Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

AL-IHSAN

Hari Muhamad (10121484)

Raden Muhamad Raka Boedianto (10121004)

Yusuf Nurdiansyah (10121003)

UNIVERSITAS TEKNOLOGI DIGITAL

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan pada kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun
untuk memenuhi Tugas Pendidikan Agama Islam. Selain itu makalah ini dibuat bertujuan
untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta‟ala.

Makalah yang penyusun buat berisikan materi tentang “Meraih Kasih Allah dengan
Ihsan”. Dalam makalah ini akan dibahas pengertian Ihsan, wujud atau aspek dalam Ihsan,
serta hikmah dan manfaat Ihsan.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik


pada teknis penulisan maupun materi yang jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Demikianlah sebagai pengantar kata dengan harapan semoga makalah ini dapat
diterima dan bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat umum. Amin.

Bandung, Januari 2023.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................... 1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Ihsan………………………………………………………3
2.2 Landasan Syar’i Ihsan...................................................................................................3

2.3 Tiga Aspek Pokok Dalam Ihsan ...................................................................................4

2.4 Cara menjadi Seorang yang Ihsan ...............................................................................14

2.5 Pengertian dan Penjelasan Al-Ihsan Menurut Buku-Buku. ............................................. 14

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................................................ 16

B. LAMPIRAN ................................................................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh
hamba Allah Subhanahu Wa Ta‟ala. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang
mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu
mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki
posisi terhormat di mata Allah Subhanahu Wa Ta‟ala. Rasulullah Salallahu „Alaihi
Wasallam pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya
mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.

Latar belakang terbuatnya makalah ini karena banyaknya seorang muslim yang
memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, yang seharusnya dipandang
sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun
di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan
oleh Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassallam.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan Penulisan dari makalah Al-Ihsan ini adalah untuk memenuhi tugas Evaluasi
Akhir Semester 3 (EAS 3) Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam 3.

1.3 Rumusan Masalah


• Apa yang dimaksud dengan Ihsan terhadap Allah?
• Apa yang dimaksud dengan Ihsan?
• Berapa banyak ayat tentang ihsan dan implementasinya?
• Apa perbedaan iman dan Ihsan?

1
BAB II

PEMBAHASAN

Al-Ihsan, Berbuat Yang Terbaik

Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh
hambah Allah SWT. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-
Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan
kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah SWT.
Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-
ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang
mulia.
Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak
yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar
dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam,
dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya yang shahih.
Hadist ini menceritakan saat Raulullah saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril—yang
menyamar sebagai seorang manusia—mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah Jibril pergi,
Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya :

‫رواه م س‬

“Inilah Jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau
menyebut ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah SWT memerintahkan untuk
berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-Qur`an.

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)

“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….”(an-Nahl: 90)

2
2.1 Pengertian Ihsan

Ihsan berasal dari kata yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk
masdarnya adalah , yang artinya kebaikan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an
mengenai hal ini. Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…”
(al-Isra‟: 7)
“…Dan berbuat baiklah (kepada oraang lain) seperti halnya Allah berbuat baik
terhadapmu….” (al-Qashash:77)
Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud
dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah SWT.

2.2 Landasan Syar’i Ihsan.

a. Al-Qur`an
Dalam Al-Qur`an, terdapat seratus enam puluh enam ayat yang berbicara tentang
ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan
agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-
Qur`an. Berikut ini beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini.
“Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat
baik.” (al-Baqarah:195)
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan” (an-Nahl: 90)
“serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia” (al-Baqarah: 83)
“Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan para hamba
sahayamu” (an-Nisaa`: 36)
b. As-Sunnah.
Rasulullah saw. pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia
merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara hadist-hadist
mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami
agama ini. Rasulullah saw. menerangkan mengenai ihsan—ketika ia menjawab pertanyaan
Malaikat Jibril tentang ihsan dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan
mengatakan :
‫اه‬ ‫ا‬ ‫اه‬ .
“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

3
Di kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda:
‫ا‬ ‫س ا‬ ‫وا ا‬ ‫س ا‬ ‫ا‬ ‫س‬ ‫ا‬
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika kamu
membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan
baik…” (HR. Muslim)

2.3 Tiga Aspek Pokok Dalam Ihsan

A. Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis
ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu
menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat
ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia
dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh
bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan
diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa
memantaunya, karena dengan ini lah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan
baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah
maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi, “Hendaklah kamu menyembah Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas.
Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga
jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan
isteri, meniatkan setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi.
Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti
itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.

