Anda di halaman 1dari 12

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER RESUME MATERI MATA KULIAH PERENCANAAN DAN

PENGEMBANGAN LAHAN
Dosen Pengampuh : Supriadi Takwim, S.T., M.T

Disusun Oleh :
Sarah Zhalianty F 231 21 113

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
1. Lahan, Tanah, Dan Ruang
Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yaitu
adanya persamaan dalam hal geologi, geomorfologi, atmosfir, tanah, hidrologi dan
penggunaan lahan, sifat-sifat tersebut adalah berupa iklim, batuan dan struktur, bentuklahan
dan proses, jenis tanah, tata air,dan vegetasi tumbuhannya. Dan Tanah adalah bentukan
alam, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, yang mempunyai sifat tersendiri dan
mencerminkan hasil pengaruh berbagai faktor yang membentuknya di alam. Ruang
didefinisikan sebagai wadah atau tempat yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Dasar-Dasar Tata Guna Lahan
Tata guna lahan adalah sebuah pemanfaatan lahan dan penataan lahan yang
dilakukan sesuai dengan kodisi eksisting alam. Tata guna lahan berupa:
a. Kawasan permukiman
Kawasan permukiman ini ditandai dengan adanya perumahan yang disertai prasana
dan sarana serta infrastrukutur yang memadai. Kawasan permukiman ini secara
sosial mempunyai norma dalam bermasyarakat. Kawasan ini sesuai pada tingkat
kelerengan 0-15% (datar hingga landai).
b. Kawasan perumahan
Kawasan perumahan hanya didominasi oleh bangunan-bangunan perumahan dalam
suatu wilayah tanpa didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Kawasan
ini sesuai pada tingkat kelerengan 0-15% (datar hingga landai).
c. Kawasan perkebunan
Perkebunan ini ditandai dengan dibudidayakannya jenis tanaman yang bisa
menghasilkan materi dalam bentuk uang. Kawasan ini sesuai pada tingkat
kelerengan 8-15% (landai).
d. Kawasan pertanian
Kawasan pertanian ditandai oleh adanya jenis budidaya satu tanaman saja. Kawasan
ini sesuai pada tingkat kelerengan 8-15% (landai).
e. Kawasan ruang terbuka hijau
Kawasan terbuka hijau ini dapat berupa taman yang hanya ditanami oleh tumbuhan
yang rendah dan jenisnya sedikit. Namun dapat juga berupa hutan yang didominasi
oleh berbagai jenis macam tumbuhan. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan
15-25% ( agak curam ).
f. Kawasan perdagangan
Kawasan perdagangan ini biasanya ditandai dengan adanya bangunan pertokoan
yang menjual berbagai macam barang. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan
0-8% ( datar )
g. Kawasan industri
Kawasan industri ditandai dengan adanya proses produksi baik dalam jumlah kecil
maupun dalam jumlah besar. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 8-15% (
hingga landai ).
h. Kawasan perairan
Kawasan perairan ini ditandai oleh adanya aktifitas perairan, seperti budidaya ikan,
pertambakan, irigasi, dan sumber air bagi wilayah dan sekitarnya.
Perencanaan Tata Guna lahan pada hakekatnya adalah Pemanfaatan lahan yang
ditujukan untuk suatu permukaan tertentu. Permasalahan yang mungkin timbul dalam
perencanaan suatu lahan adalah masalah kesesuaian/kecocokan lahan terhadap suatu
peruntukan tertentu. Hal yang terpenting dalam suatu perencanaan tata guna lahan adalah
usulan rencana lokasi serta tujuan peruntukannya.
Perencanaan Tata Guna Lahan
3 Tahapan dalam Perencanaan Tata Guna Lahan:
1) Melakukan survey pendahuluan atas data-data dasar yang meliputi :
a) Studi Pustaka
b) Survey Lapangan
c) Pekerjaan Laboratorium (Memadukan Peta dasar dengan peta tematik untuk
digunakan laporan)
2) Melakukan penilaian kapabilitas lahan dari hasil tahap pertama untuk berbagai
peruntukan lahan.
3) Menyiapkan rencana lokasi dan tujuan dari peruntukan lahan
3. Aspek Hukum Tata Guna Dan Pengembangan Lahan
a) Undang-undang sektoral→ Undang-undang yang bersifat sektoral cenderung
memberi porsi yang lebih tinggi bagi kepentingan sektornya sendiri dan kurang
memperhatikan sektor lain
b) Penjabaran undang-undang yang tidak jelas→beberapa undang-undang tidak
segera diikuti oleh peraturan pelaksanaannya sbg penjabaran dari undang-undang
tsb. Misal: Kemendagri dan BKRTN menggodog 14 PP yang merupakan peraturan
pelaksanaan UU No 24/1992
c) Perubahan kebijaksanaan nasional. Rencana Tata Ruang pada tingkat provinsi
berjangka 15 tahun, sedangkan pada tingkat kab/kota berjangka 10 tahun dan dapat
dievaluasi setiap 5 tahun. Namun demi kepentingan nasional, peraturan2 tsb dapat
diubah lebih cepat.
d) Rencana yang tidak transparan. RTRW, RDTRK, dll pada umumnya tidak
disebarluaskan sehingga masyarakat sulit untuk ikut memantau
