Anda di halaman 1dari 75

Modul praktikum farmakokinetika 1

MODUL PRAKTIKUM
BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA
SEMESTER GENAP 2021/2022

disusun oleh :
TIM DOSEN PENGAMPU

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2022

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 2

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Salam sejahtera untuk kita semua, Puji Syukur kepada Tuhan YME atas kemudahan dari-Nya,
buku petunjuk praktikum ini telah selesai disusun. Buku ini merupakan buku petunjuk praktikum
yang didalam berisi teori singkat, langkah kerja dan lembar kerja yang nantinya akan digunakan oleh
praktikan setiap pelaksanaan praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika.

Materi Biofarmasetika dan Farmakokinetika sendiri merupakan materi perkuliahan yang


berisi teori tentang nasib obat setelah digunakan dan berada di dalam tubuh, meliputi Absorbsi,
distribusi, metabolism dan ekskresi, serta menjelaskan tentang aspek-aspek biofarmasetika obat
berdasarkan bentuk sediaan, bioavalibilitasnya dalam badan, dan bagaimana proses liberasi, disolusi
dan absorbsi itu terjadi.

Selamat berdinamika dalam praktikum, semoga bermanfaat. Kritik dan saran kami terima
demi kesempurnaan buku petunjuk praktik di kemudian hari.

Wassalamualaikum, wr.wb.

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 3

TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikum dilaksanakan secara offline / luring dengan metode hybrid


system.
2. Mahasiswa yang sedang tidak dalam kondisi sehat harus lapor kepada
pengampu dan menyertakan surat sakit dari dokter, diperkenankan
mengikuti praktikum secara online sesuai fasilitas hybrid system yang
disediakan oleh fakultas.
3. Kehadiran dan keterlambatan :
a. <15 menit (sebelum tes awal selesai) praktikan diperbolehkan
masuk, dan
diperbolehkan mengikuti tes awal, menggunakan sisa waktu yang
dimiliki
b. 15-30 menit praktikan diperbolehkan masuk dengan seizin asisten
atau dosen, tetapi kehilangan nilai tes awal.
c. >30 menit tidak boleh mengikuti praktikum dan tidak memperoleh
nilai apapun
4. Pre-test dilaksanakan di awal praktikum (15 menit) dengan nilai
minimal 50. Jika nilai tes awal kurang dari 50 menandakan praktikan
belum siap untuk mengikuti praktikum dan akan diberikan tes
tertulis ulang (inhal)

5. Selama praktikum berlangsung tidak diperkenankan meninggalkan


laboratorium kecuali telah mendapat izin dari dosen/asisten yang
bertugas.
6. Pada saat praktikum setiap praktikan akan bekerja secara
berkelompok, sehingga keberhasilan praktikum menjadi
tanggung jawab kelompok.
7. Setiap modul harus didiskusikan dengan asisten, pada sesi khusus
yang disediakan.
8. Setiap alat yang dipinjam menjadi tanggung jawab praktikan, dan
harus dikembalikan kepada laboran setelah selesai praktikum.
9. Setiap alat yang pecah harap dilaporkan pada Asisten
Praktikan/Laboran, dan harus diganti maksimal sebelum ujian akhir
Gunakan jurnal yang telah diperiksa asisten yang bertugas sebagai
pedoman anda dalam melakukan kegiatan/percobaan.
10. Praktikan yang tidak hadir dengan alasan: a. Sakit dengan surat
dokter b. Musibah/kecelakaan c. Kegiatan akademik atau
kemahasiswaan yang diizinkan fakultas Dapat mengikuti praktikum
susulan pada jadwal yang diatur oleh koordinator
praktikum/asisten/dosen

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 4

11. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum ≥ 1 kali pertemuan,


karena alasan apapun selain dari ketiga alasan pada butir ke-10
diatas dianggap tidak lulus praktikum, dan harus mengulang
tahun berikutnya.
12. Penilaian praktikum meliputi: Tes awal, Laporan harian, diskusi
dan Ujian akhir.
13. Setiap data hasil praktikum di laporkan dalam bentuk
jurnal/laporan sementara dengan format yang telah ditentukan
14. Jurnal/laporan sementara di buat rangkap dua, satu
dikumpulkan dan satunya digunakan untuk membuat laporan
resmi
15. Komposisi penilaian sebagai acuan nilai akhir sebagai berikut
: Tes awal :20%
Laporan : 20 %
Diskusi : 10 %
Ujian Akhir : 50 %

JADWAL PRAKTIKUM

MINGGU MATERI TOPIK

1. Kontrak perkuliahan, penjelasan dan KECEPATAN DISOLUSI


response, materi 1 INTRINSIK

2. Materi 1 lanjutan KECEPATAN DISOLUSI


INTRINSIK

3. Materi 2 ABSORBSI OBAT SECARA


INSITU

4. Materi 2 (lanjutan) ABSORBSI OBAT SECARA


INSITU

5. Materi 3 UJI PERBANDINGAN


BIOAVAILABILITAS
SEDIAAN TABLET
PARASETAMOL SECARA IN
VITRO MENGGUNAKAN
UJI DISOLUSI

6. Materi 3 (lanjutan) UJI PERBANDINGAN


BIOAVAILABILITAS SEDIAAN

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 5

TABLET
PARASETAMOL SECARA IN
VITRO MENGGUNAKAN
UJI DISOLUSI

7. Review materi REVIEW MATERI 1,2,3

8. UTS UTS

9. Materi 4 FARMAKOKINETIKA
SEDIAAN ORAL

10. Materi 4 (lanjutan) FARMAKOKINETIKA


SEDIAAN ORAL

11. Materi 5 FARMAKOKINETIKA


SEDIAAN INTRAVENA

12. Materi 6 FARMAKOKINETIKA


EKSKRESI URINE

13. Materi 6 (Lanjutan) FARMAKOKINETIKA


EKSKRESI URINE

14. Materi 7 PERBANDINGAN


BIOAVAILABILITAS
SEDIAAN TABLET LEPAS
LAMBAT DAN TABLET
BIASA

15. Review materi REVIEW MATERI

16. UAS UAS

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 6

MATERI 1

KECEPATAN DISOLUSI INTRINSIK

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu:
- Memahami prinsip disolusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi
- Mengetahui pengaruh parameter jenis kristal terhadap kecepatan disolusi
- Melakukan uji disolusi dan menghitung parameter-parameter uji disolusi

II. TEORI DASAR


Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada tujuannya dalam tubuh, yaitu
tempat kerjanya atau “Target Site”, obat harus mengalami banyak proses. Dalam garis
besar proses proses ini dapat dibagi dalam tiga tingkat yaitu fase biofarmasetik, fase
farmakokinetik dan fase farmakodinamik. Fase biofarmastika dapat diuraikan dalam tiga
tahap yaitu L.D.A yang berarti pelepasan (Liberasi), pelarutan (Dissolusi) dan Absorbsi
(Penyerapan). Fase biofarmasetika dapat digambarkan sebagai berikut :

Liberasi Dispers
Dispersi Disolusi Absorbsi
Oba t padatan i Darah
zat aktif moleku

Gambar 1. Fase Biofarmasetika

Pelepasan bahan aktif dari sediaan obat berupa tablet diawali dengan Liberasi yang
memunculkan dispersi padatan zat aktif. Tahap selanjutnya adalah pelarutan (disolusi) zat
aktif, tahap ini merupakan suatu keharusan agar dapat terjadi tahap absorbsi. Dan tahap
absorbsi merupakan bagian dari fase biofarmasetika dan awal dari fase farmakokinetika. Jadi
tahap ini benar-benar merupakan masuknya zat aktif dalam tubuh yang biasa disebut
dengan ketersediaan hayati (bioavailabilitas) (Shargel, 1998).

Terdapat hubungan yang bermakna antara kecepatan disolusi berbagai bahan obat
dari sediaannya dan absorbsinya. Partikel halus akan terdisolusi (melarut) dan
memungkinkan

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 7

terjadinya transport bahan aktif terlarut melalui proses difusi. Tahapan semacam ini
bervariasi tergantung dari metode atau teknologi pembuatan obat. Obat obat yang memiliki
kecepatan disolusi instrinsik kurang dari 0.1 mg/ menit cm2 biasanya menimbulkan masalah
serius pada absorbsinya. Sedangkan obat-obat yang memiliki kecepatan disolusi instrinsik
lebih besar dari 1,0 mg/menit.cm2, pada umumnya kecepatan disolusi bukan mejadi langkah
penentu, tetapi kecepatan absorbsinya (Kaplan, 1973).

Studi kecepatan disolusi intrinsik ini sudah diawali sejak tahun 1897 oleh Noyes
Dan Whitney dengan menggunakan bahan asam benzoat dan timbal klorida, yang kemudian
diperoleh persamaan Noyes –Whitney sebagai berikut :

dC
= K.S. (Cs-C) (1)
dt

Dengan : dC/dt = kecepatan disolusi bahan obat, K = Tetapan kecepatan disolusi, S = Luas
permukaan bahan obat yang terdisolusi, Cs = Kelarutan bahan obat ( jenuh), C = Kadar bahan
obat yang terlarut dalam cairan medium

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa kecepatan disolusi berbanding lurus


dengan luas permukaan bahan obat dan kelarutannya. Persamaan ini merupakan turunan
dari persamaan Fick Pertama, yang secara matematik dinyatakan dengan
dC
J=-D. (2)
dx
Dengan : J = Fluks bahan obat, yaitu jumlah bahan obat yang lewat per satuan waktu melalui
suatu satuan luas dengan arah tegak lurus (mg cm2 det -1), D = Koefisien difusi (cm2/detik) dan
C = konsentrasi (g/cm3).

