Anda di halaman 1dari 70

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Panti Sosial Tresna Werdha

2.1.1 Definisi Panti Sosial Tresna Werdha

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti Panti adalah rumah

atau tempat kediaman. Dan arti dari Panti Wreda adalah rumah tempat

memelihara dan merawat orang jompo. Arti kata jompo sendiri menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tua sekali dan sudah lemah

fisiknya; tua renta; uzur. Pengertian panti wredha menurut Departemen

Sosial RI adalah suatu tempat untuk menampung lansia dan jompo

terlantar dengan memberikan pelayanan sehingga mereka merasa aman,

tentram sengan tiada perasaan gelisah maupun khawatir dalam

menghadapi usia tua.

Bedasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor

4/PRS-3/KPTS/2007 tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Dalam Panti Dalam Departemen Sosial RI bahwa Panti Sosial Tresna

Werdha adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan

bimbingan dan pelayanan bagi lanjut usia terlantar agar dapat hidup

secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Panti Sosial Tresna

Werdha/ Panti Sosial Lanjut Usia sebagai lembaga pelayanan sosial


8

lanjut usia berbasis panti yang dimiliki pemerintah maupun swasta dan

memiliki berbagai sumber daya yang berfungsi untuk mengantisipasi

dan merespon kebutuhan lanjut usia yang terus meningkat.

2.1.2 Fungsi dan Tujuan Panti Sosial Tresna Werdha

Secara umum, Panti Sosial Tresna Werdha mempunyai fungsi

sebagai berikut (Afriansyah & Budiarti, 2019):

1. Bandar Sebagai tempat untuk menampung manusia lanjut usia

yang menyediakan fasilitas dan aktivitas khusus untuk manula

yang dijaga dan dirawat oleh suster atau pekerja sosial.

2. Pusat pelayanan kesejahtraan lanjut usia dalam memenuhi

lebutuhan pokok lansia dengan system penyantunan dalam panti.

3. Menyediakan suatu wadah berupa kompleks bangunan dan

memberikan kesempatan pula bagi lansia melakukan aktivitas-

aktivitas sosial-rekreasi serta membuat lansia dapat menjalani

proses penuaannya dengan sehat dan mandiri.

Sesuai dengan permasalahan lansia, pada umumnya penyelenggara

Panti Sosial Tresna Werdha mempunyai tujuan antara lain (Departemen

Sosial RI,1997) dalam (Afriansyah & Budiarti, 2019):

a. Untuk menampung manusia lanjut usia dalam kondisi sehat dan

keluarga namun dititipkan karena ketidakmampuan keluarga untuk

merawat manula.

b. Agar terpenuhi kebutuhan hidup lansia

c. Agar dihari tuanya dalam keadaan tentram lahir batin


9

d. Dapat menjalani proses penuaanya dengan sehat dan mandiri.

2.1.3 Tipe dan Jenis Panti Sosial Tresna Werdha

Bedasarkan faktor ketergantungan lansia, maka tipe pemukiman

lansia dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu: (Dianita, 2009) dalam

(Azizah, 2016).

1. Independent Elderly Housing (Rumah Orang Tua yang Mandiri)

Rumah konvensional untuk lansia yang bersifat mandiri

sepenuhnya. Umumnya bangunannya seperti rumah tinggal dan

ditempati oleh beberapa lansia yang masih mandiri selayaknya

rumah tinggal

2. Independent Elderly / Family Mixed Housing (Rumah Campuran

Keluarga Orang Tua Mandiri) Fasilitas harus disediakan untuk

orang-orang tua yang mandiri dan digabungkan dengan tipe rumah

konvensional.

3. Dependent Elderly Housing (Rumah Orang Tua yang Bergantung)

Orang tua disini hidupnya masih bergantung pada fasilitas

pendukung dan bentuk bangunan ini seperti bangunan rumah sakit.

4. Independent / Dependent Elderly Mixed Housing (Rumah

Campuran Orang Tua Mandiri dan Bergantung Fasilitas untuk)

orang tua yang bergantung dan orang tua yang bisa memenuhi

kebutuhannya sendiri (mandiri). Pada umumnya bangunan ini

berbentuk seperti rumah tinggal dengan fasilitas pendukung yang

memadai.
10

Bedasarkan fasilitas yang tersedia, maka tipe pemukiman lansia

dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu (Azizah, 2016):

1. Skilled Nursing Facilities (Fasilitas perawatan terampil) Pelayanan

perawatan selama 24 jam. Biasanya lansia berasal dari rumah sakit

yang kondisinya serius dan membutuhkan rehabilitasi khusus.

2. Intermediate Care Facilities (Fasilitas perawatan lanjutan)

Pelayanan perawatan professional tetapi tidak 24 jam, beberapa

terapi medis disediakan tetapi difokuskan untuk orang yang

membutuhkan lebih dari sekedar kamar dan makanan atau

perawatan oleh perawat.

3. Residential Care Facilities (Fasilitas Perawatan Rumah) Pelayanan

perawatan yang menawarkan kamar dan makanan serta beberapa

perawatan perseorangan seperti membantu memandikan dan

berpakaian serta pelayanan-pelayanan sosial.

2.1.4 Klasifikasi Kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha

Beberapa kegiatan yang biasanya dilakukan oleh lansia maupun

perawatnya di panti tresna werdha adalah sebagai berikut (Murti, 2012)

dalam (Azizah, 2016):

a. Kegiatan perawat atau staff

1. Memantau dan menjaga lansia


11

2. Memeriksa kesehatan lansia secara rutin

3. Memastikan lansia tetap aktif melalui beberapa program

aktivitas

4. Menyediakan layanan pangan

5. Membantu dan merawat lansia yang kesulitan

6. Mengurus dan merawat segala keperluan panti

b. Kegiatan Lansia

1. Melakukan aktivitas yang melatih fisik, seperti senam

2. Menjaga kebersihan dan kerapihan kamar

3. Melakukan aktivitas keseharian seperti menjaga pangan,

mencuci pakaian, menjemur, dan lain-lain

4. Bersosisalisasi dengan sesama lansia dan perawat atau staff

5. Melakukan aktivitas keterampilan dan kesenian

6. Beristirahat

2.1.5 Klasifikasi Fasilitas di Panti Sosial Tresna Werdha

Berikut beberapa fasilitas yang harus ada pada Panti Sosial Tresna

Werdha dalam buku Time Saver Standards for Building Types (2 nd

edition) dalam (Anis, 2016) anatara lain:

a. Fasilitas administrasi

b. Fasilitas staff

c. Fasilitas umum

d. Fasilitas kesehatan, perawatan, dan jenazah

e. Pelayanan konsumsi

f. Area penyimpanan
12

g. Area pengelolaan dan utilitas

h. Fasilitas perawat

2.2 Lanjut Usia

2.2.1 Definisi Lanjut Usia

Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau

lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya

baik secara jasmani, rohani, maupun sosial (Nugroho, 2012)

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan

kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari

fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan

terjadi suatu proses yang disebut aging process atau proses penuaan.:

2.2.2 Definisi Lanjut Usia Terlantar

Lanjut usia terlantar adalah seseorang berusia 60 tahun atau lebih

yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,

rohani maupun sosial. Adapun kriteria lansia terlantar yaitu:

a. Tidak ada keluarga yang mengurusnya.

b. Keterbatasan kemampuan keluarga yang mengurusnya,

c. Tidak terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari

d. Menderita minimal 1 jenis penyakit yang dapat mengganggu

pemenuhan kebutuhan hidupnya.


13

e. Lanjut usia yang hidup dalam keluarga fakir miskin. (Yogyakarta,

2019)

2.2.3 Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut World Health Organization (WHO), ada empat kriteria

lanjut usia, yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun.

Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia

mengklasifikasikan lansia dalam kategori berikut:

a. Pralansia yaitu seseorang yang sudah berusia antara 45-59 tahun

b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

c. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih dengan masalah kesehatan

d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan

e. pekerjaan dan atau kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa

f. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari

nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain

2.2.4 Karakteristik Lanjut Usia

Karakteristik yang ditinjau dari aspek biologis, aspek psikologis

dan aspek sosial pada lanjut usia yaitu: (Dewi, 2016):


14

Aspek Karakteristik Lanjut Usia

Biologis a. Mudah merasa lelah

b. Menggunakan alat bantu untuk berjalan

c. Keseimbangan berkurang

d. Kemampuan mata menyesuaikan terhadap

cahaya berkurang

e. Penyempitan pada jarak pandang

f. Persepsi warna berubah sehingga ketajaman

terhadap suatu objek berkurang

g. Pendengaran berkurang

h. Menggunakan rabaan untuk membantu

mempresepsikan lingkungannya

i. Daya ingat menurun

j. Kurang peka terhadap perbedaan suhu, bau, dan

rasa namun tetap membutuhkan udara yang sehat

dan suhu yang nyaman untuk beraktivitas

Psikologis a. Peningkatan sensitivitas emosional

b. Rentan terhadap depresi

c. Mudah cemas

d. Selalu teringat masa lalu


15

e. Menyukai ketenangan

f. Memiliki kegiatan untuk mengalihkan pikiran

akan kecemasan

Social a. Keinginan untuk berinteraksi dengan sesame

lansia lainnya

b. Berinteraksi secara kelompok

Table 2.1 Karakteristik Lanjut Usia


Sumber: (Dewi,2016)

2.2.5 Kebutuhan Hidup Lanjut Usia

Kebutuhan dasar lansia sama dengan kebutuhan manusia pada

umumnya, namun lansia telah mengalami penurunan dalam memenuhi

kebutuhannya tersebut. Menurut Maslow dalam Koswara (1991) yang

menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi:

1. Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau

biologis seperti pangan, sandang, papan, seksual, dan sebagainya.

2. Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa

keamanan dan ketentraman lahir dan batin seperti kebutuhan akan

jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian, dan sebagainya.

3. Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk

bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui

paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olahraga, kesamaan hobi,

dan sebagainya.
16

4. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga

diri yang diakui akan keberadaannya.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (selfactualization needs) adalah

kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani,

maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing untuk

hidup dan berperan dalam kehidupannya.

2.2.6 Kebutuhan Sosial Sebagai Kebutuhan Hidup Lanjut Usia

Pada sub-bab sebelumnya telah disebutkan bahwa kebutuhan hidup

seorang lansia adalah kebutuhan hidup manusia pada umumnya. Salah

satu dari kebutuhan poin kebutuhan hidup seorang lansia adalah aspek

sosialnya.

Usia manusia dapat dibagi menjadi usia biologik, psikologik, dan

sosial. Usia sosial lebih menekankan pada peran maupun kebiasaan

sosial seseorang dalam hubungannya dengan anggota masyarakat

(Birren dan Renner, 1977) dalam (Prawitasari, 1994).

Masa lanjut usia adalah masa perkembangan terakhir dalam hal

psikologis dan sosial dalam hidup manusia. Seperti yang diuraikan

Erikson (dalam Nietzel dan Bernstein, 1987) dalam (Prawitasari, 1994),

bahwa tugas perkembangan di lanjut usia adalah tercapainya integritas

dalam diri seseorang. Artinya lansia tersebut berhasil memenuhi

komitmen dalam hubungan dengan dirinya sendiri dan dengan pribadi

lain.
17

Jika seorang lansia tidak mencapai integritas dalam hidupnya,

maka lansia akan mengalami keputusasaan. Lansia merasa tidak

berguna dalam hidupnya, banyak mengeluh sehingga sisa hidupnya

yang dirasakan sangat berat. Keadaan ini menimbulkan kerugian

psikologis yang kurang menguntungkan. Untuk itu sehat mental dan

fisik merupakan syarat mutlak dicapainya integritas pribadi seseorang

di masa lansia (Prawitasari, 1994).

Pada umumnya lansia akan mengalami penurunan dalam

berinteraksi pada hari tuanya. Dukungan sosial dari lingkungan sekitar

lansia merupakan interaksi sosial yang berdampak positif pada

kesejahteraan emosional lansia dan kesehatan fisik serta dapat

menurunkan resiko kematian. Pada saat usia lanjut, interaksi sosial

cenderung menurun yang disebabkan oleh kerusakan kognitif, kematian

teman, dan fasilitas hidup (Estelle dkk, 2006) dalam (Andesty &

Syahrul, 2018).

2.3 Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan yang menyangkut

hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok,

dan kelompok dengan kelompok, dalam bentuk kerjasama serta

persaingan atau pertikaian (Sunaryo, 2004) dalam (Jamil, 2012).

Sebagai makhluk sosial manusia selalu berusaha melakukan interaksi


18

dengan manusia lain. Dalam melakukan interaksi diperlukan sarana

agar proses interaksi yang dilakukan dapat berlangsung dengan baik,

dalam hal ini kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada kegiatan

interaksinya (Wijayati, 2000). Terdapat tiga aspek interaksi sosial

menurut Mollie dan Smart (dalam Wibowo, 2006) yaitu:

(Mulyaningsih, 2014)

1. Aktivitas Bersama, yaitu bagaimana individu menggunakan waktu

luangnya untuk melakukan suatu aktivitas secara bersama

2. Identitas Kelompok, yaitu individu akan mengidentifikasikan

dirinya dengan dengan kelompok lain.

3. Imitasi, yaitu seberapa besar individu meniru pandangan-

pandangan dan pikiran-pikiran individu lain.

Mengacu pada teori diatas interaksi sosial pada lanjut usia di dalam

Panti Sosial Tresna Werdha dapat ditingkatkan melalui aktivitas

bersama dalam panti.

Gifford (1987) dalam (Wijayati, 2000) menyatakan bahawa

interaksi sosial juga dapat menggambarkan jarak antar pribadi. Edward

T. Hall (1996) mengembangkan empat klasifikasi jarak interaksi yaitu:

No Klasifikasi Fase Dimensi Keterangan

1 Jarak Intim Dekat 0-15cm Jarak kasih sayan dan


perlindungan, pandangan
tidak tajam dan vokal
tidak lagi memegang
peranan banyak dalam
jarak ini
Jauh 15-45cm Jarak sentuhan, pandangan
distorsi karena terlalu
dekat, suara rendah
19

(berbisik) dan bau jelas


tercium
2 Jarak Dekat 0,45-0,75cm Jarak dominasi karena
dalam jangkauannya
Pribadi pandangan distorsi, tetapi
tiga dimensi maupun
tekstur jelas.
Jauh 0,75-1,20 m Pandangan baik, gerakan
tangan terlihat dan suara
sedang atau pelan, jarak
yang memadai untuk
pembicaraan soal-soal
peribadi
3 Jarak Sosial Dekat 1,20-2,1 m Batas dominasi, jarak
cukup dekat, tetapi belum
termasuk jarak sentuk.
Pandangan terhadap detail
wajah dan suara normal.
Jarak yang tepat untuk
berdiskusi.
Jauh 2,10-3,60 m Pada jarak ini manusia
dapat dilihat utuh tanpa
banyak menggerakkan
mata, seperti jarak orang
memamerkan pakaian,
pandangan terlihat penuh
tetapi tidak terlalu detail.
4 Jarak Publik Dekat 3,60-7,5 m Jarak yang memadai untuk
orang yang belum saling
mengenal, karena pada
jarak ini seseorang masih
dapat menghindar atau
bertahan jika terancam.
Jauh > 7,50 m Jarak yang tepa tantara
tokoh dengan massa. Pada
jarak ini suara normal dan
ekspresi tidak begitu jelas
sehingga membutuhkan
pengeras suara dan
penunjang seperlunya.
Table 2.1 Klasifikasi Jarak Interaksi Lanjut Usia
Sumber: (Wijayati,2000)

Bedasarkan jarak interaksi tersebut jarak sosial dapat diterapkan

pada ruang-ruang di PSTW untuk memungkinkan para lansia


20

berinteraksi baik secara individu dengan individu maupun secara

berkelompok.

Untuk penerapan jarak publik pada PSTW harus disesuaikan

dengan menurunnya kemampuan jarak pandang dan pendegaran pada

lansia sehingga dapat diterapkan dibawah batas jarak minimum dan

maksimum jarak publik.

2.4 Arsitektur Prilaku

2.4.1 Behaviorisme dalam Arsitektur

Menurut Duerk (1993) bahwa manusia dan perilakunya adalah

bagian dari sistem yang menempati tempat dan lingkungan, sehingga

perilaku dan lingkungan tidak dapat dipsahkan secara empiris. Karena

itu perilaku manusia selalu terjadi pada suatu tempat tanpa

mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan.

LINGKUNGAN PRILAKU

Gambar 2.1 Hubungan Prilaku dengan Lingkungannya


Sumber: (Tandal & Egam, 2011)

Dari gambar diagram tersebut dijelaskan tentang hubungan antara

perilaku dan lingkungan yang saling berkaitan, yaitu:

1. Lingkungan yang mempengaruhi perilaku manusia

2. Perilaku manusia yang mempengaruhi lingkungan


21

Arsitektur perilaku erat kaitannya dengan “psikologi”, psikologi

adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan pengetahuan psikis

(jiwa) manusia. Sedangkan jiwa diartikan sebagai jiwa yang meraga,

yaitu tingkah laku manusia (segala aktivitas, perbuatan dan penampilan

diri) sepanjang hidupnya. Manusia tingal atau hidup dalam suatu

lingkungan sehingga manusia dan lingkungan saling berhubungan dan

saling mempengaruhi. Lingkungan sungguh dapat mempengaruhi

manusia secara psikologi, adapun hububgan antara lingkungan dan

perilaku adalah sebagai berikut (Tandal & Egam, 2011):

1. Lingkungan dapat mempengaruhi perilaku – lingkungan fisik dapat

membatasi apa yang dilakukan manusia

2. Lingkungan mengundang atau mendatangkan perilaku –

lingkungan fisik dapat menentukan bagaimana kita harus bertindak

3. Lingkungan membentuk kepribadian

4. Lingkungan mempengaruhi citra diri

2.4.2 Behavior Setting

Dalam buku Arsitektur dan Perilaku Manusia karya Joyce Marcella

Laurens menjelaskan Roger Barker dan Herbert Wright memakai istilah

behavior setting untuk menjelaskan tentang kombinasi perilaku dan

milieu tertentu. Seperti halnya unit dasar dalam ilmu lain, misalnya sel

untuk biologi, atau planet untuk astronomi, behavior setting berdiri

sendiri secara independen, tidak terkait investigatornya.


22

Behavior setting didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang stabil

antara aktivitas, tempat, dan kriteria sebagai berikut (Laurens, 2004):

1. Terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku

(standing pattern of behavior). Dapat terdiri atas satu atau lebih

pola perilaku ekstraindividual.

2. Dengan tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu), milieu ini

berkaitan dengan pola perilaku.

3. Membentuk suatu hubungan yang sama antarkeduanya

(synomorphy)

4. Dilakukan pada periode waktu tertentu

Setiap pelaku kegiatan akan menempati setting yang berbeda,

sesuai dengan karakter kegiatannya. Batas suatu behavior setting adalah

dimana perilaku tersebut berhenti. Batas tersebut dapat berupa batas

fisik, batas administrasi, atau batas simbolik. Penentuan jenis batas ini

bergantung dari pemisahan yang dibutuhkan antara beberapa behavior

setting.