e) Kesadaran hukum yang rendah → banyak produk hukum tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
f) UU No 5 Tahun 1967 tentang Kehutanan
g) UU No 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan
h) UU No 3 Tahun 1972 tentang Transmigrasi
i) UU No 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
j) UU No 4 Tahun 1972 tentang Lingkungan Hidup
k) UU No 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
l) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistem
m) UU No 24 Tahun 1992 yang diperbaharui dengan UU No 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
4. Aspek Kependudukan Dalam Ppl
1) Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Jumlah penduduk pada suatu wilayah atau negara pada dasar nya dapat dikelaskan
sebagai suatu modal atau beban pembangunan. Pernyataan ini didasarkan atas
kenyataan bahwa jumlah penduduk yang banyak jika disertai dengan kualitas yang
memadai baik tingkat kesehatan, pendidikan, maupun kemampuan beradaptasi dengan
perkembangan teknologi sangat mendukung terhadap proses pembangunan negara.
Namun, jika kondisi yang terjadi sebaliknya maka akan menjadi beban bagi
pembangunan dan menjadi suatu hambatan bagi lajunya roda pertumbuhan ekonomi
negara yang bersangkutan.
2) Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Terdapat beragam faktor
yang menyebabkan perubahan jumlah penduduk. Misalnya, peperangan, wabah
penyakit atau epidemi, kelaparan, dan bencana alam. Di lain pihak, kestabilan negara,
peningkatan gizi, dan kesehatan dapat mengakibatkan jumlah penduduk cenderung
naik. Fenomena bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk dari waktu ke waktu
dalam suatu wilayah tertentu dinamakan dinamika penduduk. Gejala dinamika penduduk
dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu kelahiran (fertilitas atau natalitas), kematian
(mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi). Pertumbuhan penduduk dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu pertumbuhan penduduk alami dan pertumbuhan
penduduk total.
3) Fertilitas dan Mortalitas
Pada pembahasan pertumbuhan penduduk telah dijelaskan sepintas bahwa
pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga faktor utama dinamika
penduduk, yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.
a. Fertilitas
Fertilitas merupakan gambaran mengenai jumlah kelahiran hidup dalam suatu
wilayah pada periode waktu tertentu. Fertilitas atau angka kelahiran disebut juga
natalitas. Secara umum angka kelahiran atau fertilitas diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
angka kelahiran kasar, kelahiran umum, dan kelahiran menurut kelompok-kelompok
usia.
b. Mortalitas
Faktor kedua yang memengaruhi pertumbuhan penduduk adalah angka kematian
atau mortalitas. Mortalitas adalah angka yang mem berikan gambaran mengenai jumlah
penduduk yang meninggal dunia dalam waktu tertentu dalam tiap seribu penduduk.
Banyak faktor yang menyebabkan kematian pen duduk di suatu wilayah. Beberapa di
antaranya sebagai berikut :
a) Faktor pendorong, meliputi tingkat kesehatan penduduk yang rendah, fasilitas
kesehatan yang kurang memadai, bencana alam, wabah penyakit, dan konflik
antarbangsa atau suku bangsa yang menyebabkan terjadinya peperangan.
b) Faktor penghambat, meliputi kualitas kesehatan penduduk yang baik, fasilitas
kesehatan yang memadai, kesadaran penduduk akan pentingnya kesehatan tinggi,
dan sanitasi yang baik.
4) Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Penduduk adalah makhluk hidup yang aktif dan senantiasa mencari ruang tempat
hidupnya yang sesuai dengan persyaratan hidup organisme. Salah satunya
ketersediaan sumber daya alam sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara
maksimal. Oleh karena itu, manusia tersebar secara tidak merata di atas permukaan
bumi. Daerah iklim tropis sampai lintang sedang merupakan kawasan konsentrasi
penduduk di muka bumi.
Hal ini dikarenakan daerah tropis memiliki temperatur udara dan curah hujan yang
tinggi. Dapat memberi kan daya dukung optimal bagi kehidupan manusia. Wilayah lain
yang menjadi kawasan konsentrasi penduduk antara lain dataran rendah yang subur.
Adapun kawasan yang kondisi alamnya sangat keras, seperti gurun dan kutub
merupakan daerah yang berpenduduk sangat jarang.
5) Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk merupakan gambaran penggolongan atau pengelompokan
penduduk berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Beberapa contoh dasar penggolongan
penduduk antara lain umur dan jenis kelamin, status perkawinan, tempat tinggal (desa
atau kota), jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan agama.

