Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis Perilaku Keselamatan

1. Definisi Perilaku Keselamatan

Menurut Heinrich (1980) bahwa perilaku keselamatan atau

perilaku aman adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau

beberapa orang karyawan yang memperkecil kemungkinan

terjadinya kecelakaan terhadap keryawan.

Menurut Megginson (Mangkunegara, 2003) bahwa

keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat

dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko

keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang

dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong,

luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan

dan pendengaran. Biasanya itu dihubungkan dengan perlengakapan

perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja

yang membutuhkan pemeliharaan dan pelatihan.

Dilihat dari APA Dictionary of Psychology (2007) perilaku

keselamatan (Safety behavior) adalah suatu perilaku yang dilakukan

dengan ketertarikan individu dalam usaha untuk memperkecil atau

mencegah suatu bencana yang ditakutkan. Griffin dan Neal (Ingtyas

& Hadi, 2015) mendefinisikan perilaku keselamatan sebagai

12
13

perilaku yang berorientasi pada keselamatan yang diterapkan dalam

pekerjaan sehari-hari.

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

perilaku keselamatan atau perilaku aman (safety behavior) adalah

perilaku yang dilakukan oleh seseorang atau karyawan yang

mengarah pada tindakan aman untuk mengantisipasi atau mencegah

terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja dalam kehidupan sehari-

hari.

2. Aspek-aspek Perilaku Keselamatan

Griffin dan Neal (Wang et al., 2018) mengusulkan dua sub

dimensi perilaku keselamatan yakni Safety Compliance (SC) dan

Safety Partisipation (SP).

a. Kesesuaian keselamatan (Safety compliance)

Kesesuaian keselamatan (safety compliance) didefinisikan

sebagai aktivitas utama yang harus dilakukan seseorang untuk

mempertahankan keselamatan di tempat kerja, termasuk

didalamnya kepatuhan akan prosedur kerja dan menggunakan

peralatan pelindung diri/APD

b. Keikutsertaan keselamatan (Safety participation)

Didefinisikan sebagai perilaku yang tidak secara langsung

berkontribusi terhadap aktivitas keselamatan, akan tetapi

membantu lingkungan kerja untuk tetap selamat, seperti


14

mengikuti rapat-rapat keselamatan serta membantu rekan kerja

untuk menangani masalah terkait keselamatan kerja.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan

Menurut Griffin dan Neal (2003) ada dua faktor yang

mempengaruhi perilaku keselamatan (Safety behavior), yaitu:

a. Faktor-faktor yang berasal dari dalam individu, seperti

komitmen, perbedaan individu misalnya ketelitian, kepribadian

misalnya karakter yang dimiliki bersifat permanen atau orang

tersebut mempunyai kecenderungan celaka.

b. Lingkungan kerja, seperti iklim keselamatan dan faktor

organisasional misalnya supervisi dan desain pekerjaan.

Selain itu terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi

perilaku keselamatan. Menurut Nahrgang, Morgesin dan Hofmann

(2010) suberdaya kerja secara teoritis memiliki efek keterikatan,

kepatuhan, kepuasan kerja bahkan sumberdaya kerja yang tinggi

meningkatkan niat dan keinginan karyawan untuk bekerja sebaik

mungkin, meskipun harus mengorbankan tenaga dan pikirannya.

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ingtyas dan Hadi

(2015) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi sumberdaya kerja

pada karyawan maka semakin tinggi juga perilaku keselamatan.

Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Hensez dan Chmiel

(2010) yang menunjukkan bahwa efek dari sumberdaya kerja dapat


15

menurunkan perilaku pelanggaran sehingga dapat meningkatkan

perilaku keselamatan karyawan.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi perilaku keselamatan berasal dari dalam

dan luar diri individu. Contohnya yang dari dalam diri individu yaitu

komitmen, katelitian, dan karakter pekerja tersebut. Sedangkan dari

luar individu yaitu iklim keselamatan dan sumberdaya kerja.

