05.3 Bab 3
05.3 Bab 3
BAB III
tetap (kracht van gewijsde, power of force), tidak dapat diganggu gugat
b. kekuatan pembuktian, yakni dapat digunakan sebagai alat bukti oleh para
tetap dapat dipergunakan sebagai alat bukti bagi para pihak yang
putusan tersebut.
secara paksa diperlukan suatu putusan pengadilan atau akta otentik yang
diperiksa atau diadili, maka hal ini mengandung arti bahwa pihak-pihak
yang sangkutan akan tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan.
Putusan yang telah dijatuhkan itu haruslah dihormati oleh kedua belah
kedua belah pihak (Pasal 1917 BW). Terikatnya para pihak kepada
43
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 1998, hlm.
182
44
Ibid., hlm. 213
44
seseorang terhadap pihak ketiga dan saat ini ajaran ini telah
ditinggalkan.
karena menurut teori ini pembuktian lawan terhadap isi suatu putusan
diperkenankan. Teori ini termasuk teori kuno yang sudah tidak banyak
penganutnya.
a) Arti positif, arti positif dari kekuatan mengikat suatu putusan ialah
bahwa apa yang telah diputus di antara para pihak berlaku sebagai
positif benar. Apa yang telah diputus oleh hakim harus dianggap
diputus sebelum nya antara para pihak yang sama serta mengenai
pokok perkara yang sama. Ulangan dari tindakan itu tidak akan
negatif ini juga didasarkan asas ”litis finiri oportet” yang menjadi
hukum; apa yang pada suatu waktu telah diselesaikan oleh hakim
hukum yang pasti atau tetap (kracht van gewisjde) apabila tidak ada
lagi upaya hukum biasa tersedia. Termasuk upaya hukum biasa adalah
hukum yang pasti maka putusan itu tidak lagi dapat diubah, sekalipun
Pendapat para ahli hukum lain, ada yang berpandangan bahwa suatu
b. Kekuatan Pembuktian
yang merupakan akta otentik, tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan
sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin diperlukannya untuk
47
c. Kekuatan Eksekutorial
atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti
mengikat saja dari suatu putusan pengadilan belumlah cukup dan tidak
Oleh karena putusan itu menetapkan dengan tegas hak atau hukumnya
dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Suatu putusan
Maha Esa” (Ps. 4 ayat 1 Undangundang No. 4 tahun 2004) dan semua
Maha Esa” (Ps. 435 Rv jo. Ps. 4 ayat 1 Undang-undang No. 4 tahun
2004)12.
48
adalah suatu kemestian yang praktis berhubung dengan tujuan acara perdata, yaitu
untuk menentukan bagaimana pada akhirnya hubungan hukum antara kedua belah
pihak untuk menentukan hukum menguasai soal yang menjadi perkara itu. Untuk
dapat melaksanakan atau merealisir suatu hak secara paksa diperlukan suatu
putusan pengadilan atau akta otentik yang menetapkan hak itu. Suatu putusan
atau di adili, hal ini mengandung pihak-pihak yang bersangkutan akan tunduk dan
patuh pada putusan yang dijatuhkan. Putusan yang telah dijatuhkan itu haruslah
Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau Badan Hukum perdata dengan Badan atau Pejabat
penetapan tertulis yang dilakukan oleh Negara atau pejabat yang berwenang,
45
Philip Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press, 2008. hlm. 314
49
Peratun, namun terlebih dahulu harus diselesaikan melalui suatu proses yang
mirip dengan suatu proses peradilan, yang dilakukan oleh suatu tim atau oleh
oleh suatu badan atau komisi atau dewan atau panitia, dan bukan dilaksanakan
46
oleh lembaga peradilan independen di luar lingkungan pemerintahan.
PNS di satu pihak sebagai Penggugat dan Badan atau Pejabat Tata Usaha
kesalahan penulisan identitas PNS seperti nama, tanggal lahir, NIP, pangkat
satu bentuk hak asasi yang dimiliki oleh seseorang/sekelompok orang. Untuk
dengan Keputusan TUN telah diatur dalam Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum perdata dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
penetapan tertulis yang dilakukan oleh Negara atau pejabat yang berwenang,
47
Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2008. hlm. 314
53
Peratun, namun terlebih dahulu harus diselesaikan melalui suatu proses yang
mirip dengan suatu proses peradilan, yang dilakukan oleh suatu tim atau oleh
48
Abdullah Gofar, Teori dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Malang:
Tunggal Mandiri, 2014, hlm. 9
54
oleh suatu badan atau komisi atau dewan atau panitia, dan bukan dilaksanakan
PNS di satu pihak sebagai Penggugat dan Badan atau Pejabat Tata Usaha
kesalahan penulisan identitas PNS seperti nama, tanggal lahir, NIP, pangkat
salah satu bentuk hak asasi yang dimiliki oleh seseorang/sekelompok orang.
hubungan dengan Keputusan TUN telah diatur dalam Pasal 53 ayat (1) UU
“Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul di dalam Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau
pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
hukum. Badan atau Pejabat Tata Usaha dalam mengambil keputusan pada
kerugian bagi orang atau badan hukum perdata tertentu, maka menurut azas
sebagai akibat dari penerapan hukum tertentu. Ini bahwa sengketa itu
57
timbul karena terlebih dahulu ada penerapan hukum yang dilakukan oleh
sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat Tata Usaha Negara
mepertahankan hak-haknya.
a. Subjeknya atau pihak yang bersengketa orang atau badan hukum privat di
satu pihak dan badan atau pejabat Tata Usaha Negara di lain pihak.
Negara terdapat dua subjek sengketa para pihak yang bersengketa di muka
Peradilan Tata Usaha Negara yaitu lazim disebut sebagai pihak penggugat
50
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata
Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1992, hlm. 58-59
51
Baharuddin Lopa dan A. Hamzah, Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 47
58
Negara.
atau Badan Hukum Perdata sajalah yang berkedudukan sebagai subjek yang
dapat mengajukan gugatan. Orang atau Badan Hukum Perdata yang dapat
tampil sebagai penggugat adalah hanya orang atau badan hukum perdata
Usaha Negara yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara.
atau organisasi yang tidak berbadan hukum dengan akte authenik tidak
b. Terkena langsung oleh akibat hukum yang timbul dari berlakunya suatu
Peradilan Tata Usaha Negara adalah badan atau perkumpulan atau organisasi
Hukum (rechsperson).
tujuan fungsional
dalam pasal 1 butir 6 UU No. 5/1986 yaitu : “Tergugat adalah badan atau
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat
oleh orang atau badan hukum perdata. Tergugat itu dapat berbentuk tunggal
jelas dapat diketahui dari definisi/rumusan yang tercantum dalam Pasal 1 butir
yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum
b. Penetapan itu dikeluarkan oleh badan atau jabatan Tata Usaha Negara
yang demikian tidaklah merupakan objek sengketa atau objek gugatan. Selain
itu meskipun keputusan TUN ini pada dasarnya merupakan causa prima
timbulnya sengketa TUN akan tetapi terhadap prinsip inipun masih ada
Keputusan TUN yang demikian yaitu merupakan jenis yang dikecualikan dari
1986 meliputi :
bersifat umum
53
Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Buku I, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Edisi Baru, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1994, hlm. 163.
62
keputusan TUN itu tidak lagi diajukan atau digugat ke pengadilan TUN.
menyatakan :
2) Jika badan atau pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan TUN yang
dimaksud.
atau tidaknya suatu keputusan TUN, sehingga pengajuan gugat balik atau
tidak memenuhi salah satu unsur dari pasal 1 butir 3, atau termasuk yang
yang diharapkan oleh badan atau pejabat TUN, dengan kata lain yang
mengatakan badan atau pejabat TUN adalah badan atau pejabat yang
agar ketetapan administrasi sebagai ketetapan sah dan apabila salah satunya
3. vorm dan procedure yakni keputusan dituangkan dalam bentuk yang telah
ditetapkan dan dibuat menurut tata cara yang telah ditetapkan; Isi dan tujuan
dan substansi.55 Aspek wewenang dalam hal ini artinya bahwa pejabat yang
dengan ketentuan yang berlaku untuk itu. Aspek prosedur, berarti bahwa
Error in re”.
54
Dalam Boedi Djatmiko, Karakter hukum keputusan PTUN, Makalah.
55
Philipus M. Hadjon, Pengertian dasar tentang tindak Pemerintahan, Copy-Perc&stensil
Jumali, Surabaya, 1985, h. 25.
56
I Made Arya Utama, Hukum Lingkungan: Sistem Hukum Perizinan Berwawasan
Lingkungan, Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Pustaka Sutra, 2007, hlm. 34
66
rutin antara bawahan dengan atasan, kecuali dilarang tegas oleh peraturan
undangan. Oleh karena itu segala tindakan hukum pemerintah harus selalu
dimaksud dan tidak boleh bertentangan dengan norma wewenang yang diatur
landasan bagi legalitas formal. Atas dasar legalitas formal lahirlah asas
presumptio iustae causa. Atas dasar asas itulah ketentuan pasal 67 ayat (1)
UU. No. 5 Th. 1986 menyatakan: Gugatan tidak menunda atau menghalangi
atau keputusan yang tidak sah. Ada ketetapan yang mengandung kekurangan
harus dipenuhi agar sesuatu ada; kalau syarat tidak dipenuhi maka sesuatu itu
pembatalan suatu ketetapan tidak sah yaitu: pertama, ketetapan yang batal
nietig, juga: batal absolut, absoluut nietig); ketiga, ketetapan yang dapat
dibatalkan ( vernietigbaar).
isinya menetapkan adanya akibat suatu perbuatan itu untuk sebagian atau
pengadilan atau Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berwenang
suatu keputusan hakim atau keputusan suatu badan pemerintah lain yang
bahwa hal ini jarang sekali terjadi namun ada atau dengan kata-kata “ satu
secara umum bahwa batal karena hukum suatu ketetapan tidak secara
maupun Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Selanjutnya suatu ketetapan
yang “Batal” ( nietig) merupakan suatu tindakan atau perbuatan hukum yang
dilakukan yang berakibat suatu perbuatan dianggap tidak pernah ada yang
merupakan suatu tindakan atau perbuatan hukum Badan atau Tata Usaha
dianggap ada sampai waktu pembatalan oleh hakim atau oleh suatu badan
pembatalan maka perbuatan itu tidak ada dan – bila mungkin – diusahakan
supaya akibat yang telah terjadi itu semuanya atau sebagiannya hapus.
Dengan kata lain bahwa yang dimaksud dengan keputusan yang dapat
dan pembatalan tidak berlaku surut. Jadi bagi hukum perbuatan dan akibat-