Anda di halaman 1dari 5

Pengantar

Sejak berakhirnya perang dingin antara dua super power, Amerika dan Uni Sovyet, maka
manusia mencoba mencari bentuk keseimbangan baru dalam kehidupan ummat manusia di
dunia. Kalau pada masa perang dingin keseimbangan akan terwujud dikarenakan oleh dua
kekuatan yang diharapkan seimbang sehingga tidak terjadi suasana yang jomplang, berat
sebelah, maka sesudah berakhirnya perang dingin hanya terdapat satu super power saja yakni
Amerika Serikat; maka pertanyaannya adalah bagaimana menciptakan suatu keseimbangan
dunia yang hanya bersendi pada suatu super power saja.
Timbullah konsep globalisasi, yakni menyatunya dunia, integrasi negara bangsa dunia, bukan
terpecahnya atau terbaginya negara-bangsa di dunia. Sekat-sekat yang terjadi selama era perang
dingin, seperti blok komunis, blok kapitalis, dan non blok tidak dipandang perlu lagi, atau bila
perlu dihancurkan. Hal ini hanya mungkin apabila rintangan dan halangan berlangsunganya
kebebasan dan keterbukaan dapat dihilangkan.
Dengan memanfaatkan teknologi modern dalam bidang komunikasi seperti internet, e-mail,
facsimile dan dengan memanfaatkan benda-benda luar angkasa, batas-batas antar negara yang
menghambat terjadinya keterbukaan dan kebebasan ditembusnya. Akibatnya luar biasa, iron
curtain dan tirai bambu yang diwujudkan secara fisik dalam bentuk tembok Berlin tidak
berfungsi lagi.
Keterbukaan dan kebebasan tidak dapat dibendung lagi. Tembok Berlin sebagai lambang
ketertutupan akhirnya jebol pada sekitar tahun 90-an, melambangkan kemenangan blok kapitalis.
Mulailah manusia menapakkan kaki dengan era baru. Negara blok komunis dan negara non blok
mulai berbenah diri untuk menyesuaikan diri dengan irama globalisasi. Ada yang dengan cepat-
cepat untuk menyesuaikannya, ada pula dengan cara bertahap dan dengan penuh kewaspadaan.
Uni Sovyet segera mengadakan reformasi dengan gerakan perestroika dan glasnos-nya
Gorbachev, Deng Zhiao Ping dengan gaya pembaharuannya, sedang negara-negara Eropa Timur,
Vietnam, termasuk Indonesia mulai melakukan reformasinya menurut pandangan para elit politik
masing-masing. Ternyata pada langkah awal reformasi, ada negara yang berhasil, namun ada
negara yang menunjukkan kegagalan.
Uni Sovyet dan beberapa negara Eropa Timur seperti Cekoslovakia dan Yugoslavia, serta
beberapa negara Amerika Latin mengalami kegagalan sementara, sehingga terjadi terpecah
belahnya negara, atau terpuruknya negara baik dari sisi ekonomi maupun kehidupan politik.
Sementara itu di sisi lain seperti RRC dan Vietnam menunjukkan gejala-gejala keberhasilan.
Situasi semacam ini perlu menjadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia dalam mengadakan
reformasi.
Hakikat Globalisasi
Globalisasi yang pada awalnya merupakan suatu gerakan dalam bidang ekonomi, yakni untuk
menciptakan perdagangan bebas di dunia, akhirnya menyentuh pula bidang-bidang yang lain.
Sekurang-kurangnya dewasa ini telah menyentuh pada bidang ekonomi, politik, informasi,
kehidupan sosial, dan keamanan.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa esensi globalisasi adalah keterbukaan dan kebebasan;
yang merupakan pencerminan hak asasi individu. Dalam bidang ekonomi globalisasi akan
menampakkan wajahnya dalam bentuk perdagangan bebas atau liberalisasi perdagangan.
Dengan liberalisasi perdagangan ini arus barang, jasa dan modal akan dengan mudah menembus
batas-batas antar negara tanpa melalui prosedur yang berbelit-belit dan melelahkan. Terjadilah
kemudahan-kemudahan dalam arus atau perpindahan modal, tenaga dan hasil industri dan
pertanian. Yang akan menentukan kualitas barang, atau jasa, atau di mana modal perlu ditanam
adalah faktor pasar, faktor supply dan demand.
