Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

Latar Belakang

1. Pendahuluan

Setiap pasangan suami istri tentunya berharap untuk memiliki kehidupan


keluarga yang penuh kasih sayang dan kebahagiaan. Setiap keluarga pada awalnya selalu
mendambakan kehidupan rumah tangga yang aman, nyaman, dan membahagiakan.
Namun tidak bisa dipungkiri kehidupan berkeluarga memang tidak hanya tentang kasih
sayang dan kebahagian. Sepasang suami istri bahkan sebuah keluarga juga dapat
menghadirkan konflik yang pelik akibat kesalah pahaman atau ketidak sesuai antara satu
sama lain diantara anggota keluarga. Konflik yang tidak kian usai dapat menimbulkan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). (Alimi, 2021)

Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak


asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk
diskriminasi. Kekerasan dalam bentuk apapun dan dilakukan dengan alasan apapun
merupakan bentuk kejahatan yang tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, sekecil
apapun kekerasan yang dilakukan dapat dilaporkan sebagai tindak pidana dapat di proses
hukum. (Santoso, 2019)

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap


seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. (Santoso, 2019)

Data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tahun


2020, mencatat bahwa KDRT atau Ranah Personal masih menempati pada urutan
pertama dengan jumlah 11.105 kasus (75,4%) dibandingkan dengan ranah lainnya.
Sedangkan bentuk kekerasan terhadap perempuan di ranah personal yang tertinggi
adalah kekerasan fisik berjumlah 4.783 kasus. Banyaknya kasus kekerasan dalam
rumah tangga yang berkaitan dengan kekerasan fisik pasti beresiko menimbulkan
luka pada korban, baik lukaringan, sedang maupun berat. belum lagi trauma psikis
dimana tercatat 2.056 kasus (Syahroni, 2022)

Penilaian perlukaan pada kasus KDRT dari sudut pandang forensik klinik
mutlak perlu dilakukan. Forensik Klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran Forensic
yang mencakup pemeriksaan forensic terhadap korban hidup dan investigasinya,
kemudian aspek medikolegal, juga psikopatologinya. Peranan tenaga kedokteran
forensik terhadap KDRT merupakan sarana bagi para korban untuk mendapatkan
hak mereka yaitu keadilan. Peranan dokter forensik dalam kekerasan ialah untuk
mengetahui dan menyelidiki tanda-tanda kekerasan sesuai fungsi dokter forensik di
lapangan menurut UU No.23 tahun 2004. (Syahroni, 2022)

Secara khusus, UU di atas memberikan perlindungan kepada perempuan yang


mayoritas menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Seiring dengan itu pula,
mekanisme hukum untuk menjerat pelaku telah disediakan. Akan tetapi, tindakan ini
tidak cukup. Kenapa demikian kondisinya? Jawabannya kembali kepada kultur atau mind
set masyarakat Indonesia yang masih menganggap permasalahan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga adalah masalah internal keluarga sehingga sangat sedikit mereka yang
menjadi korban berani bersuara. Korban kekerasan dakam rumah tangga biasanya enggan
untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya karena tidak tahu kemana harus
mengadu. (Syahroni, 2022)

Anda mungkin juga menyukai