B. Tinjauan Teoritis Stres Kerja

1. Definisi Stres Kerja

National Institute for Occupational Safety and Health (1999)

mendefinisikan stres kerja sebagai berbahayanya fisik dan

emosional yang terjadi ketika persyaratan kerja tidak sesuai

kemampuan, sumber daya, atau kebutuhan kerja. Menurut Nuzulia

(Noviati, 2015) menjelaskan bahwa stres kerja pada dasarnya

mengacu pada suatu kondisi dari pekerjaan yang dirasa mengancam

individu. Stres kerja muncul sebagai suatu ketidakharmonisan antara

individu dengan lingkungan kerjanya. Wijono (2010) mengartikan

stres kerja sebagai suatu kondisi dari hasil penghayatan subjektif

individu dan lingkungan kerja yang dapat mengancam dan memberi

tekanan secara psikologis, fisiologis, dan sikap pada individu.

Menurut Veitzal (Sari, Muis, & Hamid, 2012) stres kerja

merupakan suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya


16

ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi,

proses berpikir, dan kondisi seorang pegawai, dimana ketika stres

terlalu tinggi maka dapat mengancam kemampuan dalam

menghadapi lingkungan. Sementara itu, Alves, Chor, Faerstein,

Lopes, & Werneck (2004) mendefinisikan bahwa stres kerja adalah

respon fisik dan emosional yang terjadi saat kemampuan dan sumber

daya karyawan tidak dapat mengatasi tuntutan dan kebutuhan dari

pekerjaan mereka.

Dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi

yang dapat mengancam individu dikarenakan adanya tuntutan

maupun tekanan dari lingkungan pekerjaan yang berakibatkan

ketidaksiembangan fisik maupun psikis yang dapat mengancam

tekanan psikologis, fisiologis dan sikap individu dalam lingkungan.

2. Aspek-aspek Stres Kerja

Karasek (Alves, Chor, Faerstein, Lopes, & Werneck, 2004)

mengusulkan stres kerja memiliki aspek-aspek diantaranya sebagai

berikut:

1. Tuntutan

Mengacu pada tekanan psikologis alam, baik itu waktu dan

kecepatan dalam melakukan tugas-tugas maupun konflik antara

tuntutan yang saling bertentangan. Sebagai contoh tuntutan yang

dialami oleh pekerja PT.TUBHJ seperti adanya deadline dari


17

atasan, hal ini membuat pekerja merasa ada tekanan yang

dianggap sebagai tuntutan dari atasan.

2. Kontrol

Mengacu pada pekerjaan keputusan lintang, kemungkinan

pekerja memperkerjakannya atau kemampuan intelektualnya

dalam melaksanakan tugas yang berhubungan dengan pekerjaan,

seperti halnya membuat kewenangan dan keputusan pekerja

tentang bagaimana melakukan tugas-tugas. Sebagai contoh,

pekerja ketika memasuki area kerjanya harus menggunakan

APD sesuai sign yang ada pada area tersebut.

3. Dukungan Sosial

Berkaitan dengan tingkat interaksi sosial antara pekerja

dan kolega/superior. Dukungan yang dimaksud bisa berbentuk

pertolongan, kerja sama, dan hubungan yang baik. Sebagai

contoh ketidaksadaran dari rekan kerja terhadap kondisi rekan

kerja lainnya tentang keselamatan orang lain.

Berdasarkan uraian di atas bahwa penelitian ini

menggunakan aspek stres kerja oleh Karasek dan Theorell

(Alves et al., 2004) yang terdiri dari tuntutan, kontrol, dan

dukungan sosial. Dari ketiga aspek tersebut dapat

mengungkapkan gambaran tingkat stres kerja yang dialami oleh

karyawan. Ketika tuntutan pada pekerja tinggi, kontrol rendah

dan dukungan sosial yang rendah juga maka pekerja tersebut


18

akan mengalami stres kerja yang tinggi dalam melakukan

pekerjaannya.

C. Tinjauan Teoritis Iklim Keselamatan

1. Definisi Iklim Keselamatan

Menurut Zohar (Neal & Griffin, 2002) iklim keselamatan

(safety climate) adalah persepsi karyawan pada kebijakan

perusahaan, prosedur, dan pelaksanaan keselamatan dalam

lingkungan kerja. Zohar juga berpendapat bahwa iklim keselamatan

merupakan bagian dari iklim organisasi yang dapat mencerminkan

persepsi karyawan yang berkaitan dengan kondisi keselamatan dan

perilaku berdasarkan pekerjaan yang dijalankan.

