Anda di halaman 1dari 12

ENERGI TERBARUKAN DARI GREEN AMONIA SEBAGAI FLUIDA KERJA

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS LAUT MENCIPTAKAN


ALTERNATIF SOLUSI KELISTRIKAN DI INDONESIA

MATA KULIAH

EFISIENSI ENERGI

DOSEN PENGAMPU :

Fahmi Arifan, S.T., M.Eng

Disusun Oleh :

Ghalintia Vanesa Rekasari (40040120650073)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI REKAYASA KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas mata kuliah
“Efisiensi Energi” dengan judul “Energi Terbarukan Dari Green Amonia Sebagai
Fluida Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut Menciptakan Alternatif
Solusi Kelistrikan Di Indonesia”. Tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan
makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,
baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena
itu, saya dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Saya berharap semoga karya ilmiah yang saya susun ini
memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Semarang, 28 Februari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini di Indonesia tengah dikembangkan teknologi Selective Catalytic Reduction
(SCR) dan penggunaan energi primer green amonia. Ini sebagai salah satu opsi untuk
menurunkan emisi karbon pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut.
SCR dapat digunakan sebagai langkah dekarbonisasi dari pembakaran batu bara.
Ammonia (rumus kimia NH3) merupakan salah satu komoditas penting karena
digunakan untuk produksi pupuk untuk menjaga produksi pangan global. Ammonia
diproses melalui reaksi katalis logam dengan gas nitrogen dan hidrogen dari gas alam,
dengan menggunakan teknologi mapan yang dikenal dengan proses Haber-Bosch. Di
sisi lain, Ammonia kerap dinilai memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Diperkirakan, setiap metrik ton Ammonia berkontribusi terhadap sekitar 1,9 metrik ton
karbon dioksida (CO2) dan menyumbang sekitar 1,8% emisi karbon global.
Istilah “green” mengacu pada proses pembuatan amonia dengan menggunakan
100% bahan terbarukan dan bebas karbon. Salah satu cara membuat green ammonia
dengan menggunakan hidrogen dari proses elektrolisis air dan nitrogen yang dipisahkan
dari udara. Di saat pentingnya alternatif sumber energi, fungsi sumber energi dari bahan
kimia memang memiliki keunggulan tersendiri. Hal ini terutama untuk memenuhi
kebutuhan produksi energi dalam kapasitas besar dan jangka panjang. Potensi
peningkatan emisi NOx datri hasil pembakaran ammonia dapat diminimalisasi melalui
teknologi Selective Catalytic Reduction (SCR) yang mampu mengurangi konsentrasi
NOx dalam gas buang dari sekitar 1000 ppm menjadi kurang dari 10 ppm.
Tidak kalah pentingnya, penggunaan green ammonia sebagai bahan bakar layak
secara teknis dan kompetitif secara ekonomi untuk dekarbonisasi di sektor kelistrikan.
Bahkan, biaya listriknya sebanding dengan pembangkit listrik tenaga gas alam dengan
post-combustion CCS (Carbon Capture Storage) dan secara signifikan lebih rendah
daripada batubara saja dengan CCS, bioenergi dengan CCS, dan tenaga nuklir.
Sayangnya, penggunaan amonia dalam sistem energi ternyata masih sangat terbatas.
Sekitar 80% dari penggunaan amonia global masih terkait dengan industri pupuk dan
hanya kurang dari 1% digunakan sebagai sumber energi. Tentunya dengan fitur unik
dari amonia tersebut, maka peran amonia sebagai sumber energi ini menjadi semakin
menarik dalam upaya dekarbonisasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut dapat menghasilkan
energi listrik dari bahan baku green amonia?
2. Bagaimana efisiensi energi dari green amonia dalam menghasilkan energi listrik
sebagai potensi energi terbarukan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui proses Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut dapat
menghasilkan energi listrik dari bahan baku green amonia?
2. Dapat mengetahui efisiensi energi dari green amonia dalam menghasilkan energi
listrik sebagai potensi energi terbarukan?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Green Amonia
Amonia merupakan bahan baku utama untuk memproduksi pupuk.
Sedangkan green ammonia merupakan ammonia yang diproses dan dihasilkan
dari sumber energi yang terbarukan. Ammonia jenis ini memiliki kandungan
karbon rendah, sehingga lebih ramah lingkungan dan dapat menjadi bahan
baku pupuk di masa depan. Green ammonia produksinya menggunakan green
hydrogen yang berasal dari sumber energi bersih, seperti energi panas bumi.
2.2 Proses Produksi Green Amonia

Energi listrik terbarukan menyediakan energi untuk semua proses


bergantung kepada ketersediaan regional tenaga surya, angin, air atau nuklir
dapat menggerakkan empat proses utama: desalinasi, elektrolisis, pemisahan
udara dan Haber-Bosch.
1. Desalinasi