2.4.3 Faktor yang mempengaruhi Behaviorisme

Faktor -faktor pemahaman ruang (tingkah laku) menyangkut hal-

hal yang lebih dalam mengenai aspek psikologi dari pemakai,

bagaimana persepsinya mengenai suatu ruang/bangunan, bagaimana

kebutuhan interaksi sosial antara pemakai, dan bagaimana arti simbolis

suatu ruang/bangunan. Pengalaman ruang dapat dibentuk melalui (Hall,

1966) dalam (Wijayati, 2000):


23

1. Visual Space, terbentuk dari persepsi indera penglihatan

2. Audial Space, terbentuk dari persepsi indera pendengaran

3. Olfactual Space, terbentuk dari persepsi indera penciuman

4. Thermal Space, terbentuk dari persepsi terhadap temperature

lingkungan

5. Tectile Space, terbentuk dari persepsi indera peraba

6. Khinestetic Space, terbentuk dari batas-batas keleluasaan gerak

manusia

Pengertian perilaku dalam suatu setting bergantung pada potensi

dari setting yang digunakan. Karakteristik bidang dari seluruh tempat

dapat merubah kemampuan seseorang untuk bersatu atau berpisah

(Zeizel, 1981). Karakteristik bidang / ruang dipengaruhi dengan

persepsi seseorang terhadap ruang tersebut. Karakteristik bidang

meliputi (Wijayati, 2000):

1. Bentuk Ruang

Ruang selalu memiliki bentuk. Bentuk merupakan bagian dari

suatu keadaan yang dapat merubah pola interaksi manusia,

2. Orientasi Ruang

Penggunaan ruang untuk suatu kegiatan tertentu seringkali

terkait dengan bagaimana ruang tersebut ditemukan. Orientasi

ruang dapat memberikan kemudahan dalam pencapaian ruang

tersebut.

3. Ukuran Ruang
24

Ukuran ruang membahas tentang jarak sosial individu atau

kelompok. Pada ruang-ruang dengan ukuran lebih besar, pengguna

lebih mudah melakukan pemisahan diri, sedangkan pada ruang

dengan ukuran kecil pengguna akan berada dalam suatu

kebersamaan.

4. Pembatas Ruang

Pembatas ruang menjelaskan perbedaan kepemilikan antara

suatu tempat yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.

Dengan demikian unsur pembatas ini sangat menentukan

pengambilan keputusan tentang ruang yang akan digunakan.

Elemen fisik yang dimaksud dapat berupa dinding, pagar, tanaman,

atau fasilitas umum.

5. Komponen Ruang

Di dalam ruang terdapat berbagai komponen yang memiliki

kekuatan sebagai penarik (magnet) berlangsungnya suatu fungsi

kegiatan (Arnold 1972 dalam Djauhari, 1998). Dalam hal ini

komponen ruang didalamnya dapat berupa perabot yang tersedia

dan bagaimana penataannya. Akibat dari komponen tersebut

menimbulkan fungsi kegiatan lain yang disebut sebagai kegiatan

bawaan, sehingga akan meningkatkan frekuensi dan variasi bentuk

kegiatan di ruang tersebut.

6. Kondisi Ruang

Kondisi ruang terkait dengan temperatur, polusi udara, dan

kebisingan. Pada ruang dengan suhu atau kebisingan tertentu,


25

manusia cenderung menghindar (Wirawan, 1992). Sebaliknya,

manusia akan merasa nyaman jika ruang tersebut terasa sejuk dan

nyaman.

2.5 Arsitektur untuk Lansia

2.5.1 Ruang

Lansia memiliki kebutuhan psikologi yang tinggi pada tempat

tinggalnya seperti di panti jompo. Psikologis lansia mempengaruhi

hubungan diantara manusia dan lingkungannya. Ketenangan dalam

ruang mendukung terjadinya interaksi sosial. Seluruh aspek arsitektur

panti jompo dapat membawa reaksi psikologis bagi lansia, tidak

terkecuali konfigurasi ruang dalamnya (Benbow, 2014)

1. Zonasi

Gambar 2.1 Zonasi


Sumber: Design Guideline for Nursery Home

Nelson (2009) membagi zonasi ruang pada panti jompo

menjadi empat zona, yaitu public zone, semi public-zone, semi –

private zone, dan private zone. Tujuannya adalah agar dapat


26

membuat koridor yang lebih pendek antar ruangnya dan

memisahkan private zone untuk menciptakan suasana ruang yang

lebih private untuk lansia.

Beberapa alternatif tata letak ruang yang paling baik untuk

mendukung zonasi ini adalah membuat layout ruang berbentuk A,

Y, V, U, T, X atau L dengan meletakan ruang komunal atau ruang

publik untuk lansia sebagai pusat sirkulasi. Bentuk ruang publik

menurut sifatnya, terbagi menjadi dua yaitu ruang public tertutup

(terdapat di dalam suatu bangunan) dan ruang public terbuka

(terdapat diluar bangunan) (Casnugi, 2016)

2. Organisasi Ruang Terpusat

Gambar 2.1 Zonasi


Sumber: Design Guideline for Nursery Home

Penataan ruang dalam suatu bangunan atau wilayah memiliki

beberapa metode organisasi diantaranya yaitu organisasi ruang

terpusat, linier, radial, cluster, dan grid. Organisasi ruang terpusat

adalah sebuah ruang dominan terpusat dengan peneglompokan

sejumlah ruang sekunder disekitarnya. Ruang pemersatu terpusat

pada umumnya berbentuk teratur dan ukurannya cukup besar untuk

menggabungkan sejumlah ruang sekunder di sekelilingnya. Ruang-


27

ruang sekunder dan suatu organisasi mungkin setara satu sama lain

dalam fungsi bentuk dan ukuran. Pola sirkulasi dan pergerakan

suatu organisasi ruang terpusat mungkin berbentuk radial, loop,

atau spiral.

Ruang dominan pada panti jompo yang disarankan adalah

berupa amenity spaces atau ruang komunal. Peran ruang komunal

pada panti jompo sangat besar pada psikologis lansia. Ruang

komunal pada panti jompo dapat berupa taman, lounge, atau ruang

besar lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mewadahi aktivitas

lansia dan meningkatkan interaksi sosial dengan sesama.

2.5.2 Ukuran dan Bentuk

Ukuran dan bentuk ruang berpengaruh pada aksesibilitas dan

kenyamanan pengguna. Untuk panti jompo perlu diperhatikan ukuran

ruang yang sesuai dengan ruang gerak lansia. Beberapa diantara lansia

memerlukan alat bantu jalan seperti tongkat, kursi roda, dan lain

sebagainya yang membutuhkan ruang gerak yang lebih besar.

Desain ruang dalam hunian lansia harus mengikuti fungsi

rasionalitas, keamanan, kepraktisan kesehatan, kenyamanan, dan

fleksibilitas prinsip desain yang ditujukan untuk lingkungan hidup

lansia untuk memperpanjang umur lansia dan meningkatkan kualitas

hidup lansia (Yanli, 2015) dalam (Fitriani & Hidayat, 2018).

Aksesibilitas adalah kemudahan atau ketersediaan seseorang atau

kendaraan untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan


28

aman, nyaman, serta kecepatan yang wajar kemudahan bergerak

melalui dan menggunakan lingkungan (Sholauddin, 2007) dalam

(Fitriani & Hidayat, 2018). Kemudahan bergerak yang dimaksud adalah

berkaitan dengan sirkulasi (jalan) dan visual. Standar yang menjadi

pedoman dalam ukuran – ukuran untuk merancang bangunan tercantum

dalam Peraturan Pemerintah PUPR Nomor 14/PRT/M2017.


29
30

2.5.3 Faktor yang mempengaruhi Behaviorisme

Faktor -faktor pemahaman ruang (tingkah laku) menyangkut hal-

hal yang lebih dalam mengenai aspek psikologi dari pemakai,

bagaimana persepsinya mengenai suatu ruang/bangunan, bagaimana

kebutuhan interaksi sosial antara pemakai, dan bagaimana arti simbolis

suatu ruang/bangunan. Pengalaman ruang dapat dibentuk melalui (Hall,

1966) dalam (Wijayati, 2000):

1. Visual Space, terbentuk dari persepsi indera penglihatan

2. Audial Space, terbentuk dari persepsi indera pendengaran

3. Olfactual Space, terbentuk dari persepsi indera penciuman

4. Thermal Space, terbentuk dari persepsi terhadap temperature

lingkungan

5. Tectile Space, terbentuk dari persepsi indera peraba


31

6. Khinestetic Space, terbentuk dari batas-batas keleluasaan gerak

manusia

Pengertian perilaku dalam suatu setting bergantung pada potensi

dari setting yang digunakan. Karakteristik bidang dari seluruh

tempat dapat merubah kemampuan seseorang untuk bersatu atau

berpisah (Zeizel, 1981). Karakteristik bidang / ruang dipengaruhi

dengan persepsi seseorang terhadap ruang tersebut. Karakteristik

bidang meliputi (Wijayati, 2000):

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan

kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari

fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan

terjadi suatu proses yang disebut aging process atau proses penuaan.:
32

Bandar udara terdiri dari Bandar udara internsional dan Bandar udara

domestik

e. Bandar udara internasional adalah bandar yang ditetapkan sebagai

bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri dan rute

penerbangan dari dan ke luar negeri.

f. Bandar udara domestik adalah bandar yang ditetapkan sebagai bandar

udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri. (Atmadjati, 2014)

Bandar udara domestik merupakan sebuah Bandar udara yang

hanya menangani penerbangan domestik atau penerbangan di negara


33

yang sama. Bandara domestik tidak memiliki fasilitas bea cukai dan

imigrasi, serta tidak mampu menangani penerbangan menuju atau dari

bandara luar negeri. Bandara tersebut umumnya memiliki landasan

pendek yang hanya dapat menangani pesawat jarak pendek / menengah

dan lalu lintas regional. (wikipedia).

Klasifikasi bandar udara berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan

operasional bandar udara dibagi menjadi beberapa macam:

- Kode angka (code number ) yaitu perhitungan landasan pacu

berdasarkan referansi pesawat aeroplane reference field length

(ARFL)

- Kode huruf (code letter) yaitu perhitungan lebar sayap /jarak

terluar pesawat. Berikut ini tabel kriteria klasifikasi bandar

udara:

- Tabel 2.1 Pembagian Landasan Pesawat Udara


Kode Panjang landasan pacu Kode Bentang sayap Jarak roda
angka berdasarkan referansi huruf utama terluar
pesawat
1 ARFL <800 m A WS < 15 m OMG<4,5m

2 800 m < ARFL <1200 B 15 m < WS< 24 4,5<OMG<


m m 6m
3 1200m <ARFL< 1800 C 24m<WS<36m 6m<OMG<
m 9m
4 1800 m< ARFL D 36m<WS<52m 9m<OMG<
14m
E 52m<WS<56m 9m<OMG<
14m
F 56m<WS<80m 14m<OMG<
16m
Sumber: dephub.go.id.