Struktur penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin dinamakan piramida


penduduk. Piramida penduduk pada umumnya disajikan dalam bentuk grafik batang
yang meng gambarkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada setiap kelompok
usia tertentu. Rentang interval umur yang umumnya digunakan adalah lima tahun (usia
0-4, 5-9, 10-14, 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49, 50-54, 55-59, 60-64,
65-69, 70-74, 75 tahun lebih).
6) Kualitas Penduduk
Selain masalah kuantitas, aspek demografis yang harus diperhatikan dalam mengkaji
sumber daya manusia adalah permasalahan potensi kualitas penduduk. Beberapa
aspek yang dijadikan tolok ukur kualitas penduduk antara lain tingkat pendidikan,
kesehatan, dan pendapatan.
7) Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk merupakan gejala dan fenomena sosial yang sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu gerak perpindahan penduduk dari satu unit geografis
(wilayah) ke dalam unit geografis lainnya.
Proses pergerakan penduduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu permanen dan
nonpermanen. Individu yang melakukan mobilitas disebut migran. Salah satu cara yang
cukup mudah dan sederhana untuk mengetahui apakah seseorang termasuk migran
atau bukan adalah dengan membandingkan antara tempat kelahiran dengan tempat
tinggalnya. Jika lokasi tempat kelahiran berbeda dengan tempat tinggal, termasuk
seorang migran, sedangkan jika lokasinya sama maka dia adalah penduduk asli
(nonmigran).
Gejala mobilitas penduduk pada dasarnya bukanlah suatu proses biologis, tetapi
merupakan bentuk respon manusia terhadap situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.
Misalnya, desakan ekonomi, situasi politik, kebutuhan pendidikan, gangguan keamanan,
terjadinya bencana alam di daerah asal, ataupun alasan-alasan sosial lainnya.
5. Teori Lokasi
Von Thunen (1826)
Mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas
dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa
lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar.
Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan
menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual
dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda
untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan,
makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu
pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah
selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari
pusat kota.

Weber (1909)
Menganalisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber pemilihan lokasi
industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap
industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan
keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang
minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber ada
tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja,
dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya
transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational
triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum
tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar, Weber merumuskan indeks material
(IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
lokasi industri dijelaskan Weber dengan menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve)
berupa lingkaran yang dinamakan isodapan (isodapane).
Christaller (1933)
Menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya
di dalam satu wilayah. Model Christaller ini merupakan suatu sistem geometri, di mana angka
3 yang diterapkan secara arbiter memiliki peran yang sangat berarti dan model ini disebut
sistem K = 3. Model Christaller menjelaskan model area perdagangan heksagonal dengan
menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi yang dinamakan range dan
threshold.

August Losch
Teori Lokasi dari August Losch melihat persoalan dari sisi permintaan (pasar),
berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari sisi penawaran (produksi). Losch
mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang
dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena
biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung
menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.
D.M. Smith
Memperkenalkan teori lokasi memaksimumkan laba dengan menjelaskan konsep
average cost (biaya rata-rata) dan average revenue (penerimaan rata-rata) yang terkait
dengan lokasi. Dengan asumsi jumlah produksi adalah sama maka dapat dibuat kurva biaya
rata-rata (per unit produksi) yang bervariasi dengan lokasi. Selisih antara average revenue
dikurangi average cost adalah tertinggi maka itulah lokasi yang memberikan keuntungan
maksimal.