Desalinasi air laut merupakan proses untuk menghilangkan kadar garam


berlebih yang terkandung di dalam air, dengan hasil akhir berupa air yang
dapat dikonsumsi oleh manusia, hewan, dan juga tumbuhan. Secara
sederhana, cara kerja desalinasi air laut bertumpu pada penyaringan
dengan metode khusus. Air laut dapat diproses dengan kualitas yang
cukup untuk elektrolisis. Untuk setiap kg amonia dibutuhkan sekitar 1,6 l
air. Dengan Reverse Osmosis, energi listrik yang dibutuhkan untuk 1t
amonia kurang dari 1 kWh.
2. Elektrolisis

Elektrolisis merupakan proses kimia yang mengubah energi listrik menjadi


energi kimia atau sebaliknya. Peristiwa elektrolisis itu sendiri adalah
peristiwa penguraian zat elektrolit oleh arus listrik sehingga mengalami
perubahan kimia, dari situ terjadi reaksi redoks tak spontan. Elektrolit
yang digunakan adalah air laut, air laut merupakan sumber daya alam yang
melimpah yang sifatnya dapat diperbaharui. Elektrolisis membagi air
menjadi hidrogen dan oksigen. Oksigen itu sendiri memiliki nilai potensial
dan dapat dimasukkan ke dalam proses yang tidak dipertimbangkan di
sini. Untuk menghasilkan 1 ton hidrogen diperlukan sekitar 50MWh.
3. Pemisahan Udara

Air Separation Unit (ASP) adalah suatu proses pemisahan udara yang
bertujuan untuk mendapatkan Nitrogen dan Oxigen. Proses pemisahan ini
berdasarkan atas perbedaan Boiling Point (titik didih) komponen-
komponen yang terdapat didalam udara, dimana komponen yang
mempunyai Boiling Point lebih tinggi akan mencair lebih dulu. Proses ini
berlangsung pada suhu sangat rendah yang disebut Proses Cryogenic (suhu
dibawah  – 100 oC). Nitrogen yang dibutuhkan untuk pembentukan amonia
sudah tersedia dari udara sekitar, yang terdiri dari 78% nitrogen. Satu ton
nitrogen membutuhkan 80kWh energi listrik.

4. Haber bosch

Pada proses Haber-Bosch, amonia dibuat dari gas alam sebagai sumber
H2 dan udara sebagai sumber N2. Untuk membuat H2 dari gas alam ini
diperlukan steam (H2O). Proses dimulai dengan pembuatan gas sintesis
yaitu campuran gas H2 dan N2 dengan perbandingan 3:1 sesuai yang
diinginkan untuk sintesis amonia. Selanjutnya gas sintesis dimasukkan ke
reaktor sintesis amonia untuk direaksikan menjadi amonia. Proses Haber
Bosch mengubah nitrogen menjadi amonia melalui reaksi dengan hidrogen
menggunakan katalis logam. Satu ton amonia membutuhkan 176 kg
hidrogen dan 824 kg nitrogen. Proses Haber Bosch yang digerakkan secara
elektrik dapat menghasilkan satu ton amonia dari 1,16MWh
2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut
Secara prinsip, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut bekerja
berdasarkan perbedaan suhu antara air di permukaan laut dengan air laut di
kedalaman tertentu. Air dipermukaan laut memiliki suhu relatif hangat dan air
di kedalaman sekitar 1000 m di bawah permukaan laut bisa memiliki suhu
sekitar 5oC. Untuk daerah di sekitar garis katulistiwa, seperti Indonesia, suhu
air di permukaan laut relatif tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah sub-
tropis.
2.4 Skema Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut Berbasis OTEC
Pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut (tipe closed cycle) ini
digunakan fluida kerja yang aman dengan titik didik yang relatif rendah untuk
mengakomodasi potensi perbedaan temperatur antara air laut permukaan dan
air laut dalam yang bernilai di sekitaran 20 oC untuk daerah potensial di
Indonesia.
Secara umum skema pembangkit berbasis OTEC (closed cycle) terdapat
beberapa komponen-komponen utama, yaitu:

1. Pompa, digunakan untuk memompakan air permukan laut yang hangat


ke evaporator, memompkanan air laut dalam yang dingin ke
kondensor, serta memompakan fluida kerja ke evaporator.
2. Evaporator, pada komponen ini terjadi transfer panas antara air
permukaan laut yang hangat dengan fluida kerja yang memiliki titik
didih rendah sehingga dimungkinkan untuk dihasilkan uap pada
temperatur rendah
3. Turbin, fluida kerja dalam bentuk uap akan menggerakkan turbin
sebagai penggerak mula generator sinkron sehingga dapat dihasilkan
energi listrik di sisi keluaran generator.
4. Kondensor, agar fluida kerja dapat dipompa kembali ke evaporator,
maka harus dipastikan bahwa fluida kerja sudah dalam bentuk cair.
Tugas inilah yang dilakukan oleh komponen kondensor.
BAB III
PEMBAHASAN
Bahan Baku Green Amonia
Produk Energi listrik