A. Berdasarkan Hirarkinya bandar udara terdiri atas :

1. Bandara Udara Pengumpul


34

Merupakan bandar udara yang mempunyai cakupan wilayah yang

luas dari berbagai bandara udara yang melayani penumpang dan atau

kargo dalam jumlah besar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi

secara nasional atau berbagai provinsi.

Macam-macam bandar udara pengumpul :

a. Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer yaitu

bandar udara sebagai slaah satu prasarana penunjang pelayanan

Pusat Kegiatan Nasinal (PKN) yang melayani penumpang dengan

jumlah lebih besar atau sama dengan 5.000.000 (lima juta) orang

pertahun.

b. Bandara udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder yaitu

bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan

Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani penumpang dengan

julmah lebih besar dari atau sama dengan 1.000.000( satu juta ) dan

lebih kecil dari 5.000.000 ( lima juta ) orang pertahun.

c. Bandara udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier yaitu

bandara udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan

Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah

(PKW) terdekat yang melayani penumpang dengan jumlah lebih

besar dari atau sama dengan 500.000 (lima ratus ribu) dan lebih

kecil dari 1.000.000 (satu juta) orang pertahun.

2. Bandar Udara Pengumpan (Spoke)


35

Bandar Udara Pengumpan merupakan bandar udara yang memiliki

cakupan pelayanan dan mempengaruhi perkembangan ekonomi lokal.

Bandar udara tujuan atau bandar udara penunjang dari bandar udara

pengumpul. Bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang

kegiatan lokal. (dephub.go.id, 2014)

2.1 Peran dan Fungsi Bandar Udara

Bandar udara memiliki peran sebagai

- Simpul dalam jaringan transportasi udara yang digambarkan sebagai

titik lokasi bandar udara yang mejadi pertemuan beberapa jaringan dan

rute penerbangan sesuai hirarki bandar udara.

- Pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan

pembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta keselarasan

pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang digambarkan

sebagai lokasi dan wilayah di sekitar bandar udara yang menjadi pintu

masuk dan keluar kegiatan perekonomian.

- Tempat kegiatan alih moda transportasi, dalam bentuk interkoneksi

antar moda pada simpul transportasi guna memenuhi tuntutan

peningkatan kualitas pelayanan yang terpadu dan kesinambungan yang

digambarkan sebagai tempat perpindahan moda transportasi udara ke

moda transportasi lain atau sebaliknya.

- Pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan dan atau

pariwisata dalam menggerkkan dinamika pembangunan nasional, serta

keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya, digambarkan sebagai


36

loaksi bandar udara yang memudahkan transportasi udara pada wilayah

sekitarnya.

- Pembuka isolasi daerah , digambarkan dengan lokasi bandar udara yang

dapat membuka daerah terisolir karena kondisi geografis dan atau

sulitnya transportasi lain.

- Pengembangan daerah perbatasan, digambarkan dengan lokasi bandara

udara yang memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah

perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia di kepulauan dan atau

daratan.

- Penanganan bencana, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang

memperhatikan kemudahan transportasi udara untuk penanganan

bencana pada wilayah sekitarnya.

- Prasarana memperkokoh Wawasan Nusantara dan kedaulatan Negara,

digambarkan dengan titik-titik loaksi bandar udara yang dihubungkan

dengan dengan jaringan dan rute penerbangan yang mempersatukan

wilayah dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.(Undang

Undang No. 1 Tentang Penerbangan dan PM.69 Tahun 2013 tentang

Tatanan Kebandarudaraan Nasional)

Berdasarkan fungsinya maka bandar udara merupakan tempat

penyelengaraan kegiatan pemerintahan dan atau pengusahaan. Sebagai

tempat penyelenggaraan pemerintahan maka bandar udara merupakan

tempat unit kerja instansi pemerintah dalam menjalankan tugas dan

fungsinya terhadap masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan dalam


37

urusan antara lain (UU No. 1 Tentang Penerbangan dan PM.69 Tahun 2013

tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional):

a. Pembinaan kegiatan penerbangan

b. Kepabeanan

c. Keimigrasian

d. Kekarantinaan

Bandar udara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pengusahaan maka

bandar udara merupakan tempat usaha bagi :

a. Unit penyelenggara Bandara Udara atau badan Usaha Bandar Udara

b. Badan Usaha Angkutan Udara

c. Badan Hukum Indonesia atau perorangan memalui kerjasama Unit

Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara.

(dephub.go.id, 2014)

2.2 Komponen Bandar Udara

Bandara terdiri atas beebrapa komponen untuk menunjang aktivitas

penerbangan, diantaranya adalah:

1. Sisi Udara (Air Side)

a. Landasan pacu yang mutlak diperlukan pesawat. Panjang landasan

pacu biasanya tergantung dari besarnya pesawat yang dilayani.

Untuk bandara perintis yang melayani pesawat kecil, landasan cukp

dari rumput atau tanah diperkeras(stabilisasi). Panjang landasan

perintis umumnya 1200 meter dengan lebar 1 meter. Pesawat kecil

berbaling-baling dua (umumnya cukup 600-800m). sedangkn untuk


38

bandar udara yang cukup ramai dipakai konstruksi aspal, dengan

anjang 1800 meter dan lebar 20 meter. Pesawatyang dilayani adalah

jenis turb-prop atau jet kecil seperti Fokker-27, Tetuko 234, Fokker-

28, dan lain sebagainya.

Pada bandara yang ramai, umumnya dengan konstruksi beton

dengan panjang 3600 meter dan lebar 30meter. Pesawat yang

dilayani adalah jet sedang seperti Fokker-100, DC-10,B-

747,Hercules dll. Sedangkan bandara Internasional terdapat lebih dari

satu landasan untuk antisipasi ramainya lalu lintas.

b. Apron adalah tempat parkir pesawat yang dekat dengan bangunan

terminal, sedangkan taxiway menghubungkan apron dan runway.

Konstruksi apron umumnya beton bertulang karena memikul beban

besar yang statis dari pesawat.

c. Untuk keamanan dan pengaturan, terdapat Air Traffic Controller,

berupa menara khusus pemantau yang dilengkapi radio control dan

radar.

d. Karena dalam bandar udara sering terjadi kecelakaan, maka

disedikan unit penanggulangan kecelakaan(air rescue service)

berupa peleton penolong dan pemadam kebakaran, mobil pemadam

kebakaran, tabung pemadam kebakaran, ambulance,dll.

e. Feul service untuk mengisi bahan bakar avtur.

2. Sisi Darat ( land side )

a. Terminal bandar udara atau concourse adalah pusat urusan

penumpang yang dating atau pergi. Di dalamnya terdapat pemindai


39

bagasi sinar X, counter check-in, (CIQ,Custom-Imigration-

Quarantine) untuk bandar udara internasional, dan ruang

tunggu(boarding lounge) serta berbagai kenyamanan untuk fasilitas

penumpang. Di bandar udara besar, penumpag masuk ke peswat

melalui garbarat atau avio bridge. Di bandar udara kecil, penumpang

naik ke pesawat melalui tangga (pax step) yang bisa dipindah-

pindah.

b. Curb,adalah tempat penumpang naik dan turun dari kendaraan darat

ke dalam bangunan terminal

c. Parkir kendaraan, untuk parkir para penumpang dan

pengantar/penjemput, termasuk taksi. (Atmadjati, 2014).

2.3 Sarana dan Prasarana

Fasilitas pokok Bandar Udara terdiri dari :

1. Fasilitas sisi udara (airside facility), antara lain:

a. Landasan pacu

b. Penghubung landasan pacu (taxiway)

c. Tempat parkir pesawat (apron)

d. Runway strip

e. Fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadam

kebakaran

f. Marka dan Rambu

2. Fasilitas sisi darat (lanside Facillity) terdiri dari :

a. Bangunan terminal penumpang, dan kargo


40

b. Menara pengawas lalu lintas penerbangan (ATC Tower)

c. Bangunan gedung genset/Main Power House

d. Bangunan PKP-PK atau SAR

e. Jalan masuk (access road)

f. Bangunan operasional penerbangan.

g. Bangunan administrasi/perkantoran

h. Marka dan rambu

i. Bangunan hanggar

j. Bangunan parkir kendaraan bermotor

3. Fasilitas navigasi penerbangan, antara lain :

a. Non Directional Beacon (NDB)

b. Doppler VHF Omni Range (DVOR)

c. Distance Measuring Equipmen (DME)

d. Runway Visual Range (RVR)

e. Instrument Landing System (ILS)

f. Radio Detection and Ranging (RADAR)

g. Very High Frequency Direction Finder (VHF-DF)

h. Differential Global Positioning System (DGPS)

i. Automatic Dependent surveillance (ADS)

j. Satellite Navigation system.

k. Aerodrome Surface detection Equipment.

l. Very High Frequency Omnidirectional Range

4. Fasilitas alat bantu pendaratan visual, antara lain :

a. Marka dan rambu


41

b. Runway lighting

c. Taxiway lighting

d. Threshold lighting

e. Runway and lighting

f. Apron lighting

g. Prescion Approach path Indicator (PAPI) I Visual Approach slope

Indicator (VASI)

h. Roating Beacon

i. Apron Flood Light

j. Approach Lighting System

k. Indicator and Signaling Device

l. Circling Guidance Light

m. Sequence Flashing Light

n. Runway Lead in Lighting System

o. Runway Guard Light

p. Road Holding Position Light.

