Anda di halaman 1dari 62

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

ILMU RESEP
Edisi III 2022
Judul: Petunjuk Praktikum Ilmu Resep

Penyusun:
1. Dr. apt. Chairun Wiedyaningsih, M.Kes., M.App.Sc.
2. Dr. apt. Susi Ari Kristina, M.Kes.
3. Prof. Dr. apt. Satibi, M.Si.
4. Dr. apt. Dwi Endarti, M.Sc.
5. Dr. apt. Bondan Ardiningtyas, M.Sc.
6. apt. Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si.
7. apt. Niken Nur Widyakusuma, M.Sc.
8. apt. M. Rifqi Rokhman, M.Sc.
9. apt. Hardika Aditama, M.Sc.
10. apt. Marlita Putri Ekasari, M.P.H.
11. apt. Muvita Rina Wati, M.Sc.

Editor: apt. Muvita Rina Wati, M.Sc.


apt. Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si.

Edisi III Tahun 2022


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunianNya telah
terselesaikan buku “Petunjuk Praktikum Ilmu Resep”. Buku ini
merupakan revisi dari Buku Petunjuk Praktikum Ilmu Resep
Kurikukum 2017. Penyusunan buku petunjuk praktikum ini
diharapkan mampu memberikan gambaran dan bekal pengetahuan
kepada para mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum di
laboratorium sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah disusun.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada koordinator praktikum dan segenap anggota
Laboratorium Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat (MFFM)
yang telah mencurahkan ide dan kerja kerasnya dalam menyusun buku
petunjuk praktikum ini, serta semua pihak yang telah membantu.
Kami menyadari buku petunjuk praktikum ini masih memiliki
banyak kekurangan. Kami mohon maaf atas keterbatasan isi dalam
buku ini dan tim penyusun akan terus melakukan evaluasi dan
perbaikan untuk meningkatkan kualitas buku. Semoga buku ini
memberikan manfaat yang maksimal dan berkontribusi dalam kegiatan
pembelajaran di Fakultas Farmasi UGM.
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Kepala Laboratorium MFFM


Dr. apt. Susi Ari Kristina, M.Kes..
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN
TUJUAN PEMBELAJARAN

Praktikum ini diharapkan dapat mengantar mahasiswa


memenuhi capaian pembelajaran berikut:

1. Menyelesaikan problem administratif dan farmasetis dalam


peresepan di apotek, puskesmas/ klinik, dan rumah sakit.
2. Menyelesaikan problem klinis dalam peresepan di apotek,
puskesmas/ klinik, dan rumah sakit.
3. Menyelesaikan problem pelayanan peresepan pada hewan.
4. Melakukan pelayanan resep kepada pasien sesuai prosedur.
BUKU ACUAN

1. American Pharmacist Association, 2015, Drug Information


Handbook, Lexi-Comp, United States.
2. Anief, M., 2005, Ilmu Meracik Obat-Teori dan Praktik,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
3. Berardi, R.R., et al., 2009, Handbook of Nonprescription
Drugs, American Pharmacist Association, United States.
4. Dipiro, J.T., et al., 2008, Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, Mc Graw Hill, New York.
5. Marriott, J.F., et al, 2010, Pharmaceutical Compounding and
Dispensing, Pharmaceutical Press, United Kingdom.
6. Menkes, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
7. Rantucci, M.J., 2007, Pharmacist Talking with Patients,
A Guide to Patient Counseling, 2nd Ed, Williams & Winkins,
Baltimore, Maryland.
TATA TERBIT PRAKTIKUM DARING

Mahasiswa wajib mengikuti tata tertib berikut:


1. Menyiapkan perangkat (gawai) dan akses internet pada waktu
pelaksanaan praktikum sebaik mungkin. Antisipasi kondisi
gangguan jaringan, baterai gawai, dan hal – hal yang mungkin
terjadi selama pelaksanaan praktikum.
2. Menyiapkan referensi berupa buku maupun e-book, atau
database yang diakses secara daring.
3. Mengerjakan tugas praktikum secara mandiri.
4. Kendala praktikum disebabkan oleh gangguan jaringan dapat
dimaklumi dan disediakan waktu pengganti, apabila
mahasiswa dapat membuktikan melalui keterangan dari
Direktorat Sistem dan Sumber Daya Informasi (DSSDI) UGM
mengenai kendala jaringan di wilayah domisili pada waktu
pelaksanaan praktikum.
5. Susulan praktikum atas aduan sebagaimana poin 4 di atas,
akan dijadwalkan di akhir pelaksanaan rangkaian praktikum.
JADWAL PRAKTIKUM

Pertemuan Praktikum
1 Asistensi
2 Skills Lab (Menghitung dosis, menulis
etiket, dan menulis Salinan resep)

3 Pelayanan Resep Pediatri

4 Pelayanan Resep Ibu Hamil

5 Pelayanan Resep Geriatri

6 Pelayanan Resep Sediaan Khusus

7 Pelayanan Resep Sediaan Khusus

8 Pelayanan Resep Veteriner

9 Responsi
CAPAIAN PEMBELAJARAN DAN
PENILAIAN PRAKTIKUM

Capaian Pembelajaran Praktikum


Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu
memenuhi CPMK (Capaian Pembelajaran Mata Kuliah) 4 yaitu
melakukan pelayanan resep kepada pasien yang sesuai dengan prosedur yang
berlaku. Secara menyeluruh, Kuliah dan Praktikum Ilmu Resep disampaikan
untuk memenuhi ke empat CMPK sebagai berikut,
CPMK1 Menyelesaikan problem administratif dan farmasetis dalam
peresepan di apotek dan rumah sakit
CPMK2 Menyelesaikan problem klinis dalam peresepan di apotek dan
rumah sakit
CPMK3 Menyelesaikan problem pencampuran steril dan pelayanan
peresepan pada hewan
CPMK4 Melakukan pelayanan resep kepada pasien yang sesuai dengan
prosedur yang berlaku

Komponen Penilaian Kuliah dan Praktikum Ilmu Resep Terhadap


Berdasarkan CPMK

Komponen Persentase CPMK 1 CPMK 2 CPMK 3 CPMK 4


Penilaian
Kuis 7,5% 2,5% 5%
Tugas 7,5% 5% 2,5%
UTS 17,5% 7,5% 10%
UAS 17,5% 12,5% 5%
Praktikum 50% 50%
100% 10% 32,5% 7,5% 50%
Komponen Nilai Kegiatan Praktikum
No Komponen Penilaian Bobot Penilaian
1 Tugas 20%
2 Kegiatan harian (skrining dan praktik) 50%
3 Responsi 30%
DESKRIPSI KEGIATAN PRAKTIKUM

I. Compounding dan Dispensing Skill Lab

Pembelajaran skill lab pada praktikum ilmu resep


ditujukan untuk mempersiapkan ketrampilan compounding
(meracik) dan dispensing (menyerahkan) sediaan farmasi, alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Skill lab
mengujikan ketrampilan menghitung dosis, menimbang,
mencampur, mengemas, membuat etiket dan salinan resep, dan
lain – lain.
Setiap mahasiswa diberi waktu 15 – 20 menit untuk
menyelesaikan 3 – 4 ketrampilan dalam satu station. Dosen
pengampu/ asisten akan memberikan koreksi selama waktu
tersebut dan mengisi lembar evaluasi. Hasil evaluasi akan
disampaikan kepada mahasiswa pada sesi diskusi di akhir
kegiatan praktikum.

II. Pelayanan Resep

Peran Apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di apotek,


puskesmas/ klinik, dan rumah sakit meliputi kegiatan berikut:

1. Skrining (telaah resep)


2. Dispensing (penyaluran atau penyerahan obat)
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
4. Konseling
5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Sebagian kegiatan tersebut akan dipaparkan dalam Praktikum Ilmu


Resep. Mahasiswa perlu mempersiapkan diri dengan membaca buku
panduan ini sebagai persiapan untuk memahami pekerjaan di
laboratorium.

