendaki batu (rock climbing), tinju, latihan mengangkat beban, dan seni bela diri
adalah aktivias yang membantu pasien berkonsentrasi dalam mengawal
pergerakan badan.
d. Pasien boleh mencoba berolahraga selama 30 menit atau lebih – ataupun dalam
waktu 10 menit 3 kali latihan sehari. Frekuensi latihan boleh diubah sesuai
dengan keperluan dan kecukupan pasien.
Selepas kejadian trauma, pasien akan merasa cenderung untuk mengasingkan diri, tidak
mahu terlibat dalam kegiatan orang ramai dan sering melayan perasaan sendiri. Tindakan
mengisolasikan diri hanya akan menambah beban dan efek trauma. Pasien yang selalu
berhubungan dengan orang sekeliling dan keluarga akan melalui proses penyembuhan trauma
yang lebih cepat.
a. Pasien tidak perlu berbicara tentang trauma. Berhubungan dan bergaul dengan
orang ramai tidak harus berarti pasien membincangkan perihal trauma dan
menambah beban trauma yang sedia ada. Perasaan senang itu datang jika pasien
melibatkan diri secara langsung dengan orang ramai melalui perbualan atau
perbuatan dan merasa diri diterima oleh masyarakat.
b. Meminta dokongan. Meskipun pasien tidak harus berbicara tentang trauma,
penting bagi pasien untuk memiliki seseorang untuk mendengarkan keluhan dan
masalah atau peristiwa trauma itu sendiri dengan penuh perhatian dan tidak
menghakimi pasien.
c. Beralihlah kepada anggota keluarga, teman yang dipercayai atau kanselor.
Berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Pasien mungkin merasa berat dan terpaksa
untuk melakukan sesuatu selepas mengalami trauma. Melakukan kegiatan-
kegiatan harian yang normal yang tidak mempunyai kaitan dengan pengalaman
traumatis akan menolong pasien untuk sembuh.
d. Bergabung dengan kelompok pendokong bagi korban trauma. Berdamping dengan
korban trauma, mendengar kisah trauma mereka dan bagaimana cara mereka
mengatasi efek dari trauma akan menginspirasi pasien untuk terus semangat.
Pasien juga harus tahu ada ramai yang mengalami kisah yang sama dan pasien
tidak perlu mengisolasikan diri dari orang ramai.
e. Menjadi relawan. Selain dapat membantu orang lain, menjadi relawan adalah cara
yang bagus untuk melawan rasa tak berdaya yang sering datang daripada trauma.
Menjadi relawan juga mengingatkan pasien tentang kelebihan yang ada pada diri
dan membantu orang akan menolong pasien untuk melupakan kejadian trauma.
f. Membuat teman baru. Jika pasien hidup sendiri atau jauh dari keluarga dan teman-
teman, penting bagi pasien untuk menjangkau dan membuat teman baru. Pasien
boleh mendaftarkan diri di kelas-kelas atau bergabung dengan kelab untuk
bertemu orang-orang dengan minat yang sama. Pasien juga boleh berhubung ke
pertubuhan alumni, tetangga yang dekat atau rakan kerja.
3. Mengawal emosi
Biarpun seberapa cemas, gelisah dan susah untuk mengawal diri, penting bagi pasien
untuk melatih diri mengawal tekanan emosi dan perasaan dan mencari jalan untuk
menenangkan diri.
a. Melakukan pernafasan sadar. Jika pasien merasa bingung, cemas atau detak
jantung tidak menentu, cara yang pantas untuk menenangkan diri adalah mengatur
ritma pernafasan. Tarik nafas (inspirasi) dengan dalam dan tenang, tahan, dan
lepaskan kembali (ekspirasi) dengan perlahan. Ulang latihan ini sehingga
pernfasan menjadi teratur kembali. Latihan pernafasan ini dapat membantu
oksigenasi optimal ke seluruh jaringan tubuh dan ini akan mengurangkan rasa
cemas dan pusing.
b. Masukan sensorik (sensory input). Apakah pemandangan tertentu, bau atau rasa
cepat membuat pasien merasa tenang? Atau mungkin membelai hewan atau
mendengarkan musik bekerja dengan cepat dalam menenangkan pasien? Respon
setiap orang terhadap masukan sensorik adalah berbeda, pasien digalakkan untuk
mencoba apa yang mendatangkan efek yang terbaik untuk diri mereka.
c. Sadar dengan keadaan sekeliling. Untuk meingkatkan tingkat kesadaran minda
dengan keadaan sekeliling, pasien duduk menyandar di kursi dengan kaki menetap
di tanah atau lantai. Seterusnya, pasien memerhatikan keadaan sekitar dan
memilih enam objek yang memiliki warna merah atau biru ataupun membilang
objek yang mempunyai warna merah atau biru. Proses membedakan warna ini
dapat menghindarkan pasien dari memikirkan hal trauma dan menolong pasien
untuk fokus.
d. Jangan menghalang perasaan yang hadir. Emosi jika dihalang akan semakin
menguat, tapi jika diberikan ruang untuk diakui dan diekspresikan lama kelamaan
akan hilang dengan sendiri.
4. Jaga kesehatan
Tubuh yang sehat akan meningkatkan kemampuan pasien untuk mengatasi stres dari
trauma.
V. Referensi
Korban
Gejala fisik
Kenalpasti simptom dan gejala trauma
Gejala psikologis