Anda di halaman 1dari 16

1.

Normalisasi gelombang
Normalisasi adalah suatu cara untuk menghilangkan duplikat atau kerangkapan
nilai yang muncul dalam suatu data, serta dapat mempermudah modifikasi data.
Sedangkan gelombang adalah getaran yang merambat pada suatu bidang yang
mengikuti arah rambatnya dan menghasilkan getaran berbentuk sinusoidal.
Kasus sederhana fungsi gelombang sebuah partikel titik-massa bisa diperluas lagi
ke sistem banyak-benda (many-body system), di mana keseluruhan sistem lah yang
ditinjau, untuk itu kita perlu teori banyak-benda (many-body theory) untuk
menghitung fungsi gelombang sistem banyak-benda.
Contoh kasus:
Terdapat fungsi gelombang yang menggambarkan dinamika suatu partikel bebas,
x
−L L
dalam daerah ≤ x ≤ , yang diberikan oleh persamaan ψ ( x ) =N cos π
2 2 L
Normalisasikan fungsi gelombang tersebut, yakni dengan menentukan factor
normalisasinya, N.
Penyelesaian:
Syarat normalisasi adalah
L L
2 2
πx ❑
∫ ¿ ψ ( x ) ¿2 dx=N 2 ∫ cos 2 L
dx=1
−L −L
2 2
Selanjutnya, dengan mengingat hubungan trigonometric,
2 1
cos α (1+cos 2 α )
2
Diperoleh persamaan:
L

[( )]
2
1 2 πx
N
2
∫ 2
1+ cos
L
dx=1
−L
2
L
Hasil integral ruas kiri persamaan di atas adalah , sehingga diperoleh persamaan
2
L

N 2 =1, atau N= L . Dengan demikian, fungsi ternormalisasi dari fungsi
2 2



L πx
gelombang di atas adalah ψ ( x ) = cos
2 L

2. Evolusi NIlai Harap

NILAI HARAP
Nilai harap hasil pengukuran besaran A pada saat keadaan sistem dinyatakan
sebagai fungsi gelombang ψ didefinisikan sebagai berikut.
Dalam ruang posisi satu dimensi didefinisikan sebagai

 ^
*
  Adx

(A) )  


*dx
1

(35)
Dan dalam ruang momentum satu dimensi didefinisikan sebagai

 ~ * ^

A~ dp

( A)~  (36)
 

~ ~dp
*



Tanda bintang menyatakan “konjugat kompleks dari”, artinya ψ* adalah konjugat


kompleks dari ψ. Penulisan lambang nilai harap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
~

(A) atau ( A) .
Jika fungsi gelombang sudah ternormalkan, yaitu integral ke seluruh ruang dari
kuadrat modulusnya bernilai satu, maka penyebut pada kedua persamaan terakhir tadi
bernilai satu. Dengan demikian, jika fungsi gelombang telah ternormalkan,
penghitungan nilai harap tadi menjadi:
 ^

( A)   * Adx



Atau
 ^

( A)~  ~* ~
 A dp


Nilai harap operator hermitan


Nilai harap sebarang operator Ấ, pada sistem yang menduduki keadaan
ternormalkan ψ, didefinisikan sebagai:
 ^

A    * Adx (37)



Konjugat kompleks nilai harap tersebut adalah

2
*  ^

*

 ^

Aˆ     * A dx    ( A )* (38)


dx
  

Jika Ấ merupakan operator hermitan maka ruas kanan persamaan (38) sama dengan ruas
kanan persamaan (37). Ini berarti kedua ruas kiri persamaan tersebut sama. Jadi:

*
Jika Ấ hermitan maka ^ ^

A  A 

OPERATOR
a. Operator posisi
Dalam ruang posisi, di mana fungsi gelombang berbentuk (r,t) , operasi
operator posisi dipostulatkan sebagai berikut.
Rˆ (r,t)  (39)
r(r,t)
Yang berarti hanya mengalikan fungsi gelombang dengan vektor posisi r. Dalam bentuk
komponen-kompenen cartesannya dapat dinyatakan sebagai berikut.
Xˆ(r,t)  x(r,t)

Yˆ(r,t)  y(r,t)

Zˆ(r,t)  z(r,t)