A. Pengertian Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,
atau dokter hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk
kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan
menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
bagi pasien.

Resep dapat berisi perintah penyediaan sediaan farmasi, alat


kesehatan maupun Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Sediaan
farmasi mencakup obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Alat Kesehatan meliputi instrumen, aparatus, mesin dan/ atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan, membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh. Sedangkan yang dimaksud dengan BMHP
adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai
(single use).

Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan secara periodik


merilis daftar obat, alat kesehatan dan BMHP. Obat - obatan yang
merupakan daftar obat terpilih yang paling dibutuhkan dan harus
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan
tingkatnya disebut Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).
Kementrian kesehatan merilis DOEN setiap dua tahun. Edisi terbaru
DOEN terlampir pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia (Kepmenkes RI) Nomor HK.01.07/MENKES/395/2017
tentang Daftar Obat Esensial Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI juga merilis Formularium Nasional


(Fornas), yaitu daftar obat yang daftar obat terpilih yang dibutuhkan
dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Fornas terbaru terlampir
pada Kepmenkes RI Nomor HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang
Formularium Nasional.

Daftar alat kesehatan dan BMHP dirilis oleh pemerintah


melalui Kompedikum Alat Kesehatan. Daftar tersebut terlampir pada
Kepmenkes Nomor 118/MENKES/SK/IV/2014 tentang Kompedikum
Alat Kesehatan. Lampiran ini memuat daftar alat kesehatan dan
BMHP yang terdiri atas:
a. alat kesehatan elektromedik
b. alat kesehatan non-elektromedik, dan
c. produk diagnostik in vitro.
Mahasiswa diharapkan membaca dan mencermati daftar obat
dan alat kesehatan serta BMHP tersebut di atas untuk dapat mengikuti
Praktikum Ilmu Resep dengan baik. Mahasiswa dapat menemukan
bahwa tidak semua sediaan farmasi maupun alat kesehatan dan BMHP
yang tersedia di luar Indonesia, tercantum dalam daftar obat dan alat
kesehatan yang dirilis oleh Kementrian Kesehatan RI.

B. Pengkajian Resep
Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016 tentang
Standar Praktik Kefarmasian di Apotek menyebutkan bahwa kegiatan
pengkajian resep meliputi kajian administrasi, kesesuaian farmasetik
dan pertimbangan klinis.
1. Kajian administratif
a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf
c. Tanggal penulisan resep
2. Kajian kesesuaian farmasetik
a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Stabilitas
c. Kompatibilitas (ketercampuran obat)
3. Pertimbangan klinis
a. Ketepatan indikasi dan dosis obat
b. Aturan, cara dan lama penggunaan obat
c. Duplikasi dan/atau polifarmasi
d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain)
e. Kontraindikasi
f. Interaksi
Apoteker pada pelayanan apotek, Puskesmas/ klinik, dan rumah
sait harus mengonfrmasi penulis resep (dokter, dokter gigi, atau dokter
hewan) apabila menemukan ketidaksesuaian atau keraguan atas dasar
pengkajian resep.

C. Penyiapan Sediaan
1. Pembagian Serbuk
Hal yang perlu diperhatikan dalam membagi serbuk ketika
membuat pulveres atau kapsul adalah sebagai berikut:
a. Seluruh serbuk yang akan dibagi dituangkan ke dalam satu kertas
perkamen menggunakan sudip.
b. Serbuk dibagi rata berdasarkan penglihatan langsung dari kertas
yang digunakan sebelumnya ke kertas perkamen yang telah ditata.
c. Serbuk bagi atau pulveres dapat langsung dibagi dengan
menggunakan penglihatan biasa tanpa penimbangan lagi jika
zatnya bukan merupakan zat berkhasiat keras atau memiliki
jendela terapi sempit dan dapat dilakukan paling banyak untuk 20
bungkus. Apabila pembagian dilakukan untuk lebih dari 20
bungkus, serbuk harus dibagi dalam beberapa bagian sama berat
(dengan penimbangan), dan tiap bagian dibagi paling banyak
menjadi 20 bungkus.
d. Jika tidak kidal, mulailah dari kertas perkamen yang berada pada
posisi barisan atas dan paling kiri, dilanjutkan ke arah kanan, lalu
menyusul baris berikutnya dari bagian kiri ke kanan.
2. Pemilihan Cangkang Kapsul
Pemilihan ukuran kapsul dapat dilakukan dengan beberapa
metode, salah satunya menggunakan Aturan Tujuh (rule of seven),
yaitu:
a.Berat serbuk yang akan dikapsul dikonversikan menjadi x
grain (1 grain = 0,065 gram)
b. Hitung 7-x
c.Hasil Pengurangan dipasangkan dengan tabel di bawah.

Tabel 1. Hasil Pengurangan dan Pilihan Nomor kapsul


Hasil pengurangan Pilihan nomor kapsul
-3 000
-2 00
-1 atau 0 0
+1 1
+2 2
+3 3
+4 4
+5 5
Kapsul sediaan yang ditujukan untuk manusia bervariasi dari
ukuran 000 sampai dengan 5. Untuk kebutuhan veteriner/ penggunaan
pada hewan tersedia ukuran yang lebih besar.

Gambar 1. Ukuran dan Volume Kapsul

3. Penentuan Waktu Kedaluarsa/ Beyond Use Date


Beyond use date (BUD) adalah batas waktu penggunaan produk
obat setelah diracik/disiapkan atau setelah kemasan primernya
dibuka/dirusak. Kemasan primer disini berarti kemasan yang langsung
bersentuhan dengan bahan obat, seperti: botol, ampul, vial, blister, dan
seterusnya. Perbedaan mendasar antara BUD dan ED dapat dilihat
pada tabel berikut:
Perbedaan Beyond Use Date dan Expiration Date
Beyond Use Date Expiration Date
Waktu yang ditetapkan untuk Waktu yang ditentukan ketika
obat tidak layak digunakan
pabrik tidak lagi dapat
kembali setelah mengalami
peracikan, rekonstitusi, atau menjamin kekuatan maupun
kemasan dirusak/ dibuka.
keamanan suatu obat.
Ditentukan oleh pabrik pada Ditentukan oleh pabrik di bawah
kemasan obat, melalui
pengawasan pemerintah
penelusuran Apoteker di
literatur tentang obat yang
dimaksud atau mengikuti
pendekatan yang ditetapkan US.
Pharmacopeia.

Berdasarkan tipe obat: seberapa Berdasarkan pengujian terhadap


cepat obat tersebut mengalami obat pada kondisi spesifik
degradasi, dosis, jenis terkait dengan stabilitas pada
pengemas, kondisi kemasan obat, stabilitas
penyimpanan, lamanya terhadap cahaya, temperatur,
diresepkan, kerentanan untuk dan faktor – faktor lainnya.
mengalami kontaminasi.

Penentuan BUD mendahulukan informasi tertera pada obat.


Apabila tidak tersedia informasi pada kemasan obat, BUD ditetapkan
melalui literatur yang spesifik tentang stabilitas obat tersebut. Apabila
tidak tersedia keduanya, BUD ditetapkan menurut The U.S
Pharmacopeia (USP) <795> Pharmaceutical Compounding —
Nonsterile Preparations yang telah diperbarui pada Tahun 2019.