Menurut Debobbeleer dan Beland (Wiegmann, dkk 2002)

mengatakan bahwa iklim keselamatan (safety climate) dipandang

sebagai atribut individu dalam perusahaan yang mengandung dua

faktor yakni komitmen manajemen pada keselamatan dan

keterlibatan karyawan pada keselamatan.

Menurut Griffin dan Neal (2003) menyatakan bahwa iklim

keselamatan menggambarkan persepsi pekerja terhadap nilai-nilai

keselamatan pada sebuah organisasi. Selain itu Snyder, Krauss,

Chen, Finlinson, dan Huang (2008) menjelaskan iklim keselamatan

adalah persepsi pekerja terhadap praktek keselamatan, peraturan,


19

dan prosedur sehingga pekerja bertindak aman dalam lingkungan

kerja dikaitkan dengan perioritas lainnya seperti produktivitas.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim keselamatan

merupakan persepsi pekerja terkait praktek, prosedur, dan kebijakan

keselamatan yang ada dalam perusahaan untuk melakukan tindakan

selamat.

2. Aspek-aspek Iklim Keselamatan

Kines et al., (2011) mengungkapkan bahwa iklim keselamatan

kerja terdiri dari tujuh dimensi yang meliputi:

a. Management safety priority, commitment and competence.

Dimensi ini berhubungan dengan persepsi pekerja terhadap

menajemen mengenai beberapa hal yaitu prioritas terhadap

keselamatan, respon terhadap perilaku tidak aman, aktif dalam

promosi keselamatan, dan kompetensi dalam mengenai

keselamatan serta komunikasi isu keselamatan kerja.

b. Management safety empowerment. Dimensi ini menangkap

persepsi pekerja terhadap pemberdayaan dan dukungan

partisipasi pekerja yang dilakukan oleh manajemen.

c. Management safety justice. Dimensi ini adalah persepsi pekerja

mengenai cara manajemen dalam memperlakukan pekerja

terkait kecelakaan kerja.


20

d. Worker’s safety commitment. Persepsi pekerja mengenai sejauh

mana pekerja berpartisipasi dalam menjaga keselamatan kerja

dan peduli terhadap aktivitas keselamatan kerja.

e. Worker’s safety priority and rsik non accepted. Dimensi ini

menjelaskan bagaimana kelompok tersebut menilai perilaku

sehingga menciptakan norma keselamatan di dalam pekerjaan.

f. Safety communication, learning, and trust in co-woker safety

competence. Dimensi ini berisikan tentang persepsi pada sistem

komite kerja, serta tentang pentingnya sebuah pelatihan

keselamatan kerja.

g. Worker’s trust the efficacy of safety systems. Persepsi pekerja

terhadap manajemen dalam mencari solusi permasalahan serta

pemberian fasilitas untuk transfer informasi yang berhubungan

dengan keselamatan.

D. Hubungan Antara Stres Kerja Terhadap Perilaku Keselamatan

Dengan Iklim Keselamatan Sebagai Variabel Moderator

Perusahaan berusaha untuk menciptakan rasa aman pada

pekerjanya agar nantinya para pekerja dapat merasakan kenyamanan

sehingga para pekerja dapat menghasilkan keberhasilan pada

perusahaan untuk masa yang akan datang. Selain itu, di sisi

perusahaan juga tidak perlu memikirkan para pekerjanya yang akan

mengeluarkan diri dikarenakan pekerja mendapatkan rasa aman di


21

perusahaan. Akan tetapi, selain perusahaan berusaha menciptakan rasa

aman pada pekerja perlu juga para pekerja memunculkan perilaku

aman untuk diri sendiri pada saat bekerja.

Menurut Heinrich (1980) perilaku keselamatan atau perilaku

aman adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang karyawan atau

beberapa karyawan yang dapat memperkecil resiko terjadinya

kecelakaan kerja. Perilaku keselamatan dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang salah satunya yaitu lingkungan kerja.

Perusahaan berusaha menciptakan suasana kerja atau iklim organisasi

yang sesuai dengan keinginan pekerja. Terkhusus bagian dari iklim

organisasi yang mempengaruhi pekerja yaitu iklim keselamatan.

Selain iklim keselamatan, kemungkinan penyebab pekerja dapat

memunculkan atau tidaknya perilaku keselamatan karena adanya

tekanan atau stres.