Tingkatan Ibadah dan Derajatnya.


Berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah, maka ibadah mempunyai tiga
tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya masing-masing seorang hamba tidak dapat
mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba untuk meraihnya. Pada setiap derajat, ada
tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, ia
menempati jannatul firdaus, derajat tertinggi di dalam surga. Kelak, para penghuni surga
tingkat bawah akan saling memandang dengan penghuni surga tingkat tertinggi, laksana

4
penduduk bumi memandang bintang-bintang di langit yang menandakan jauhnya jarak
antara mereka.
Adapun tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :
1.Tingkat at-Takwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajat yang berbeda-beda.
2. Tingkat al-Bir, yaitu tingkatan menengah dengan derajat yang berbeda-beda.
3.Tingkat al-Ihsan, yaitu tingkatan tertinggi dengan derajat yang berbeda-beda pula.
Pertama,Tingkat Takwa.
Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang masuk
katagori al-Muttaqun, sesuai dengan derajat ketaqwaan masing-masing.
Takwa akan menjadi sempurna dengan menunaikan seluruh perintah Allah dan meninggalkan
seluruh larangan-Nya. Hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah Allah dapat
mengakibatkan sangsi dan melakukan salah satu larangannya adalah dosa. Dengan demikian,
puncak takwa adalah melakukan seluruh perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-
Nya.
Namun, ada satu hal yang harus kita fahami dengan baik, yaitu bahwa Allah SWT
Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya yang memiliki berbagai kelemahan, yang
dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu, Allah membuat
satu cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara tobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut,
Allah SWT akan mengampuni hamba-Nya yang berdosa karena kelalaiannya dari
menunaikan hak-hak takwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik pada peringkat puncak
takwa, boleh jadi ia akan naik pada peringkat bir atau ihsan.
Peringkat ini disebut martabat takwa, karena amalan-amalan yang ada pada derajat ini
membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat yang paling
rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana seseorang menjaga dirinya dari kekalnya
dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar yang diterima oleh Allah SWT.

Kedua, Tingkat al-Bir


Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategori al-Abrar. Hal ini sesuai
dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta
segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT. hal ini dilakukan setelah mereka
menunaikan segala yang wajib, atau yang ada pada peringkat sebelumnya, yaitu peringkat
takwa.
Peringkat ini disebut martabat al-Bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan pada
hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuatu sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada

5
Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang diharamkan-Nya.
Amalan-amalan ini tidak diwajibkan Allah kepada hamba-hamba-Nya, tetapi perintah itu
bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.
Akan tetapi, mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam
kelompok al-bir, kecuali telah menunaikan peringkat yang pertama, yaitu peringkat takwa.
Karena, melakukan hal pertama merupakan syarat mutlak untuk naik pada peringkat
selanjutnya.
Dengan demikian, barangsiapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang dia
tidak mengimani unsur-unsur qaidah iman dalam Islam, serta tidak terhidar dari siksaan
neraka, maka ia tidak dapat masuk dalam peringkat ini (al-bir). Mengenai hal ini, Allah SWT
berfirman dalam kitab-Nya.
“Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaikan
itu adalah takwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah
kepada Allah agar kalian beruntung.” (al-Baqarah: 189)
”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman,
yaitu: Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami
ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesahan-kesalahan kami
dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Ali „Imran: 193)

Ketiga, Tingkatan Ihsan


Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun.
Mereka adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua (peringkat
takwa dan al-bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna—seperti yang telah kita
sebutkan sebelumnya, maka kita akan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa ihsan memiliki
dua sisi: Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keikhlasan
dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara (metode). Kedua, ihsan adalah
senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekatkan diri kepada
Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya.
Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui amalan-
amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta dilakukan atas dasar
mencari ridha Allah.

B. Muamalah
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah SWT pada surah an Nisaa‟ ayat 36,

6
yang berbunyi sebagai berikut : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-
Nya dengan sesuatu pun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu…”
Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada
Allah dengan sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya,
maka Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa saja yang
masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan
tersebut:

1. Ihsan kepada kedua orang tua.


Allah SWT menjelaskan hal ini dalam kitab-Nya.
“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya berumr lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik aku diwaktu kecil.” (al-
Israa‟: 23-24)
Ayat di atas mengatakan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak adalah sejajar dengan
ibadah kepada Allah.
Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw. Bersabda :
‫ا ا‬ ‫و‬ ‫ا ا‬ ‫ر‬ ‫ر‬
“Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada
kemurkaan orang tua.”