Ketentuan Beyond Use Date Berdasarkan (USP) <795> Pharmaceutical


Compounding — Nonsterile Preparations
Jenis Sediaan Beyond Use Date Keterangan
Non-preserved aqueous 14 hari Penyimpanan:
(sediaan mengandung Control cold
air, tanpa pengawet) temperature
Contoh: sirup, larutan
Preserved aqueous 35 hari
(sediaan mengandung
air, dengan pengawet)
Contoh: tetes mata
berpengawet (kemasan
botol)
Nonaqueous dosage 90 hari
forms
(sediaan tidak
mengandung air)
Contoh: salep/
ointment, suppositoria
Solid dosage forms 180 hari
(sediaan padat)
Contoh: pulvis,
pulveres
Obat – obat jenis berikut atau yang mengalami perlakuan berikut
dikeluarkan dari ketentuan ini, yaitu:
1. Radiofarmaka nonsteril
2. Obat – obat yang direkonstitusi
3. Repackaging (penggantian kemasan)
4. Tablet/ kaplet yang dibagi/ dipatahkan

4. Pembuatan Etiket
Indonesia belum memiliki aturan baku mengenai format
etiket. Peraturan mengenai etiket mengatur bahwa informasi yang
tertera pada etiket sekurang – kurangnya memuat informasi nama
pasien, cara penggunaan obat, jenis dan jumlah obat, serta penggunaan
warna yaitu warna putih untuk obat yang dalam/ oral (yang ditelan),
dan biru untuk obat luar dan suntik. Gambar etiket di bawah adalah
salah satu contoh format yang digunakan di Apotek Universitas
Gadjah Mada, merupakan hasil workshop para Apotekernya pada
tahun 2012. Apoteker dapat berkreasi dengan membuat format sendiri
dengan memenuhi kaidah yang berlaku.

Apotek Farmasetika
Jl. Sekip Utara, Yogyakarta
No: Tgl:
Pasien:
Obat:
Aturan Pakai: __x sehari__tablet/kapsul/bungkus/sendok__
Sebelum/saat/sesudah makan
Peringatan Simpan di Kadaluarsa Apoteker

Gambar 2. Contoh Format Etiket Obat Oral

Apotek Farmasetika
Sekip Utara, Yogyakarta
No: Tgl:
Pasien:
Obat:
Aturan Pakai:
Obat luar
Peringatan Simpan di Kadaluarsa Apoteker
Gambar 3. Contoh Format Etiket Obat Topikal/ Obat Luar

Format etiket di luar negeri jauh lebih variatif. Gambar di


bawah merupakan contoh format etiket yang disarankan oleh asosiasi
apoteker salah satu wilayah di Kanada. Format ini menyarankan cetak
tebal pada informasi – informasi yang harus diingat dan diperhatikan
oleh pasien seperti: aturan dan cara pakai obat dan nama obat.

Gambar… Contoh Etiket Obat di Luar Negeri

Informasi tentang cara pakai beberapa obat mungkin sangat


spesifik untuk disampaikan melalui etiket. Sebagai contoh:

1. Amoxycillin 500 mg tablet, informasi: minum hingga habis

atau harus dihabiskan. antibiotik harus dipastikan digunakan


pada dosis, frekuensi, interval waktu penggunaan, dan durasi

pemakaian yang tepat.

2. Suspensi: kocok/ gojok dahulu.

3. Risendronat: minum 30 menit sebelum sarapan, tetap tegak

(berdiri/ duduk) sekurang – kurangnya 60 menit setelah

menelan obat. Obat – obat golongan bisfosfonat dapat

menginduksi erosi esofagus sehingga pasien diminta tetap

dalam posisi tegak untuk mencegak kontak dengan esofagus.

5. Pembuatan Salinan Resep/ Copy Resep/ Apograph


Salinan resep, copy resep, atau apograph adalah hak pasien yang
dapat diberikan dalam kondisi appoteker tidak dapat melayani
sebagian obat yang tertulis, maupun jika pasien menghendaki sebagai
dokumen pribadi atau sebagai kelengkapan klaim asuransi. Salinan
resep harus disalin sesuai aslinya dan ditandai dengan pcc (pro copy
conform) dan disahkan oleh apoteker. Salinan resep memuat informasi
berikut:
a. Identitas apotek
Nama apotek, nomor Surat Ijin Apotek (SIA), alamat apotek,
nomor telepon apotek.
b. Identitas apoteker
Nama apoteker, nomor Surat Ijin Praktek Apoteker (SIPA).
c. Identitas resep
Nama dokter, nama pasien, usia pasien, tanggal penulisan resep
d. Tanggal dan nomor salinan resep.
e. Tanda det untuk resep yang obatnya telah diberikan, atau nedet
untuk resep yang obatnya belum diberikan.
f. PCC (pro copy conform)
Merupakan kalimat yang menjamin bahwa resep telah disalin
berdasarkan resep aslinya.
g. Tanda tangan dan cap apotek sebagai tanda pengesahan oleh
Apoteker.
Perubahan informasi pada salinan resep dilakukan tanpa
mengubah tulisan dari penulis resep dilakukan pada akhir informasi
setiap R/. Resep dapat mengalami perubahan misal karena
penggantian obat dari merk dagang ke merk dagang lain, maupun dari
merk dagang ke generik. Sebab lain perubahan resep antara lain
karena perubahan bentuk sediaan misal dari peresepan puyer menjadi
sirup. Kaidah dalam pemberian informasi atas perubahan resep
dijelaskan sebagai berikut:
a. Obat diambil sebagian
Contoh resep obat Phenoxymetilpenicilin 250 mg No. LX ditebus
sejumlah setengah atau 30 tablet, salinan resep dituliskan sebagai
berikut:
Resep Salinan Resep
R/ Phenoxymetilpenicilin 250 mg R/ Phenoxymetilpenicilin 250 mg
No. LX No. LX
S b d d tab I S b d d tab I
------det XXX----
Atau dapat juga ditulis:
“------det 30------“
b. Penggantian obat, dari nama dagang ke generik, atau dari nama
dagang satu ke nama dagang yang lain.
Contoh penggantian ke generik:
Resep Salinan Resep
R/ Cefspan 100 mg No. X R/ Cefspan 100 mg No. X
S b d d kap I S b d d kap I
-----det (da generik)
Atau dapat juga ditulis
-------det (da Cefixim)

Contoh penggantian ke merk dagang lain (dari merk Cefspan ke


merk Sporetik):
Resep Salinan Resep
R/ Cefspan 100 mg No. X R/ Cefspan 100 mg No. X
S b d d kap I S b d d kap I
---------det da Sporetik--

c. Penggantian bentuk sediaan, sediaan yang diserahkan beserta


aturan pakainya dituliskan sebagai catatan setelah kata det.
Sangat memungkinkan bagi Apoteker apabila menemukan pasien
lebih mudah minum sirup dibandingkan puyer yang diresepkan
dokter, menawarkan solusi untuk penggantian bentuk sediaan.
Contoh penggantian pulveres Amoxycicillin menjadi sirup
Amoxycillin.

Resep Salinan Resep


R/ Amoxycillin 200 mg R/ Amoxycillin 200 mg
Mfla pulv dtd No. X Mfla pulv dtd No. X
S tdd pulv I S tdd pulv I
------det da sirup amoxycillin generik,
S tdd 8 ml

d. Perubahan atas konfirmasi dokter.


Konfirmasi dapat dilakukan dair dokter kepada apoteker
maupun sebaliknya. Apoteker dapat menemukan hal – hal misal
dosis yang kurang tepat, perubahan aturan pakai, permintaan
perubahan merk dagang dan lain – lain. Dokter juga dapat
menambah atau mengurangi informasi misal obat yang diubah
dosisnya, menambah atau mengurangi item obat, dan lain – lain.
Salinan resep yang dibuat berdasarkan perubahan atas persetujuan
dokter maupun pasien, dibuat mengikuti informasi terakhir yang
telah disetujui.

e. Penugulangan resep/ iterasi


Pemberian tanda iter mengikuti kaidah berikut
1. Iter di atas resep
Iter yang ditulis di atas resep menandakan bahwa dokter
menghendaki seluruh resep diulang.
Contoh:

Iter 1 x

R/ Acidum Salicilicum 2%
Desoxymethason oint 5
Vaselinum album 5
Mfla oint da in pot No. I
S bdd ue
R/ Mebhydrolin 50 mg No. X
S t d d tab I

Resep tersebut dapat diulang sebanyak satu kali, sehingga


pasien berhak mendapatkan obat sebanyak dua kali resep.