Pada jarak (x) = h cm dari permukaan bahan obat yang terdisolusi akan berlaku
persamaan :
(3)
=

Dengan memasukkan persamaan (3) ke persamaan (2) diperoleh persamaan :

J= (4)

Selanjutnya persaman (4) dapat diubah menjadi :

(5)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 8

=
(6)
= =

(Cs-C) (7)

Pada persamaan (7), jika D/V.h diganti dengan K (karena masing-masing merupakan tetapan)
maka hasilnya akan identik dengan persamaan (1).

Adapun parameter yang berpengaruh pada kecepatan dissolusi antara lain:

1. Polimorfisme : merupakan sifat dimana suatu zat kimia tunggal bisa berada dalam lebih
dari satu bentuk kristal.
 Bentuk kristal yang berbeda akan memiliki kestabilan yang berbeda, serta titik
lebur dan kelarutan yang juga berbeda sehingga kecepatan disolusinyapun
berbeda.
 Bentuk amorf umumnya memiliki kelarutan yang lebih baik dari pada bentuk
kristalnya, sedangkan bentuk kristal cenderung lebih stabil dari pada bentuk
amorfnya. Karena diperlukan banyak energy untuk menyusun molekul dalam
susunan Kristal dibandingkan untuk meyusun molekul dalam keadaan amorf yang
tidak teratur.
 Fenomena polimorfisa yang banyak terdapat dalam senyawa organik dan mineral
mulai dikenal sejak temuan Huay.
2. Keadaan hidrasi : Bentuk molekul hidrat / anhidrat juga mempengaruhi sifat kelarutan
obat, dimana bentuk hidrat memiliki bentuk kelarutan yang lebih kecil dibanding dengan
bentuk anhidratnya.
 Dengan kata lain senyawa anhidrat lebih larut dari bentuk trihidrat sehingga
dengan demikian kadar obat didalam darah lebih cepat diperoleh dari bentuk
anhidrat (Shargel, 1998).
Perbedaan bentuk kristal inilah yang akan dipelajari dalam percobaan ini,yaitu
dengan dilakukan proses rekristalisasi bahan obat dengan menggunakan jenis pelarut
yang berbeda karena dapat menghasilkan bentuk kristal yang berbeda juga.

III. ALAT DAN BAHAN

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 9

Alat : Timbangan analitik Spektrofotometer UV Vis


Alat gelas yang lazim Jangka sorong
Dissolution tester Mesin pencetak tablet
Stopwatch
Bahan : Pelarut (Etanol 95%. Cloroform)
Acetosal
Medium Disolusi ( dapar acetat p H 4,5)
Vaselin.
IV. PERCOBAAN:
1. Uji Disolusi
i. Melakukan rekristalisasi asetosal dengan pelarut etanol 95% dan chloroform
ii. Mencetak hasil rekristalisasi menjadi tablet A (Hasil rekristalisasi dengan etanol
95%) dan tablet B (hasil rekristalisasi dengan pelarut chloroform).
iii. Mengukur diameter tablet dan menimbang bobot tablet yang diperoleh.
iv. Mengolesi tablet dengan vaselin pada seluruh permukaan kecuali satu bagian
permukaan tablet
v. Melakukan pengujian dissolusi. Memasukkan tablet hasil rekristalisasi asetosal ke
dalam dissolution tester dengan medium disolusi dapar asetat pH 4.5 sebanyak 500
ml. Sampling dilakukan tiap 15 menit sebanyak 10 ml, dan tiap kali sampling larutan
dapar diganti dengan volume yang sama agar medium disolusi tetap 500 ml.
vi. Sampel ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer pada  = 265 nm dengan
blangko dapar acetat
2. Pembuatan kurva baku asetosal
i.Menimbang dengan seksama 140 mg asetosal
ii. Melarutkan asetosal dengan alkohol 95% beberapa tetes dalam labu takar 50 ml,
menambahkan dapar acetat ad tanda batas (larutan stock).
iii. Dengan pipet volume mengambil 1 ml: 1,5 ml: 2 ml: 2.5 ml: 3 ml: 3,5ml larutan stock
diatas.Masing-masing dimasukkan dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan larutan
dapar ad tanda batas.
iv. Membaca absorbansi masing-masing larutan pada  = 265 nm dengan blangko dapar
acetat
v.Membuat persamaan kurva baku acetosal antara konsetrasi ( x) Vs absorbansi ( y).

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 10

3. Membuat larutan dapar asetat pH 4.5 0.05 M sebanyak 1000ml.


Menimbang 2.99 g Na Acetat, menambah 1.66ml asam acetat glacial (dalam labu takar
1000 ml), dan menambahkan aquadest ad tanda batas.

LAPORAN SEMENTARA
Modul/Materi ke : ....... Kelompok ….. / …..

Judul : ..................................................................................................................................................

1. PROSEDUR KERJA
(Tuliskan dalam bentuk bagan alir/skematis)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 11

2. DATA / PENGAMATAN
(Tuliskan dengan selengkap dan sejelas mungkin)

I. Data percobaan :
1. Identitas Tablet:
Tablet A :……………………………………..

a. Nama Bahan Obat :


b. Pelarut :
c. Diameter Tablet :
d. Bobot tablet :
Tablet B :…………………………………….

a. Nama Bahan Obat :


b. Pelarut :
c. Diameter Tablet :
d. Bobot tablet :
2. Kondisi uji disolusi:
Tablet A :…………………………………..

a. Medium Disolusi :
b. Kecepatan putar :
c. Waktu mulai analisa :
d. Pembacaan pada panjang gelombang :
Tablet B :…………………………………..

a. Medium Disolusi :
b. Kecepatan putar :
c. Waktu mulai analisa :
d. Pembacaan pada panjang gelombang :
3. Data sampling
Volume Tiap Kali Sampling =......ml.

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 12

No Waktu Absorbansi ( A0) Faktor


Pengenceran
( menit) Tablet A Tablet B

4. Data kurva baku


Konsentrasi mg % Absorbansi ( A0)

Data regresi linier hubungan Konsentrasi (mg%) Vs Absorbansi:

A=
B=
R=
Persamaan Kurva Baku : y = a + b x

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 13

3. HASIL DISKUSI
(Tuliskan hasil diskusi selama praktikum, singkat saja)

Surakarta,.................................2022

Mengesahkan
Dosen/Asisten Praktikum Praktikan,

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 14

_
MATERI 2
ABSORBSI OBAT PER ORAL SECARA IN SITU
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu:
- Memahami prinsip absorbs obat dan faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi
- Mengetahui pengaruh pH terhadap absorbsi obat melalui difusi pasif in situ
- Melakukan uji absorbs obar secara peroral dengan model in situ

II. TEORI DASAR


Percobaan absorbsi obat secara in situ melalui usus halus didasarkan atas
penentuan kecepatan hilangnya obat dari lumen usus halus setelah larutan obat dengan
kadarter tentu dilewatkan melalui lumen usus halus secara perfusi dengan kecepatan
tertentu. Cara ini dikenal pula dengan nama teknik perfusi, karena usus dilubangi untuk
masuknya ujung kanul, satu kanul dibagian ujung atas usus untuk masuknya sampel cairan
percobaan dan satulagi bagian bawah untuk keluarnya cairan tersebut. Cara ini didasarkan
atasasumsi bahwa obat yang dicobakan stabil, tidak mengalami metabolisme dalam lumen
usus, sehingga hilangnya obat dari lumen usus akan muncul dalam darah atau plasma darah,
atau dengan perkataan lain hilangnya obat dari lumen usus tersebut adalah karena proses
absorbsi. Bagi obat-obat yang berupa asam lemah atau basa lemah, pengaruh
PH terhadap kecepatan absorbsi sangat besar, karena PH akan menentukan besarnya
fraksi obat dalam bentuk tak terionkan. Bentuk ini yang dapat terabsorbsi secara baik
melalui mekanisme difusi pasif.
Metode ini dapat digunakan untuk mempelajari berbagai factor yang dapat
berpengaruh pada permeabilitas dinding usus dari berebagai macam obat. Pengembangan
lebihlanjutdapatdigunakan untuk merancang obat dalam upaya mengoptimalkan kecepatan
absorbsinyamelalui pembentukan prodrug, khususnya untuk obat-obat yang sangat sulit
atau praktis tidak dapat terabsorbsi. Melalui metode ini akan dapat diungkapkan pula
besarnya permeabilitas membran usus terhadap obat melalui lipoid pathway, pori, dan
aqueous boundary layer.
Metode ini dapat digunakan untuk mempelajari berbagai factor yang dapat
berpengaruh pada permeabilitas dinding usus dari berebagai macam obat. Pengembangan
lebih lanjut dapat digunakan untuk merancang obat dalam upaya mengoptimalkan

