Anda di halaman 1dari 3

Nama : Diah Anggraini

NPM : 2006502983
UAS Teori Ilmu Politik

Bangsa-Bangsa sekarang hidup dalam satu entitas internasional. Berkaitan dengan


hal tersebut, analisislah teori globalisasi kaitannya dengan kedaulatan bangsa
dan supra nasionalisme?

Dalam perkembanganya globalisasi menjadi tantangan dalam


mempertahankan kedaulatan sebuah negara. Bila ditelaah dari sejarah munculnya
konsep kedaulatan tidak dapat dipisahkan dengan konsep nation state. Kedua
istilah ini muncul pada abad pertengahan di Eropa Barat. Kedaulatan politik
menekankan pada pembagian kekuasaan yang erat kaitanya dengan mentaati dan
monopoli kekuasaan yang memaksa. Nation state sendiri dapat dipahami sebagai
sekelompok orang yang tinggal di tempat yang sama dan menggalami sejarah
yang sama.

Pembahasan mengenai bangsa muncul sekitar abad ke-18 dan 19, isu
nasionalisme pun turut dikembangkan pada masa tersebut. Bentuk nasionalisme
merupakan hadir atas prinsip buaya yang tidak terlepas dari kehidupan
masyarakat, selain itu pada negara-negara yang pernah dijajah, nasionalisme hadir
sebagai bentuk anti kolonialisme dengan batas-batas geografis seperti pada masa
penjajahan berlangsung.

Kehadiran demokrasi pada abad ke 19 yang membawa nilai-nilai


kebebasan, toleran dan demokratis diharapkan dapat memunculkan kedamaian.
Dengan munculnya pemahaman atas negara adalah satu entitas yang dapat
mewujudkan perdamaian. Konsep world state merupakan ideologi yang
menyatakan bahwa semua suku bangsa manusia merupakan satu komunitas
tunggal dengan moral yang sama. Hadirnya world state diharapkan dapat
mendorong kedamain internasional.

Perdaganag bebas pun dilakukan untuk mencapai kesejahteraan antar


negara. Namun, perdagang bebas nyatanya hanya diisi oleh aktor-aktor yang
memiliki kapita yang besar. Aktor-aktor tersebut diisi oleh negara-negara dunia
pertama. Menjadikan negara-negara dunia ketiga bergantung secara penuh secara
ekonomi dengan negara dunia pertama. Dependensi tersebut juga memperngaruhi
kebijakan dalam negara dunia ketiga dan iklim perpolitikannya.

Dalam perkembangan abad ke 21 perdagangan bebas memdorong


terjadinya supra nasionalisme. Supra nasionalisme adalah dalam wilayah
internasional negara akan terdiri dari beberapa negara dengan tetap
memberlakukan batas negara secara geografis. Integrasi dalam bidang ekonomi
seperti yang dilakukan oleh negara-negara Eropa dalam EU ataupun NATO,
OPEC dan world bank. Supra nasionalisme modern mendorong terjadiya
globalisasi.

Globalisasi dapat dipahami sebagai proses integrasi kehidupan masyarakat


akibat kemajuan teknologi (Stiglitz: 2006) Fenomena globalisasi bukan hal yang
baru dalam tatanan dunia. Hadirnya globalisasi memunculkan fenomena
transnasional yang tidak hanya membawa dampak positif seperti, investasi,
perdagangan internasional dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Lebih jauh dampak negative yang ditimbulkan antara lain, munculnya terrorisme
internasional, perdagangan senjata dan pandemic corona virus disease yang
melanda seluruh dunia.

Globalisasi dikatakan memiliki aspek-aspek seperti internasionalisasi,


yang menandai meningkatnya ketergantungan antar negara di dunia; liberalisasi
yang menandai pergerakan setiap negara yang membuka diri dan bersatu dalam
dunia perekonomian; universalisasi sebagai menyebarnya berbagai objek dan
pemikiran di dunia; westernisasi terutama dari Amerika; dan yang terakhir ialah
deteritorialisasi yang menghapuskan pengaruh batas-batas jarak (Scholte, 2001:14)

Di dalam era globalisasi, kehidupan manusia berjalan makin kompleks


dalam setiap sendinya, apalagi manusia memang seolah digiring menuju interaksi
yang begitu padat untuk memenuhi perihal kebutuhannnya. Untuk itu gejala pasar
bebas mungkin tak dapat dihindari lagi. Namun dalam perspektif yang jauh
berseberangan dengan apa yang sebelumnya terlihat dari para pendukungnya,
ternyata globalisasi juga memiliki para penentang. Dengan melihat krisis ekonomi
yang begitu parah melanda Asia pada akhir tahun 90an, dan melihat kesenjangan
yang semakin melebar antara mereka yang kaya dan mereka yang tak punya,
banyak kalangan intelektual yang menyatakan bahwa kita patut mempertanyakan
kembali makna globalisasi. Saat ini kekayaan 359 orang terkaya di dunia setara
dengan kekayaan 2,9 milyar orang-orang termiskin didunia (Swanvri dkk, 2011).
Ini berarti hampir 80% kekayaan dunia saat ini dikuasai oleh hanya 20%
penduduk dunia.

Beberapa pihak berpendapat bahwa globalisasi menciptakan dunia yang


terbelah antara pemenang dan pecundang, hanya sedikit yang dapat melaju dengan
cepat mencapai kemakmuran, sementara mayoritas yang lain mengalami
kehidupan yang penuh kesengsaraan dan keputusasaan (Giddens, 2001). Lebih
keras lagi, kalangan yang menentang globalisasi menyatakan bahwa globalisasi
tidak ubahnya sebagai imperialisme gaya baru, yang melalui proyek-proyek
politik imperialis-kapitalis global, dengan pemerintahan globalnya, secara terang-
terangan melakukan eksploitasi dengan dalih menegakkan pasar pada negara-
negara dunia ketiga.

Beberapa pandangan pesimistis terhadap globalisasi melihat bahwa


globalisasi sebagian besar merupakan urusan negara-negara industri utara, dimana
masyarakat berkembang di selatan hanya berperan sedikit atau tidak sama sekali.
Pandangan ini menganggap bahwa globalisasi telah menghancurkan budaya lokal,
memperluas kesenjangan dunia, dan membuat kehidupan kaum miskin semakin
buruk. Beberapa pihak berpendapat bahwa globalisasi menciptakan dunia yang
terbelah antara pemenang dan pecundang, hanya sedikit yang dapat melaju dengan
cepat mencapai kemakmuran, sementara mayoritas yang lain mengalami
kehidupan yang penuh kesengsaraan dan keputusasaan (Giddens, 2001)

Anda mungkin juga menyukai