2. Iter di depan superscriptio/ R/


Iter dituliskan di depan supercriptio atau R/, menandakan
bahwa penulis resep menghendaki hanya obat yang di beri
tanda iter di depan R/ yang dapat diulang.
Contoh:
Iter 2x R/ Methylprednisolon 8 mg No. XII
S1–0–0

R/ Salbutamol 4 mg No. X
S t d d tab I prn, jika sesak

Obat methylprednisolon 8 mg pada resep di atas dikehendaki


diulang sebanyak dua kali, sehingga pasien berhak
mendapatkan sebanyak tiga kali resep. Salbutamol tidak
diberi tanda iter, menandakan bahwa pasien tidak dapat
menebus kembali/ refill obat Salbutamol dengan resep
tersebut.
Salinan resep pertama atas obat tersebut dituliskan sebagai
berikut:

Salinan resep pertama Keterangan


Iter 2x R/ Methylprednisolon 8 mg No. XII ‘det orig’ = obat ditebus
S1–0–0 dengan resep asli dari
--------------------------det orig---- penulis resep

R/ Salbutamol 4 mg No. X ‘det’ = obat ditebus


S t d d tab I prn, jika sesak seluruhnya
-----------------------------det-------

Salinan resep kedua atau salinan resep yang dibuat setelah


pasien menebus obat untuk kedua kalinya dituliskan sebagai
berikut:
Salinan resep kedua Keterangan
Iter 2x R/ Methylprednisolon 8 mg No. ‘det iter 1x’ = obat telah
XII diambil dengan
S1–0–0 pengulangan sebanyak satu
---------------------det iter 1x---- kali/ dua kali pengambilan
R/ Salbutamol 4 mg No. X ‘det’ = obat ditebus
S t d d tab I prn, jika sesak seluruhnya
------------------------det-------

PANDUAN KONSELING

Di dalam konseling, terdapat lima fase yang harus dilakukan. Kelima


fase tersebut meliputi:
1. Pembukaan
2. Diskusi untuk mengetahui informasi dan mengidentifikasi
kebutuhan
3. Diskusi permasalahan riil dan potensial
4. Diskusi untuk memberikan informasi dan mengedukasi pasien
5. Penutup
1. Diskusi Pembukaan
 Perkenalan  Menjelaskan tujuan konseling

2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi kebutuhan


Pasien Baru Pasien Lama
 Mengumpulkan informasi tentang pasien  Menegaskan informasi tentang pasien
 Melaksanakan konsultasi penatalaksanaan  Menegaskan informasi penggunaan obat
pengobatan

Resep Baru Resep ulangan/ pemantauan lanjutan Rawat – mandiri


 Pengetahuan tentang  Masalah ketaatan  Gambaran dan durasi
tujuan, obat, regimen  Perincian tentang penggunaan obat gejala
obat, kondisi pasien,  Tanda efek samping  Apakah telah
dan sasaran terapi  Keefektifan terapi berkonsultasi dengan
 Masalah yang  Masalah yang mungkin muncul dokter
mungkin muncul  Terapi apa yang
sebelumnya digunakan

3. Diskusi untuk menyusun rencana asuhan dan mengatasi masalah


 Mendiskusikan masalah yang ada atau masalah yang mungkin muncul
 Membuat kesepakatan atas pilihan-pilihan
 Melaksanakan rencana
 Mendiskusikan hasil terapi dan pemantauannya

4. Diskusi untuk memberikan informasi dan edukasi


Resep baru Obat tanpa resep
 Memberikan informasi Obat yang disarankan Tidak ada obat yang
tentang kondisi dan  Memberikan informasi tentang disarankan
pengobatan kondisi dan pengobatan  Merujuk pasien ke dokter
 Ketaatan dan  Terapi di masa akan datang  Menyarankan terapi lain
pemantauan sendiri  Menentramkan hati pasien/ yang bukan obat
 Pengulangan resep dan jaminan  Memberikan informasi
pemantauan lanjutan  Pemantauan sendiri yang diperlukan
 Efek samping dan tindakan  Menentramkan hati
pencegahan yang perlu dilakukan pasien/ jaminan
 Terapi lain yang bukan obat  Tindak lanjut apoteker
 Tindak lanjut apoteker
Resep Ulangan/ Pemantauan Lanjutan
 Menerangkan kembali informasi tentang obat atau kondisi agar semakin jelas
 Merujuk pasien ke dokter bila diperlukan
 Menangani efek samping
 Menentramkan hati pasien/ jaminan

5. Diskusi Penutup
 Mengulangi poin-poin penting  Meminta tanggapan dari pasien
 Mendorong pasien untuk bertanya  Menegaskan tindak lanjut untuk pemantauan
Tabel 2. Lima Tahapan Sesi Konseling (Rantucci, 2010)

Pembukaan
Pendahuluan :
1. Menyapa
2. Memperkenalkan diri, menyebutkan nama dan menyatakan posisi
di tempat pelayanan tersebut.
3. Pasien dengan resep : menanyakan identitas pembawa resep dan
juga mem-verifikasi identitas pasien dalam resep
Rawat mandiri : bertanya tentang identitas pasien
(nama pasien/pembawa resep pasien kemudian digunakan sebagai
sapaan selama sesi konseling berlangsung)
4. Percakapan ringan untuk menghangatkan diskusi (jika
memungkinkan)

Penjelasan tujuan konseling :


1. Menjelaskan apa yang akan dilakukan, mengapa dan berapa lama
konseling kira-kira akan berlangsung
2. Menyatakan tujuan : tujuan konseling harus selalu disampaikan
untuk memberikan manfaat kepada pasien, tujuan utamanya
selalu supaya pasien mendapatkan manfaat yang sebesar-
besarnya dari penggunaan obat.
Contoh untuk rawat mandiri : “Saya membutuhkan beberapa
informasi dari bapak/ibu… sebagai dasar untuk memberikan obat
yang paling sesuai untuk kondisi bapak/ibu…”

Diskusi untuk mengetahui informasi dan mengidentifikasi


kebutuhan
Obat dengan resep dan pasien baru :
1. Bertanya tentang informasi pasien:
a. Nama (kalau sudah ditanyakan di pendahuluan, tidak perlu
ditanyakan lagi)
b. Alamat
c. Nomor telepon
d. Usia
e. Kehamilan/menyusui
f. Gejala dan tanda penyakit dan obat yang pernah digunakan
untuk mengatasi gejala tersebut
g. Obat lain yang sedang digunakan termasuk obat bebas/bebas
terbatas, obat herbal atau obat alternative yang digunakan.
h. Riwayat alergi
2. Bertanya tentang three prime questions:
a. Pengetahuan tentang tujuan pengobatan, menggali informasi
tentang apa yang sudah dijelaskan oleh dokter mengenai
tujuan pengobatan : “Apa yang telah dokter sampaikan
mengenai tujuan penggunaan obat-obat yang akan
bapak/ibu terima?”
b. Pengetahuan tentang regimen obat, untuk menggali informasi
tentang cara penggunaan obat dan mengantisipasi adanya
kesulitas penggunaan obat : “Bagaimana cara penggunaan
obat menurut apa yang telah dokter sampaikan?”
c. Pengetahuan tentang target terapi dan kemungkinan yang
dapat terjadi setelah penggunaan obat (seperti misalnya
kemungkinan terjadinya efek samping) : “Apa yang telah
dokter sampaikan mengenai harapan setelah menggunakan
obat dan juga kemungkinan yang dapat terjadi setelah
penggunaan obat?”
3. Identifikasi potensi permasalahan : bagaimana perasaan pasien
berkaitan dengan penggunaan obat.