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 15

kecepatan

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 16

absorbsinya melalui pembentukan prodrug, khususnya untuk obat-obat yang sangat sulit
atau praktis tidak dapat terabsorbsi.
Metode Trough and Trough merupakan salah satu cara pengobatan in situ. Cara ini
dilakukan dengan menentukan fraksi obat yang terabsorbsi, setelah larutan obat dialirkan
melalui lumen intestine yang panjangnya tertentu dan kecepatan alirnya tertentu pula.
Dalam keadaan tunak proses absorbsi dapat dinyatakan dengan persamaan :

ln
Dengan : C0 = kadar larutan obat mula-mula, C1= kadar obat setelah dialirkan lumen intestine
sepanjang 1 cm, L = panjang usus dalam cm, r = jari-jari penampang lintang intestine, Q =
kecepatan aliran larutan obat dalam ml/menit, Papp = tetapan permeabilitas semu.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat : Kanula satu set Alat & perlengkapan operasi
Cutter listrik Pompa peristaltik
Timer/jam Alat-alat gelas
Gelas piala besar (tempat untuk anestesi) Timbangan hewan percobaan
Spektrofotometer
Bahan : Cairan lambung buatan (CLB) tanpa enzim Larutan eter/kloroform
Cairan usus buatan (CUB)tanpa enzim Larutan NaCl 0,9 % b/v
Larutan Parasetamol pada CLB dan CUB tanpa enzim
Tikus putih jantan dengan berat 150-170 gram

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 17

IV. PERCOBAAN
Lakukan percobaan absorbsi in situ parasetamol per oral. Percobaan dilakukan dalam
dua kondisi uji yaitu pada kondisi asam menggunakan CLB tanpa enzim dengan pH 1,2
dan kondisi normal-basa menggunakan CUB tanpa enzim pH 7,4. Kadar parasetamol di
ukur menggunakan metode spektrofotometeri UV.
1. Buatlah larutan CLB tanpa enzim dan CUB tanpa enzim masing masing sebanyak 1
liter (petunjuk pembuatan CLB dan CUB silahkan cari dalam farmakope Indonesia
edisi IV)
2. Buat kurva baku parasetamol dalam CLB dan CUB tanpa enzim dengan kadar 0,2
mg/mL, 0,4 mg/mL, 0,6 mg/mL, 0,8 mg/mL dan 1 mg/mL. (sebelumnya lakukan
pencarian panjang gelombang maksimum parasetamol dalam CLB dan CUB tanpa
enzim)
3. Larutkan 500 mg parasetamol masing masing dalam larutan CLB dan CUB tanpa
enzim 500 mL
4. Tetapkan kadar parasetamol dalam CLB dan CUB sebagai konsentrasi awal (C0).
a. Pipet masing masing-masing 2,0 mL larutan parasetamol dari larutan
parasetamol dalam CLB dan CUB tanpa enzim (point 3)
b. Ukur absorbansi masing masing menggunakan panjang gelombang maksimun
yang sudah dicari (point 2)
c. Hitung kadar parasetamol menggunakan persamaan kurva kaliberasi yang
didapat dari pekerjaan point 2
5. Percobaan Absorbsi pada tikus teranastesi
a. Gunakan dua ekot tikus putih jantan, tikus pertama digunakan untuk uji
menggunakan CLB dan tikus kedua digunakan untuk uji menggunakan CUB.
b. Tikus dipuasakan selama 24 jam, hanya boleh diberi minum
c. Lakukan anastesi tikus menggunakan eter
d. Sepanjang linea medina perut tikus dibedah sampai jelas terlihat bagian
ususnya
e. Cari bagian lambung, ukur 15 cm dari lambung ke arah anal menggunakan
benang, dengan hati-hati dibuat lubang dan kanul dimasukkan dan ditali
dengan benang. Pemasangan kanul sedemikian rupa sehingga ujungnya
mengarah ke bagian anal.Kanul dihubungkan dengan selang infus menuju labu
infus berisi CLB dan CUB

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 18

f. Dari ujung kanul ini usus diukur lagi dengan pertolongan benang ke arah anal
sepanjang 20 cm, dan disitu dibuat lubang kedua, selanjutnya dipasang pula
kanul kedua dengan ujung kanul mengarah ke bagian oral dari usus dengan
benang. Kanul berhubungan dengan selang infus menuju gelas kimia
g. Buka kran infus dan biarkan CUB atau CLB mengalir melalui usus dan keluar
sampai ke gelas kimia, sampai cairan yang keluar jernih
h. Ganti labu infus menggunakan CUB atau CLB yang mengandung parasetamol
i. Aliri usus selama 30 menit
j. Catat volume CUB atau CLB yang tertampung dalam gelas kimia dan
tentukan kecepatan alirnya (Q) = volume terukur / 30 menit
k. Potong usus tikus antara kedua ujung dan ukur panjangnya menggunakan
penggaris. Data yang terukur sebagai l
l. Ikat ujung usus dan masukkan aquades melalui ujung yang lain sampai usus
menggelembung
m. Ukur diameter usus menggunakan jangka sorong dan tentukan jari-jarinya (r)
6. Penetapan kadar parasetamol dalam CUB atau CLB yang tertampung sebagai
konsentrasi akhir (C1)
a. Pipet sebanyak 2,0 mL CUB atau CLB yang tertampung dalam gelas kimia
b. Ukur absorbansi masing masing menggunakan panjang gelombang maksimun
yang sudah dicari (point 2)
c. Hitung kadar parasetamol menggunakan persamaan kurva kaliberasi yang
didapat dari pekerjaan point 2
7. Perhitungan Papp
a. Hitung Papp (CUB) dan Papp (CLB) menggunakan data yang telah didapat
dengan memasukkan pada persamaan yang tertera pada teori dasar.
b. Bandingkan kedua Papp tersebut
c. Analisis data tersebut

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 19

LAPORAN SEMENTARA
Modul/Materi ke : ....... Kelompok ….. / …..

Judul : ..................................................................................................................................................

1. PROSEDUR KERJA
(Tuliskan dalam bentuk bagan alir/skematis)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 20

2. DATA / PENGAMATAN
(Tuliskan dengan selengkap dan sejelas mungkin)

a. Nama Bahan Obat :………………………….


b. Medium :………………………….pH :………
c. Data Kurva baku :
No Absorbansi Konsentrasi
Persamaan Kurva baku :
1
a:
2 b:

3 r:
Y:a+bX
4
:
5
:

d. Identitas Penelitian :
No Hewan Berat Tikus Panjang Diameter Lama alir Kecpt Alir
Usus
Usus Lart obat

e. Data penentuan kadar obat secara


spektrofotometris Percobaan dilakukan pada 
maks =..................................................nm.

No Hewan Larutan Awal Larutan Akhir Faktor


pengenceran

Absorbansi Konsentrasi Absorbansi Konsentrasi

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 21

1. ANALISA DATA :
Papp tikus 1 :

Papp tikus 2 :

P app tikus 3 :

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 22

3. HASIL DISKUSI
(Tuliskan hasil diskusi selama praktikum, singkat saja)

Surakarta,.................................2022

Mengesahkan
Dosen/Asisten Praktikum Praktikan,

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 23

MATERI 3
UJI PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS SEDIAAN TABLET
PARASETAMOL SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN
UJI DISOLUSI
I. TUJUAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu:
- Melakukan uji disolusi dan menghitung parameter-parameter uji disolusi
- Mahasiswa dapat membandingkan bioavailabilitas antara obat paten dan generic

II. DASAR TEORI


Laju disolusi atau waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarutkan dalam cairan
pada tempat absorpsi, merupakan tahap yang menentukan laju proses absorbsi. Uji ini
digunakan untuk obat-obat yang diberikan secara oral bentuk padat seperti tablet. Akibatnya
laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intesitas, dan lama respons, serta kontrol
bioavailaibilitas obat tersebut keseluruhan dari bentuk sediaannya. Uji ini digunakan untuk
menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing
monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet
harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila
dinyatakan dalam masing-masing monografi.
Disolusi merupakan salah satu kontrol kualitas yang dapat digunakan untuk
memprediksi bioavailabilitas, dan dalam beberapa kasus dapat sebagaipengganti uji klinik
untuk menilai bioekivalen (bioequivalence). Hubungan kecepatan disolusi in vitro dan
bioavailabilitasnya dirumuskan dalam bentuk IVIVC (in vitro – in vivo corelation). Kinetika
uji disolusi in vitro memberiinformasi yang sangat penting untuk meramalkan availabilitas
obat dan efek terapeutiknya secara in vivo.
Komponen yang penting dalam melakukan perubahan disolusi adalah wadah,
pengadukan, suhu, dan medium. Kecepatan pengadukan mempunyai hubungan dengan
tetapan kecepatan disolusi, kenaikan suhu medium yang tinggi akan semakin banyak zat aktif
terlarut. Suhu harus konstan yang biasanya pada suhu tubuh (37 OC). Medium larutan
hendaknya tidak jenuh obat, yang biasa dipakai adalah cairan lambung yang diencerkan, HCl
0,1 N, dapar fosfat, cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan tergantung sifat-sifat

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 24

lokasi obat akan larut. Ukuran dan bentuk wadah akan mempengaruhi laju dan tingkat
kelarutan, untuk mengamati pelarutan dari obat sangat tidak larut dalam air menggunakan
wadah berkapasitas besar. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju
pelarutannya seringkali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu merupakan
terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat, sedangkan obat yang
mempunyai kelarutan besar dalam air, laju pelarutannya cepat.
Berdasarkan proses yang dialami sediaan tablet/kapsul maka salah satu yang
menentukan kecepatan zat aktif mencapai sirkulasi sistemik adalah kecepatan disolusi. Oleh
karena itu salah satu studi biofarmasetik suatu sediaan tablet/kapsul adalah dengan
melakukan uji disolusi. Disolusi (Kecepatan pelarutan) adalah suatu ukuran yang
menyatakan banyaknya zat terlarut dalam pelarut tertentu tiap satuan waktu. Hubungan yang
menggambarkan proses pelarutan suatu zat padat dikembangkan oleh Noyes and Whitney
dalam persamaan berikut:

Dengan ; dM/dt : kecepatan disolusi, D : koefisien difusi, S : luas permukaan zat, Cs :


kelarutan zat, C : konsentrasi zat dalam larutan pada waktu t, h : tebal lapisan difusi

Beberapa obat dibuat dan dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi. Dari studi
biofarmasetik memberi fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan formulasi dengan nyata
mempengaruhi bioavailabilitas obat tersebut. Karena kebanyakan produk-produk obat
mengandung jumlah bahan obat aktif yang sama, maka dokter, farmasis dan orang lain yang
menulis resep, menyalurkan atau membeli obat harus memilih produk yang memberikan
efek terapetik yang ekivalen. Untuk memudahkan mengambil keputusan tersebut, suatu
pedoman telah dikembangkan oleh US Food and Drug Administration (FDA), dimana setiap
produk harus memenuhi uji secara iv vivo dan in vitro untuk produk-produk tertentu
untuk memastikan produk tersebut bioekivalen dan siap diedarkan.
Dua produk disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik
atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama
akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal
efikasi maupun keamanan. Jika bioavailabilitasnya tidak memenuhi kriteria bioekivalen maka
kedua

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 25

produk obat tersebut disebut bioinekivalen. Istilah-istilah lain yang berhubungan dengan
bioekivalensi yaitu ekivalensi farmasetik, alternatif farmasetik, ekivalensi terapetik.
Alasan utama dilakukannya studi bioekivalensi karena produk obat yang dianggap
ekivalen farmasetik tidak memberi efek terapetik yang sebanding pada penderita. Dalam
suatu studi bioekivalensi, satu formulasi obat dipilih sebagai standar pembanding dari
formulasi obat yang lain. Menurut Shargel suatu syarat pembanding hendaknya :
1. Mengandung obat aktif terapetik dalam formulasi yang paling banyak berada pada
sistemik (yakni larutan atau suspensi) dan dalam jumlah sama seperti formulasi lain
yangdibandingkan.
2. Pembanding hendaknya diberikan dengan rute sama seperti formulasi yang
dibandingkan kecuali kalau suatu rute lain atau rute tambahan diperlukan untuk
menjawab masalah farmakokinetik tertentu.
3. Merupakan produk yang diterima oleh profesi kesehatan dan mempunyai sejarah
penggunaan klinik yang panjang.
4. Biasanya merupakan produk inovator atau produk dari pabrik yang pertama
memproduksi obat tersebut
Perbandingan dua produk atau formulasi atau bentuk sedian adalah secara in vitro
menggunakan disolusi terbanding. Perbandingan in vitro disolusi profil dapat
menggunakan faktor persamaan dan faktor perbedaan . Faktor Kesamaan f2 dihitung
menggunakan rumus :

Faktor perbedaan f1 di hitung menggunakan rumus :

Dengan ; f2 : Similarity factor ( Faktor persamaan ) toleransi = 50 – 100, f1 : Difference factor


(Faktor perbedaan) toleransi, Rt : Dissolution value of the reference batch at time t ( % rata-
rata zat terlarut dalam waktu t untuk sedian pembanding ), Tt : Dissolutin value of test batch at
time t ( % rata-rata zat terlarut dalam waktu t untuk sedian uji), n : jumlah titik sampe

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 26

III. ALAT DAN BAHAN


Alat : Dissolution tester Labu takar
Spektrofotometer UV dan kuvet Beaker gelas
Pipet volume Kertas Whatmann
Filter Holder pH meter
Bahan : Tablet parasetamol generik 500 mg (bentuk kaplet),
Panadol® tablet 500 mg
Serbuk parasetamol murni
Dapar fosfat
Aquadest
IV. PERCOBAAN
A. Pembuatan dapar fosfat pH 5,8 (Farmakope Indonesia Edisi IV)
1. Pembuatan kalium fosfat monobasa 0,2 M dengan melarutkan 27,22 g kalium
fosfat
monobasa dalam air dan diencerkan hingga 1000 mL
2. Ambil 50 mL kalium fosfat monobasa 0,2 M, masukan ke dalam labu takar 200 mL
3. Tambahkan 3,6 mL natrium hidroksida 0,2 M sampai tanda Tambahkan 3,6 mL
natrium hidroksida 0,2 M sampai tanda
4. Buat dapar fosfat ph 5,8 sebanyak 6 Liter
B. Pembuatan kurva kaliberasi kadar parasetamol dalam dapar fosfat pH 5,8
1. Buat larutan induk parasetamol 1000 ppm sebanyak 50,0 mL dalam dapar fosfat
pH 5,8
2. Buat larutan dengan seri kadar 2,4,6,8,10,12 ppm sebanyak 10,0 mL yang dibuat dari
pengenceran larutan induk
3. Ukur absorbansi 6 larutan tersebut pada panjang gelombang maksimum 243 nm
dengan menggunakan dapar fosfat pH 5,8 sebagai blanko
4. Tentukan persamaan kurva kaliberasi yang digunakan menggunakan regresi
linear ( y = bx + a )
C. Uji disolusi tablet parasetamol

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 27

1. Masukkan masing-masing 900 mL dapar posfat ke dalam enam chamber disolusi


dan turunkan pengaduk Alat tipe 2 (dayung) sampai jarak antara dasar chamber
dengan batas bawah dayung 25 mm ± 2 mm
2. Biarkan sampai suhu medium disolusi mencapai 37 ± 0,5 º C
3. Masukkan satu tablet ke dalam masing-masing chamber, dan hilangkan
gelembung udara dari permukaan sediaan jika ada, kemudian nyalakan rotor
pengaduk dengan kecepatan 50 putaran per menit (toleransi 4%)
4. Ambil larutan disolusi dari dalam chamber sebanyak 5 mL menggunakan pipet
volume pada menit ke 5, 10, 20 dan 30
5. Setiap selesai pengambilan larutan disolusi, ditambahkan larutan dapar fosfat pH
5,8 yang baru sebanyak 5 mL ke dalam chamber.
6. Tentukan serapan larutan disolusi dengan hasil sampling pada waktu tertentu
tadi menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang maksimum 243
nm, lakukan pengenceran jika diperlukan
7. Hitung nilai Q (%), DE, f2,dan f1
8. Analisis data
D. Monografi bahan
Monografi sediaan tablet parasetamol untuk uji disolusi dalam farmakope edisi
IV(hal650)
Media disolusi : 900 mL larutan dapar posfat pH 5,8
Alat : Tipe 2 kecepatan 50 rpm
Waktu : 30 menit
Prosedur :
Lakukan penetapan jumlah parasetamol yang terlarut dengan mengukur serapan
filtrate larutan uji, jika perlu diencerkan dengan Media disolusi dan serapan larutan
baku Parasetamol BPFI dalam media yang sama pada panjang gelombang serapan
maksimum lebih kurang 243 nm.
Toleransi :
Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) parasetamol dari jumlah
yang tertera pada etiket

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 28

LAPORAN SEMENTARA
Modul/Materi ke : ....... Kelompok ….. / …..

Judul : ..................................................................................................................................................

4. PROSEDUR KERJA
(Tuliskan dalam bentuk bagan alir/skematis)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 29

5. DATA / PENGAMATAN
(Tuliskan dengan selengkap dan sejelas mungkin)

Kurva kaliberasi parasetamol dalam dapar fosfat pH 5,8

No Konsentrasi Absorbansi
Persamaan Kurva baku :
1 2 a:
b:
2 4
r:
3 6
Y:a+bX
4 10 :

5 12 :

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 30

6. HASIL DISKUSI
(Tuliskan hasil diskusi selama praktikum, singkat saja)

Surakarta,.................................2022

Mengesahkan
Dosen/Asisten Praktikum Praktikan,

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 31

MATERI 4
FARMAKOKINETIKA SEDIAAN ORAL

I. TUJUAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu:
- Mengetahui dan memahami prinsip dan cara menentukan profil farmakokinetika
sediaan oral pada tikus

II. TEORI DASAR


Bentuk dan rute suatu sediaan farmasi akan berpengaruh pada proses
farmakokinetiknya. Rute pemberian oral berbeda prosesnya dengan rute intravena karena
adanya proses absorbsi obat. Proses absorbsi obat umumnya mengikuti model absorbsi orde
ke satu meskipun pada beberapa kasus tertentu bisa mengikuti model absorbsi orde nol.
Pada model absorbsi orde nol obat diabsorbsi dengan suatu tetapan laju reaksi, Ko.
Kecepatan absorbsi konstan, yang hanya tergantung pada Ko tanpa dipengaruhi oleh
konsentrasi. Laju absorbsi obat konstan akan berlanjut sampai jumlah obat di saluran cerna
habis.
Pada model absorbsi orde satu dianggap proses absorbsi obat akan berubah
tergantung konsentrasi obat yang ada di saluran cerna. Semakin banyak obat di saluran
cerna semakin cepat terjadinya proses absorbsi. Baik model absorbsi orde nol ataupun orde
ke satu tetap menggunakan model eleminasi obat orde ke satu.

Persamaan farmakokinetik model kompartemen satu untuk absorpsi obat order ke


satu dan eliminasi obat order kesatu adalah :

Cp = FKaDo (e-Kt - e –Kat)


Vd (Ka – K)
Keterangan :
Cp = Kadar obat dalam darah pada waktu tertentu (µg mL-1)
F = Fraksi obat terabsorbsi secara sistemik
Ka = tetapan laju absorbsi
K = tetapan laju eliminasi
Vd = Volume distribusi

Berikut adalah kurva kadar plasma dari obat yang berikan secara oral.
Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 32

Penentuan parameter-parameter farmakokinetik untuk sediaan oral dilakukan dengan


metode residual. Kurva residual ini dilakukan untuk menentukan parameter parameter
proses absorbsi dari suatu obat.

