Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUID DAN SEMI SOLID

PRAKTIKUM VI

“PEMBUATAN SEDIAAN SHAMPO DAN UJI SIFAT FISIK”

Di Susun Oleh :
Nama : Siti Amanah Tunggal Putri
NIM 34210394
Kelas : A/DF/III
Kelompok :B
Instruktur : apt. Ari Wahyudi, S.Farm.,M.Pharm.

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUID DAN SEMI SOLID


PRODI DIII FARMASI STIKES SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2022
PERCOBAAN VI

PEMBUATAN SEDIAAN SHAMPO DAN UJI SIFAT FISIK

I. TUJUAN

Agar mahasiswa dapat memahami dan mampu membuat sediaan shampoo

dan uji sifat fisiknya.

II. DASAR TEORI

Sampo merupakan perawatan rambut dan kulit kepala yang sering

digunkan oleh manusia. Shampo adalah salah satu kosmetik pembersih rambut

dan kulit kepala dari segala macam kotoran, baik yang berupa minyak, debu,

sel – sel yang sudah mati dan sebagainya.

Pengertian ilmiah shampo adalah sediaan yang mengandung sufkatan

dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk menghilangkan kotoran dan

lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak membahayakan

rambut, kulit kepala, dan kesehatan si pemakai.

Fungsi Shampo Shampo pada umumnya digunakan dengan

mencampurkannya dengan air dengan tujuan sebagai berikut :

1. Melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi

rambut dan membersihkan kotoran yang melekat.

2. Meningkatkan tegangan permukaan kulit, umumnya kulit kepala sehingga

dapat meluruhkan kotoran


Sediaan shampo yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Dapat mencuci rambut serta kulit kepala secara keseluruhan.

2. Tidak toksik dan tidak menimbulkan iritasi.

3. Kandungan surfaktannya tidak membuat rambut dan kulit kepala

menjadi kering.

4. Memiliki konsistensi yang stabil, dapat menghasilkan busa dengan

cepat, lembut, dan mudah dibilas dengan air.

5. Setelah pencucian rambut harus mudah dikeringkan.

6. Dapat menghasilkan rambut yang halus, mengkilat, tidak kasar, tidak

mudah patah, serta mudah diatur (Wikipedia,2011).

Fungsi sampo pada intinya adalah untuk membersihkan rambut dan kulit dari

kotoran yang melekat sehingga faktor daya bersih (cleansing ability)

merupakan hal yang penting dari suatu produk sampo.

Berikut ini diuraikan beberapa kriteria sampo baik secara umum :

1. Mempunyai daya bersih yang baik dalam berbagai kondisi air.

Kandungan mineral atau senyawa dalam air antara satu daerah dengan

daerah lain tidak sama. Beberapa daerah memiliki kondisi air yang

dapat menurunkan kemampuan sampo, seperti daya bersihnya

berkurang atau busa yang dihasilkan sedikit. Sampo yang baik adalah

dapat menetralisir kelemahan tersebut.

2. Tidak menimbulkan luka pada kulit kepala dan rasanya pedih dimata

saat digunakan
3. Busa yang dihasilkan cukup banyak, mudah dibilas serta tidak

meninggalkan sisa pada rambut dan kulit kepala

4. Membersihkan efek mengilapdan lembut pada rambut sehingga mudah

disisir dan ditata

5. Mempunyai warna dan aroma yang menarik.

Berdasarkan bentuk fisiknya, shampo modern selanjutnya disebut shampo

dibagi menjadi 2 jenis, yaitu

1. shampo bubuk (powder shampoo)

Shampo bubuk pernah populer dua atau tiga dasawarsa lalu, yaitu

shampo bubuk dalam kemasan (sachet). Namun dalam

perkembangannya shampo bubuk mulai tersaingi oleh sampo cair.

Oleh karena itu, sampo cair inilah yang menjadi pokok bahasan.

2. Shampoo cair

Shampo cair dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis yaitu shampo

clear, sampo opak (buram /tidak tembus cahaya), serta sampo krim.

Berdasarkan jenisnya tersebut kemudian dihasilkan beragam jenis

produk shampo, seperti shampo telur, sampo pearl, sampo

conditioning,sampo krim,sampo anti ketombe,sampo protein, sampo

lunak (soft shampo untuk rambut sensitif), sampo two in one, shampoo

three in one, shampoo tonic, sampo serba guna, bahkan sampo hewan

(Pramono, 2002).
3. Shampo bubuk Sebagai dasar shampo digunakan sabun bubuk,

sedangkan zat pengencer biasanya digunakan natrium karbonat,

natrium bikarbonat, natrium seskuikarbonat, dinatrium fosfat, atau

boraks.