Dalil di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima, jika
tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak memiliki
kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan, keimanan, dan keislaman.
Dan Akhlak kepada sesama manusia yang paling utama kepada kedua orang tua, berakhlak
kepada mereka adalah dengan berbakti kepada keduanya, baik ketika hidup aupun setelah
wafatnya, sebagimana hadits Nabi :

7
‫اس‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫هر‬ ‫و‬ ‫ر‬
‫ا‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ر‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫وا‬
‫او‬ ‫رواه ا‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫م‬ )

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi‟ah As-Sa‟idy berkata : “Tatkala kami sedngan
bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salamah seraya bertanya :
“Ya Rasulallah apakah masih ada kesempatan untuk saya berbakti kepada Ibu Bapak saya
setekah keduanya wafat?” Nabi menjawab : “Ya, dengan mendoakan keduanya, memohon
ampun unyuknya, melaksanakan janjinya dan menyambung silaturrahmi dari sanak
saudarnya serta memuliakan teman-temannya
2. Ihsan kepada kerabat karib
Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan
mereka, bahkan Allah SWT menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan
silatuhrahmi dengan perusak dimuka bumi. Allah berfirman :
”Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan
memutuskan hubungan kekeluargaan.?” (Muhammad: 22)
Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan sebab
paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena
terputusnya hubungan silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman:
‫و ا‬ ‫وم‬ ‫و‬ ‫و‬ ‫م ا‬ ‫و‬ ‫ا‬
“Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan rahim yang Kuberi
nama bagian dari nama-Ku. Maka, barangsiapa yang menyambungnya, akan Ku sambungkan
pula baginya dan barangsiapa yang memutuskannya, akan Ku putuskan hubunganku
dengannya.” (HR. Turmuzdi)

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan
tali silaturahmi.” (HR. Syaikahni dan Abu Dawud)
3. Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti
ini…(seraya menunjukkan jari telunjuk jari tengahnya).”
Diriwayatkan oleh Turmuzdi, Nabi saw. Bersabda :

‫ا س‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫م و‬

8
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa—dari Kaum Muslimin—
yang memelihara anak yatim dengan memberi makan dan minumnya, maka Allah akan
memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak melakukan dosa yang tidak
terampuni.”
4. Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat
Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang
berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang berada jauh
dari rumah.
Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar
pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, ma‟had, dan sebagainya.
Mereka semua masuk ke dalam katagori tetangga. Seorang tetangga kafir mempunyai hak
sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan
sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai
tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat. Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam
sabdanya :

‫مس‬ ‫س‬ ‫س‬ ‫ه‬ ‫س‬ ‫وا‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫و‬ ‫وس‬
‫ره ا‬ ‫م‬ ‫م‬

Dari Abdullah bin Mas‟ud RA berkata, bersabda Rasulullah SAW : Demi Yang jiwaku
berada di tangan-NYA tidaklah selamat seorang hamba sampai hati dan lisannya selamat
(tidak berbuat dosa) dan tidaklah beriman (sempurna keimanannya) seorang hamba sehingga
tetangganya merasa aman dari gangguannya. (HR.Ahmad)
Pada hadits yang lain, Rasulullah bersabda :

‫و‬ ‫ره‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫م‬

“Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan
tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”(HR. ath-Thabrani)
5. Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya
Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini :

‫ا‬ ‫وا‬ ‫م‬ ‫م‬

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya.” (HR.
Jama‟ah, kecuali Nasa‟i)

9
Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya, menjaga
hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta, dan memberinya
pelayanan.

‫ا‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫و‬


‫م‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫و‬
Pada riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
saw. dan berkata, “Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus memaafkan hamba sahayaku?”
Rasulullah diam tidak menjawab. Orang itu berkata lagi, “Berapa kali ya, Rasulullah?” Rasul
menjawab, “Maafkanlah ia tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi)

‫هم‬ ‫هو‬ ‫و و‬ ‫ه‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ا‬


‫و‬ ‫هم‬
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang hamba sahaya
membuat makanan untuk salah seorang diantara kamu, kemudian ia datang membawa
makanan itu dan telah merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah kamu
mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya makan sedikit, maka
hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan.” (HR. Bukhari, Turmuzdi, dan Abi
Daud)
Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar
gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak
sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai pridainya. Jika ia
pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan, dan
diberi pakaian dari apa yang kita pakai.
Pada akhir pembahasan mnegenai bab muamalah ini, Allah SWT menutupnya firman-Nya
yang berbunyi :
”Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari
nikmat.” (al-Hajj: 38)
Ayat di atas merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa saja yang tidak berlaku
ihsan. Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa dalam dirinya ada kecongkakan dan
kesombongan, dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT.

6. Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia

‫ا او‬ ‫ا‬ ‫وا‬ ‫م‬ ‫م‬


10
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah
ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Masih riwayat dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda :

‫و‬ ‫ا‬

“Ucapan yang baik adalah sedekah.”


Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai dalam
pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran,
menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak
mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta
melukai mereka.
7. Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang
Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar,
mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak menyiksanya
jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat menyembelih,
hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta
menggunakan pisau yang tajam.
Inilah sisi-sisi ihsan yang datang dari nash Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw.
Beberapa contoh ihsan dalam hal muamalah :
Pada Perang Uhud, orang-orang Quraisy membunuh paman Rasulullah saw, yaitu
Hamzah. Mereka mencincang tubuhnya, membelah dadanya, serta memecahkan giginya,
kemudian seorang sahabat meminta Rasulullah saw. berdoa agar mereka diazab oleh Allah.
Akan tetapi, Rasulullah malah berkata :

‫م‬ ‫ا‬ ‫ا‬

“Ya Allah, ampunilah mereka, karena mereka adalah kaum yang bodoh.”

Contoh kedua, suatu hari, Umar bin Abdul Aziz berkata kepada hamba sahaya
perempuannya, “Kipasilah aku sampai aku tertidur.” Lalu, hambanya pun mengipasinya
sampai ia tertidur. Karena sangat mengantuk, sang hamba pun tertidur. Ketika Umar
bangun, beliau mengambil kipas tadi dan mengipasi hamba sahayanya. Ketika hamba sahaya
itu terbangun, maka ia pun berteriak menyaksikan tuannya melakukan hal tersebut. Umar
kemudian berkata, “Engkau adalah manusia biasa seperti diriku dan mendapatkan kebaikan

11
seperti halnya aku, maka aku pun melakukan hal ini kepadamu, sebagaimana engkau
melakukannya padaku”.

C. Akhlak
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah.
Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah
seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal
tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai
oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya,
ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap
ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.
Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang—yang diperoleh dari hasil
maksimal ibadahnya, maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya.
Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya,
keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah
saw. mengatakan dalam sebuah hadits :

‫م ر ا‬ ‫ا‬

“Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.”


Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu,
semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri
yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun profesi kita,
dimata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik
ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya. Semoga kita semua dapat mencapai hal
ini, sebelum Allah SWT mengambil ruh ini dari kita. Wallahu a‟lam bish-shawwab. (dkwt)
Kata ihsan merupakan kebalikan dari kata al isaa- ah yang berarti erbuat buruk. Ihsan
merupakan tingkah laku seseorang demi melakukan perbuatan baik dan mencegah diri dari
perbuatan dosa. Seseorang yang berlaku ihsan akan memberikan kebaikan pada hamba Allah
yang lainnya berupa, kekayaan, kepandaian, kemuliaan, ataupun tenaganya.
Melansir dari laman Islam.nu.or.id, Ibnu Katsir dalam karya tafsirnya mengatakan,
ihsan mencakup kebaikan sesuatu secara substansi baik yang berkaitan dengan akidah,
ibadah, maupun lainnya sebagaimana kebaikan seorang Muslim terhadap orang lain.
Sementara itu, Sayyid Thanthawi mengatakan, objek kata „ihsan‟ pada Surat An-Nahl ayat 90
tidak disebutkan untuk memberikan efek keumuman sasaran dan bentuk dari perbuatan ihsan