Dengan metode residual akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

Cp = B. e-kt - A. e-Kat

Dengan: A = Intersept kurva residual

B = Intersept kurva eliminasi

Ka = konstanta kecepatan absorbsi

K = Konstanta kecepatan eliminasi

III. ALAT DAN BAHAN

Alat : Spektrofotometer Uv-Vis


Mikropipet
Tabung reaksi
Labu takar 10 ml, 25 ml, 50 ml, 100 ml, 250 ml dan 500 ml
Neraca analitis digital
Spuit injeksi 0,5 ml, 1ml, 5 ml
Alat sentifuge dan tabung sentifuge
Bahan : Parasetamol Metanol
Na CMC 0,5 % Asam asetat 1%
Propilen Glikol 0,2 % Etanol 98%
Sirupus simpleks
Hewan uji tikus (bobot ± 200 gram)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 33

IV. PERCOBAAN
1. Pembuatan sediaan suspensi parasetamol
Dibuat sediaan suspensi parasetamol 125 mg/ml yang mengandung CMC Na 0,5%,
propilenglikol 0,2% dan sirupus simpleks hingga 60 ml.
2. Pembuatan kurva baku parasetamol
Larutan induk parasetamol disiapkan dengan melarutkan 100 mg dari tiap bahan
dalam 100 ml etanol, dibuat serangkaian larutan parasetamol dengan konsentrasi 10,
20, 40, 60, 80 dan 100 µg/ml (absorban yang baik antara 0,2-0,8). Panjang gelombang
maksimum parasetamol adalah 244 nm (pastikan lagi kebenaran panjang gelombang
maksimum parasetamol)
3. Pemberian obat pada tikus
Tikus harus dipuasakan selama kurang lebih 5 jam sebelum pemberian obat agar
pengaruh makanan terhadap proses farmakokinetik obat dapat dihindari. Tikus diberi
sediaan parasetamol secara oral masing-masing dengan dosis setara dengan 500 mg
dosis manusia (hitung kesetaraan dosis untuk tikus, faktor konversi 56 untuk tikus
200 gram).
4. Pengambilan darah
Sampel darah diambil dari bagian ekor tikus sebanyak masing-masing 3 mL pada 15;
30; 60; 90; dan 120 menit setelah pemberian obat. Sampel darah selanjutnya
disentrifugasi menggunakan tabung sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 15
menit. Bagian supernatan dipipet sebanyak 2 mL dan diencerkan dengan 2 mL
campuran metanol : asam asetat 1% (80 : 20) dalam tabung sentrifugasi,
disentrifugasi kembali pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Kemudian diambil
1 mL supernatan dan ditambahkan 1 mL etanol. Kadar parasetamol dianalisis dengan
spektrofotometri ultra violet. Lakukan perhitungan untuk menentukan kadar
parasetamol dalam sampel.
5. Tentukan persamaan dan parameter-parameter farmakokinetiknya

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 34

LAPORAN SEMENTARA
Modul/Materi ke : ....... Kelompok ….. / …..

Judul : ..................................................................................................................................................

7. PROSEDUR KERJA
(Tuliskan dalam bentuk bagan alir/skematis)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 35

8. DATA / PENGAMATAN
(Tuliskan dengan selengkap dan sejelas mungkin)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 36

9. HASIL DISKUSI
(Tuliskan hasil diskusi selama praktikum, singkat saja)

Surakarta,.................................2022

Mengesahkan
Dosen/Asisten Praktikum Praktikan,

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 37

MATERI 5
FARMAKOKINETIKA SEDIAAN INTRAVENA
(MONO KOMPARTEMEN DAN MULTI KOMPARTEMEN)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu:
- Mengetahui prinsip dan perhitungan parameter-parameter farmakokinetik model
mono kompartemen dan model multi kompartemen dari sediaan intravena.

II. TEORI DASAR


Pemodelan farmakokinetik dilakukan untuk menggambarkan dan memprediksi
disposisi obat di dalam tubuh. Salah satu pemodelan farmakokinetik disebut dengan model
kompartemen. Menurut model kompartemen, farmakokinetik obat dibedakan menjadi dua
tipe yakni model kompartemen satu terbuka dan model multi kompartemen.
Model kompartemen satu terbuka menyediakan cara yang mudah untuk
menggambarkan proses distribusi dan eliminasi obat dalam tubuh. Pada pemberian obat
secara intravena (bolus) dengan model kompartemen satu terbuka digambarkan obat akan
diinjeksikan kedalam suatu ‘kotak’ atau kompartemen dan terdistribusi secara cepat
dan homogen pada kompartemen tersebut. Proses eliminasi obat juga terjadi dari
kompartemen tersebut segera setelah diinjeksikan.
Persamaan farmakokinetik model satu kompatemen IV adalah:
Cp = Cp0 . e –Kt
Cp adalah kadar plasma obat pada waktu tertentu,
Cp0 adalah kadar plasma obat pada t=0 (intersep kurva)
K adalah Konstanta laju eliminasi obat

Model multi kompartemen ini digunakan untuk obat yang terdistribusi pada lebih
dari satu kompartemen. Hal ini bisa terjadi karena setiap obat punya sifat dan afinitas
jaringan yang berbeda-beda. Pada model kompartemen dua terbuka berarti obat
terdistribusi dalam dua kompartemen yakni kompartemen sentral dan kompartemen
jaringan. Yang dimaksud dengan kompartemen sentral adalah darah, cairan ekstraselular,
dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi. Dengan kata lain kompartemen sentral adalah
tempat dimana secara

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 38

cepat terdifusi oleh obat. Sedangkan kompartemen jaringan berisi jaringan-jaringan yang
diperfusi secara lambat. Pada model ini proses eleminasi obat dianggap terjadi dari
kompartemen sentral. Selain model dua kompatemen terkadang juga obat mengikuti model
tiga kompartemen. Pada model ini obat terdistribusi pada tiga kompartemen yakni
kompartemen dengan perfusi tinggi (sentral), komparteman dengan perfusi lambat, dan
terakhir kompartemen dengan perfusi yang sangat lambat seperti tulang dan lemak.

Berikut adalah perbandingan antara model satu dan dua kompartemen

Berikut adalah perbandingan kurva obat terhadap waktu model satu kompartemen dan dua
kompartemen

Keberadaan model multikompartemen ini bisa diketahui dari melihat kurva kadar plasma
terhadap waktu. Obat multikompartemen ini tidak akan menunjukkan kurva eliminasi
(turun) yang linier karena ada dua bagian dari kurva turun tersebut yakni bagian distribusi
dan eliminasi.
Persamaan farmakokinetik untuk model dua kompartemen adalah :

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 39

Cp = A e –at + B e-bt
Dengan a dan b berturut turut adalah tetapan laju orde kesatu dari fase distribusi dan
eliminasi. Sedangkan A dan B adalah intersep untuk masing-masing fase.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat dan Bahan : Laptop, Kalkulator, kertas semilog dan alat tulis lainya

IV. TUGAS PRAKTIKUM


1. Tentukan parameter-parameter farmakokinetik dari data kadar plasma obat
terhadap waktu (data diberikan saat praktikum)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 40

LAPORAN SEMENTARA
Modul/Materi ke : ....... Kelompok ….. / …..

Judul : ..................................................................................................................................................

1. PROSEDUR KERJA
(Tuliskan dalam bentuk bagan alir/skematis)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 41

2. DATA / PENGAMATAN
(Tuliskan dengan selengkap dan sejelas mungkin)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 42

3. HASIL DISKUSI
(Tuliskan hasil diskusi selama praktikum, singkat saja)

Surakarta,.................................2022

Mengesahkan
Dosen/Asisten Praktikum Praktikan,

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 43

MODUL 6
EKSRESI
URIN
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu:
 Mengukur konsentrasi obat dalam ekskresi urin dan mengetahui parameter-
parameter lain yang dapat dihitung
 Memahami cara mengukur konsentrasi obat dari sampel urin

II. TEORI DASAR


Jumlah obat dalam tubuh, kecepatan absorpsi, kecepatan eliminasi obat dan
parameter farmakokinetik lain dapat ditentukan melalui pengukuran kadar obat dalam
plasma atau dalam urin. Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin (Xu ∞) secara
langsung berhubungan dengan jumlah total obat terabsorpsi.
Laju perubahan jumlah obat dalam tubuh, dDB/dt, bergantung pada laju absorpsi dan
eliminasi obat. Laju perubahan obat dalam tubuh pada setiap waktu sama dengan laju
absorpsi obat dikurangi laju eliminasi obat.

Ka (jam -1) X K (jam-1)


Xa Jumlah obat dalam tubuh Xu
absorpsi eliminasi

Gambar 1. Skema absorpsi dan eliminasi obat

Hubungan antara jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin dan kurva kadar
obat dalam plasma–waktu diperlihatkan pada gambar 2. Obat dieliminasi secara sempurna
pada saat konsentrasi obat dalam plasma mendekati nol dimana diperoleh jumlah
maksimum obat yang diekskresi dalam urin, Xu∞.

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 44

Jumlah obat dalam urin

Jumlah obat dalam darah

Waktu (jam)

Gambar 2. Hubungan jumlah obat dalam darah dan dalam urin

Untuk mendapatkan data urin yang valid harus diperhatikan beberapa hal berikut;
- Obat tak berubah yang diekskresikan dalam urin harus banyak
- Cara analisis spesifik dan selektif
- Frekuensi pengambilan cuplikan urin harus cukup (7-10 x t1/2)
- Pengosongan kandung kemih harus sempurna
- pH dan volume urine berpengaruh pada kecepatan ekskresi obat
Dalam percobaan ini, cuplikan urin dikumpulkan secara berkala setelah pemberian produk
obat. Penentuan parameter farmakokinetik dilakukan dengan menggunakan kombinasi
metode sigma minus dan residual.