4. Shampo emulsi Shampo ini mudah dituang, karena konsistensinya

tidak begitu kental. Tergantung dari jenis zat tambahan yang

digunakan, shampo ini diedarkan dengan berbagai nama seperti

shampo lanolin, shampo telur, shampo protein, shampo brendi, shampo

lemon, shampo susu atau bahkan shampo strawberry.

5. Shampo krim atau pasta Sebagai bahan dasar digunakan natrium

alkilsulfat dari jenis alkohol rantai sedang yang dapat memberikan

konsistensi kuat. Untuk membuat shampo pasta dapat digunakan

malam seperti setilalkohol sebagai pengental. Dan sebagai pemantap

busa dapat digunakan dietanolamida minyak kelapa atau

isopropanolamida laurat. Shampo larutan 4 Merupakan larutan jernih.

Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi shampo ini meliputi

viskositas, warna keharuman, pembentukan dan stabilitas busa, dan

pemgawetan. Zat pengawet yang lazim digunakan meliputi 0,2 % larutan

formaldehid 40 %, garam fenilraksa; kedua zat ini sangat racun, sehingga

perlu memperhatikan batas kadar yang ditetapkan pemerintah. Parfum

yang digunakan berkisar antara 0,3 – 1,0 %, tetapi umumnya berkadar 0,5

%. Sifat detergen yang terutama dikehendaki untuk shampo adalah

kemampuan membangkitkan busa.


Bahan utama yang sering digunakan adalah deterjen, yang biasanya dapat

membentuk busa, dan bersifat membersihkan. Deterjen dapat dibagi menjadi:

1. Deterjen anionic

Deterjen ini mempunyai daya pencuci yang besar,memberikan busa yang

banyak, serta efek iritasi yang relatif rendah. Deterjen ini mempunyai

kelemahan yaitu kelarutannya dalam air agakkecil serta harganya relatif

mahal. Sebagai contoh yang sering digunakan- adalah Natrium lauril

sulfat.

2. Deterjen kationik

Deterjen ini tidak banyak digunakan pada pembuatan shampo karena

efeknya yang kurang baik untuk rambut dan kulit kepaladan dapat

menyebabkan terjadinya hemolisis. Contoh deterjen kationik :garam alkil

3. Deterjen nonionik

Sifat dari deterjen ini adalah mempunyai kelarutanyang cukup besar dalam

air karena adanya rantai oksietilen yang panjang. Deterjen ini tahan

terhadap air sadah maupun air laut dan efektif dalam suasana asam

maupun basa.

Bahan - bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan shampo

diantaranya opacifying Agent : Zat yang dapat menimbulkan kekeruhan dan

pentingpada pembuatan shampo krim atau shampo krim cair. Biasanya merupakan

ester alcohol tinggi dan asam lemak tinggi beserta garam - garamnya. Contoh :

setil alkohol, stearil alkohol, glikol mono dan distearat, magnesium

stearat.Clarifying Agent : Zat yang digunakan untuk mencegah kekeruhan pada

shampoo.
III. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan :

1. Glassware dan

Timbangan Bahan yang

digunakan:

1. Virgin coconut oil, 6. Asam Sitrat

2. Na-Lauril Sulfat, 7. Nipagin

3. Propilen Glikol 8. Nipasol

4. Setil Alkohol 9. Ol Rosae

5. Cera Alba 10. Aquades

IV. FORMULA

Formula 100g mengandung :

R/ VCO = 50

Na Lauril Sulfat = 20

Propilen Glikol =4

Setil Alkohol =2

Cera Alba =2

Asam Sitrat = sampai pH 7

Nipagin = 0,15

Nipasol = 0,05

Ol Rosae = 10
tetes
Aquades ad 100
V. MONOGRAFI BAHAN

1. Cera alba

Pemerian : Tidak berasa (tawar), berwarna putih atau sedikit kuning

Kelarutan : Larut dalam kloroform, eter, minyak tertentu, minyak

mudah menguap, dan carbon disulfide panas, sukar larut

dalam etanol (95%), dan praktis tidak larut dalam air

Penggunaan : Zat tambahan, basis, untuk meningkatkan konsistensi.

2. Propilenglycolum (FI edisi IV hal. 712)

Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis

tidak berbau, menyerap air pada udara lembab

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan

kloroform , larut dalam eter dan dalam beberapa minyak

esensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak

lemak.

Khasiat : zat tambahan / pelarut.

3. Nipagin

Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih,

tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit

rasa terbakar .

Kelarutan : Sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam etanol

dan dalam eter, larut dalam minyak, propilen glikol, dan

dalam gliserol .

Penggunaan : Sebagai pengawet


4. Nipasol

Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol

(95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian

gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut

dalam larutan alkali hidroksida

Penggunaan : Sebagai pengawet

5. Oleum rossae

Pemerian : Cairan tidak berwarna atau kuning, bau menyerupai bunga

mawar, rasa khas, pada suhu 25oC kental, dan jika

didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi massa hablur

bening yang jika dipanaskan mudah melebur Kelarutan

: Larut dalam

kloroform Penggunaan : Sebagai pemberi

aroma.