Akhirnya konsumer yang akan menentukan perdagangan di masa yang akan datang. Untuk dapat
merealisasikan gagasan ini perlu diciptakan instrumen-instrumen, dan lembaga-lembaga
pendukung liberalisasi perdagangan dimaksud. Lembaga-lembaga ini seperti WTO, NAFTA,
APEC, MEE, AFTA dan sebagainya, sedang instrumen yang diperlukan seperti GATT, Bogor
Declaration, Intellectual Property Rights, ISO, dan sebagainya. Dengan cara ini maka persaingan
merupakan mekanisme yang dikembangkan dalam liberalisasi perdagangan. Akibat positifnya
adalah konsumer yang akan memperoleh manfaat dan keuntungan, namun dalam bidang usaha,
siapa yang kuat yang akan menang.
Dalam bidang politik, globalisasi akan nampak dalam gerakan demokrasi dan hak asasi
manusia. Dewasa ini dunia sedang dilanda oleh gerakan demokratisasi dan hak asasi manusia.
Suatu negara-bangsa yang tidak melaksanakan demokrasi dalam sistem pemerintahannya dan
tidak menjunjung tinggi hak asasi manusia dinilai tidak beradab, dan selayaknya dikucilkan dari
kehidupan masyarakat dunia. Instrumen telah disiapkan oleh lembaga yang namanya
Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti Universal Declaration of Human Rights, Covenant on Civil
and Political Rights, Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, dan sebagainya.
Perlu dicermati bahwa implementasi kesepakatan bangsa-bangsa tersebut perlu disesuaikan
dengan adat dan budaya yang berkembang di masing-masing negara-bangsa. Namun ada pihak-
pihak tertentu yang berusaha untuk memaksakan suatu sistem demokrasi dan hak asasi manusia
yang berlaku di negaranya untuk diterapkan di negara lain. Keadaan ini pasti akan menimbulkan
gejolak, karena tidak mustahil adanya prinsip-prinsip yang berbeda yang dianut oleh suatu
negara tertentu yang tidak begitu saja tuned in dengan konsep demokrasi yang dipaksakan
dimaksud. Sehingga universalisasi dan unifikasi demokrasi dan hak asasi manusia sementara ini
pasti akan mendapatkan hambatan.
Upaya yang dilakukan oleh sementara pihak dengan menghambat bantuan kepada negara yang
dinilai tidak menerapkan demokrasi dan hak asasi manusia, dinilai suatu bentuk paksaan baru.
Gerakan demokratisasi dalam pemerintahan adalah dalam bentuk reinventing government,
menciptakan good governance, desentralisasi pemerintahan, dan sebagainya.
Dalam bidang informasi, globalisasi terwujud dalam internet dan web society, suatu jaringan
antar manusia yang bebas tidak dihambat oleh batas-batas antar negara dalam mengadakan tukar
menukar informasi. Manusia dan negara-bangsa memiliki kebebasan untuk meng-akses
informasi dari mana saja sesuai dengan keinginan dan kemampuan teknologi yang dikuasainya.
Dengan perangkat teknologi komunikasi yang sangat canggih, seseorang dapat melakukan
deteksi peristiwa-peristiwa yang terjadi di segala penjuru dunia. Terjadilah persaingan yang luar
biasa dalam mengembangkan teknologi komunikasi ini, karena siapa yang menguasai informasi,
dialah yang akan menguasai dunia.
Dalam kehidupan sosial berkembang suatu masyarakat yang disebut masyarakat madani
sebagai terjemahan civil siciety. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang menjamin
kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, suatu masyarakat yang
mandiri di luar sistem resmi kenegaraan, suatu masyarakat yang tidak termasuk dalam
suprastruktur maupun infrastruktur kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi memiliki
kekuatan untuk mengadakan kontrol terhadap jalannya penyelenggaraan negara.
Seperti yang dikatakan oleh Gellner bahwa civil society adalah masyarakat yang bersifat
otonom, yang mandiri yang mampu mengimbangi negara dan membendung kekuasaan negara.
Civil society ini menampakkan wajahnya dalam bentuk Non Governmental Organization,
Lembaga Swadaya Masyarakat.
Dalam bidang keamanan dikembangkan konsep keamanan dunia. Diciptakan musuh yang harus
dilawan yang dianggap mengganggu ketenteraman dunia. Konsep terorisme dikembangkan dan
dijadikan musuh dunia. Suatu negara yang dipandang sebagai sarang teror dipandang sah untuk
diserang beramai-ramai. Suatu organisasi yang dipandang menimbulkan ketidak tenteraman
divonis sebagai organisasi teror.
Dari uraian di atas nampak, salah-salah globalisasi akan berkembang menjadi neo-kapitalisme,
siapa yang memiliki kapital, yang memiliki kekuasaan dalam bidang materi, ilmu dan teknologi,
kekuatan fisik, maka akan menang dalam persaingan; dialah akan menjadi super power yang
akan memaksakan kehendaknya, serta mengatur dunia. Sehingga kesimbangan yang terbentuk
bukan keseimbangan berdasar kesetaraan tetapi kesimbangan dipaksa berdasar subordinasi.