III. ALAT DAN BAHAN


ALAT : Spektrofotometer UV-Vis Labu takar 10, 25, 50, 100 dan 250
ml Mikropipiet Botol plastik
Pipet volume Botol vial volume 5 dan 10
ml Tabung reaksi
Beaker glass
BAHAN : Siprofloksasin 500 mg Dapar Phospat pH 6,8

IV. PERCOBAAN

A. Pengambilan Sampel
1. Urin blanko dari sukarelawan diambil sebelum obat diminum.
2. Obat yang ekivalen dengan siprofloksasin kadar 500 mg diminum oleh sukarelawan
pada jam 13.00 satu hari sebelum percobaan.
3. Urin sukarelawan dikumpulkan pada rentang waktu 13.00-16.00, 16.00-19.00, 19.00-
tidur, sesaat setelah bangun pagi, setelah bangun pagi-08.00, 08.00-13.00. Urin pada
pagi hari diambil sesaat setelah sukarelawan bangun tidur. Sukarelawan tidak boleh
minum apapun sebelum urin tersebut diambil.

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 45

4. Urin yang terkumpul ditaruh di dalam botol plastik. Volume dari tiap urin yang
terkumpul pada selang waktu tersebut diukur. Diambil sebanyak 10 ml dan disaring
kemudian disimpan di dalam vial. Semua sampel urin disimpan di dalam lemari
pendingin dengan suhu -4C.
B. Perlakuan Sampel
1. Tiap sampel urin diambil sebanyak 1000 l (1ml) dan dimasukkan ke dalam labu takar
10 ml, diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8.
2. Sampel urin di ukur absorbansinya pada panjang gelombang UV 271 nm (dilakukan
scaning λmax terlebih dahulu).
3. Hitung kadar siprofloksasin dalam urin.
C. Pembuatan Kurva Baku
1. Larutan induk siprofloksasin dibuat dengan cara : melarutkan 50 mg siprofloksasin
dengan sedikit metanol sampai tepat larut, ditambah dengan dapar fosfat pH 6,8
dalam labu takar sampai tepat 50 ml.
2. Kurva baku siprofloksasin : dibuat serangkaian larutan siprofloksasin dengan
konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 µg/ml dalam labu takar 10 ml
(absorban yang baik antara 0,2-0,8). Panjang gelombang maksimum siprofloksasin
adalah 271 nm (pastikan lagi kebenaran panjang gelombang maksimum
siprofloksasin antara 270-300 nm)
3. Dengan kurva kalibrasi yang didapat, hitunglah konsentrasi siprofloksasin dari sampel
urin.
4. Berdasarkan data konsentrasi obat dalam sampel urin buat kurva log dXu/dt vs tmid,

kemudian tentukan konstanta laju eliminasi dan waktu paruh eliminasi.

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 46

LAPORAN SEMENTARA
Modul/Materi ke : ....... Kelompok ….. / …..

Judul : ..................................................................................................................................................

1. PROSEDUR KERJA
(Tuliskan dalam bentuk bagan alir/skematis)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 47

2. DATA / PENGAMATAN
(Tuliskan dengan selengkap dan sejelas mungkin)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 48

3. HASIL DISKUSI
(Tuliskan hasil diskusi selama praktikum, singkat saja)

Surakarta,.................................2022
Mengesahkan
Dosen/Asisten Praktikum Praktikan,

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 49

MATERI 7
PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS SEDIAAN TABLET LEPAS
LAMBAT DAN TABLET BIASA

I. Tujuan Praktikum :
Mengetahui perbedaan ketersediaan hayati ( bioavailabilitas ) antara sediaan tablet lepas
lambat dengan tablet biasa .

II. Dasar teori :


Penggunaan obat secara oral dengan pemberian dosis berulang dimaksudkan
untuk mendapatkan kadar terapi obat dalam darah dan jaringan untuk jangka waktu
yang lama dan tetap berada dalam darah terapi ( antara Konsentrasi Efektif
Minimum/KEM dan Konsentrasi Toksik Minimum/KTM )

Penggunaan obat semacam ini diperlukan oleh banyak penyakit misalnya


pada pengobatan gangguan tekanan darah, gangguan sistem jantung dan lain
sebagainya.
Tetapi pemberian dosis berulang pada pasien seringkali menimbulkan berbagai
masalah yang diakibatkan oleh ketidak patuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
seperti dosis yang kurang (under dose) karena pasien telat mengkonsumsi obat dari yang
telah dijadwalkan sehingga mengakibatkan ketidak efektifan obat. Sebaliknya jika pasien
terlalu cepat mengkonsumsi obat dari yang telah dijadwalkan akan mengakibatkan
toksisitas karena kelebihan dosis ( over dose )

Sesuai dengan perkembangan teknologi untuk meminimalkan kasus kasus


seperti diatas maka dibuatlah suatu sediaan obat dengan system pelepasan yang
terkendali . Karena obat dengan system pelepasan terkendali ( controlled release )
atau pelepasan lambat ( sustained release ) memungkinkan pasien untuk hanya
sekali mengkonsumsi obat dalam sehari sehingga dapat mengurangi masalah
ketidak patuhan pasien dalam mengkonsumsi obat. Sistem pelepasan terkendali
memungkinkan obat tetap berada dalam kadar terapi dalam jangka panjang
sehingga masalah under dose dan over dose bisa diatasi.
Pemberian obat dengan sistem pelepasan terkendali juga untuk menjamin kerja
farmakologis yang homogen, mengurangi efek samping obat yang merugikan serta
mampu membuat lebih rendah biaya harian pasien karena lebih sedikit dosis yang harus
digunakan .

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 50

Memang sistem pelepasan terkendali tidak bisa diterapkan pada semua jenis
obat karena hanya obat-obat tertentu dan dengan karakteristik tertentu pula yang
memungkinkan dibuat menjadi sediaan dengan sistem pelepasan terkendali. Diantaranya
untuk obat dengan waktu paruh eliminasi yang pendek, obat yang memiliki dosis terapi
kecil dan untuk obat dengan jendela terapi yang sempit.

Sebaliknya karakteristik obat obat yang tidak sesuai untuk dibuat tablet dengan
system pelepasan terkendali adalah obat dengan dosis pemberian yang cukup besar ,
obat dengan dosis yang dibutuhkan harus tepat untuk tiap orang. Serta untuk obat yang
tidak diabsorbsi secara efektif dalam bagian bawah usus halus.

Ada beberapa teknologi pembuatan untuk obat dengan system pelepasan


terkendali diantaranya;
1. Butir/ granul salut : yaitu dibuat suatu tablet dengan butir buitr granul
dengan ketebalan penyalutan yang berbeda- beda
2. Pengisian obat ke matriks yang terkikis perlahan lahan
3. Dibuat suatu pompa osmotic /OROS: tablet dilapisi oleh suatu membran
semipermiable dan berlobang membran memungkinkan air masuk dan
melarutkan obatnya kemudian adanya suatu tekanan yang dibuat guna
mendorong / memompa larutan obat tadi keluar lubang

III. Alat dan bahan :


1. Alat ;
a. Alat gelas yang lazim
b. Spektrofotometer beserta kuvetnya
2. Bahan :
a. Sampel urin dari probandus yang telah minum :
 vitamin c ( tablet vitamin c biasa) : (GUNAKAN DATA MINGGU LALU)
 tablet vitamin c lepas lambat
b. Aquadest
c. Vitamin C serbuk
IV. Cara kerja :
1. Pembuatan kurva baku vitamin C :
o Membuat larutan stok vitamin C 0.01 % b/v.
o Membuat seri konsentrasi larutan vit C (diencerkan dengan aquadest )
% b/v: 0.0008% b/v: 0.0004% b/v: 0.0002% b/v

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 51

o Mengukur absorbansi larutan tersebut pada =265nm


o Dan membuat persamaan regresi linier konsentrasi (x) Vs Absorbansi (y)
2. Sampling urine dan pengukuran kadar vitamin c ;
 Probandus minum vitamin c satu kali dosis ( catat waktunya ) dan berpuasa
semalaman dengan hanya diperbolehkan minum air yang cukup
 Menampung tiap kali mengurin dan mencatat waktunya serta
mengukur volume urine yang keluar, (tiap kali mengurin ditaruh pada
wadah yang berbeda dan dilabeli waktu dan volumenya)
 Tiap sample urin dipipet sebanyak 10.0 ml dan dimasukkan dalam
tabung reaksi.
 Mengukur absorbansinya pada = 265 nm.

V. Data percobaan :
a. Kurva Baku Vitamin C : (GUNAKAN DATA KURVA BAKU MINGGU LALU)
Konsentrasi Absorbansi (AO)
(%)

Persamaan kurva baku Vitamin C :

b. Absorbansi sample VITAMIN C LEPAS LAMBAT :

T (Waktu) Volume (ml) Absorbansi (AO)

10 34 0,123

12 40 0,129

14 44 0,265

16 53 0,180

18 58 0,254

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 52

Nama :.........................................

NIM:............................................
LAPORAN RESMI :
Kel :.......... No Meja:.................
1. JUDUL :
.................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................
................................................................