Penelitian yang dilakukan oleh Dan Wang, Xueqing Wang, dan

Nini Xia (2018) mengungkapkan bahwa efek negatif stres

mempengaruhi dari perilaku keselamatan. Stres dalam bekerja atau

biasa disebut stres kerja menurut Veitzal (Sari et al., 2012) merupakan

suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya

ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi,

proses berpikir, dan kondisi seorang pegawai, dimana ketika stres

terlalu tinggi maka dapat mengancam kemampuan dalam menghadapi


22

lingkungan. Aspek-aspek pada stres kerja antara lain yakni tuntutan,

kontrol, dan dukungan sosial.

Tuntutan yaitu mengacu pada tekanan psikologis yang dapat

membuat pekerja berpikir cemas akan keselamatannya sehingga

melakukan perilaku keselamatan. Timbulnya konflik antara tuntutan

yang bertentangan dengan orang lain dapat membuat pekerja merasa

terganggu oleh hal tersebut sehingga tidak peduli akan keselamatan

dirinya maupun orang lain dikarenakan sudah terjadi konflik dengan

orang lain.

Kontrol mengacu pada pekerjaan dalam hal pengambilan

keputusan. Dalam hal ini pekerja dapat membuat kewenangan untuk

dirinya sendiri ataupun orang lain dari segi keselamatan. Pekerja dapat

melakukan pekerjaan tersebut dengan mengontrol pekerjaan tersebut

memiliki resiko kecelakaan yang tinggi atau tidak. Apabila pekerjaan

tersebut dinilai beresiko rendah maka pekerja akan melakukannya

sehingga pekerja dapat memperhatikan perilaku keselamatan.

Dukungan sosial yaitu berkaitan dengan interaksi sosial dengan

pekerja lain atau kolega. Dalam hal ini pekerja saling berkomunikasi

serta memberikan informasi antara pekerja yang satu dengan yang lain

terkait penggunaan alat keselamatan. Sehingga nantinya para pekerja

dapat bekerja dengan memperhatikan perilaku keselamatan yang

dapat memperkecil resiko kecelakaan kerja terjadi.


23

Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku

keselamatan pada seseorang di tempat kerja yaitu iklim keselamatan.

Iklim keselamatan merupakan persepsi karyawan terhadap

kebijaksanaan keselamatan, prosedur, dan praktek terkait keselamatan

kerja dalam lingkungan kerja. Aspek-aspek iklim keselamatan antara

lain Management safety priority, commitment and competence;

Management safety empowerment; Management safety justice;

Worker’s safety commitment; Worker’s safety priority and rsik non

accepted; Safety communication, learning, and trust in co-woker

safety competence; dan Worker’s trust the efficacy of safety systems.

Ketika seorang memiliki persepsi terhadap lingkungan kerja yang

tidak baik maka akan memunculkan stres kerja sehingga pekerja

tersebut tidak beperilaku selamat.

Demikian uraian di atas, maka dapat terciptanya perilaku

keselamatan para pekerja apabila bentuk stres atau tekanan yang

diterima pekerja berupa stres yang positif. Dan sebaliknya apabila

bentuk stresnya negatif maka akan mengurangi perilaku keselamatan

pada pekerja. Selain itu, agar dapat mengantisipasi bentuk stres negatif

yang diterima oleh pekerja maka harus diperhatikan juga iklim

keselamatan terkhususnya lingkungan kerja. Diharapkan pekerja

dapat memiliki perilaku keselamatan pada perusahaan karena faktor

yang dapat mempengaruhi keselamatan kerja adalah stres kerja dan

iklim keselamatan. Oleh karena itu diperlukan lingkungan yang baik


24

agar dapat mengatisipasi bentuk stres yang negatif pada pekerja

sehingga memiliki perilaku keselamatan.

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini untuk

mempermudah analisis dalam penelitian ini maka dibuat suatu

kerangka gambar seperti berikut:

Perilaku Keselamatan
Stres Kerja (X)
(Y)

Iklim Keselamatan (M)

Gambar 1

Kerangka Penelitian

E. Hipotesis

Berdasarakan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan oleh

peneliti yaitu iklim keselamatan berperan sebagai moderator antara stres

kerja dan perilaku keselamatan pada pekerja tambang.

Anda mungkin juga menyukai