Mc Grone (1969)
Berpendapat bahwa teori lokasi dengan tujuan memaksimumkan keuntungan sulit
ditangani dalam keadaan ketidakpastian yang tinggi dan dalam analisis dinamik.
Ketidaksempurnaan pengetahuan dan ketidakpastian biaya dan pendapatan di masa depan
pada tiap lokasi, biaya relokasi yang tinggi, preferensi personal, dan pertimbangan lain
membuat model maksimisasi keuntungan lokasi sulit dioperasikan.

Isard (1956)
Menurut Isard, masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya dengan
pendapatan yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-beda. Isard
(1956) menekankan pada faktor-faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi
sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan lokasi.

Richardson (1969)
Mengemukakan bahwa aktivitas ekonomi atau perusahaan cenderung untuk
berlokasi pada pusat kegiatan sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian dalam
keputusan yang diambil guna meminimumkan resiko. Dalam hal ini, baik kenyamanan
(amenity) maupun keuntungan aglomerasi merupakan faktor penentu lokasi yang penting,
yang menjadi daya tarik lokasi karena aglomerasi bagaimanapun juga menghasilkan
konsentrasi industri dan aktivitas lainnya.

6. Konsep Kesesuaian Dan Daya Dukung Ruang


Esensi (Hakekat) dari daya dukung adalah perbandingan antara ketersediaan sumberdaya
dengan kebutuhan manusia/penduduk dalam memanfaatkan sumberdaya tersebut dengan
problem utamanya yaitu sumberdaya terbatas, kebutuhan hampir tak terbatas.
a. Teknik perhitungan daya dukung (lahan pertanian) dengan menggunakan konsep Allan
Daya dukung lahan pertanian dihitung dari kebutuhan lahan perkapita;
Formula Keterangan
A = (100 CL) / P A = Kebutuhan lahan/kapita
L = (R + U ) / U C = luas lahan yang ditanami perkpita
D + Daya Dukung L = faktor penggunaan lahan
R = lamanya lahan bero ditanamani
P = luas lahan yang dapat di tanami
Atau
CPD = (100 Ca.L) / Cp. CPD = critical Population Density
D = Cp / (100 Ca. L) Cp = luas lahan yang dapat di tanami (%)
Ca = luas lahan yang digunakan unutk hidup
perorang (ha/org)
Ca tergantung kriteria yang digunakan
(kriteria hidup layak)
b. Konsep Carneiro (jumlah penduduk kritis)

Formula Keterangan
JPK = (Y/R + Y) x (T/A) Y = lamanya lahan ditanami
T = luas lahan yang tersedia (untuk
pertanian)
R = lamanya lahan bero tidak diatanami
A = luas lahan pertanian untuk memenuhi
kebutuhan minimal/tahun
Analisa Kemampuan dan Keseuaian lahan dalam analisa regional dimana kemampuan
lahan dikur dari produktivitasnya (kemampuan menghasilkan komoditi pertanian).
Produktivitas diukur atas dasar ; lereng, jenis tanah, jumlahn bulan kering dan
penggunaan lahan.
7. Land Readjustment
Land readjustment (penyesuaian lahan) merupakan salah satu penataan lahan yang
berbasis pada peningkatan lahan itu sendiri. Maksudnya adalah lahan yang semula kurang
dioptimalkan, kemudian diadakan penataan terhadap lahan tersebut agar dapat lebih
bermanfaat. Penataan yang dilakukan tidak hanya terbatas pada penataan lahannya saja,
melainkan beserta manajemen, aktivitas, dan bangunan yang berada di atas lahan itu. Land
readjustment dapat dikelola secara bersama-sama atau dikelola secara sepihak oleh pihak
swasta maupun pihak pemerintah. Land readjustment biasanya dilakukan terhadap lahan
yang semula pertanian menjadi lahan perkotaan. Menurut Archer (1987), land readjustment
adalah teknik di mana sekelompok pemilik lahan yang ada di perkotaan, digabungkan dalam
satu kemitraan untuk perencanaan terpadu. Pelayanan dan pembagian tanah dilakukan
dengan membagi seluruh biaya dan keuntungan antara pemilik tanah.
Metode yang digunakan dalam land readjustment ini adalah menata kembali batas-
batas peruntukan lahan berdasarkan arahan zonasi dalam rencana tata ruang. Kemudian,
dengan menyesuaikan batas-batas kepemilikan tanah, maka dapat diperoleh lahan yang
dikontribusikan untuk ruang publik atau prasarana kepentingan umum lainnya. Maka dari itu,
prinsip dasar metode ini adalah replot (penyesuaian batas lahan) à reshuffle (penyesuaian
lokasi) à contribution (kontribusi lahan). Adapun ketentuan dalam penentuan batas
kepemilikan didasari bahwa:
• 25% dari total lahan digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan ruang public
lainnya.
• 15% dari total lahan digunakan untuk sertifikasi, biaya legalisasi
• 60% dari total lahan dikembalikan kepada pemilik lahan.
8. Land Use
Tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan
penggunaanlahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk
pengkhususan fungsi-fungsi tertentu,misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dll.
Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-
keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih
dan air limbah, gedungsekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta
fasilitas umum lainnya.Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam
pengelolaan lingkungan.Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi
merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Tata guna
lahan danpengembangan lahan dapat meliputi:
a) Kota menurut definisi universal, adalah sebuah area urban sebagai puast
pemukimanyang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya,
kepadatan penduduk, kepentingan, kegiatan dan atau status hukum.
b) Perkotaan merupakan pusat pemukiman yang secara administratif tidak harus
berdirisendiri sebagai kota, namun telah menunjukkan kegiatan kota secara umum
dan berperan sebagai wilayah pengembangan.
c) Wilayah merupakan kesatuan ruang dengan unsur-unsur terkait yang batas
dansistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif pemerintahan
ataupun fungsional.
d) Kawasan merupakan wilayah yang mempunyai fungsi dan atau aspek/pengamatan
fungsional tertentu.

e) Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat


tinggalatau lingkungan hunian yang dilengkapi sarana dan prasarana lingkungan.
f) Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasn lindung ,baik
yangberupa perkotaan maupu pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yangmendukung kehidupan
9. Kesesuaian Dan Penentuan Lokasi Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan
sumberdaya buatan. (Nugraha, dkk 2006) dalam Muryono (2008:9). Kawasan budidaya
dibedakan menjadi kawasan budidaya tanaman tahunan dan kawasan budidaya tanaman
semusim.
a) kawasan peruntukan hutan produksi, yang dapat dirinci meliputi: kawasan hutan
produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, dan kawasan hutan yang dapat
dikonversi
Kesesuaian lokasi di tentukan oleh kelerengan lapangan, jenis tanah menurut
kepekaan terhadap erosi, intensitas hujan harian rata-rata
b) kawasan hutan rakyat;
c) kawasan peruntukan pertanian, yang dapat dirinci meliputi: pertanian lahan basah,
pertanian lahan kering, dan hortikultura;
d) kawasan peruntukan perkebunan, yang dapat dirinci berdasarkan jenis komoditas
perkebunan yang ada di wilayah provinsi;
e) kawasan peruntukan perikanan, yang dapat dirinci meliputi kawasan: perikanan
tangkap, kawasan budi daya perikanan, dan kawasan pengolahan ikan;
f) kawasan peruntukan pertambangan, yang dapat dirinci meliputi kawasan
peruntukan: mineral dan batubara, minyak dan gas bumi, panas bumi, dan air tanah
di kawasan pertambangan;
g) kawasan peruntukan industri, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan:
industri kecil/rumah tangga, industri agro, industri ringan, industri berat, industri
petrokimia, dan industri lainnya;
h) kawasan peruntukan pariwisata, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan:
semua jenis wisata alam, wisata budaya, wisata buatan/taman rekreasi, dan wisata
lainnya;
i) kawasan peruntukan permukiman, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan:
permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan; dan
j) peruntukan kawasan budi daya lainnya, yang antara lain meliputi kawasan
peruntukan: instalasi pembangkit energi listrik, instalasi militer, dan instalasi lainnya.
10. Kesesuaian Lahan Dan Penentuan Lokasi Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan
(Pemerintah Republik Indo- nesia, 2007). Kawasan lindung terdiri dari kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan perlindungan
setempat, kawa- san suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan
bencana alam, kawasan lindung geologi, dan kawasan lindung lainnya. Salah satu kawasan
lindung yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya adalah hutan
lindung (Pemerintah Republik Indonesia, 2005). Undang- Undang No. 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan mendefinisikan hutan lindung sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan rnemeliham kcsuburan
tanah. Mengingat fungsi tersebut keberadaan hutan lindung mempunyai peranan penting
dalam menjaga ke- stabilan ekosistem sekitarnya.
Kriteria penetapan suatu kawasan menjadi kawa- san hutan lindung didasarkan pada kondisi
alamiah wilayahnya yang mencakup jenis tanah, topografi, intensitas curah hujan dan
ketinggian tempat dari permukaan laut (Pemerintah Republik Indonesia, 2004 dan 2008).
Kriteria-kriteria itu dengan nilai tertentu mengharuskan suatu kawasan untuk dijadi- kan
kawasan hutan lindung. Dengan kondisi alamiah sesuai kriteria kawasan hutan lindung,
diharapkan wilayah tersebut dapat memberikan perlindungan terhadap tanah dan tata air