Jadi, cara kerja operator komponen vektor posisi dalam ruang posisi adalah mengalikan
fungsi gelombang dengan komponen vektor posisi pada arah yang bersesuaian.
Dalam ruang momentum, fungsi gelombang berbentuk ~
 (p, t) yang
merupakan
transform Fourier dari
(r,t) . Dengan demikian, operasi operator posisi dalam ruang
~
momentum dituliskan secara Rˆ  (p,t) . Untuk penyederhanaan, tanpa
mengurangi
generalisasinya, kita gunakan kasus satu dimensi sehingga operasi tersebut dapat
dituliskan secara ~
Xˆ ( p,t) . Dengan menggunkan transformasi Fourier, sehingga
diubah menjadi;
3
dapat
~  1  
Xˆ ( p, t)  Xˆ  e ipx /  (x, t)dx
 
 2 

1 
 ipx/ 
Xˆ(x,t)dx
2
e


4
1 
 eipx/  x(x,t)dx
2
 
(40)

i
 e ipx/ 
(x, t), sebab
Integran dalam integral tersebut dapat diubah menjadi 
p

eipx/ 
Z (x,t)    ix / eipx/  (x,t) . Sehingga persamaan (40) menjadi

p
~   1  
Xˆ ( p, t)  i  e ipx /  (x, t)dx
 
p  2 


i ~
 p  ( p, (41)
t)
Persamaan di atas menyatakan bahwa dalam ruang momentum, operator posisi

berbentuk i .

p
Penjabaran tersebut dapat diperluas ke dalam kasus 3 dimensi. Hanya: operator
yang mewakili komponen vektor posisi dalam ruang momentum masing-masing
berbentuk:
  
Xˆ  i Yˆ  i Zˆ  i (42)

  
px py pz
Dalam bentuk vektor:

Rˆ  i (43)
p
Dengan  p  (i / px  j / py  k / pz )

b. Operator Momentum Linear


~
Dalam ruang momentum, di mana fungsi gelombang berbentuk  (p, t) ,
operasi
operator momentum linear dipostulatkan sebagai berikut.
~ ~
Pˆ  (p,t)  
(p,t) (44)

Yang berarti hanya mengalikan fungsi gelombang dengan momentum p. Dalam bentuk

5
komponen-komponen Cartesian yang dinyatakan sebagi berikut:
~ ~
Pˆ  (p,t)  p  (p,t)
x x

~ ~
Pˆy  (p,t)  p  (p,t)
~ ~
Pˆ  (p,t)  p  (p,t)
z z

6
Jadi, cara kerja operator komponen vektor momentum linear dalam ruang momentum
adalah mengalikan fungsi gelombang dengan komponen momentum linear pada arah
yang bersesuaian.
Dalam ruang posisi, fungsi gelombang berbentuk (r,t) . Sehingga operator

momentum dalam ruang posisi dituliskan Pˆ (r, t) .


secara

~
Karen (r,t) , merupakan pasangan Fourier dari  (p, t) , yaitu
a 
(p,t)  (2) 3 / 2 e ip.r /  (r,t)d 3r
 -

dan (45)
 ~
(r,t)  (2 
) 3 / 2 e ip.r /   (p,t)d 3p
 -

Dengan
d 3r  dx dy da d 3p  dp dp dp , maka dengan prosedur yang sama
dz n
x y
z

dengan yang kita gunakan untuk mendapatkan operator posisi dalam ruang momentum,
kita peroleh hubungan

Pˆ (r,t)  i r (r,t) (46)

Dengan
r  (i / x  j / y  k / z) . Ini berarti, dalam ruang posisi,
operator
momentum berbentuk:

Pˆ  (47)
ir
Dalam bentuk komponen-komponen Cartesannya:
Pˆ  i 
 Pˆ  i Pˆ  i

x
x y
y z
z

c. Operator Hermitan
Perkalian skalar antara fungsi ψ dan
'  Aˆ  (dalam urutan yang
menghasilkan bilangan kompleks demikian)

7
(, Aˆ ) 

(48)
 *
Aˆ dx


Jika urutannya dibalik kita dapatkan bilangan


( Aˆ , ) 
 ( Aˆ ) * dx (2)


Yang selalu merupakan konjugat kompleks bagi bilangan sebelumnya persamaan (48).
Jika kedua bilangan itu sama untuk sebarang fungsi ψ, operator Ấ yang muncul pada

8
persamaan itu dikatakan bersifat hermitan. Jadi jika Ấ merupakan operator hermitan
maka berlaku hubungan:
 

(49)
  * Aˆ dx  ( Aˆ ) *
 dx
 

Untuk sebarang fungsi ψ yang square integrable

9
3. Persamaan Schoridinger Bebas Waktu
Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan
bahwa potensial 𝑉 dalam persamaan Schrödinger dapat berupa fungsi dalam 𝑥
dan
𝑡. Pada pembahasan ini kita asumsikan bahwa potensial 𝑉 tidak bergantung
waktu. Dengan begitu, persamaan Schrödinger dapat dipecahkan dengan
menggunakan metode separasi variabel. Fungsi gelombang Ψ(𝑥, 𝑡) dapat disusun
dari fungsi yang hanya bergantung 𝑥 dan fungsi yang hanya bergantung 𝑡.