2. TUJUAN :
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
.......................................

3. DATA PERCOBAAN :
a. Kurva Baku Vitamin C :
Konsentrasi Absorbansi (AO)
(%)

Persamaan kurva baku Vitamin C :

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 53

b. Absorbansi sample :

T (Waktu) Volume (ml) Absorbansi (AO)

4. ANALISA DATA:
a. Menentukan kadar vitamin C dengan memasukkan harga absorbansi ke
dalam persamaan kurva baku yang diperoleh.
b. Konversikan kadar vitamin C dari % b/v ke mg/ml

T Absorbansi Konsentrasi Konsentrasi


(Waktu) (AO) (%b/v) (mg/ml)

c. Menentukan jumlah vitamin C tiap sample dengan rumus Q=C.V


Dimana:

Q = jumlah Vitamin C

C = konsentrasi vitamin C

V = vulome urin

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 54

T C V Q
(kons)
(menit) (Vol) (Jumlah)

d. Buat kurva yang menghubungkan T ( Waktu ) dengan Jumlah obat


(Q) Grafik T sampling Vs Q ( mg)

Q ( mg)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 55

5. PEMBAHASAN :
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
...........................................

6. KESIMPULAN :
......................................................................................................................... ......................
................................................................................................... ............................................
............................................................................. ..................................................................
....................................................... ........................................................................................
.................................

7. PUSTAKA :
......................................................................................................................... .......................
.................................................................................................. ..............................................
........................................................................... .....................................................................
.................................................... ............................................................................................
............................. ...................................................................................................................
...... ......................................................................................................................... ................
.........................................................................................................

Mengetahui, …………………20…

Dosen Praktikan,

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 56

MATERI TAMBAHAN
MODELING FARMAKOKINETIK DENGAN PROGRAM FARMAKOMETIC

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu:
 Menentukan parameter farmakokinetik pemberian oral dan intra vena
 Menghitung parameter farmakokinetik melalui program farmakometic
 Menggunakan program Farmakometic untuk perhitungan farmakokinetik

II. TEORI DASAR


Sebelumnya kita perlu tahu terlebih dahulu apakah itu pengertian simulasi?. Simulasi
merupakan suatu usaha mencontoh atau mempergunakan gambaran sebenarnya dari suatu
sistem kehidupan nyata tanpa harus mengalaminya pada keadaan yang sesungguhnya.
Simulasi merupakan suatu penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks. Suatu
simulasi dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang
dikaji. Sebagai contoh, boneka adalah model dari bentuk manusia; boneka yang dapat
tertawa, menangis, dan berjalan adalah model manusia yang lebih lengkap, tidak hanya
mewakili bentuk tetapi juga beberapa perilaku manusia.
Model memegang peranan penting di bidang ilmu pengetahuan. Biasanya dari segi
ekonomi untuk menghemat (waktu,biaya) ataupun komoditi berharga lainnya. Pemodelan
bisa juga dilakukan untuk menghindari resiko kerusakan sistem nyata. Dengan demikian
sebuah model diperlukan bilamana percobaan dengan sistem nyata menjadi terhalang
karena mahal, berbahaya ataupun merupakan sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan.
Taha (1992) menyatakan bahwa asumsi sistem nyata diwujudkan dari sistem nyata dengan
menentukan faktor-faktor dominan (variabel, kendala, dan parameter) yang mengendalikan
perilaku dari sistem nyata. Phillips (1976) dalam operation research, yang dimaksudkan
dengan model adalah representasi sederhana dari sesuatu yang nyata. Dengan pengertian
ini menunjukkan bahwa model selalu tidak sempurna. Adakalanya lingkungan nyata terlalu
rumit sehingga sekedar untuk memahaminya ataupun untuk mengkomunikasikan dengan
orang lain diperlukan sebuah model yang representative Pada umumnya simulasi ini
digunakan untuk menyelesaikan permasalahan- permasalahan yang memiliki kendala
sebagai berikut:

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 57

 Sangat sulit diselesaikan dengan cara analisis, misal dynamic programming,

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 58

rangkaian listrik kompleks, dll.


 Memiliki ukuran data dan kompleksitas yang tinggi, misal travelling salesman
problem, assignment, schedulling, dll.
 sangat sulit diimplementasikan secara langsung, karena biaya yang sangat
tinggi,misal optimasi Radio Base Station atau optimasi channel assignment

III. ALAT DAN BAHAN


Alat : Software Farmakometic 1.0 Kalkulator
Laptop atau komputer PC kertas semilog
LCD proyektor Alat-alat tulis lainya

IV.PERCOBAAN
A. Instalasi Aplikasi Farmakomatic 1.0
a. Masukkan CD Installer Farmakomatic 1.0 ke dalam CD-ROM
b. Jika fungsi autorun CD-ROM diaktiftkan, maka instalasi aplikasi Farmakomatic 1.0 akan
berjalan secara otomatis. Jika proses autorun tidak berjalan, eksekusi file Setup.exe
pada direktori utama dari CD Installer Farmakomatic 1.0.
c. Ikuti Instruksi instalasi yang terdapat pada layar sampai proses instalasi selesai.

B. Membuka Aplikasi Farmakomatic 1.0


Jalankan aplikasi Farmakomatic 1.0 dengan mengklik icon yang ada di direktori
Farmakomatic atau dengan mengklik :
Start → Programs → Farmakomatic → Farmakomatic

C. Menjalankan Aplikasi Farmakomatic 1.0


Tampilan Awal Farmakomatic 1.0 :

131415
16

17

2 4 68 10 12

1 3 5 7 9 11

D.Memulai Menggunakan
Aplikasi Farmakomatic 1.0

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 59

Untuk memulai aplikasi dapat menekan menu : File → New, atau menekan
Tombol New ( ) pada toollbar atau dapat pula menggunakan shortcut dengan cara
menekan tombol (Ctrl + N) pada keyboard. Kemudian akan keluar tampilan sebagai
berikut:

2 Keterangan gambar :
1. Kolom kelengkapan data
2. Kolom pengisian data

E. Mengisi Form Halaman Input Data


1. Mengisi kelengkapan data
Isi kelengkapan data yang akan diolah seperti nama obat, Dosis Obat, Rute Pemberian,
Jumlah Sukarelawan, Jumlah Sampel, Konsentrasi obat.
a. Nama Obat dapat disikan dengan nama obat yang diuji dengan maksimal karakter
yang diisikan tidak lebih dari lima belas karakter termasuk spasi. Misalkan disikan
dengan Parasetamol

b. Dosis Obat diisi dengan karakter angka dari dosis obat yang digunakan (dalam
satuan mg/kg). Sebagai contoh digunakan dosis 2 mg/kg

c. Pilih rute pemberian yang digunakan dalam percobaan

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 60

d. Masukkan jumlah sukarelawan yang digunakan dalam percobaan dengan karakter


angka. Secara default aplikasi akan mengisikan angka 1 (satu).

e. Masukkan jumlah sukarelawan yang digunakan dalam percobaan dengan karakter


angka. Secara default aplikasi akan mengisikan angka 1 (satu). Sebagai contoh
digunakan jumlah sampel sebanyak tiga belas sampel.

Ketika jumlah sukarelawan dan jumlah sampel diketikan, kolom pengisian data dan
kolom berat badan sampel secara otomatis akan berubah sesuai dengan jumlah
yang diisikan.

f. Pilih satuan konsentrasi obat yang digunakan

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 61

2. Mengisi kolom data utama


Setelah kelengkapan data diisikan (perhatian : data pendukung harus diisi semuanya),
kemudian dilanjutkan dengan mengisi kolom data utama yaitu kolom waktu (dalam
jam), kolom sukarelawan (diisi dengan konsentrasi dari data pengamatan dalam satuan
yang sama dengan konsentrasi obat yang telah dipilih sebelumnya), dan kolom berat
badan. Secara umum terdapat 2 macam cara pengisian kolom data utama :
a. Secara manual
Kolom data utama diketik secara manual dengan cara mengetikkan data satu persatu
kedalam cell yang tersedia.

Hal-hal yang perlu diperhatikan


 Kolom-kolom data utama hanya dapat diisikan dengan karakter angka
 Apabila terdapat data yang kosong (data tidak dapat akibat berbagai sebab)
maka cell yang mengandung data kosong tersebut cukup dimasukkan angka 0
(nol) atau dikosongkan

b. Secara copy-paste

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 62

Metode pengisian ini dapat dilakukan apabila telah memiliki data yang diketikkan
didalam aplikasi office (excel atau spreedshet dan word atau wordprocessing).
Misalkan terdapat file excel yang berisi data sebagai berikut :

Data
yang di-
copy

 Sorot (click & drag) cell pada Excel yang mengandung data kemudian copy
data tersebut.
 Kembali ke aplikasi Farmacomatic 1.0, kemudian sorot (click & drag) cell
atau klik pada bagian pojok dari kolom data utama

Atau setelah seluruh kolom tersorot, kemudian masuk ke menu Edit



Paste, atau dengan klik icon paste ( ) pada toollbar atau dengan menekan shortcut “Ctrl
+ v” pada keyboard. Melakukan paste juga dapat dilakukan
dengan cara meng-klik bagian kanan mouse pada cell yang telah
disorot kemudian memilih menu paste.

atau

kemudian cell akan terisi seperti

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 63

berikut :