Situasi semacam ini pasti dinilai kurang adil dan menimbulkan gejolak. Timbulnya terror di
antaranya adalah karena situasi yang semacam itu.
Sejarah Kelahiran Globalisasi
Globalisasi yang memiliki perjuangan terciptanya integrasi dunia telah menjadi perjuangan
ummat manusia sejak zaman purba. Upaya menyatukan dunia dimulai dengan tindakan
menyatukan dunia secara fisik, dengan jalan penaklukan wilayah untuk dijadikan jajahannya,
seperti yang dilakukan oleh Iskandar Agung, maupun Inggris dengan semboyannya “Britain
rules the wave.”
Ternyata penguasaan dunia secara fisik, dalam bentuk suatu negara dunia sampai sekarang tidak
pernah terwujud, oleh karena itu perjuangan menyatukan dunia diselenggarakan dengan cara
yang lain. Bila kita cermati bahwa semua agama pada umumnya ingin menyatukan dunia bukan
dari sisi fisik tetapi dari sisi spiritual. Agama tidak membatasi penyebarannya hanya pada suatu
wilayah yang namanya negara-bangsa, tetapi diselenggarakan menembus batas-batas antar
negara-bangsa. Penyebaran agama dilakukan di seluruh pelosok dunia, dan apabila tidak
dilandasi pengendalian diri secara prima dapat saja terjadi tabrakan-tabrakan antar agama.
Ada pula penyatuan dunia hanya sebatas angan-angan dan tidak diusahakan secara nyata
bagaimana realisasinya. Suatu contoh raja Jawa selalu dengan mempergunakan nama yang
bermakna penyatuan dunia seperti Hamengku Buwono, Paku Buwono, Mangku Negoro, Paku
Alam, dan sebagainya, yang disertai dengan semboyan : “Memayu Hayuning Bawono.”
Ada pula suatu faham yang mengarah pada terbentuknya satu ummat manusia di dunia, yang
dimulai dari pemikiran J. J. Rousseau. Pandangan ini bermula dari suatu asumsi bahwa manusia
pada hakekatnya adalah baik. Sifat buruk yang terbentuk pada manusia adalah akibat
hubungannya dengan masyarakat, dengan negara dan pemerintahan. Dengan kata lain yang
menyebabkan sifat buruk yang terjadi pada manusia adalah masyarakat, pemerintahan dan
negara.
Oleh karena itu manusia harus dikembalikan pada fitrahnya, biarkanlah manusia berkembang
berlandasan pada kemampuan dasar yang telah ada pada dirinya. Sebagai akibat lebih lanjut
maka negara dan pemerintahan tidak diperlukan. Pandangan ini biasa disebut sebagai faham
anarkisme suatu penerapan gagasan individualisme extrim. Dengan faham anarkisme ini manusia
tidak ada yang memerintah dan tidak ada yang diperintah, semua memiliki kewajiban dan hak
yang sama dalam merealisasikan hidupnya yang terbentuk dalam suatu kemitraan dan
kedamaian.
Manusia akan saling berdampingan dalam suatu kesatuan ummat manusia di dunia. Salah
seorang tokoh anarkisme adalah A. Bakunin (1814 – 1876). Nampaknya gagasan ini tetap hanya
tinggal dalam bentuk gagasan, tidak pernah terealisasi dalam kenyataan, karena asumsi dasar
yang melandasinya cukup rapuh dan masih perlu dibuktikan.
Faham komunisme juga mengarah pada menyatunya ummat manusia di dunia. Kalau yang
terjadi pada era perang dingin adalah suatu pemerintahan diktatur proletariat di Uni Sovyet, itu
adalah sekedar suatu batu loncatan untuk menuju masyarakat komunis dunia, suatu masyarakat
sejahtera, suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa hak milik pribadi, sehingga segala sarana dan
prasarana yang tersedia adalah hak milik bersama. Kemungkinan gagasan ini berasal dari
pemikiran historis materialisme Marx dan anarkisme Bakunin yang bersifat utopis, yang
nampaknya mustahil untuk direalisasikan.
Akhirnya pada akhir abad ke duapuluh berkembanglah suatu gerakan globalisasi yang bersumber
dari pemikiran liberal individualistis seperti yang telah diuraikan di depan. Dan nampaknya
gerakan globalisasi dewasa ini sedang melanda dunia, yang menyentuh sendi-sendi kehidupan
ummat manusia. Timbul bagaimana kita dapat mengantisipasi globalisasi ini dengan cara yang
baik, sehingga kepentingan nasional dapat terakomodasi sedang globalisasi dapat terealisasi.