6. Aquadest

Pemerian : Jernih, tidak berwarna, tidak berasa

Inkompatibilitas : Meta alkali, magnesium oksida, garam

anhydrous, bahan organik dan kalsium karbid

Penggunaan : Sebagai pelarut

7. Setil alkohol

Pemerian : seperti lilin, lapisan atas warna putih, butiran halus, bau

khas.
Kelarutan : dapat larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan

bertambah dengan meningkatnya suhu, hampir tidak larut

dalam air.

Khasiat : sebagai pengeras, emolien, menyerap air.

8. Natrium lauril sulfat

Pemerian : berwarna putih/ kuning muda, kristal, serbuknya lembut,

menyerupai sabun, rasanya pahit.

Kelarutan : mudah larut dalam air, dapat membentuk utanopaselen,

hampir tidak dapat larut dalam kloroform dan eter.

Khasiat : sebagai pembersih, pengemulsi, penetrasi kulit, tablet,

pelumas kapsul dan pembasah

9. Asam sitrat

Pemerian : hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul

sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau,

rasa sangat asam.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol,

agak sukar larut dalam eter

10. VCO (Virgin Coconut Oil )

Pemerian : tidak berwarna, Kristal seperti jarum

Aroma : ada sedikit berbau asam ditambah bau karamel

Kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alcohol (1:1)
VI. CARA KERJA

a. Cara pembuatan

Bahan-bahan fase minyak (adeps lanae, cera alba, setil


alkohol,nipasol) dipanaskan pada suhu 600-70°C sampai lebur

Bahan-bahan fase air dilarutkan dengan aquades (natrium lauril


sulfat, propilenglikol, nipagin) kemudian dipanaskan pada suhu yang
sama

Fase miyak dimasukkan ke dalam mortir kemudian fase air dimasukkan


sambil diaduk cepat sambil terbentuk emulsi

Kemudian ditambahkan VCO sedikit demi sedikit diaduk homogen.

Setelah dingin ditambahkan oleum rosae, dan ditambahkan asam


sitrat sampai pH 7.

b. Evaluasi sediaan

1. Organoleptik

Pemeriksaan ini meliputi warna, bau, dan konsistensi shampo secara

visual (llyas dkk, 2002)


2. Tipe shampoo

Berapa tetes shampo ditambahkan ke dalam tabung yang berisi air, bila

campuran homogen atau terencerkan oleh air maka emulsi bertipe o/w

dan sebaliknya.

3. pH shampo

Shampo dimasukan dalam Beaker glass, diukur pHnya

menggunakannya kertas pH.

4. Viskositas shampo

Disiapkan viskosimeter Brookfield, sampel yang digunakan sebanyak 2

ml untuk formula shampo yang berbentuk cairan dan untuk formula

shampo yang lebih kental ditimbang sebanyak 300 mg. Alat dihidupkan

diatur rpm, dibaca nilai viskositas yang muncul, diambil nilai yang

stabil dan di atas 60%.

5. Stabilitas pada suhu 0°C selama 24 jam

Shampo disimpan dalam lemari es pada suhu 9°C selama 24 jam.

Diamati perubahan kestabilan krim (Butler, 1993)

6. Stabilitas pada suhu kamar selama hari ke 1, 2 dan 3

Shampo disimpan di ruangan pada suhu 25°C selama 3 hari. Diamati

volume pengapungan

7. Pengukuran kemampuan membusa

Larutan shampo diencerkan sampai konsentrasi 1% (1 ml larutan

shampo ditambah aquades sampai 100 ml). Disiapkan suatu bejana

reservoir/corong pisah yang dipasang tegak lurus diatas gelas ukur


berukuran 100 ml. 50 ml larutan shampo kemudian dituangkan secara

hati-hati jangan sampai terbentuk busa ke dalam bejana. ke dalam gelas

ukur dituangkan 5 ml. Dicatat tinggi busa yang terbentuk setelah 30', 3,

5' da 7'. Lakukan replikasi sebanyak tiga kali pada suhu kamar. (Balsam

den Sagarin, 1974; Kumarawati, 1998)

8. Pengukuran stabilitas busa

Pengukuran stabilitas busa merupakan kelanjutan dari pengukuran

kemampuan membusa. Stabilitas busa dapat dihitung dengan

membandingkan tinggi busa setelah waktu ke 3', 5' dan 7' terhadap

tinggi busa pada waktu ke 30', yang diperoleh dari tes kemampuan

membusa (Kumarawati, 1998).


DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1986). Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 126-136

Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hal. 95-131

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta:

Universitas Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979).

Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta

Fisher Scientific. 2008. MSDS Sodium lauryl sulfate. Canada: Fisher Scientific

International

Syamsuni. (2007). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Hal.24-28

Anda mungkin juga menyukai