Ψ(𝑥, 𝑡) = 𝜑(𝑥)ƒ(𝑡) (1)

Persamaan Schrödinger untuk satu dimensi adalah

∂Ψ(x, t) 4. ℏ2 ∂2Ψ(x, t)
iℏ =−
∂𝑡 2𝑚 5. + 𝑉(𝑥)Ψ(x, t)
∂𝑥2
Dengan mensubstitusikan persamaan (1) ke persamaan Schrödinger
maka didapatkan

𝑑(𝜑(𝑥)ƒ(𝑡)) ℏ2 𝑑2(𝜑(𝑥)ƒ(𝑡))
iℏ =−
𝑑𝑡 2𝑚 + 𝑉(𝑥)𝜑(𝑥)ƒ(𝑡)
𝑑𝑥2
𝑑ƒ(𝑡) ℏ2 𝑑2𝜑(𝑥)
iℏ =− ƒ(𝑡)
𝜑(𝑥) 𝑑𝑡 2𝑚
𝑑𝑥2
+ 𝑉(𝑥)𝜑(𝑥)ƒ(𝑡) (2)

Selanjutnya persamaan (2) dibagi dengan 𝜑(𝑥)ƒ(𝑡) diperoleh

1 𝑑ƒ(𝑡)
ℏ2 1 𝑑2𝜑(𝑥)
iℏ =−
𝑑𝑡 + 𝑉(𝑥) (3)
𝑑𝑥2
ƒ(𝑡) 2𝑚 𝜑(𝑥)
Persamaan (3) merupakan persamaan dalam dua variabel yang terpisah, variabel
𝑡 untuk ruas kiri dan variabel 𝑥 untuk ruas kanan. Oleh karena kedua ruas
berbeda variabel maka persamaan (3) dapat dipenuhi, jika dan hanya jika sama
dengan suatu konstanta. Kita misalkan konstanta tersebut adalah E. Alasan
pemilihan konstanta E akan menjadi jelas pada pembahasan berikutnya.
Ruas kiri dari persamaan (3) menjadi

1 𝑑ƒ(𝑡)
iℏ
ƒ(𝑡) 𝑑𝑡 = 𝐸

𝑑ƒ(𝑡) i𝐸
= − 𝑑𝑡
ƒ(𝑡) ℏ

𝑑ƒ(𝑡) i𝐸
∫ = − ∫ 𝑑𝑡
ƒ(𝑡) ℏ
i𝐸𝑡
ln ƒ(𝑡) = −

ƒ(𝑡) = 𝐶e−i𝐸𝑡/ℏ (4)

Oleh karena fungsi gelombang Ψ(𝑥, 𝑡) yang kita cari merupakan hasil kali dari
solusi bergantung x, yaitu 𝜑(𝑥) dan solusi bergantung t, yaitu ƒ(𝑡) maka
konstanta C kita biarkan diserap oleh 𝜑(𝑥) sehingga persamaan (4) menjadi

ƒ(𝑡) = e−i𝐸𝑡/ℏ

Ruas kanan dari persamaan (3) menjadi

ℏ2 1 𝑑2𝜑(𝑥)

2𝑚 + 𝑉(𝑥) = 𝐸
𝑑𝑥2
𝜑(𝑥)

ℏ2 𝑑2𝜑(𝑥)

2𝑚 + 𝑉(𝑥)𝜑(𝑥) = 𝐸 𝜑(𝑥) (6)
𝑑𝑥2
Persamaan (6) adalah bentuk persamaan Schrödinger tak bergantung waktu.
Sebelum bentuk potensial 𝑉(𝑥) diketahui, kita tidak dapat memecahkan
persamaan ini untuk memperoleh solusi 𝜑(𝑥)!