Pasien ulangan/refill
1. Mengkonfirmasi informasi tentang pasien :
a. Nama
b. Alamat
c. Nomor telepon
d. Usia
e. Kehamilan/menyusui
f. Kondisi medis and obat yang digunakan
g. Obat lain yang sedang digunakan, termasuk obat bebas/bebas
terbatas dan obat herbal.
h. Riwayat alergi
2. Konfirmasi informasi penggunaan obat, untuk mengetahui :
a. Permasalahan kepatuhan
b. Detail penggunaan obat : bagaimana pasien menggunakan dan
apakah ada kesulitan dalam penggunaan obat
c. Kejadian efek samping atau efek yang tidak diharapkan
d. Efektivitas pengobatan.

Rawat mandiri
1. Mengevaluasi gejala penyakit :
a. Lokasi/ tempat sakit
b. Quality/ seberapa sering gejala muncul
c. Tingkat keparahan
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi
e. Waktu/ kapan mulai muncul gejala
f. Gejala lain yang berhubungan
g. Terapi sebelumnya
2. Sudahkah berkonsultasi dengan dokter?
3. Terapi apa yang sudah pernah dilakukan?
4. Riwayat medis/ penyakit yang diderita
5. Obat lain yang sedang digunakan
6. Diagnosis sebelumnya dan/ atau terapi sebelumnya dari gejala
yang dirasakan
7. Diskusi untuk mengembangkan rencana terapi dan penyelesaian
permasalahan
Diskusi permasalahan riil dan potensial
1. Penjelasan mengenai beberapa alternatif treatment (misalkan ada
beberapa alternatif pilihan obat untuk rawat mandiri) dan bersama
dengan pasien menyetujui untuk memilih salah satu dari alternatif
tersebut.
2. Implementasi rencana terapi.
3. Mendiskusikan hasil terapi dan pemantauan.

Diskusi untuk memberikan informasi dan mengedukasi


pasien
Resep baru :
1. Memberikan informasi mengenai obat:
a. Nama dan deskripsi obat
b. Tujuan penggunaan masing-masing obat
c. Bagaimana dan kapan menggunakan
d. Jangka waktu/durasi penggunaan obat
e. Efek samping dan efek obat yang tidak diinginkan
f. Perhatian, kontraindikasi dan interaksi
g. Penyimpanan
2. Memberikan informasi mengenai penyakit termasuk
makanan/minuman yang harus dihindari atau dianjurkan dan/atau
aktivitas yang harus dihindari/dianjurkan.
3. Saran untuk mematuhi pengobatan dan menyampaikan informasi
mengenai pemantauan mandiri
4. Memberikan saran terapi nonfarmakologi.
5. Menyampaikan informasi mengenai cara pengulangan resep dan
pemantauan lanjutan.
Resep ulangan
1. Menanyakan kepada pasien mengenai obat dan penyakitnya
sebagai klarifikasi.
2. Mengklarifikasi tentang informasi monitoring mandiri
3. Merujuk kepada dokter, bila diperlukan
4. Mengatasi efek samping yang terjadi, bila ada
5. Menetramkan hati pasien/mmeberikan jaminan
6. Jika tidak ada permasalahan: menguatkan atau menegaskan
kembali informasi yang sebelumnya
7. Memberikan dukungan kepada pasien.
Rawat mandiri dengan rekomendasi pengobatan
1. Memberikan informasi mengenai obat :
a. Nama
b. Tujuan penggunaan obat
c. Cara penggunaan
d. Efek samping
e. Perhatian/peringatan
f. Jangka waktu yang efektivitas pengobatan
2. Terapi selanjutnya bila gejala tersebut dirasakan kembali
3. Menentramkan hati pasien/ memberikan jaminan
4. Pemantauan mandiri
5. Pemberian saran terkait gejala
6. Pemberian saran terkait kondisi penyakit, termasuk
makanan/minuman apa yang harus dihindari/dianjurkan dan
aktivitas yang harus dihindari/dianjurkan.
7. Terapi tanpa obat
8. Rencana tindak lanjut
9. Tindak lanjut dari apoteker.
Rawat mandiri dengan tidak merekomendasikan pengobatan
1. Merujuk kepada dokter :
Enam kriteria umum pasien yang sebaiknya diberikan saran untuk
merujuk kepada dokter :
a. Usia pasien : sangat muda (<6 bulan) dan lanjut usia.
b. Asal dan keparahan gejala : nyeri dada, demem tinggi, dahak
yang berwarna, dan tinja yang berwarna hitam atau berlendir
c. Durasi gejala : jika gejala muncul secara berulang-
ulang
d. Terdapatnya penyakit lain dan sedang dalam
penggunaan obat lain
e. Kehamilan
f. Apoteker tidak yakin terhadap kondisi medis pasien.
2. Saran terapi tanpa obat
3. Memberikan informasi yang diperlukan
4. Tindak lanjut apoteker

Penutup
1. Mengulangi poin-poin penting
2. Meminta tanggapan dari pasien atau meminta pasien untuk
mengulangi
3. Mendorong pasien utnuk bertanya
4. Menegaskan tindak lanjut untuk pemantauan
5. Memberikan informasi tertulis (jika ada) atau informasi pengingat
minum obat
6. Menginformasikan kepada pasien tentang apa yang sudah
didiskusikan sudah didokumentasikan.
7. Sapaan penutup, terima kasih dan mendoakan pasien.

MONITORING/ PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)

Kegiatan PTO merupakan inisiatif apoteker untuk memastikan


bahwa seseorang mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau
dengan memaksimal efikasi dan meminimalisir efek samping atau
efek yang tidak dikehendaki. Praktikum Ilmu Resep memberikan
paparan pelatihan pembuatan rencana PTO secara sederhana.

Tahapan kegiatan PTO:

1. Penentuan parameter monitoring, misalnya pasien hipertensi


berusia < 60 tahun, dipantau dengan parameter tekanan darah
sistolik dan diastolik dengan target: <140/ 90 mmHg.
2. Mengintergrasikan dengan rencana monitoring. Rencana
monitoring dapat disusun secara komprehensif untuk memantau
efficacy dan safety dalam terapi. Efikasi berkaitan dengan
efektifitas pengobatan apakah telah dicapai dengan perubahan pola
hidup, penggunaan obat yang tepat, dan kepatuhan pasien. Aspek
safety/ keamanan terapi diantisipasi dengan memprediksi
kemungkinan – kemungkinan yang tidak dikehendaki seperti
munculnya reaksi alergi, hipersensitif, efek obat tidak adekuat,
toksisitas, ketidakpuasan terhadap terapi, progresivitas penyakit,
dan lain – lain. Efek samping harus dipantau untuk yang aktual
terjadi maupun yang potensial atau ada kemungkinan terjadi di
masa mendatang. Potensi efek samping dapat dipelajari melalui
penelusuran literatur obat.
3. Mengumpulkan data
4. Melakukan assessment/ penilaian data dan menyusun
rekomendasi.
Kegiatan PTO/ monitoring pada Praktikum Ilmu Resep dibatasi pada
kegiatan menyusun parameter yang harus dipantau untuk melihat
efektivitas pengobatan dan merekomendasikan pemantauan efek
samping potensial yang akan muncul dalam terapi.