Nasionalisme
Bangsa Indonesia berfaham nasionalisme, yakni bahwa the supreme secular loyalty rakyat
ditujukan kepada negara-bangsa. Rakyat dituntut untuk mencintai negara-bangsanya, dan bila
diperlukan siap berkorban demi negara-bangsanya. Hal ini tercermin dalam Pembukaan UUD
1945. Berikut disampaikan beberapa ketentuan yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945
dimaksud yang menggambarkan bahwa bangsa Indonesia menganut faham nasionalisme.
Dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat beberapa kalimat atau frase yang menggambarkan
kedudukan bangsa dalam kehidupan bernegara.

 Pada alinea pertama disebut bahwa “kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.
 Pada alinea ketiga disebut: “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka
rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
 Pada alinea keempat terdapat: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, . . .”
Dari rumusan yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut nampak dengan jelas bahwa
yang ingin direalisasikan dengan kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia, yang ingin diwujudkan diantaranya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
menjadi perhatian dalam hidup bernegara adalah segenap bangsa Indonesia. Dengan demikian
nampak dengan jelas bahwa dalam hidup menegara bagi bangsa Indonesia yang diutamakan
adalah kepentingan negara-bangsa. Hal ini diperkuat dengan dasar negara, khususnya sila ketiga,
yang harus melandasi segala kegiatan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Timbul suatu pertanyaan bagaimana sikap bangsa Indonesia dalam mengantisipasi globalisasi,
yang merupakan gerakan menghilangkan batas-batas antar negara. Kami beranggapan bahwa
globalisasi akan berhasil apabila masing-masing negara-bangsa cukup kuat, memiliki
kemandirian, sehingga mampu berpartisipasi secara pantas dalam kehidupan globalisasi.
Bila suatu negara-bangsa dalam kondisi lemah baik dalam bidang ekonomi, sosial politik,
informasi maupun keamanan, maka yang terjadi adalah sekedar suatu keseimbangan semu, yang
tidak akan menciptakan kedamaian yang sesungguhnya. Yang akan terjadi justru merupakan
bentuk penjajahan baru. Oleh karena itu senang maupun tidak senang justru faham kebangsaan
ini harus diperkuat dibarengi dengan mempersiapkan sarana dan prasarana termasuk sumber
daya manusia dalam mengantisipasi globalisasi. Hanya dengan cara ini maka negara-bangsa
Indonesia akan diperhitungkan bangsa-bangsa lain dalam memasuki globalisasi.
Tribalisasi
Tribalisasi adalah suatu tindakan yang berlawanan dengan globalisasi. Kalau globalisasi
mengarah terbentuknya dunia yang satu dalam aspek-aspek tertentu, maka tribalisasi justru suatu
gerakan pembentukan kelompok, sempalan dari suatu negara-bangsa, didasarkan atas naluri
primordial. Ada yang beranggapan bahwa daya ikat anggota dalam suatu tribe atau kelompok
yang didasarkan pada suku atau keluarga akan lebih kokoh dibandingkan daya ikat warga suatu
negara-bangsa. Karena ikatan anggota suatu tribe adalah alami, sedang ikatan warga negara-
bangsa bersifat artifisial. Oleh karena itu persatuan yang didasarkan pada tribe akan lebih kokoh
dalam menghadapi gerakan globalisasi.
Situasi yang semacam ini menggejala di negara-bangsa ini. Daerah-daerah mulai menunjukkan
identitasnya sendiri-sendiri, membentuk kelompok-kelompok yang mengarah pada disintegrasi
atau perpecahan. Tindakan yang semacam ini adalah laksana burung unta yang berusaha untuk
menyelamatkan diri dari bahaya, tidak untuk mencari penyelesaian yang riil tetapi justru
menyembunyikan kepala di ketiak bawah sayapnya, beranggapan bahwa bila musuh itu tidak
nampak maka amanlah dirinya. Oleh karena itu gerakan tribalisasi ini perlu diwaspadai.
Dari kesimpulan uraian tersebut di atas bahwa cara yang paling tepat untuk mengantisipasi
globalisasi adalah dengan memperkokoh wawasan kebangsaan disertai menghadapinya segala
permasalahan yang timbul akibat globalisasi secara riil. Marilah kita hadapi gerakan globalisasi
ini dengan tetap berpegang pada jati diri bangsa sendiri, Semoga berhasil.
Dipublikasikan di Harian Pelita, 23 dan 30 Desember 2002.
Share

Anda mungkin juga menyukai