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 64

 Untuk mengisi kolom berat badan dapat dilakukan dengan cara yang sama
seperti diatas.
Hal-hal yang harus diperhatikan.
 Copy-paste dapat dilakukan pula dari kolom data utama ke dalam
aplikasi Office.
 Dalam melakukan copy-paste data dari aplikasi office ke Farmacomatic
1.0 perlu diperhatikan jumlah kolom dan baris yang tersedia pada
kolom input data utama dimana jumlah yang terdapat pada office
harus sama dengan jumlah yang telah disediakan oleh operator pada
kolom input data utama.
 Jumlah kolom dan baris pada kolom input data utama dapat diatur
dengan mengubah-ubah nilai jumlah sukarelawan dan jumlah sampel.
 Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, pastikan semua data yang
diperlukan diisikan dengan lengkap dan tepat.
3. Menyunting isi input data.
Untuk melakukan penyuntingan isi pada form input data maka dapat melakukan
dengan cara :
a. Melakukan pemotongan data (cut) dapat dilakukan dengan cara menyorot cell data
yang akan di-cut kemudian menekan icon cut pada toollbar atau dengan menekan
“Ctrl + X” pada keyboard atau dengan melakukan klik kanan pada cell dan
kemudian memilih menu cut atau dapat pula dengan membuka menu Edit →
Cut (untuk lebih jelas lihat kembali cara melakukan paste data
b. Melakukan penghapusan data per karakter untuk tiap cell dapat dilakukan dengan
menggunakan tombol del atau backspace pada keyboard
c. Melakukan penghapusan data per cell (delete) dapat dilakukan dengan cara
menyorot cell data yang akan di-delet kemudian menekan icon cut pada toollbar (
) atau dengan melakukan klik kanan pada cell dan kemudian memilih menu delete
atau dapat pula dengan membuka menu Edit → Delete (untuk lebih
jelas lihat kembali cara melakukan paste data.
d. Apabila ingin mengosongkan semua isi form input data, maka dapat dilakukan
secara cepat dengan menekan tombol kosongkan form.

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 65

e. Apabila mendapatkan kesulitan dapat pengisian, maka dapat menggunakan tombol


bantuan untuk melihat panduan menggunakan Farmakomatic 1.0

4. Melakukan proses pengolahan data. Setelah proses pengisian form pada input data
selesai, maka data siap untuk diproses dengan meng-klik tombol proses

F. Halaman Output Data

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 66

Setelah meng-klik tombol proses pada halaman input data maka akan keluar halaman
output data yang didalamnya terdapat grafik logaritmik, aritmatik, dan perhitungan
parameter farmakokinetik dari data yang dimasukkan pada halaman input data. Secara
default tampilannya sebagai berikut :

2
1

4
3

Keterangan Gambar :
1. Kotak tampilan grafik (logaritmik/aritmatk) dari data yang diolah
2. Kotak tampilan parameter farmakokinetik dari data yang diolah
3. Tombol Listbox pengatur tampilan dari kotak grafik dan kotak parameter
farmakokinetik
4. Checkbox untuk menampilkan garis regresi dan persamaan garis pada grafik
logaritmik
5. Tombol Listbox pengatur jumlah data yang digunakan dalam penentuan garis
regresi.

G. Menggunakan Tampilan Grafik

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 67

1. Tampilan grafik secara default akan menampilkan grafik logaritmik dari data yang
diolah. Untuk mengubah tampilan grafik dari grafik logaritmik menjadi aritmatik dapat
menekan tombol listbox.

2. Pada saat menggunakan sukarelawan (sampel data) lebih dari satu maka untuk
menampil grafik dari sukarelawan tersebut dapat dipilih melalui listbox sukarelawan.
Pada contoh hanya menggunakan satu sukarelawan sehingga yang ditampilkan hanya
sukarelawan 1 dan rata-rata.

3. Untuk memilih model kompartemen yang digunakan pada perhitungan parameter,


dapat dipilih melalui listbox kompartemen. Aplikasi Farmakomatic 1.0 ini dapat

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 68

melakukan perhitungan dengan pemodelan intravena satu dan dua kompartemen


serta oral satu dan dua kompartemen. Pada contoh digunakan kompartemen dua.

Setelah pilihan listbox kompartemen diisi, maka kotak tampilan parameter akan terisi
hasil perhitungan parameter-parameter farmakokinetik dari data dengan
menggunakan perhitugan matematikan dari model kompartemen yang dipilih.

4. Listbox pembulatan digunakan untuk membulatkan hasil perhitungan parameter


farmakokinetik pada jendela. Aplikasi Farmakomatic 1.0 ini dapat melakukan
pembulatan dari nol sampai lima angka di belakang koma. Secara default aplikasi ini
akan melakukan pembulatan tiga angka dibelakang koma.

H. Menampilkan Garis Regresi


1. Memilih garis regresi yang ditampilkan

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 69

Garis regresi dan persamaan garis hanya bisa ditampilkan pada tampilan grafik
logaritmik. Untuk menapilkan garis regresi tersebut maka tinggal memilih garis regresi
yang ingin ditampilkan dengan cara mengisi kotak checkbox garis regresi tersebut.
Sebagai contoh untuk menampilkan garis regresi pada data parasetamol di atas dapat
dilakukan dengan cara:

2. Mengatur jumlah titik data yang digunakan dalam garis regresi

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 70

Aplikasi Farmakomatic 1.0 dirancang mampu melakukan perhitungan secara otomatis


dimana dalam penentuan banyaknya data yag digunakan dapat dilakukan secara
otomatis oleh aplikasi (berdasrkan “best fit”) ataupun secara manual yang
ditentukan oleh operator. Seacara default aplikasi akan menampilkan grafik dan hasil
perhitungan berdasarkan pehitungan secara otomatis. Apabila operator menginginkan
melakukan pemilihan banyaknya data secara manual, maka dapat dilakukan dengan
melakukan perubahan terhadap banyaknya data yang digunakan dalam perhitungan.
Apabila operator melakukan perubahan terhadap banyaknya data yang digunakan
dalam perhitungan, secara otomatis aplikasi akan langsung melakukan perhitungan
dan kemudian ditampilkan dalam kotak parameter farmakokinetik sesuai banyaknya
data yang dipilih oleh operator.

Mengatur jumlah data Mengatur jumlah data


pada regresi 1 pada regresi 2

I. Melakukan copy kotak tampilan grafik dan parameter


Aplikasi Farmakomatic 1.0 memungkinkan operator untuk melakukan copy-paste kotak
jendela grafik dan parameter farmakokinetik dari aplikasi Farmakomatic 1.0 ke aplikasi
office (seperti excel, word, power point, dll) atau aplikasi pengolahan gambar (seperti
photosoft, corel draw, dll) dengan cara meng-klik tombol copy grafik atau copy tabel hasil.

a. Mecetak (print) data, garfik, dan parameter faramakokinetik hasil pengolahan aplikasi
Untuk melakukan pencetakan kedalam kertas dapat dilakukan dengan cara meng-klik
icon print ( ) kemudian akan keluar option bagian-bagian apa saja yang akan di
cetak kedalam kertas. Pilihlah bagian-bagian yang akan di cetak dengan cara
menambahkan tanda centang pada kotak yang tersedia.

J. Keluar dari Aplikasi Farmakomatic 1.0

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 71

Untuk keluat dari aplikasi Farmakomatic 1.0 dapat dilakukan dengan cara mengklik tanda
silang di pojok kanan atas aplikasi.

Atau dengan cara mengklik menu File → Exit

LAPORAN SEMENTARA

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 72

Modul/Materi ke : ....... Kelompok ….. / …..

Judul : ..................................................................................................................................................

1. PROSEDUR KERJA
(Tuliskan dalam bentuk bagan alir/skematis)

2. DATA / PENGAMATAN
(Tuliskan dengan selengkap dan sejelas mungkin)

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 73

3. HASIL DISKUSI

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 74

(Tuliskan hasil diskusi selama praktikum, singkat saja)

Surakarta,.................................2017

Mengesahkan
Dosen/Asisten Praktikum Praktikan,

REFERENSI

Laboratorium Biofarmasetika-
Modul praktikum farmakokinetika 75

Gibaldi, M and Pierre, D., 2007, Pharmacokinetics, 2 nd Ed, Informa Healthcare, New York
Gummadi, S.,Thota, D., Varri,S.V., Vaddi, P., Lakshmi, V., Seshagiri, N.,Jillella, R., 2012,
Development and validation of UV spectroscopic methods for simultaneous
estimation of ciprofloxacin and tinidazole in tablet formulation, International
Current Pharmaceutical Journal, 1(10): 317-321
Hakim, L., 2010, Farmakokinetika, Bursa Ilmu, Karangkajen, Yogyakarta
Jambhekar, S.S., 2009, Basics Pharmacokinetics, Pharmaceutical Press
Penuntun Praktikum Farmakokinetik, Sekolah Farmasi ITB, Bandung
Prabu, Lakshmana S., Extraction of Drug from the Biological Matrix; A Review, (diunduh dari
www.intechopen.com pada tanggal 23/10/2013)
Qadri, M., 2005, Program Farmakometic 1,0., Sekolah Farmasi ITB, Bandung
Rescigno, A., 2004, Foundations of Pharmacokinetics, Kluwer Academics Publisher, USA
Shargel, L., Wu-Pong, S.,Yu, A.B.C., 2012, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, alih
bahasa, Fasich, Budi Suprapti, Edisi Kelima, Pusat Penerbitan dan Percetakan
Universitas Airlangga, Surabaya.
Sharma, R., Pathodiya, G., Mishra, P.G., Sainy, J., 2011, A novel spectrophotometric method
for quantitative deter-mination of Ciprofloxacin hydrochloride and Tinidazole in
tablets using hydrotropic solubilizing agent. Journal of Pharmacy Research, 4(3),
859-861.

Laboratorium Biofarmasetika-

Anda mungkin juga menyukai