Contoh:

Skenario:

Pasien anak, Ana, berusia 3 tahun mendapat terapi obat untuk


mengatasi gejala radang tenggorokan (faringitis). Pasien mengalami
demam dan sulit makan karena peradangan yang membuat sakit
menelan selama 3 hari sebelum mendapatkan terapi, tidak ada
kejang maupun riwayat kejang. Suhu badan diperiksa antara 38,5 –
39 derajat celcius.

Resep

R/ Amoxycillin Forte No. I


StddCI

R/ Ibuprofen mg 100
Triamcinolon mg 2
Mfla pulv dtd No. XV
S t d d pulv I

Pro: anak Ana, 3 tahun

Rencana monitoring:
Efficacy/ Efektivitas terapi:
1. Memastikan pasien dapat menerima obatnya: mampu menelan dan
patuh mengikuti saran pemakaian.
2. Infeksi dan demam: suhu badan < 37,5 derajat celcius, nafsu makan
meningkat/ peradangan penyebab nyeri menelan membaik.

Safety/ keamanan terapi:


1. Memastikan tidak ada alergi, hipersensitif obat
2. Efek samping potensial:
a. amoxicillin: ruam kulit, mual, pusing, dll
b. ibuprofen: gangguan lambung (mual, perih lambung), ruam
kulit
c. triamcinolon: risiko interaksi obat meningkatkan efek gangguan
saluran cerna dengan penggunaan kombinasi antiinflamasi
nonsteroid (ibuprofen), efek samping potensial: pandangan
kabur, nafas pendek, dan lain - lain

DOKUMENTASI

Kegiatan dokumentasi sebagai bagian dari pelayanan farmasi


klinik di Apotek, Puskesmas/ Klinik, dan Rumah Sakit meliputi:

1. Dokumentasi Pelayanan Informasi Obat (PIO)


2. Dokumentasi Konseling
3. Dokumentasi pelayanan farmasi di rumah/ home pharmacy care
4. Dokumentasi pengobatan pasien/ patient medication record (PMR)
5. Dokumentasi Pemantauan Terapi Obat (PTO)
6. Dokumentasi Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Format formulir dokumentasi terlampir pada Permenkes No. 73 Tahun


2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
PENGENALAN SEDIAAN KHUSUS

Suppositoria
Suppositoria merupakan bentuk sediaan yang mirip dengan
peluru atau torpedo dimana penggunaannya dilakukan melalui anus
dan akan meleleh pada suhu tubuh. Cara menggunakan suppositoria
yang benar adalah sebagai berikut:
1. Bersihkan tangan menggunakan sabun dan air.
2. Jika suppositoria terasa lembek, untuk mengeraskannya kembali
dapat dengan dialiri air dingin atau dimasukkan freezer beberapa
menit.
3. Buka pengemas suppositoria.
4. Jika anda diharuskan memakai setengahnya saja maka potong
bagian belakang (bagian tumpul) dengan pisau tajam dan yang
digunakan adalah bagian yang memiliki sisi depan atau lebih
lancip.
5. Anda dapat menggunakan sarung tangan/ glove tangan jika perlu.
6. Beri pelumas pada suppositoria dengan pelumas yang larut air
(contoh K-Y Jelly®) bukan dengan vaselin atau cukup dengan
membasahi lubang anus dengan air.
7. Baringkan badan anda, posisi miring menghadap salah satu sisi
dengan satu kaki lurus dan satu kaki ditekuk ke arah perut.
8. Angkat bagian pantat yang berada di sisi atas menggunakan 1
tangan.
9. Dengan tangan lainnya masukkan suppositoria ke dalam anus
dimana bagian suppositoria yang lebih lancip berada di depan.
Masukkan sedalam ½-1 inci jika pasien anak-anak dan 1 inci jika
pasien dewasa. Jika kurang dikhawatirkan suppositoria akan
keluar kembali.
10. Pegang kedua pantat agar lubang anus tertutup selama beberapa
detik.
11. Tetap pada posis tidur miring selama 5 menit agar suppositoria
tidak keluar lagi dan memberi waktu suppositoria agar meleleh.
12. Buang glove dan kemasan suppositoria serta basuhlah tangan
anda.

Langkah 1 Langkah 2
Langkah 3 Langkah 6

Langkah 7

Langkah 8 Langkah 9
Langkah 11
Sumber: ASHP, 2009a
Tetes Mata
Cara menggunakan tetes mata yang benar adalah sebagai berikut:
1. Basuh tangan anda menggunakan sabun dan air.
2. Lihat ujung penetes dan pastikan ujung penetes tidak retak dan
masih utuh.
3. Hindari kontak langsung ujung penetes dengan mata, tangan atau
benda lainnya.
4. Condongkan kepala ke belakang, tarik kelopak mata bawah
menggunakan jari telunjuk sehingga kelopak mata membentuk
kantung.
5. Pegang botol tetes menggunakan tangan yang lainnya sedekat
mungkin dengan kelopak mata tanpa menyentuhnya.
6. Tekan botol tetes secara perlahan sampai jumlah tetes cairan yang
dibutuhkan masuk ke dalam kantung kelopak bawah mata.
7. Tutup mata selama 2-3 menit dan hadapkan kepala ke bawah.
Usahakan untuk tidak mengedip.
8. Tekan pembuluh air mata secara pelan.
9. Seka cairan yang keluar dari mata dengan tisu.
10. Pasang kembali tutup botol tetes mata dengan rapat.
11. Basuh tangan anda kembali.
12. Bila pemakaian lebih dari satu macam tetes mata atau salep mata,
beri jarak minimal 5-10 menit dimana pemakaian tetes mata
didahulukan, baru kemudian salep mata.
13. Bila memakai lensa kontak, lepas dan pasang kembali sekitar 15
menit setelah pemakaian tetes mata atau salep mata

Langkah 1 Langkah 4
Langkah 5 Langkah 7

Langkah 8 Langkah 10

Sumber: ASHP, 2009b

Salep Mata
Cara menggunakan salep mata yang benar adalah sebagai
berikut:
1. Basuh tangan anda menggunakan sabun dan air.
2. Hindari kontak langsung antara ujung tube dengan mata, tangan
atau permukaan benda lainnya.
3. Condongkan kepala ke belakang, tarik kelopak mata bawah
menggunakan jari telunjuk sehingga kelopak mata membentuk
kantung.
4. Pegang tube salep dengan menggunakan tangan yang lainnya
sedekat mungkin dengan kelopak mata tanpa menyentuhnya.
Oleskan salep ke dalam kantong mata tersebut sepanjang kira-kira
1 cm.
5. Kedipkan mata secara perlahan, kemudian tutup mata selama 1-2
menit
6. Seka salep yang keluar dari mata dengan tisu.
7. Pasang kembali tutup tube dengan rapat.
8. Basuh tangan anda kembali.
9. Bila pemakaian lebih dari satu macam tetes mata atau salep mata,
beri jarak minimal 5-10 menit dimana pemakaian tetes mata
didahulukan, baru kemudian salep mata.
10. Bila memakai lensa kontak, lepas dan pasang kembali sekitar 15
menit setelah pemakaian tetes mata atau salep mata
Sumber gambar: ASHP, 2009c

Tetes Telinga
Cara menggunakan tetes telinga yang benar adalah sebagai
berikut:
1. Basuh tangan anda menggunakan sabun dan air.
2. Pastikan telinga anda bersih, bersihkan telinga anda dengan kain
lembab dan biarkan kering.
3. Hangatkan tetes telinga agar mendekati suhu tubuh dengan
memegangnya beberapa menit dengan telapak tangan anda.
4. Jika tetes telinga berupa suspensi, maka kocok dahulu selama 10
detik.
5. Lihat ujung penetes dan pastikan ujung penetes tidak retak dan
masih utuh.
6. Ambil obat menggunakan penetes sebanyak yang anda perlukan.
Biasanya pada penetes terdapat skala untuk menunjukkan obat
yang ada dalam penetes.
7. Miringkan kepala dimana telinga yang akan diberi obat berada
pada posisi atas. Tarik daun telinga kearah belakang atas (untuk
dewasa) atau kebelakang bawah (untuk anak lebih muda dari 3
tahun) agar saluran telinga terbuka.
8. Teteskan obat pada telinga sebanyak dosis pemakaian tanpa ujung
penetes menyentuh telinga. Tekan dengan lembut daun telinga
kecil agar tetesan obat masuk ke saluran telinga.
9. Pertahankan posisi kepala anda beberapa 2-3 menit atau masukkan
kapas ke telinga anda, sesuai dengan petunjuk dokter atau
apoteker anda.
10. Pasang kembali penetes pada obat tetes dengan rapat.
11. Basuh tangan anda kembali.