12
itu sendiri. Perbuatan baik atau ihsan dilaksanakan dalam bentuk perbuatan maupun ucapan
dan ditujukan kepada manusia, hewan, dan ciptaan lainnya.
Rasulullah bersabda mengenai ihsan, “Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? „ Beliau
menjawab, „Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim 102)
Sayyid Thanthawi mengatakan, objek kata „ihsan‟ pada Surat An-Nahl ayat 90 tidak
disebutkan untuk memberikan efek keumuman sasaran dan bentuk dari perbuatan ihsan itu
sendiri. Perbuatan baik atau ihsan dilaksanakan dalam bentuk perbuatan maupun ucapan dan
ditujukan kepada manusia, hewan, dan ciptaan lainnya.
Al-Munawi memaparkan mengenai tempat penting ihsan sebagai perwujudan
keimanan. Hal tersebut disebabkan karena agama Islam berdiri atas dasar pilar ihsan dan
kemurahan hati. Jika keduanya tidak dipraktikkan maka keberislaman seseorang tidak akan
bernilai baik.
Kaitan ihsan dan keimanan diangkat kembali oleh Rasulullah pada riwayat Ibnu
Majah dan At-Thabarani, “Orang beriman yang paling utama (paling tinggi derajatnya, kata
Al-Munawi) adalah mereka yang paling baik akhlaknya.”
Allah memerintahkan umat-Nya untuk berperilaku sesuai dengan ihsan seperti
disebutkan dalam surah Al Baqarah ayat 83 sebagai berikut.
Artinya, “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia,
laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari),
kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.”
Berikut beberapa ciri ihsan yang telah dirangkum dari laman Plus.kapanlagi.com dan
dalam buku “Mutiara Qudsi” karya Ahmad Abduh Iwadh sebagai berikut.
• Mengeluarkan infak dalam kondisi senang atau pun susah
• Menahan amarahnya ketika mereka mampu melakukannya
• Memaafkan kesalahan orang-orang yang menzalimi mereka
• Melakukan salat malam
• Orang yang berbuat ihsan akan meminta ampun pada waktu sahur.
• Selalu berusaha menaati perintah Allah SWT (sholat, puasa, zakat, sedekah, infak,
dan sebagainya) dan menjauhi larangan-Nya.
• Bersikap amanah dan jujur.

13
• Selalu berusaha untuk menjaga ibadah kepada Allah SWT dan selalu haus akan
ibadah.
• Dapat mewujudkan dan menjaga kedamaian dan keharmonisan bermasyarakat.
• Berusaha untuk memaafkan orang lain apabila dizalimi dan menjaga amarah.

2.4 Cara menjadi Seorang yang Ihsan

1. Ihsan Kepada Allah


Ihsan kepada Allah berarti beribadah dengan sebaik-baiknya. Mematuhi seluruh
perintah-Nya dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Misalnya dengan mengerjakan salat,
puasa, zakat, bekerja, membantu sesama, dan bentuk ibadah lainnya. Dalam sebuah hadis
Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”.
2. Ihsan Kepada Manusia
Ihsan kepada manusia dapat dilakukan pada siapapun. Di antaranya kepada orang tua, kerabat
karib, anak yatim/piatu/yatim piatu, fakir miskin, tetangga, dan tamu. Sebagaimana dalam firman
Allah dalam Q.S. Al Qassah ayat 77 sebagai berikut.
Artinya: “…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Hal-hal yang dapat dilakukan, yakni memberika bantuan kepada sesama yang membutuhkan
baik berupa materi, waktu, ataupun jasa, saling menghormati, berbakti kepada orang tua, dan lain
sebagainya.
3, Ihsan Kepada Sesama Makhluk Hidup
Ihsan juga dapat dilakukan kepada sesama makhluk hidup. Misalnya dengan menjaga alam sekitar,
memberi makan dan minum kepada hewan, merawat tumbuhan. Memberikan tempat tinggal pada
hewan, tidak menyiksa hewan, dan perilaku-perilaku baik lainnya.

2.5 Pengertian dan Penjelasan Al-Ihsan Menurut Buku-Buku.

1. Pengertian Ihsan Menurut Buku “Tasawuf dan Ihsan”


Apa itu penyucian jiwa (tazkiyat al-nafs/tashawwuf)? Benarkah tasawuf sesat
(bidah)? Apa pendapat para sahabat, fukaha, dan ulama tentangnya? Berbeda dengan ulasan
lainnya, buku ini berhasil menegaskan kedudukan tasawuf sebagai sarana mencapai
kesempurnaan jiwa. Syekh Kabbani juga menyuguhkan dengan gamblang sejarah tasawuf
sebagai “antivirus” kebatilan dan kezaliman.

14
Tasawuf kerap muncul sebagai gerakan protes menentang kebobrokan moral
masyarakat dan penguasa, dengan aneka penyimpangan dan ketimpangannya. Tasawuf bukan
semata pergerakan ke dalam diri, bukan melulu ikhtiar penyucian jiwa yang hampa dari
semangat sosial. Tasawuf adalah pergerakan batin yang melahirkan kepedulian sosial. Buku
ini tak hanya menjelaskan tasawuf sebagai jalan mencapai maqam ihsan. Banyak panduan
yang bisa Anda petik, banyak pula inspirasi untuk meraih kesucian hati dan akhlak tertinggi.
2. Ihsan Menurut Buku “Ihsan Ways”
Saat ditanya tentang tujuan hidup, jawaban kita pasti beragam. Ada yang ingin
menjadi ilmuwan, pejabat, memiliki perusahaan besar, dan beberapa menjawab ingin masuk
surga. Kebanyakan jawaban bermuara pada kehidupan duniawi. Wajar saja muncul jawaban
yang cenderung ke arah tersebut karena kita memang sedang hidup di dunia sehingga acap
kali terlupa kehidupan akhirat.
Sebenarnya, ketika Allah menciptakan manusia, Dia telah menyatakan satu tujuan
penciptaan itu, yaitu beribadah atau menghamba kepada-Nya. Itulah satu tujuan pokok yang
sering terlupakan. Tanpa tujuan itu, kehidupan manusia di dunia akan sia-sia belaka.
Bagaimana cara beribadah? Rasulullah telah mengajarkan cara-cara beribadah lewat
rukun Islam. Beliau juga mengajarkan rukun iman agar ibadah yang dijalankan murni karena
Allah. Untuk kesempurnaan ibadah, beliau membeberkan rahasianya, yaitu ihsan.
Lantas, bagaimana cara beribadah kepada Allah supaya penghambaan itu mencapai
derajat ihsan? Ihsan Ways insya Allah akan menuntun kita step by step menghadirkan Allah
dalam setiap aktivitas melalui tiga kesadaran: kesadaran diri (ma„rifatun-nafs), kesadaran
akan Allah (ma„rifatullah), dan kesadaran dalam bertindak (ma„rifatul-„amal).
3. Penjelasan Ihsan Menurut Buku “Tanya & Jawab Bersama Nabi: Kitab Ihsan”
Apa keutamaan dari murah senyum? Doa apa yang perlu diucapkan agar dianugerahi
akhlak yang baik oleh Allah? Apa keutamaan dari majelis ilmu? Dikemas dan disajikan
dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang seolah dijawab langsung oleh beliau, buku seri
Tanya & Jawab Bersama Nabi ini memiliki daya tarik tersendiri yang dapat memudahkan
kita semua untuk memahami apa arti sesungguhnya dari Iman, Islam, dan Ihsan secara lebih
utuh.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ihsan adalah berbuat baik dengan penuh keikhlasan, yang digambarkan dalam hadis
seakan-akan kita melihat Allah Swt., atau setidaiknya merasa dilihat oleh Allah Swt. Ihsan
mencakup ibadah ritual dan berbuat baik kepada semua makhluk hidup dengan ikhlas.
Rasulullah menegaskan bahwa Allah Swt. menyuruh kita berlaku Ihsan dalam segala hal dan
kepada semua makhluk Allah Swt.

Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah,
muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan dalam ihsan.

Berbuat baik (Ihsan) kepada siapapun, akan menjadi sebab terjadinya “balasn” dari
kebaikan yang dilakukan, karena demikianlah Allah Swt. Menjadikan aturan bagi makhluk-
Nya (Sunatullah), bahwa kebaikan akan dibalas kebaikan juga.

Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba
Allah Subhanahu Wa Ta‟ala. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan
kemuliaan dari-Nya. Dan juga sebagai puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan
akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha
dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun
kita, apapun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali
mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.

16
B. LAMPIRAN

https://adoc.pub/iman-islam-dan-ihsan.html
https://www.bing.com/search?q=buku+tentang+al+ihsan&FORM=AWRE&ntref=1
Perilaku Ihsan: Dalil dan Contoh Perilakunya Menurut Agama Islam (tirto.id)
Ihsan - dakwatuna.com
Mengenal Makna dan Cara Menjadi Seorang Ihsan - Best Seller Gramedia
https://www.academia.edu/34823151/integrasi_iman_islam_dan_ihsan
https://kurniawaalex.blogspot.com/

17

Anda mungkin juga menyukai