5. Fasilitas komunikasi penerbangan, antara lain:

a. Komunikasi antar stasiun penerbangan (Aeronautical Fixed

Service/AFS):

 Very High Frequency (VHF)Air Ground Communication

 Automatic Message Switcing Center (AMSC)

 Aeronautical Fixed Telecommunation Network (TELEX/AFTN)

 High Frequency-Single Side Band (HF-SSB)

 Direct Peech
42

 Teleprinter

b. Peralatan komunikasi lalu lintas penerbangan (Aeronautical Mobile

Service/AMS):

 High Frequency Air Grounf Communication

 Very High Frequency Air Ground Communication

 Voice Switching Communication System

 Controller Pilot data link communication

 Very High Frequency Digital Link

 Integrated Remote Control and Monitoring System

 Aerodrome Terminal Information System

c. Transmisi :

 Radio Link

 VSAT

6. Fasilitas Penunjang Bandar udara antara lain :

a. Penginapan / hotel

b. Penyedian took dan restoran

c. Fasilitas penempatan kendaraan bermotor

d. Fasilitas perawatan pada umumnya (perawatan gedung/perkantoran,

perawatan operasional)

e. Fasilitas pergudangan

f. Fasilitas perbengkelan pesawat udara

g. Fasilitas hangar

h. Fasilitas pengelolaan limbah

i. Fasilitas lainnya yang menunjang langsung maupun tidak langsung.


43

Gambar 2.1 Sistem Bandar Udara


Sumber : (Horonjeff,1993)

2.4 Pemilihan Lokasi Bandara

Pemilihan lokasi suatu bandara dilakukan melalui beberapa tahap

seperti :

1. Rencana pemilihan lokasi yang dilakukan berdasarkan data sekunder

(peta administrasi, tata guna lahan,dsb)

2. Melakukan peninjauan atau survey lapangan yang akan dijadikan

bandara.

Dalam menetapkan atau merencanakan pembangunn suatu bandara,

perlu dilakukan pengkajian berbagai aspek yang menyangkut persyaratan

bandar udara dalam menentukan alternatif lokasi bandar udara. Kriteria itu

sebagai berikut :

a. Kemudahan pencapaian ke dan dari bandar udara

b. Kesesuaian arah landasan dengan arah angin

c. Ketersediaan ruang udara


44

d. Ketersediaan lahan yang cukup luas

e. Kemudahan pembangunan.

f. Kemudahan pembangunan bandar udara pada masa depan.

g. Kesesuian dengan rencana tata ruang daerah.

h. Dampak terhadap lingkungan.

i. Kemudahan utilitas.

2.5 Karakteristik Bandara

Bandara membutuhkan pedoman yang diperlukan dalam rangka

pembangunan dan pengembangan suatu bandar udara dan operasi

penerbangan serta analisis finansial sampai dengan tahun rencana agar

terwujud bandara yang ideal, memiliki fasilitas sesuai dengan ketentuan

yang dipersyaratkan, sehingga dapat memberikan pelayanan yang cepat,

aman, nyaman, efektif, efisien, dan optimal baik terhadap keselamatan

operasi penerbangan, penumpang maupun bagi pengguana bandara lainnya.

Beberapa aspek yang perlu diupayakan adalah sebagai berikut.

a. Analisis tentang kelayakan sampai seberapa jauh bandar udara dapat

dimanfaatkan/dikembangkan untuk melayani pertumbuhan kebutuhan jasa

pelayanan bandar udara pada saat ini dan masa mendatang.

b. Analisis potensi eksisting dan potensi yang dapat dikembangkan di suatu

wilayah kota/kabupaten serta wilayah hindterlandnya yang secara

langsung atau tidak langsung dapat dijadikan sebagai modal

pengembangan jasa ransportasi udara.


45

c. Rencana tata guna lahan dan rencana tata letak fasilitas suatu bandar udara

dalam kaitannya dengan pemanfaatan bandara secara optimal.

d. Analisis mengenai pemanfaatan daerah disekitar bandar udara bagi pihak-

pihak yang berkepentingan sesuai persyaratan keselamatan operasi

penerbangan dan kelestarian lingkungan.

e. Rencana skala prioritas dan tahapan pengembangan/pembangunan fasilitas

bandara secara optimal.

2.6 Karakteristik Pesawat Udara.

Untuk merencanakan prasarana pesawat terbang dalam prencanaan

pengembangan pesawat terbang, perlu diketahui sifat-sifat umum pesawat

udara:

a. Berat (Weight) ini diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan.

Berat pesawat terbang merupakan gabungan-gabungan dari beberapa

komponen dasar , seperti ;

 Berat kosong , merupakan berat dasar pesawat yang siap beropoerasi

dengan baik, termasuk awak pesawat dan semua peralatan ayng

diperlukan untuk penerbangan, tetapi tidak termasuk berat bahan

bakar penumpang.

 Berat payload, adalah berat muatan yang berada dalam pesawat yang

meliputi penumpang, bagasi, dan barang muatan lainnya.

 Berat tegangan maksimum (maximum ramp weight) adalah berat

maksimum yang diijinkan untuk bergerak di darat (taxing).


46

 Berat lepas landas struktur maksimum (maximum structural take off

weight) merupakan berat yang diperbolehkan pada saat pesawat

lepas landas.

 Berat pendaratan maximum (maximum structural landing weight)

merupakan berat maksimum yang diperbolehkan pada saat pesawat

melakukan pendaratan. Berat pada saat pendaratan berbeda dengan

berat pada saat lepas landas, ini dikarenakanpada saat lepas landas,

bahan bakar pesawat masih penuh.

b. Ukuran (size) lebar dan panjang pesawat terbang (fuselage)

mempengaruhi lebar area parkir dan apron.

c. Kapasitas penumpang, ini sangat penting dalam perencanaan bangunan

terminal dan sarana lainnya.

d. Panjang landasan pacu, ini penting bagi perencanaan luas area yang
diperlukan lapangan terbang.

2.7 Arsitektur Ekologi

2.7.1 Pengertian Arsitektur Ekologi

Berikut ini beberapa pendapat mengenai pengertian dari Arsitektur

Ekologi :

a. Arsitektur

Dari (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas) Arsitektur

adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang

lebih luas, arsitektur mencakup merancang merancang dan

membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro

yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap,


47

hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan

desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses

perancangan tersebut.

b. Ekologi

Ekologi berasal dari bahasa Yunani ‘oikos’ dan ‘logos’. Oikos berarti

rumah tangga atau cara bertempat tinggal, dan logos berarti ilmu atau

bersifat ilmiah. Ekologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari

tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

lingkungannya.

Arsitektur berkelanjutan yang ekologis dapat dikenali dengan cara

sebagai berikut :

1. Tidak menghabiskan bahan lebih cepat daripada tumbuhnya kembali

bahan tersebut oleh alam.

2. Menggunakan energi terbarukan secara optimal.

3. Menghasilkan sampah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

bahan baru.

Arsitektur ekologis mencerminkan adanya perhatian terhadap

lingkungan alam dan sumber alam yang terbatas. Secara umum,

arsitektur ekologis dapat diartikan sebagai penciptaan lingkungan

yang lebih sedikit mengkonsumsi dan lebih banyak menghasilkan

kekayaan alam. Ekologi arsitektur merupakan pembangunan

berwawasan lingkungan, dimana memanfaatkan potensi alam

semaksimal mungkin. (Frick, 2007).


48

Gambar 2.2. Pola Pikir Disain Arsitektur Ekologi


Sumber :Frick, H. (2007). Dasar-dasar Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius.

Arsitektur ekologis menekankan pada konsep ekosistem, yaitu

komponen lingkungan hidup harus dilihat secara terpadu sebagai

komponen yang berkaitan dan saling bergantung antara satu dengan yang

lainnya dalam suatu sistem. Cara ini dikenal dengan pendekatan ekosistem

atau pendekatan holistik. Dalam ekosistem terjadi peredaran, yaitu suatu

kondisi peralihan dari keadaan satu ke keadaan lainnya secara berulang-

ulang yang seakan-akan berbentuk suatu lingkaran. Namun demikian,

peredaran tersebut bersifat linier atau dengan kata lain tidak dapat diputar

secara terbalik. Ekosistem terdiri dari makhluk hidup (komunitas biotik)

dan lingkungan abiotik. Kedua unsur tersebut memeiliki peran dan saling

ketergantungan sehingga terjadi suatu keseimbangan, keselarasan, dan

keserasian alam di bumi.


49

Gambar 2.3. Pola Pikir Desain Arsitektur Ekologi


Sumber :Frick, H. (2007). Dasar-dasar Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius.

Dasar ekologi terdiri dari komunitas (biosonos) dan kawasan alam

(biotop). Komunitas dan kawasan alam memiliki hubungan timbal balik

dan membentuk suatu sistem yang menciptakan suatu kestabilan atau

keseimbangan tertentu. Ekosistem pada umumnya terdiri dari 4 komponen

dasar, yaitu :

1. Lingkungan Abiotik

Lingkungan abiotik terdiri atas tanah, iklim, dan air. Tanah merupakan

media yang mengandung unsur-unsur hara, memiliki kapasitas untuk

menahan air, dan mengandung sifat kimia seperti nilai pH. Iklim

mengandung energi, suhu, kelembaban, angin, dan kandungan

gas/partikel. Sedangkan air memiliki kandungan-kandungan mineral

yang dibutuhkan oleh makhluk hidup.

2. Organisme Produsen

Organisme produsen pada umumya memiliki klorofil yang berguna

membentuk bahan-bahan organik dengan menggunakan energi surya


50

melalui proses fotosintesis. Organisme produsen adalah tumbuh-

tumbuhan hijau atau bakteri-bakteri.

3. Organisme Konsumen

Organisme konsumen adalah organisme yang memiliki ketergantungan

hidup kepada organisme produsen atau organisme konsumen yang lain.

Organisme konsumen tidak mampu membentuk bahan-bahan organik

dengan menggunakan energi surya dan bahan anorganik lainnya.

4. Organisme Perombak

Organisme perombak merupakan mikro-organisme yang terdiri atas

bakteria dan jamur. Organisme perombak memakan bangkai tumbuhan

dan binatang, serta urin/fesesnya. Organisme perombak bersifat

membusukkan dan menguraikan organisme yang telah mati, atau dengan

kata lain berperan sebagai dekomposer.

2.7.2 Unsur-unsur Pokok Arsitektur Ekologi

Udara (angin), air, tanah (bumi), dan api (energi) dianggap sebagai

unsur awal hubungan tumbal balik antara bangunan gedung dan

lingkungan. Arsitektur ekologis memperhatikan siklus yang terjadi di

alam dengan udara, air, tanah, dan energi sebagai unsur utama yang

perlu untuk diperhatikan.

Udara merupakan campuran berbagai gas (nitrogen, oksigen,

hydrogen,dll.) yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihirup oleh

manusia ketika bernapas. Udara memiliki hubungan yang erat dengan


51

kehidupan manusia. Jika kualitas udara tercemar, maka akan

mengganggu sistem pernapasan dan kualitas hidup manusia.

Air merupakan elemen yang mendukung keberlngsungan hidup

manusia. Air digunakan untuk menunjang kegiatan dan aktivitas sehari-

hari yang dilakukan oleh manusia, seperti minum, mandi mencuci dll.

Namun demikian air juga menjadi penting bagi keberlangsungan hidup

orgnisme lain yang berada di alam seperti tumbuh-tumbuhan dan

hewan.

Tanah (bumi) merupakan asal dari seluruh sumber bahan baku

yang menunjang keberlangsungan hidup dari seluruh makhluk hidup.

Energi merupakan elemen yang melambangkan kekuatan yang

diperlukan manusia dalam melaksanakan aktivitasnya. Setiap kegiatan

yang dilakukan oleh manusia membutuhkan energi, seperti halnya

manusia membutuhkan energi untuk memproduksi makanan dan

peralatan.

2.7.3 Cakupan dan Sifat Arsitektur Ekologi

Arsitektur ekologis bersifat holistis (berkeseluruhan). Arsitektur

ekologis mengandung bagian-bagian dari arsitektur biologis (arsitektur

kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan penghuni), arsitektur

alternatif, arsitektur matahari (berkaitan dengan pemanfaatan dan

pengolahan energi surya), arsitektur bionic (teknik sipil dan konstruksi

yang memperhatikan pembangunan alam), serta pembangunan


52

berkelanjutan. Sifat arsitektur ekologis yang holistis (berkeseluruhan)

secara garis besar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.4. Pola Pikir Disain Arsitektur Ekologi


Sumber :Frick, H. (2007). Dasar-dasar Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius.

Arsitektur ekologis tidak menentukan apa yang akan seharusnya

terjadi dalam arsitektur karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai

standar atau ukuran baku, melainkan arsitektur ekologis menghasilkan

keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. Arsitektur ekologis

juga mengandung dimensi lain seperti waktu, lingkungan alam, sosial-

budaya, ruang, serta teknik bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa

arsitektur ekologis bersifat lebih kompleks, padat, dan vital dibandingkan

dengan arsitektur pada umumnya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa arsitektur ekologis memiliki sifat-sifat :

1. Holistis, berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai suatu

kesatuan.

2. Memanfaatkan pengalaman manusia (tradisi dalam pembangunan) dan

pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.

3. Pembangunan sebagai proses, dan bukan sebagai kenyataan yang

statis
53

4. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitar demi keselamatan

kedua belah pihak.

2.7.4 Perencanaan Bangunan Ekologis

Perencanaan perancangan bangunan yang memenuhi kaidah

bangunan ekologis berarti termasuk dalam prinsip-prinsip bangunan

ekologis yang dikemukakan oleh Heinz Frick, antara lain yaitu :

1. Menyesuaikan dan memperhatikan lingkungan alam setempat

2. Meminimalkan penggunaan bahan baku yang tidak dapat diperbarui dan

menghemat penggunaan energi.

3. Mengutamakan penggunaan bahan yang dapat diperbarui dan

terbarukan.

4. Memelihara unsur-unsur alam (udara,tanah,air) dan mempertahankan

ekosistem lingkungan sekitar.

Adapun kriteria-kriteria bangunan ekologis berdasarkan pendapat

Heinz Frick yaitu :

a. Memperhatikan tapak bangunan sesuai dengan orientasi Timur-Barat

dan Utara-Selatan.

b. Menciptakan kawasan hijau disekitar kawasan bangunan.

c. Menggunakan ventilasi pada bangunan sebagai sirkulasi udara yang

baik dari alam untuk bangunan.

d. Menghindari kelembapan tanah naik kedalam konstruksi bangunan dan

mengutamakan bangunan kering.


54

e. Memilih lapisan dinding dan langit-langit ruang yang mampu

menglirkan uap air.

f. Mencipatakan bangunan yang bebas hambatan atau fleksibel, artinya

dapat digunakan oleh semua orang mulai dari anak-anak hingga orang

tua termasuk penyandang disabilitas.

2.7.5 Membangun Gedung Ekologis pada Iklim Tropis.

Memperhatikan arsitektur Indonesia masa kini sering menimbulkan

kesan bahwa proyek tersebut dpindahkan dari jauh (missal: Amerika

Utara, eropa, dll.), dari daerah beriklim sedang ke daerah beriklim

tropis lembap (Indonesia). Perencanaan tersebut menghasilkan

konstruksi, pengaturan jendela kaca, penempatan masa, dan konsep

yang menitu gedung dari iklim dingin yang seolah-olah terletak diantara

bangunan tropis.

Iklim di Indonesia secara keseluruhan adalah iklim tropis. Perairan

yang hangat di wilayah Indonesia sangat berperan dalam menjaga suhu

di darat tetap konstan, dengan rata-rta suhu 28ºC diwilayah pesisir,

26ºC di wilayah pedalaman dan dataran tinggi, serta 23ºC di wilayah

pegunungan. Perubahan suhu antarmusim di Indonesia tidak begitu

signifikan. Selain itu, perbedaan lama waktu siang dan malam pun tidak

terlalu mencolok. (Wikipedia, 2020).


55

Gambar 2.5.Angin di Indonesia musim kemarau dan penghujan


Sumber :Frick, H. (2006). Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius.

Pada umumnya bangunan yang berada pada iklim tropis perlu

perlindungan terhadap panas matahari berlebih, hujan,hama, dan

bangunan di pesisir pantai perlu perlindungan terhadap angina

kencang/keras. Dalam hal ini, respon bangunan ekologis terhadap iklim

tropis perlu memperhatikan beberapa metodologi desain agar bangunan

dapat menyesuaikan kondisi tersebut.

1. Bentuk Bangunan

Bentuk gedung memanfaatkan segala sesuatu yang dapat menurunkan

suhu dengan cara memperhatikan orientasi terhadap sinar matahari dan

angin. Merencanakan ruang yang menambah kelembapan udara seperti

kamar mandi dan ruang cuci, dengan sistem penyegaran udara yang

baik dan pertukaran udara yang tinggi. Menjauhkan ruang yang

berpotensi menghasilkan panas berlebih dari ruangan utama.


56

Gambar 2.6.Orientasi Matahari dan Angin


Sumber :Frick, H. (2006). Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius

2. Struktur dan Konstruksi

Pemilihan jenis struktur dan konstruksi yang tepat sesuai pada

bangunan beriklim tropis berdasarkan pendapat Frick Heinz yaitu :

Gambar 2.7.Jenis Struktur


Sumber :Frick, H. (2006). Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius

Pada konstruksi lantai yang menggunakan konstruksi dasarnya adalah

pelat beton, memiliki kapasitas menyimpan panas yang tinggi sehingga

dapat mengatur iklim dan kenyamanan ruang.

Pada konstruksi dinding, sebaiknya dilindungi dengan atap sengkuap

atau tanaman peneduh sehingga menghindari pemanasan kulit luar.

Menggunakan bahan penutup yang memantulkan radiasi panas dan

menggunakan dinding masif yang dapat menyerap panas cukup lama.


57

Pada konstruksi atap, sebaiknya berbentuk pelana sederhana (tanpa

jurai luar dan dalam) untuk mengalirkan air hujan dengan mudah.

Selain itu atap perlu penghawaan udara dari dalam ruangan untuk

mengeluarkan suhu panas dengan memberi rongga uadara pada atap.

Gambar 2.8.Desain Atap Sebagai Jalur Sirkulasi udara


Sumber :Frick, H. (2006). Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius

3. Perlindungan gedung terhadap sinar matahri dan penyegaran udara

Merupakan tuntutan utama pada iklim tropis panas lembap.

Penyelesaian yang paling sederhana adalah penanaman pohon peneduh

disekitar gedung.

Gambar 2.9.Peneduh Bangunan


Sumber :Frick, H. (2006). Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius
58

Kemudian perlindungan dinding dapat dilakukan dengan penonjolan

atau sirip tegak, horizontal ataupun keduanya.

Gambar 2.10.Jenis-Jenis Sirip


Sumber :Frick, H. (2006). Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius

Perlindungan dinding bukaan dari sinar matahari juga dapat dilakukan

dengan penggunaan loggia (serambi yang tidak menonjol, melainkan

mundur ke dalam gedung) sehingga jendela tidak terkena sinar

matahari. Selain itu, perlindungan yang bergerak dapat berbentuk kerai,

jendela krepyak, atau konstruksi lamel.

Gambar 2.11.Jenis-Jenis jendela krepyak


Sumber :Frick, H. (2006). Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius

Penyegaran udara secara aktif dapat dilakukan dengan prinsip angin

bergerak dan pengudaraan ruang (cross-ventilation). Sistem ini dapat

mengatur udara di dalam ruangan. Untuk memanfaatkan penyegaran

udara yang beregerak dari luar bangunan, dapat digunakan peralatan

penangkap angin sederhana sepeti kincir angina, cerobong angin yang

bergerak, atau cerobong angina yang mati.


59

2.7.6 Klasifikasi Bahan Bangunan Ekologis

Berdasarkan pendapat Heinz Frick, klasifikasi bahan bangunan

yang ekologis jika memenuhi syarat syarat sebagai berikut :

1. Eksploitasi dan pembuatan (produksi) bahan bangunan menggunakan

energi sesedikit mungkin,

2. Tidak mengalami perubahan bahan (transformasi) yang tidak dapat

dikembalikan kepada alam.

3. Eksploitasi, pembuatan (produksi), penggunaan dan pemeliharaan

bahan bangunan sesedikit mungkin mencemari lingkungan.

4. Bahan bangunan berasal dari sumber alam lokal.

Proses pembangunan pada masa kini telah terjadi perubahan yang

cukup signifikan dalam kecanggihan teknologi. Tetapi penggunaan

teknologi yang ekologis harus seimbang lingkungan alam. Pemilihan

struktur dan konstruksi bangunan harus memperhatikan masa pakai

bagian-bagian bangunan sehingga penggunaan bahan dapat maksimal

dalam jangka waktu panjang, dan dapat diubah sesuai kebutuhan.

2.7.7 Terminal Bandar Udara dengan Pendekatan Arsitektur Ekologi

Pengembangan sistem jaringan transportasi Provinsi Lampung

direncanakan mampu meningkatkan akses pelayanan perkotaan dan

pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki, serta

meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana


60

transportasi yang terpadu dan merata di seluruh wilayah Provinsi

Lampung.

Secara umum Bandara Radin Inten II merupakan pintu gerbang

sarana transportasi udara di Pulau Sumatera. Posisi bandara yang dekat

dengan kota-kota besar seperti Palembang dan Jakarta memberikan

keuntungan tersendiri dalam perkembangannya. Dalam hal ini, Provinsi

Lampung sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

potensi alam dan budaya yang dijadikan sebagai tujuan objek wisata.

Potensi alam yang indah dan hawa sejuk, dikelilingi oleh bukit,

pegunung dan garis pantai yang luas di berbagai wilayah di provinsi

Lampung.

Oleh karena itu, Bandara Raden Inten II memiliki potensi sebagai

bandara yang sibuk dengan aktivitas penerbangan domestik maupun

mancanegara. Potensi ini menjadikan Bandara Radin Inten II perlu

adanya peningkatan sarana dan prasarana. Penambahan bangunan

terminal bandar udara Internasional dengan pendekatan ekologi

arsitektur dapat mewakili identitas provinsi Lampung yang merupakan

wilayah dengan potensi alam dan budaya yang cukup banyak.

Muatan ekologi dalam sebuah area terminal bandara sangat erat

kaitanya dengan implementasi sustainable development dalam

arsitektural. Dimana didalamnya akan sangat berperan implementasi

ekologi arsitektur dengan misi penghematan energi, pemanfaatan

sumber daya alam secara maksimal dan penggunaan energi terbarukan.

2.8 Studi Preseden


61

2.8.1 Bandara

Berikut ini adalah beberapa contoh bandara internasional yang

dijadikan sebagai bahan referensi, diantaranya:

A. Bandara Juanda Surabaya

Bandara Juanda Surabaya terletak di Kecamatan Waru, Sidoarjo, 20 km

sebelah selatan kota Surabaya. Bandara ini merupkan bandara tersibuk

nomor dua se-Indonsia setelah Bandara Soekarno Hatta. Mulai tahun

2014, bandara ini memiliki dua terminal. Terminal dua difungsikan

untuk penerbangan internasional dan domestik.

Gambar 2.12 Bandara Juanda Surabaya


Sumber :juandaairport.com,2020

1. Sarana dan Prasarana

Bandara Juanda memiliki fasilitas untuk menunjang penerbangan

domestik dan internasional. Berikut ini fasilitas penerbangan

domestik dan internasional.

Tabel 2.2 Fasilitas Penerbangan Domestik dan Internasional


No Fasilitas Spesifikasi

1 Runway Magnetic Angle 279-099


Dimension 3000m x 45m
Strenghts PCN 83 F/D/X/T
Surface ASPHALT Concrete
2 Runway Strip Surface Rumput bergradasi, wide
3200x300
62

3 Apron Strenghts PCN 73 F/C/J


4 Taxiway Stenghts : PCN 73 R/C/X/Y
Surface Beton
Wide N1 : 192 x 30m
N2 : 358 x 30m
N3 : 522 x 30m
N4 : 360 x 30m
N5 : 315 x 30m
N6 : 641 x 30m
N7 : 207 x 30m
NP1 : 633 x 30m
NP2 : 2848 x 30m
5 Terminal Domestik 31.200 m²
6 Terminal Internasional 22.400m²
7 Check-In Counter 39 (MUCS)
Domestic
8 Check-In Counter 25 (MUCS)
Internasional
9 Lounges Check-In 1606 m² (787 PAX)
Counter Domestik
10 Lounges Check-In 1255 m²
Counter Internasional
11 Bording/ Waiting 4525 m² (2218 PAX)
Domestic
12 Bording/ Waiting 2005 m²
Internasional
13 Arrival Domestic 2130m² (1044 PAX)
14 Arrival Internasional 2008m²
15 Imigration Counter 6 units
Departure
16 Terminal Cargo 16.900m²
17 Parking area Car : 27600 m² (1332 Car)
Motor : 2500 m² (900 motor bike)
Sumber :juandaairport.com.
63

Gambar 2.13 Denah Terminal Domestik


Sumber :juandaairport.com,2020

Gambar 2.14 Denah Parkir Terminal


sumber :juandaairport.com,2020

B. Bandara Soekarno Hatta

Bandara Soekarno Hatta terletak di daerah Cengkareng. Bandara

Soekarno Hatta merupakan salah satu bandara dengan jumlah terbanyak

di Indonesia. Hampir 32 juta orang/tahun atau 2/3 totl penumpang di

sleuruh Indonesia meleati bandara ini. (Wikipedia,2020)


64

Gambar 2.15 Bandara Soekarno Hatta


sumber :Wikipedia.id,2020

1. Sarana dan Prasarana

Bandara Soekarno Hatta memiliki fasilitas untuk menunjang

penerbangan domestik dan internasional. Berikut ini tabel fasilitas

Bandara Soekarno Hatta.

Tabel 2.3. Fasilitas Penerbangan Bandara Soekarno Hatta


No Fasilitas Spesifikasi
.
1 Landasan Arah : Timur-Barat (07-05) (07R-25L)
(07C-025C)
Dimensi : ( 3.660 x 60)m² (3.600 x 60)m²
PCN : PCN 120 /R/D/W/T
2 Taxiway 1. N1 :
Posisi : Paralel
Dimensi :(3.897x23)m²
:(1.999x23)m²
Luas : 89631m²
: 45977m²
2. N2 :
Posisi : Paralel
Dimensi :(3.757x23)m²
:(3.211x23)m²
Luas : 86411m²
: 45977m²
3. N3 :
Posisi : Cross(sejajar barat)
Dimensi :(2.008x23)m²
:(2.008x23)m²
Luas : 46184m²
: 46184m²
65

3 Apron Luas Terminal 1 : 312.522m²


Luas Terminal 2 : 564.000m²
4 Tipe Pesawat 1. Jenis pesawat : B747-400
Posisi parking stand: 44
2. Jenis pesawat : B737
Posisi parking stand: 64
3. Jenis pesawat : B734
4. Jenis pesawat : B733
5. Jenis pesawat : B732
6. Jenis pesawat : M82
7. Jenis pesawat : A33
8. Jenis pesawat : A31.dll.
5 Terminal a. Terminal 2D dan 2E
Penumpang Luas : 107,200m²
Kapasitas : 32.458.946 org/thn
(terminal 1 dan 2 )
b. Terminal 1A,1B,1C, dan 2F
Luas : 184.817m²
c. Terminal 3
Luas : Pier 1 (29.800m²) Linking
(25.000m²)
6 Terminal a. Internasional
Kargo Luas : 36417m²
Kapasitas : 464.340.080 kg/thn
(internasional & domestik)
Domestik : 12421 m²
7 Hangar Tersedia
Sumber :bandarasoekarnohatta.wordpress.com,2020

2.8.2 Bangunan Ekologis

Berikut ini adalah beberapa contoh bangunan berkonsep ekologi yang

dijadikan sebagai bahan referensi, diantaranya:

A. Bandar Udara Internasional Banyuwangi

Bandar Udara Internasional Banyuwangi yang juga sebelumnya sebagai

Bandara Blimbingsari, terletak di Desa Blimbingsari, Kecamatan

Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Bandara ini

memiliki landas pacu 2.500 meter dan lebar 45 meter. Bandara ini di
66

klaim sebagai bandara hijau pertama di Indonesia. (Wikipedia, Bandar

Udara Banyuwangi, 2020)

Gambar 2.16 Bandara Banyuwangi


sumber :Banyuwangibagus.com,2020

 Konsep Bangunan Ekologis

Terminal yang diresmikan pada tahun 2017 ini mengusung konsep

hijau ramah lingkungan atau eco-terminal yang efisien dari segi

pemeliharaannya. Hal ini ditandai dengan penghawaan udara yang

alami, penanaman tanaman di atap terminal, konservasi air dan

sunroof untuk pencahayaan alami di siang hari. Selain itu terminal

baru ini mengadopsi bentuk ikat kepala khas Suku Osing. Sehingga

bandara ini bukan berfungsi sebagai salah satu pintu masuk ke

Banyuwangi, namun sekaligus menjadi landmark baru yang

menarik wisatawan.
67

Gambar 2.17 Bandara Banyuwangi


sumber :Banyuwangibagus.com,2020

Berbeda dengan bangunan bandara pada umumnya yang banyak

dipenuhi dengan kaca, bandara ini menyuguhkan karya anti

mainstream dengan menggunakan banyak kayu bekas untuk

bangunannya. Terminal ini mengedepankan konsep rumah tropis

dengan penghawaan alami, sehingga hampir tanpa AC. Desain

interior minim sekat untuk menjamin sirkulasi udara dan sinar

matahari.

Gambar 2.18 Bandara Banyuwangi


sumber :Banyuwangibagus.com,2020

Hampir setiap sudut terminal dikelilingi kolam ikan untuk

mengoreksi tekanan udara, aliran air di kolam ikan yang

mengepung berbagai ruang membuat suhu ruang tetap sejuk.


68

Gambar 2.19 Bandara Banyuwangi


sumber :Banyuwangibagus.com,2020

Pencahayaan alami dari sinar matahari dengan meminimalisir sekat

pada ruang interior yang menggunakan kayu-kayu bekas, kayu

yang dipilih adalah kayu Ulin bekas yang bertekstur khas.

Bangunan bandara ini juga dihiasi dengan tanaman hijau yang akan

membuat ruangan terasa asri dan natural

Gambar 2.20 Bandara Banyuwangi


sumber :Banyuwangibagus.com,2020

Atap gedung terminal menggunakan roof garden yang ditanami

rumput gajah mini. Begitu juga sepanjang ventilasi atap menjuntai

tanaman hias merambat Lee Kwan Yew. Pemilihan konsep bandara

beraksitektur hijau disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia,


69

efisiensi dalam pengelolaan dan pemeliharaan, mengoptimalkan

sumberdaya lokal dan material ramah lingkungan, memanfaatkan

vegetasi untuk meminimalisir panas, dan mengelola limbah untuk

keberlanjutan sumberdaya.

Atap terminal bandara mengadopsi atap rumah adat Suku Osing,

suku asli Bayuwangi. Terdapat dua atap dengan arah yang

berlawanan, menandakan keberangkatan dan kedatangan. Tak

hanya itu, ciri khas budaya lokal juga terlihat dengan hadirnya

Killing, yaitu kincir angin khas Suku Osing di bagian depan

bandara.

Gambar 2.21 Bandara Banyuwangi


sumber :Banyuwangibagus.com,2020

Lansekap bandara ini masih di dominasi lahan persawahan, ini

manjadikan ciri khas bandara yang mengusung konsep bandara

beraksitektur hijau.(Banyuwangibagus.com, 2018)


70

Gambar 2.22 Bandara Banyuwangi


sumber :Banyuwangibagus.com,2020

B. Wisma Dharmala

Gedung Wisma Dharmala Sakti didirikan tahun 1986 oleh arsitek asal

Amerika, Paul Rudolph. Beliau terinspirasi dari bentuk atap-atap di

Indonesia yang memiliki overstek karena merespon iklim tropisnya

sehingga apabila di dalam gedung tidak akan secara langsung diterpa

cahaya matahari. Desain bangunan Wisma Dharmala Sakti ini

menerapkan Konsep Tropis Vernakular. Arsitek mengkombinasi

berbagai potensi alam yang tersedia di lingkungan site berada, dan

memanfaatkan untuk membantu life cycle bangunan.

1. Pencahayaan

 Pencahayaan alami pada bangunan ini terlihat hanya di beberapa

bagian yang terkena cahaya seperti jendela-jendela pada

bangunan, tanaman rambat disekitar atap kanopi, dan sekitar

koridor pada bangunan.


71

 Pencahayaan buatan pada bangunan ini menggunakan lampu,

namun lampu pada siang hari tidak terlalu pada koridor karena

cahaya matahari masih dapat masuk ke dalam bangunan.

Gambar 2.23 Pencahayaan Wisma Dharmala


sumber :Arquitetura,oleh Diah Alia,2020

2. Penghawaan

Awalnya bangunan ini sebenarnya tidak perlu menggunakan

pendingin ruangan. Namun seiring berjalannya waktu dan efek

rumah kaca telah memberi panas yang cukup parah dan tidak

menentu, akhirnya bangunan ini menggunakan pendingin ruangan

untuk penghawaan.

3. Fasad

Bentuk fasad yang ditampilkan pada bangunan ini begitu menarik

dengan overstek diagonal yang menjorok kedepan seolah-olah

membentuk tritisan yang menutupi lantai dibawahnya, kemudian tiap

lantai memiliki area penghijauan pada selasarnya yang ditampilkan

pada fasad, sehingga memberi kesan ekologis terhadap bangunan.


72

a b c

Gambar 2.24
a.Tampak Depan Wisma Dharmala
b.Tampak Samping Wisma Dharmala
c.Tampak Belakang Wisma Dharmala
sumber :Arquitetura,oleh Diah Alia,2020

4. Interior

Dalam konsep bangunan ekologis, interior suatu bangunan sangat

berpengaruh demi kenyamanan pengguna didalamnya, dalam

bangunan ini terdapat void yang sangat luas di tengah-tengah

bangunan, kemudian bukaan jendela yang lebar dan ruang terbuka

yang luas memberikan ruang bagi udara dan cahaya untuk masuk

kedalam bangunan
73

Gambar 2.25 Interior Wisma Dharmala


sumber :Arquitetura,oleh Diah Alia,2020

5. Material

Strukturnya digunakan beton bertulang dan baja. Diseluruh

bangunan, kolom, dinding, pagar dan balkon, dibuat dengan ubin

putih. Penyelesaian bangunan ini tidak hanya melindungi beton

terhadap retakan, karena cuaca basah di daerah tersebut, menjadi

solusi umum di Indonesia, dan juga menciptakan rasa sejuk, dan

memberi tekstur yang mewah.

6. Saluran Air

Saluran air diletakkan di beberapa tingkat teras dan balkon bersama

dengan kotak hijau their dan air mancur dengan seluruh lingkungan

di sekitarnya. Namun bisa dilihat dari desain atapnya yang

menyerupai bidang miring dan diiringi dengan tanaman rambat

berguna untuk menangkal air hujan karena bangunan ini didesain

sedemikian rupa agar memberi kesan sejuk.


74

Gambar 2.26 Saluran Air Wisma Dharmala


sumber :Arquitetura,oleh Diah Alia,2020
2.9 Hasil Studi Komparasi

Berikut ini hasil studi komparasi bangunan terminal bandara

Tabel 2.4. Komparasi Bangunan Terminal Bandara

Objek Bandara Juanda Bandara Soekarno-Hatta


Konsep ruang Memiliki pengelompokan Memiliki pengelompokkan
ruang berdasarkan terminal yang lebih spesifik
terminal domestik dan berdasarkan tujuan
internasional penerbangan domestik
maupun mancanegara,
sebab menjadi bandara
internasional paling padat di
Indonesia.
Sirkulasi ruang Linier Linier
Fasilitas utama Terminal penumpang Terminal penumpang
domestik dan domestik dan internasional,
internasional, terminal terminal kargo.
kargo
Fasilitas Landasan pacu, taxiway, Landasan pacu, taxiway,
pendukung apron, hangar, PKP-PK. apron, hangar, PKP-PK.
parkir , menara ATC, dll parkir , menara ATC, dll.
Kesimpulan Pada kedua terminal memiliki fasilitas yang cukup
lengkap ditunjang dengan menggunakan sistem teknologi
yang modern, kemudian pada bangunan sudah
menggunakan material-material terbarukan, meskipun
beberapa gedung masih dipertahankan sebab memiliki
75

nilai history dan ciri khas dari daerah tersebut.


Sumber : Analisa Penulis,2021

Tabel 2.5. Komparasi Bangunan Ekologi

Objek Bandara Banyuwangi Wisma Dharmala


Inovasi Menjadi bandara pertama Bangunan yang dirancang
dengan konsep Bandara untuk merespon iklim tropis
Hijau di Indonesia, konsep dengan mengunakan
bangunan yang overstek-overstek yang
mengedepankan bangunan ditonjolkan guna meredam
ekologis dan ramah cahaya sinar matahari yang
lingkungan masuk berlebih.
Aplikasi dalam Konsep bangunan eco- Pencahayaan alami pada
desain terminal yang efisien dari beberapa bagian gedung
segi pemeliharaannya, di sebagai bentuk hemat
tandai dengan penghawaan energi.
udara yang alami, Penghawaan alami dengan
penanaman tanaman di void di tengah gedung
atap terminal, konservasi sebagai atrium dan ruang
air dan sunroof untuk terbuka.
pencahayaan alami di Fasad dengan overstek dan
siang hari. tanaman rambat pada
Bangunan dengan selasar menampilkan
pengahwaan alami arsitektur dengan ciri khas
sehingga hampir tanpa iklim tropis.
AC. Desain interior minim Material beton bertulang
sekat untuk menjamin dan dinding dengan
sirkulasi udara dan sinar finishing ubin putih
matahari. Material sekat memberikan kesan sejuk
pada interior dan mewah.
menggunakan kayu bekas,
di tengah-tengah bangunan
ini dihiasi dengan tanaman
hijau yang akan membuat
ruangan terasa asri dan
natural
Hubungan Pemilihan konsep bandara Kondisi bangunan dengan
dengan beraksitektur hijau penggunaan material yang
lingkungan disesuaikan dengan iklim ramah terhadap lingkungan
tropis Indonesia, efisiensi merespon sebuah konsep
dalam pengelolaan dan ekologis, kemudian
pemeliharaan, memanfaatkan energi dari
mengoptimalkan alam yang masuk kedalam
sumberdaya lokal dan gedung untuk memberikan
material ramah efek positif bagi pengguna
lingkungan, memanfaatkan nya.
76

vegetasi untuk
meminimalisir panas, dan
mengelola limbah untuk
keberlanjutan sumberdaya.
Kesimpulan Banyak cara untuk mengaplikasikan bangunan dengan
konsep ekologi-arsitektur. Hubungan timbal balik antara
bangunan dan lngkungan harus tercapai untuk
mempertahankan ekosistem. Seperti hal nya energi alami
(cahaya matahri dan udara) yang bisa dimaksimalkan oleh
bangunan untuk memberikan energi positif pada
bangunan. Dan juga penggunaan material pada bangunan
yang menggunakan bahan baku yang dapat diperbarui dan
terbarukan, serta mengurangi limbah.
Sumber : Analisa Penulis,2021

Anda mungkin juga menyukai