Lankah 1 Langkah 3

Langkah 7
Langkah 8

Langkah 9 Langkah 11

Sumber gambar: ASHP, 2009d


II. Pelayanan Resep Veteriner
Lingkup pelayanan kefarmasian meliputi pengobatan hewan
atau yang biasa disebut farmasi veteriner. Pengobatan pada hewan
harus dibekali ilmu tentang fisiologi hewan yang tentu berbeda dari
manusia, oleh karenanya penghantaran obat di dalamnya pun berbeda,
zat – zat aktif yang efektif pun berbeda. Selain karakterisitik fisiologi
hewan dan obat, jenis hewan sebagai penghasil atau bukan penghasil
pangan (food – nonfood producing animal) juga perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan obat.
Undang-Undang Penggunaan Obat Hewan – Animal
Medicinal Drug Use Clarification Act (AMDUCA), bagian dari
AMDUCA pada kongres 1994 menetapkan penggunaan ekstralabel
dari obat hewan atau manusia yang disetujui pada hewan menjadi
terkodifikasi dan diatur oleh FDA. Dokter hewan dapat menggunakan
obat-obatan dengan cara ekstralabel dalam praktik rutin mereka ketika
kesehatan hewan terancam atau kematian dapat terjadi akibat
kegagalan perawatan. Di bawah peraturan AMDUCA, penggunaan
ekstralabel berarti penggunaan obat yang sebenarnya atau
dimaksudkan, oleh atau atas perintah dokter hewan, dengan cara yang
tidak sesuai dengan label yang disetujui. Setiap penyimpangan dari
label, oleh dokter hewan atau orang awam adalah penggunaan ilegal,
kecuali jika penggunaan memenuhi semua persyaratan aturan
penggunaan obat ektralabel FDA.
Extra label hanya digunakan apabila tidak ada obat hewan yang legal
digunakan untuk pengobatan sepesifik pada zat aktif, dosis, sediaan
dan konsentrasi yang dibutuhkan.

Golongan obat extra label yang dilarang digunakan pada food –


producing animal termasuk kuda antara lain:

a. Fluoroquinolon
b. Chloramphenicol
c. Phenylbutazon
d. Nitrofurazon
e. Cephalosporin (tidak termasuk cephapirin)
f. Diethylstilbestrol
g. Dimetridazol
h. Ipronidazol dan nitroimidazxol lainnya
i. Furaxolidone
j. Glicopeptide

Golongan obat yang tidak diijinkan untuk penggunaan pada spesies


tertentu sebagai berikut:
a. Golongan obat yang tidak diijinkan untuk penggunaan pada
sapi perah: sulfunamida, kecuali yang diijinkan yaitu
sulfadimethoxine, sulfabromethazine, dan
sulfaethoxypyridazin.
b. Golongan obat yang tidak diijinkan untuk hewan betina
penghasil susu berumur 20 bulan atau lebih : phenylbutazon
c. Golongan obat yang tidak diijinkan untuk ayam, kalkun, dan
bebek: adamantane, neuraminidase inhibitor

Bentuk sediaan obat untuk hewan


Bentuk sediaan yang digunakan pada hewan sama halnya
dengan pada manusia, terbagi menjadi sediaan untuk pemakaian dalam
tubuh maupun luar tubuh. Ketersediaan obat hewan lebih terbatas
dibandingkan manusia, sehingga pemilihan obat dapat
mempertimbangkan:
a. Sediaan yang diformulasi khusus untuk spesies yang dituju
b. Menggunakan obat manusia
c. Menggunakan obat yang diformulasi untuk spesies lainnya,
misal obat anjing untuk digunakan pada kucing.

A. Tablet dan bolus


Sediaan tablet kompresi jarang digunakan pada hewan karena
administrasi sediaan ini terganggu oleh sifat hewan itu sendiri.
Pemberian oral cukup berisiko dalam administrasinya, tidak memiliki
kepastian apakah hewan akan menelannya karena beberapa hewan
memiliki kebiasaan menguyah kemudian mengeluarkannya kembali.
Contoh obat yang diadminitrasikan dalam bentuk tablet atau bolus
untuk hewan:
a. Petazole – 300
b. LEAV – Fin
c. Petazole – 1500
d. Lamisol – 300

Sediaan bolus yaitu sediaan obat dengan ukuran besar dan


mengandung dosis besar pula. Memiliki berat 3 – 16 gram atau lebih,
bolus berbentuk kapsul silindris. Administrasi bolus dibantu dengan
alat yang disebut Balling Gun. Balling gun terdiri dari suatu barrel dan
penekan yang dapat menahan satu atau lebih bolus. Pemakaian Balling
Gun dengan cara memasukkan tabung yang terdapat pada Balling Gun
untuk dimasukkan ke dalam mulur hewan hingga ke bawah belakang
lidah. Ketika penekan ditekan, bolus terlepas dan hewan akan refleks
menelan bolus yang dilepaskan.
Penggunaan bolus lazim pada hewan ruminansia seperti sapi
dan domba. Bolus didesain untuk long acting dan mampu
mempertahankan efek dalam hitungan hari, bahkan minggu. Sediaan
bolus dapat bertahan pada ruminoreticular yang merupakan bagian
dari saluran cerna ruminansia. Sifat long acting didapatkan dengan
mengatur kepadatan dengan penambahan besi (iron), clay, sodium
sulfat dihidrat, serta dikalsium sulfat dalam formulasi

B. Kapsul
Sediaan kapsul banyak diberikan pada hewan peliharaan (pets)
seperti kucing dan anjing baik berupa obat maupun multivitamin dan
suplemen. Ukuran kapsul gelatin manusia dapat diterima hewan jenis
ini. Bila dibutuhkan kapsul gelatin untuk hewan juga tersedia ukuran
13 (2 – 3 gram) hingga 17 (14 – 24 gram). Beberapa kapsul juga
dirancing dengan memberikan perasa daging pada cangkangnya untuk
memperbaiki palatabilitas (berfungsi sebagai corigen saporis). Rasa
daging akan memperbaiki minat anjing dan kucing untuk menelannya.

C. Sediaan parenteral
Administrasi sediaan parenteral melalui rute injeksi, sediaan
yang tersedia antara lain larutan, suspensi, emulsi, dan serbuk kering
yang direkonstitusi, infus intra – mammary untuk digunakan
contohnya pada sapi yang menyusui maupun nonmenyusui,
intravagina, dan implan. Sediaan intravaginal berbentuk spon
polyurethane yang memgandung progestine sintetik berupa silicon
untuk menstimulasi hormon progesteron alami. Sediaan implan berupa
tablet kempa atau matriks terdispersi pada suatu polimer tak
terdegradasi.