Dengan demikian, fungsi gelombang yang kita cari dapat dituliskan menjadi
Ψ(𝑥, 𝑡) = 𝜑(𝑥) e−i𝐸𝑡/ℏ

Paling tidak, ada 1 hal yang diperoleh dari metode separasi variabel dalam
menyelesaikan persamaan Schrodinger, yaitu

Hasil pengukuran energi total setiap saat adalah sama. Dalam mekanika klasik,
energi total yang dimiliki partikel disebut dengan Hamiltonian, yaitu jumlah dari
energi kinetik dan energi potensial.

2
n
H(x,p)= + V(x)
2m

Operator Hamiltonian adalah operator untuk energi total yang diperoleh dengan
mensubtitusikan ikan operator momentum, sehingga didapatkan
𝐻o𝑝 = − + 𝑉(𝑥) (11)
2𝑚 ∂𝑥2
Dengan menggunakan operator Hamiltonian, persamaan (6) menjadi

𝐻o𝑝𝜑(𝑥) = 𝐸 𝜑(𝑥) (12)

Persamaan (12) ini disebut sebagai persamaan karakteristik atau persamaan


nilai eigen, dengan 𝐻o𝑝 adalah operator, 𝜑(𝑥) adalah fungsi eigen, dan 𝐸
adalah nilai eigennya. Oleh karena 𝐻o𝑝 adalah operator Hamiltonian maka
nilai eigennya adalah energi total sehingga pemilihan konstanta 𝐸 dalam
separasi variabel sebelumnya menjadi jelas di sini.

Sekarang kita hitung nilai ekspektasi energi total, 〈𝐻〉 yaitu

〈𝐻〉 = ∫ 𝜑∗(𝑥) 𝐻o𝑝 𝜑(𝑥) 𝑑𝑥

dengan mensubstitusikan persamaan (12) maka diperoleh


〈𝐻〉 = ∫ 𝜑∗(𝑥) 𝐸 𝜑(𝑥) 𝑑𝑥

〈𝐻〉 = 𝐸 ∫ 𝜑∗(𝑥) 𝜑(𝑥) 𝑑𝑥

untuk 𝜑(𝑥) ternormalisasi maka

〈𝐻〉 = 𝐸

Selanjutnya kita hitung nilai ekspektasi dari 𝐻2, yaitu


〈𝐻2〉 = ∫ 𝜑∗(𝑥) 𝐻o𝑝2 𝜑(𝑥) 𝑑𝑥

〈𝐻2〉 = ∫ 𝜑∗(𝑥) 𝐻o𝑝 (𝐻o𝑝 𝜑(𝑥)) 𝑑𝑥

〈𝐻2〉 = ∫ 𝜑∗(𝑥) 𝐻o𝑝 (𝐸 𝜑(𝑥)) 𝑑𝑥

〈𝐻2〉 = 𝐸 ∫ 𝜑∗(𝑥) 𝐻o𝑝 ( 𝜑(𝑥)) 𝑑𝑥

〈𝐻2〉 = 𝐸 ∫ 𝜑∗(𝑥) (𝐸 𝜑(𝑥)) 𝑑𝑥

〈𝐻2〉 = 𝐸2 ∫ 𝜑∗(𝑥) (𝜑(𝑥)) 𝑑𝑥

〈𝐻2〉 = 𝐸2

Dengan demikian, deviasi standar Δ𝐻 adalah


Δ𝐻 = (〈𝐻2〉 − 〈𝐻〉2)1/2
Δ𝐻 = (𝐸2 − 𝐸2)1/2
Δ𝐻 = 0
Artinya adalah distribusi energi total pada berbagai keadaan memiliki sebaran
nol. Dengan demikian, pengukuran energi total setiap saat adalah sama, yaitu
E.
DAFTAR PUSTAKA
Juwono, A.M, 2017. Pendahuluan Fisika Kuantum. Universitas Brawijaya Press.
Malang.

Supriadi. Bambang,. Dkk. 2019. KETIDAKPASTIAN MOMENTUM ATOM DEUTERIUM ( )


MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETIDAKPASTIAN HEISENBERG PADA BILANGAN KUANTUM n
≤ 3. Jurnal NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2019. 4(1).

Vathsan, R. 2016. Introduction to Quantum Physics and Information Processing. CRC Press.
India.

Griffiths,D.J. Dkk. 2017. Introduction to Quantum Mechanics. Cambridge University Press.


Amerika.
Gasiorowicz, S. 1974. Quantum Physics, 3rd Edition. University Minnesota.

Arthur, Beiser. 1987. Konsep Fisika Modern (Edisi keempat). Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai