Anda di halaman 1dari 12

‘’STRATEGI MARITIM’’

OLEH:
KELOMPOK 9

JURUSAN S1 ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
2023

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................2

A. Latar Belakang.....................................................................................................2

B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................3

C. TUJUAN................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. ASPEK SOSIAL DAN BUDAYA...............................................................................4

B. ASPEK EKONOMI...................................................................................................

C. ASPEK PERTAHANAN DAN KEAMANAN.............................................................4

D. ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI.............................................................4

E. SDM MARITIM.....................................................................................................4

F. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERBASIS MARITIM...............................................4

BAB III PENUTUP..........................................................................................................10

KESIMPULAN.........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wiLayah 5,8 juta km
persegi dan panjang garis pantai 81'000 km persegi, sudah sepatutnya Indonesia
memiliki strategi maritim yang baik. Hal tersebut mencakup aspek ekonomi, sosial,
budaya politik keamanan dan pertahanan. Jika dipetakan di belahan bumi lain, luas
wilayah Nusantara sama dengan jarak antara Irak hingga Inggris (Timur-Barat) atau
Jerman hingga Aliazair (Utara-Selatan). Letaknya yang seksi, ditopang potensi
sumber daya alam berlimpah, membuat negara-negara yang berkepentingan
tergoda menguasai kekayaan alam bumi khatulistiwa. Tak heran, ancaman dan
gangguan terus menerpa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam mengatasi tantangan tersebut, seluruh komponen bangsa harus


segera membangkitkan kesadaran lingkungan maritim. Hal itu dibutuhkan karena
bangsa Indonesia sekarang tidak lagi memiliki budaya bahari. Sehingga, perlu
dibangun kembali upaya penyadaran. Upaya ini harus sampai pada penyadaran
efektif terhadap segala sesuatu yang menyangkut lingkungan maritim merupakan hal
vital bagi keamanan, keselamatan, ekonomi dan lingkungan hidup bangsa Indonesia,
serta menunjang upaya menegakkan harga diri bangsa.

Dari perspektif Indonesia, critical uncertaintes yang perlu diperhatikan ialah


semua bentuk operasi yang berkaitan dengan beberapa hal, yaitu pertama upaya
internasional untuk mengamankan choke points, kedua humanitarian assistance
yang mengarah pada daerahdaerah yang bermasalah, ketiga provokasi untuk
"mendatangkan" peacekeeping operation, yang sangat mungkin erat terkait dengan
intra-state conflict. Semua bentuk operasi tersebut, nantinya akan sama artinya
dengan memberikan akses kepada kekuatan luar yang lebih superior untuk masuk ke
daerah-daerah yang mekanisme pertahanannya belum mapan.

Karena Indonesia berada di wilayah ring of fire, dan tiga patahan benua, yaitu
Eurasia, Australia dan Pasifik Barat, maka ancaman bencan alam patut dihindari dan
diantisipasi. Tidak hanya itu penyelanggaran kemanan maritim, perlu bekerjasama
dengan pihak-pihak lain dengan berpegangan pada beberapa hal, yaitu wadah yang
tepat, saling menguntungkan, dan ada kesungguhan.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Aspek Sosial dan Budaya Indonesia ?


2. Bagaimana Aspek Ekonomi Indonesia ?
3. Bagaimana Aspek Pertahanan dan Keamanan di Indonesia ?
4. Apa Konsep Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ?
5. Bagaimana Konsep Sumber Daya Manusia Maritim Indonesia?
6. Apa Konsep Kebijakan Pembangunan Berbasis Maritim di Indonesia ?

 
C. TUJUAN

1. Untuk Mengetahui Aspek Sosial dan Budaya


2. Untuk Mengetahui Aspek Ekonomi
3. Untuk Mengetahui Aspek Pertahanan dan Keamanan
4. Untuk Mengetahui Konsep Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
5. Untuk Mengetahui Sumber Daya Manusia Maritim
6. Untuk Mengetahui Konsep Kebijakan Pembangunan Berbasis Maritim
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aspek Sosial dan Budaya

Dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar, di wilayah Asia Tenggara.
Terutama melalui kekuatan maritim di bawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Tak
heran, wilayah laut Indonesia dengan luas dua pertiga nusantara diwarnai banyak
pergumulan kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa
nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan besar. Bahkan, mampu
mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan.

Penguasaan lautan baik di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya Majapahit


maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, lebih merupakan penguasaan de facto
dari pada penguasaan atas suatu konsepsi kewilayahan dan hukum. Namun sejarah
telah menunjukkan bangsa Indonesia mencintai laut dan menjadi bagian masyarakat
bahari. Tetapi pada masa penjajahan kolonial, bangsa Indonesia digiring hidup di
daratan. Hal ini mengakibatkan menurunnya jiwa bahari. Padahal, nenek moyang
masyarakat Indonesia telah memahami dan menghayati arti dan kegunaan laut
sebagai sarana yang menjamin kepentingan bangsa, seperti perdagangan dan
komunikasi.

Pada sekitar abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 terdapat lima jaringan
perdagangan (commercial zones). Pertama, jaringan perdagangan Teluk Bengal, yang
meliputi pesisir Koromandel di India Selatan, Sri Lanka Burma (Myanmar), serta
pesisir utara dan barat Sumatera. Kedua, jaringan perdagangan Selat Malaka. Ketiga,
jaringan perdagangan yang meliputi pesisir timur Semenanjung Malaka Thailand, dan
Vietnam Selatan. Jaringan ini juga dikenal sebagai jaringan perdagangan Laut China
Selatan. Keempat, jaringan perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon,
Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan (Brunei Darussalam). Kelima
jaringan Lautlawa, yang meliputi kepulauan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku,
pesisir barat Kalimantan, lawa, dan bagian selatan Sumatera. Jaringan perdagangan
ini berada di bawah hegemoni Kerajaan Majapahit.

Dalam strategi besar Majapahit merpersatukan wilayah Indonesia melalui


Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada. Kerajaan Majapahit telah
banyak mengilhami pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur kebudayaan
Bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar. Sayangnya,
setelah mencapai kejayaan, Indonesia terus mengalami kemunduran. Terutama
setelah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia. Perjanjian
Giyanti pada 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta
mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan hasil
wilayahnya kepada Belanda.

Paradigma bangsa telah bergeser yang dulu sangat kental dengan semangat
maritim, telah luntur akibat peran kolonial yang telah merampas dan merampok
segala bentuk kehidupan yang sangat kental, dengan lautan. Kolonialisme telah
merubah cara hidup dan cara pandang bangsa Indcrnesia dari lautan ke daratan
untuk memenuhi ambisi mereka untuk memperoleh rempah-rempah untuk
kepentingan negara para kaum kolonial kejam tersebut. Berbagai cara dilakukan
mereka untuk menghacurkan kekuatan kekuatan maritim kerajaan di seluruh
nusantara.

Kondisi tersebut berlangsung berabad-abad dan berlangsung dari generasi ke


generasi. Akibatnya, saat ini bangsa Indonesia masih sangat kental dengan
paradigma daratan bahkan orientasi pembangunanpun sangat kental dengan land
base oriented. Tentu kondisi ini tak boleh dibiarkan terus berlangsung, diperlukan
berbagai upaya dari semua lapisan masyarakat untuk segera merubah paradigma
bangsa ini untuk kembali ke cara pandang yang kental dengan strategi maritim.
Pemerintah pun harusnya segera memiliki kesadaran ruang bahwa kita hidup di
sebuah negara yang dominan laut, sudah sepantasnya jika negara ini dibangun
dengan kebijakan yang berorientasi pada maritime base oriented.

B. Aspek Ekonomi

Sebagai suatu negara dengan kekuatan ekbnomi yang terus berkembang,


kelanjutan kemajuan Indonesia akan semakin bergantung pada perdagangan dan
angkutan laut dan ketersediaan energi, serta pada ekploitasi sumber ciaya laut dan
bawah laut serta membangun industri maritim yang tangguh. Karena itu, sangat jelas
Indonesia rnemiliki kepentingan nasional yang sangat besar di laut. Sebagai hal yang
mendasari kepentingan Indonesia di laut, lndonesia harus memiliki kemerdekaan
atau kebebasan menggunakan laut wilayahnya untuk memperjuangkan tujuan
nasionalnya, serta mempunyai strategi untuk menjaga kepentingan maritimnya
dalam segala situasi.

Dari sisi pembangunan ekonomi maritim, Indonesia iuga masih rnenghadapi


banyak kendala. Sektor perhubungan laut yang dapat menjadi multiplier effect
karena perkemburgannya akan diikuti pembangunan dan pengembangan industri
dan jasa maritim lainnya masih dikuasai kapnl niaga asing. Asas cahotage seperti
yang diamanatkan UU RI No 1712008, tentang Pelayaran masih perlu diperjuangkan
agar dapat diterapkan dengan baik. Kendala yang dihadapi adalah masih kurangnya
kapasitas kapal nasional, sedangkan pembangunan kapal baru dihadang tidak adanya
keringanan paiak, sulitrya kredig serta tingginya bunga kredit untuk usaha di bidang
maritirn mengingat usaha jenis ini memiliki tingkat resiko tinggi, dan slow yielding.
Dari uraian pembangunan ekonomi maritim ini terlihat jelas bahwa kekuatan
armada pelayaran niaga dan perikanan adalah uiung tombak dan tolok ukur
keberhasilan pembangunan ekonomi atau industri maritim nasional. Asas cabotage
yang telah secara tegas diatur untuk diterapkan adalah kebijakan fundamental untuk
pembangunan ekonomi industri maritim karena multiplier effectnya sangat luas.
Intinya untuk membangun ekonomi atau industri maritim, pemerintah harus segera
menerapkan kebijakan insentif kredit dan pajak untuk pengadaan, pengoperasian
dan pemeliharaan kipal sebagairnana diterapkan pemerintah dari negara-negara lain
yang menjadi saingan armada pelayaran niaga. Inpres V/2005 dan UU RI No
1712008, tentang Pelayaran telah mengatur masalah tersebut. Apabila hal ini
diberikan perhatian lebih khusus dan sungguh-sungguh pemerintah, pembangunan
industri maritim akan menggeliat.

C. Aspek Pertahanan dan Keamanan

Kedudukan Indonesia pada posisi silang perdagangaru memiliki empat dari


sembilan Sea Lines of Communication dunia mengakibatkan Indonesia mempunyai
kewajiban yang sangat besar menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran
intemasional di Selat Malaka-Singapura, serta tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI). Indonesia belum mempunyai kemampuan pertahanan dan keamanan laut
yang memadai. Apalagi untuk menjaga kedaulatan di seluruh wilayah laut
yurisdiksinya.

Dalam kepentingan menjaga keselamatan keamanan dan pertahanan Negara


di laut TNI AL sebagai tulang punggung upaya pertahanan.dan keamanan di laut
masih belum memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan penguasaan laut
di bawah yurisdiksi nasional. Kasus Ambalat dan yang terakhir, penangkapan petugas
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kepulauan Riau oleh Polisi Laut Diraja
Malaysia hanyalah beberapa contoh, bagaimana resiko yang harus diterima bila
Indonesia tidak memiliki armada perang yang kuat dan kemampuan pengamanan
laut yang handal. Dari kebutuhan sekitar 300 kapal kombatan, TNI AL hanya memiliki
sekitar 130 kapal dengan komposisi dah kemampuan yang dirasa belum memadai.
Kekuatan TNI AL tertinggal dari negara-negara tetangga, terutama dari sisi teknologi,
karena masih merrgandalkan kapal-kapal tua. Thailand saja memiliki kapal induk,
sedangkan kapal kombatan Indonesia masih terbatas sampai jenis Koroet.

Kepentingerr mengamankan kegiatan ekonomi dan kedaulatan di laut


yurisdiksi Indonesia yang sangat luas membuhrhkan sistem yang profesion{ efektif
dan efisien. Contohnya kewenangan menegakkan hukum dilautyangditangani 13
instansi perlu ditinjau ulang. Untuk mencapai itu diperlukan strategi maritim yang
mencakup berbagai bidang.
D. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Berdasarkan Deklarasi ]uanda 1952 wilayah laut Negara Kesatuan Republik


Indonesia (NIGI) adalah sekitar 3,1 juta kilometer persegi. Setelah diterimanya
Konvensi Hukum Laut PBB (LJNCLOS) 1982 wilayah laut NKRI bertambah luas dari ZEE
2,7 juta kilometer persegl menjadi total sekitar 118 juta kilometer persegt. Indonesia
mendapatkan hak-hak berdaulat atas kekayaan alam diZEE sejauh 200 mil dari garis
pangkal lurus Nusantara atau sampai ke batas continmtal mmgin jika masih ada
kelanjutan alamiah pulau-pulau hrdonesia di dasar samudra.

Penetapan wilayah laut pedalaman ini membatasi ruang penetrasi kapal asing
kewilayah laut lndonesia karena semua pihak asing tidak boleh memasuki wilayah
perairan pedalaman tersebut tanpa izin Indonesia, termasuk untuk innocent passage
atau lewat secara damai.

Tabel 1: Aktivltas Rlset Sumber Daya Kelautan 2001-2011

Data Tabel 1, menjadi indikasi terbatasnya kegiatan peneliti Indonesia


maupun peneliti asing yang melakukan kegiatan riset terkait sumber daya kelautan.
Jumlahnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang dilakukan di wilayah
daratan. Perlu dicatat, bahwa; (a) tidak semua riset yang dilakukan telah
dipublikasikan pada jumal bersirkulasi global, ada yang dipublikasi pada media
dengan sirkulasi yang terbatas dan kemungkinan lebih banyak lagi kegiatan riset
yang tidak dipublikasikan sama sekali atau hanya berakhil pada laporan pelaksanaan
kegiatan; (b) data base SciVerse Scopus walaupun sudah mencakup lebih dari 18.500
jurnal 340 buku seial, 4,9 juta prosiding seminar, dan berbagai bentuk publikasi
lainnya (kondisi Mei 2012), narnun tetap belum mencakup semua referensi
akademik yang diterbitkan secara global; (c) tidak semua publikasi tentang sumber
daya kelautan yang terjaring melalui kata kunci pada tabel tersebuf sehingga sangat
mungkin masih ada publikasi yang tidak tercakup pada Tabel 1.

Walaupun ada tiga catatan di atas dalam penggunaan data base publikasi
sebagai penaksir intensitas kegiatan riset dan disadari bahwa jumlah absolut dan
intensitas kegiatan riset terkait sumber daya kelautan hampir mustahil untuk
diketahui secara pasti,

Jika ditelusuri lebih mendalam, terindikasi bahwa dari jumlah aktivitias riset
sumber daya kelautan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
tidak terlalu banyak tersebut ternyata hanya 11% yang diperankan oleh institusi
dalam negeri yang melaksanakan kegiatan riset. Termasuk perguruan tinggi,
Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK), atau badan penelitian dan
pengembangan pada berbagai kementerian (Grafik 1). Negara asing yang paling
menunjukkan minat dalam melakukan penelitian kemaritiman di Indonesia adalah
Jepang. Indonesia sebagai maritime continent yang unik justru menarik minat
banyak lembaga riset asing untuk melakukan riset di wilayah ini.
Bila dicermati lebih lanjut rnaka ternyata keterlibatan peneliti Indonesia
dalam riset kemaritiman di wilayah NKRI ada juga yang tidak membawa bendera
institusi riset Indonesia sehingga keterlibatan individual peneliti lebih tinggi
dibandingkan dengan keterlibatan institusi (Grafik 2). Kemungkinan hal ini terjadi
karena peneliti Indonesia pada saat terlibat dalam kegiatan riset yang dipublikasikan
masih berstatus sebagai mahasiswa perguruan tinggi asing atau ditugaskan pada
lembaga riset asing.

Ada tiga lapis persoalan yang dihadapi untuk membangun kemandirian


Indonesia dalam pengelolaan sumberdaya kelautan, yakni: (a) Mendorong agar
peneliti/akademisi lndonesia agar mampu berperan lebih dominan dalam kegiatan
riset kemaritiman di wilayah NKRI, sementara ini lupakan dulu keinginan menjadi
peneliti akademisi kelas dunia di bidang ini; (b) Meningkatkan intensitas dan
produktivitas riset di bidang kelautan agar lebih sebanding dengan riset di wilayah
daratan; dan (c) Meningkatkan relevansi riset dengan realita kebutuhan dan atau
persoalan nyata di sektor kelautan agar dapat meningkatkan peran dan konstribusi
dalam pembangunan ekonomi, sehingga berpeluang untuk ikut mensejahterakan
rakyat dan memakmurkan bangsa sebagaimana yang diamanahkan konstitusi.

Keunikan posisi geografis lndonesia di antara dua kontinen dan dua samudra,
serta dilintasi garis katulistiwa dan rantai Sunung berapi (ring offire), merupakan
kondisi yang tak ada duanya di planet bumi ini. Kajian untuk kasus ini hanya dapat
dilakukan di Indonesia.

Grafik 3. Produktivitas ilmiah Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara


ASEAN.
Keunikan dan berbagai daya tarik tersebrrt memunculkan keinginan dunia
internasional untuk menjadikan wilayah laut NKRI sebagai "laboratorium lapangan"
dari berbagai disiplin ilmu.

Ketertinggalan dalam penguasaan teknologi kelautan tak boleh dibiarkan


berlarut-larut. Kemampuan penguasaan teknologi kelautan yang menjadi modal
nasional untuk mampu mengelola sumber daya dan wilayah kelautan Nusantara
perlu lebih ditingkatkan, terutama melalui peningkatan intensitas kegiatan riset dan
pengembangan di sektor-sektor strategis. Perrgelolaan sumber daya kelautan perlu
fokus pada aktivitas memanfaatkan kekayaan sumber daya yang dimiliki untuk
mensejahterakan rakyat, yang diimbangi dengan upaya menjaga keberlanjutannya
dengan mematuhi kaidah-kaidah ekologis. Teknologiyang dikembangkan perlu
menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dengan kearifan ekologi.

Ragam teknologi berasas keseimbangan ekonomi-ekologi perlu dijadikan asas


pokok dalam pengelolaan sumberdaya kelautan, termasuk untuk teknologi
penangkapan ikan, budidaya ikan dan biota laut serta teknologi pengolahannya.
Kemudian bioteknologi untuk memanfaatkan biodiversitas sebagai sumber bahan
baku industri dan sumber tetua untuk Program pemuliaan tanaman dan ikan atau
biota laut lainnya. Selanjutnya, teknologi eksplorasi dan eksploitasi migas, bahan
tambang lainnya dan sumber daya energi terbarukan. Teknologi konservasi sumber
daya kelautan, yang dapat juga dilebarkan cakupannya pada potensi pengelolaannya
untuk pariwisata bahari.

Selain persoalan lemahnya kapasitas pengamanan wilayah kelautan, saat ini


transportasi laut juga perlu mendapat perhatian, terutama terkait dengan cukup
tingginya frekuensi musibah sarana transportasi laut baik angkutan or.Ing maupun
barang. Tingginya tingkat kecelakaan transportasi laut ini perlu menjadi perhatian
semua pihak, tidak hanya pemilik kapal atau perusahaan pelayaran, tetapi juga
instansi dan aparatur pemerintah yang berwenang, serta masyarakat luas. Penyebab
utama musibah tersebut umurrnya terkait dengan kelebihan muatan.

Wilayah konservasi laut Raja Ampat tentu perlu diproteksi, namun


keterbatasan sarta dan personel aparafur pengamanan laut di satu sisi, dan maha
luasnya wilayah perairan NKRI di sisi lainnya membuka altematif bagi aktor lain
untuk berperan dalam upaya konservasi wilayah laut Indonesia. Botema dan Bush
(2012) mengevaluasi peran dan kinerja lembaganon-pemerintah dalam melakukan
konservasi wilayah laut yang dilindungi, yakni Yayasan Karang Lestari dalam kegiatan
restorasi karang di Pemuteran, pantai utara Bali dan pengelola taman wisata laut di
Gili Trawangan, Lombok. Evaluasi ini menyimpulkanbahwa pihak swasta mampu
meningkatkan kesadaran wisatawan dan komunitas masyarakat pantai, membuka
peluang sumber pendapatan altematif bagi masyarakat, serta mampu meningkatkan
kapasitas finansial untuk membiayai aktivitas konservasi laut. Namun, semua
kontribusi swasta ini tidak akan terealisasi jika tanpa dukungan pemerintah
setempat.
E. SDM Maritim

Anda mungkin juga menyukai