D. Sediaan Topikal
Sediaan topikal berbentuk padat (serbuk kering), semisolid
(gel, krim, pasta, dan salep) dan cairan (larutan, suspensi, dan
suspensi). Sediaan topical tidak hanya diformulasi untuk pengobatan
penyakit luar, tetapi juga penyakit dalam. Salah satu penyakit yang
banyak diobati dengan sediaan topikal adalah infeksi akibat parasite
internal maupun eksternal. Cara pengaplikasian sediaan topikal perlu
dipelajari sebagai berikut:

1. Pour on / Spot on Application


Merupakan produk cair yang memiliki aktivitas sistemik,
diaplikasikan pada bagian punggung hewan. Produk ini membantu
beberapa jenis hewan menghindari parasit pengisap darah hewan
maupun obat – obat anthelmintic (obat cacing).
2. Dust bag
Pengobatan dilakukan dengan alat ini memanfaatkan gerakan
hewan saat menggesekkan tubuh pada kantong obat saat berjalan di
samping atau di bawah dust bag. Bagian dalam dust bag terdapat
poros yang berisi formulasi obat. Formulasi obat yang terdapat
didalam poros (lubang) dust bag terlindungi oleh suatu kain atau
membran bagian luar yang bersifat tahan air (waterproof).

3. Dips
Dips digunakan untuk mengontrol ektoparasit yang menyerang hewan.
Dipping merupakan suatu metode intensif yang ilakukan untuk
menjaga atau mengontrol ektoparasit pada hewan. Suatu formulasi dip
yaitu bahan obat terdilusi pada suatu kolam mandi
(bath) tempat dimana hewan akan berada didalamnya. Suatu dip
haruslah berukuran besar, lebar, dan kedalamannya cukup untuk
merendam hewan agar obat tersebar secara merata pada seluruh bagian
tubuh hewan. Bahan obat haruslah bersifat nontoksik terhadap hewan
namun toksik terhadap ektoparasit.

4. Flea and Tick Collar


Terdapat dua tipe Flea and Tick Collars yaitu Vapourus dan
Powder Producing Collars. Vaporous collar berisi campuran cairan
pestisida yang memerlukan tekanan untuk pengeluarannya melalui
collar. Pestisida secara perlahan akandirilis atau dikeluarkan ke udara
sekitar hewan sehingga membunuh pest yang berada pada hewan
tersebut. The powder producing collar merupakan suatu bubuk yang
megandung cairan padat obat didalam resin. Singkatnya, setelah collar
diproses, maka partikel akan bermigrasi dari dalam resin dan
membentuk suatu partikel berlapis yang disebut bloom.

Peracikan obat hewan

Dosis obat hewan

Dosis pada hewan berbeda dengan manusia. Frekuensi


pemberian obat juga berbeda antara keduanya. Umumnya dosis
diberikan berdasarkan berat badan atau luang permukaan tubuh.
Sebagai contoh pada sapi dan kuda, dosis dinyatakan dalam milligram
atau gram tablet/ lb (Kg BB). Obat sulfonamida diberikan dengan
dosis 15 mg/ 150 lb artinya bila berat sapi adalah 750 lb, dibutuhkan
sebanyak 75 mg sulfonamida.

Hal – hal yang harus diperhatikan dalam peracikan obat hewan adalah
sebagai berikut:

a. Peracikan harus dilakukan oleh atau di bawah perintah dokter


hewan
b. Obat campuran tidak boleh digunakan untuk tujuan produksi
c. Obat manusia tidak dapat digunakan pada hewan penghasil
makanan jika terdapat obat hewan legal yang dapat digunakan
Obat campuran harus dibuat dari obat yang disetujui FDA
DAFTAR PUSTAKA

Allen LV. Beyond-use dates and stability indicating assay methods in


pharmaceutical compounding. Secundum Artem. 2009;15(3):1-
6.
Anief, M., 2000, Ilmu Meracik Obat-Teori dan Praktik, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
ASHP, 2009a, How to Use Rectal Suppositories Properly,
http://www.safemedication.com/safemed/MedicationTipsTools/
HowtoAdminister/HowtoUseRectalSuppositoriesProperly,
diakses tanggal 14 Juli 2013.
ASHP, 2009b, How to Use Eye Drops Properly,
http://www.safemedication.com/safemed/MedicationTipsTools/
HowtoAdminister/HowtoUseEyeDropsProperly, diakses
tanggal 14 Juli 2013.
ASHP, 2009c, How to Use Eye Ointments and Gels Properly,
http://www.safemedication.com/safemed/MedicationTipsTools/
HowtoAdminister/HowtoUseEyeOintmentsandGelsProperly,
diakses tanggal 14 Juli 2013.
ASHP, 2009d, How to Use Ear Drops Properly,
http://www.safemedication.com/safemed/MedicationTipsTools/
HowtoAdminister/HowtoUseEarDropsProperly, diakses tanggal
14 Juli 2013.
AVMA, 2020, Guidelines for Veterinary Prescription Drugs.
https://www.avma.org/policies/guidelines-veterinary-
prescription-drugs, diakses tanggal 9 Maret 2020.
Beardsley, R.S., Kimberlin, C.L., Tindall, W.N., 2007,
Communication Skills in Pharmacy Practice, 5th Ed., Lippincott
Williams & Wilkins, Baltimore.
Rantucci, M.J., 2007, Pharmacist Talking with Patients, A Guide to
Patient Counseling, 2nd Ed, Williams & Winkins, Baltimore,
Maryland.
Rickles, N.M., Wertheimer, A.I., Smith, M.C., 2010, Social and
Behavioral Aspects of Pharmaceutical Care, 2nd Ed., Jones &
Bartlett Publishers, MA.
United States Pharmacopeia 29. Chapter 795: Pharmaceutical
compounding – nonsterile preparations [Internet], disitasi 21
November 2012 dari http://www.pharmacopeia.cn/
v29240/usp29nf24s0_c795.html.
World Health Organization. Stability criteria and beyond-use dating
[Internet]. 2002, disitasi 21 November 2012 dari http://
apps.who.int/medicinedocs/documents/ s19638en/s19638en.pdf.
Lampiran 1. Lembar kerja Skrining Resep

SKRINING ADMINISTRATIF
Informasi Pasien
1. Nama pasien Ada Tidak,
tindakan: ___
2. Umur pasien Ada Tidak,
tindakan: ___
3. Jenis kelamin Ada Tidak,
tindakan: ___
4. Berat badan Ada Tidak,
tindakan: ___
Informasi Dokter
5. Nama dokter Ada Tidak,
tindakan: ___
6. SIP Ada Tidak,
tindakan: ___
7. Alamat Ada Tidak,
tindakan: ___
8. No Tlp Ada Tidak,
tindakan: ___
9. Paraf Ada Tidak,
tindakan: ___
10. Tgl Penulisan Ada Tidak,
tindakan: ___

Keputusan Profesional Lolos Tolak

SKRINING FARMASETIS
1. Bentuk Sediaan Sesuai Tidak,
tindakan: ___
2. Kekuatan Sediaan Sesuai Tidak,
tindakan: ___
3. Stabilitas Sesuai Tidak,
tindakan: ___
4. Kompatibilitas Sesuai Tidak,
tindakan: ___

SKRINING KLINIK
1. Ketepatan Pemilihan Obat
Indikasi Kontraindikasi Alergi

Pasien Membutuhkan Pasien Kontraindikasi Pasien Alergi thd


Nama Obat
Obat? thd Obat? Obat?

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

2. Interaksi
Interaksi Obat Signifikansi Efek Pengatasan

3. Ketepatan Dosis, Aturan, Cara,


dan Durasi Pemakaian Obat
Dosis dalam Dosis Lazim
Keputusan Profesional
Resep (Literatur)
Nama
Obat
Sesuai Diubah
Sekali Sehari Sekali Sehari
Resep Menjadi

Anda mungkin juga menyukai