Green Amonia merupakan senyawa yang pada umumnya dijumpai pada wujud
gas. Amonia miliki titik lebur relatif rendah yaitu - 77,73oC. Sedangkan titik kritikal
amonia terletak pada kondisi suhu 132,25oC dan tekanan 11,33 MPa (NIST, 2013).
Gambar 4 memperlihatkan kurva T-s amonia pada beberapa nilai tekanan. ada kurva T-
s, sebagimana diperlihatan pada Gambar 4, tampak bahwa untuk tekanan 1 MPa amonia
memiliki titk didih pada temperatur 24,9oC. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
mengatur tekanan kerja amonia pada tekanan 1 MPa, perubahan wujud amonia dari
wujud cair menjadi gas (uap) dapat dicapai dengan mengatur titik kerja pada temperatur
minimal 24,9oC. Tentu saja hal ini tidak dapat dicapai jika fluida kerja yang digunakan
adalah air, dimana pada tekanan 1 MPa, titik didih air berada pada temperatur 179,88oC
(NIST, 2013).

Untuk menentukan titik kerja sistem, dilakukan perhitungan termodinamika


untuk setiap titik kondisi siklus (titik 1, 2, 3, dan 4), sebagaimana diperlihatkan pada
Gambar 3. Daya termal masukan yang diperlukan untuk mengubah wujud fluida kerja
dari wujud cair menjadi gas di evaporator dianalisis mengunakan persamaan
kesetimbangan massa dan energi (Halimi, Suh, 2012), sebagai berikut:
Pada desain konseptual Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut ini, diasumsikan
suhu permukaan air laut sebesar 30oC. Dengan asumsi suhu air laut dalam sebagai
masukan kondensor sebesar 7oC, maka diperoleh selisih perbedaan temperatur air
permukaan dan air dalam sebesar 23oC. Untuk mendapatkan energi keluaran sebesar
~100kW, laju fluida kerja adalah 3,13 kg/s. Sedangkan laju air laut permukaan dan air
laut dalam masing-masing adalah sebesar 320 kg/s dan 308 kg/s. Catatan penting terkait
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut ini adalah efisiensi siklus relatif kecil jika
dibandingkan dengan pembangkit konvensional seperti PLTU pada umumnya, dimana
batubara digunakan sebagai bahan bakar baku pembangkit tersebut. Berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan, efisiensi termal siklus Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Laut yang dikaji adalah 2,62%. Meskipun berdasarkan nilai efisiensi relatif sangat kecil,
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut tetap menjadi salah satu potensi alternatif solusi
untuk memenuhi kebutuhan listrik dunia atau Indonesia pada khususnya. Karena
pembangkit ini menggunakan energi primer yang termasuk dalam katagori energy
terbarukan, kekuatiran terhadap kendala kontinyuitas keberadaan bahan bakar baku
pembangkit relatif dapat terjaga dengan baik. Hal yang berbeda tidak dapat dilakukan
pada pembangkit yang menggunakan bahan bakar baku yang berasal dari fosil seperti
batubara. Mengingat seiring dengan perjalanan waktu dan penggunaan bahan bakar
fosil, jumlah bahan bakar fosil semakin menurun dan pada akhirnya akan habis. Oleh
karena itu, penggunaan energi terbarukan harus tetap didorong terus, sehingga laju
penurunan jumlah bahan bakar fosil dapat ditekan sekaligus dapat mengurangi potensi
efek rumah kaca yang menjadi salah satu kendala utama pada pembangkit-pembangkit
berbahan bakar baku dari bahan bakar fosil.
BAB IV
KESIMPULAN

Pada makalah ini telah diusulkan green amonia sebagai fluida kerja Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Laut. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembangkit yang
diusulkan dapat membangkitkan energi sebesar ~ 100 kW. Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Laut dapat dijadikan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik di
Indonesia berbasis energi terbarukan.
DAFTAR PUSTAKA

Cesaro Z, M Ives, R Nayak-Luke, M Mason, R Bañares-Alcántara. 2021.


Ammonia to Power: Forecasting the Levelized Cost of Electricity from
Green Ammonia in Large-scale Power Plants. Applied Energy, 282, Part
A: 1-19.

Kobayashi H, A Hayakawa, K.D. Kunkuma A. Somarathne, Ekenechukwu C.


Okafor. 2019. Science and Technology of Ammonia Combustion.
Proceedings of the Combustion Institute, 37 (1): 109-133.

Patonia A, R Poudineh. 2020. Ammonia as A Storage Solution for Future


Decarbonized Energy Systems. Oxford Institute for Energy
Studies.https://royalsociety.org/topics-policy/projects/low-carbon-energy-
programme/green-ammonia/

PT PLN (Persero). 2017. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT


PLN (Persero) 2017-2026.

Anda mungkin juga menyukai