dan sebagai sistem pe- nyangga kehidupan masyarakat, khususnya masya- rakat di bagian
hilir (Senoaji, 2006). Penentuan kesesuaian lahan untuk kawasan lindung didasarkan
kepada Keputusan Presiden No.
32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lmdung tentang Criteria dan Tata Cara
Penetapan Hutan Lindung dan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004 tentang
Pereneanaan Hutan. Dijelaskan dalam ketentuan tersebut bahwa Criteria kesesuaian lahan
untuk kawasan lindung adalah dengan mem- perhatikan kelerengan lapangan, jenis tanah
rnenurut kepekaan erosi, dan rata-rata intensitas hujan dari wilayah yang bersangkutan,
yang keinudian nilai dari setiap faktor dijumlahkan setelah masing-masing dikalikan dengan
angka penimbangnya. Gambaran penentuan kesesuaian lahan untuk kawasan lindung
adalah sebagaimana pada Gambar di bawah :
Gambar 1 Penentuan kesesuaian lahan pada kawasan lindung
11. Land Tenure Dan Land Rights
1. Land Tenure
Payne 2001 mengatakan bahwa land tenure adalah sebuah cara untuk menyatakan
lahan tersebut adalah dimiliki atau dikuasai, atau kumpulan dari hubungan diantara
masyarakat mengenai lahan dan produk-produk yang terdapat diatasnya. “Defines
tenure in common law terms as a collection of rights, each of which is a relationship
between persons and organizations as to land Rakodi, 2002”. Dari definisi-definisi
tersebut menunjukkan perhatian terhadap hubungan antara individu dengan individu,
individu dengan organisasi pemerintahan atau non pemerintahan yang menyangkut
masalah hak atau kepemilikan terhadap sebidang tanah. Payne 2004 meneliti bahwa tipe
dari land tenure tidak harus nyata legal tetapi meliputi serangkaian kesatuan dari
penguasan secara tidak resmi illegal dan kepemilikan secara penuh yang telah ada lebih
dahulu. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada lima tipe land tenure yaitu:
a) Kepemilikan adat costumary tenure, dalam sistem ini, lahan dihormati sebagai
tempat yang keramat dan seseorang diberikan tugas serta tanggungjawab untuk
mengurus lahan tersebut seperti melindungi lahan untuk generasi yang akan
datang. Penyediaan, penggunaan serta pemindahan kepemilikan suatu lahan
ditentukan dan disetujui oleh pemimpin dalam kelompok tersebut dan biasanya
dilakukan dengan pembayaran. Dengan perkembangan daerah perkotaan, maka
sistem kepemilikan ini akan mendapat tekanan dari para pemilik modal
b) Kepemilikan individu private tenure, sistem ini didasarkan pada hak seseorang
terhadap lahan, dimana perijinan, pemanfaatan dan perubahan terhadap
penggunaan lahan ini tergantung pada individu tersebut untuk
mengefisienkannya. Hal ini merupakan dasar pembatas sehingga kelompok
dengan pendapatan rendah sulit untuk mengakses lahan tersebut.
c) Kepemilikan umum public tenure, konsep dari kepemilikan lahan secara umum
public adalah sebuah reaksi secara umum untuk membatasi kepemilikan secara
individu sehingga memungkinkan masyarakat umum untuk ikut dalam
mengakses lahan tersebut, dimana hal ini akan mengakibatkan peningkatan
persaingan dalam pemanfaatan lahan. Pada negara-negara sosialis socialist
countries semua hak atas tanah ditetapkan oleh negara, sedangkan untuk
negara-negara kapitalis capitalist countries hak-hak tersebut dibatasi sehingga
lahan dapat digunakan secara umum.
d) Kepemilikan keagamaan religious tenure, sistem kepemilikan ini didasarkan pada
aturan-aturan keagamaan. e. Kepemilikan non-formal non-formal tenure, sistem
ini meliputi kategori yang sangat luas dan mengalami perubahan-perubahan
dalam aturan- aturan baik secara formal maupun non-formal.
2. Land Right
Arti kata land right dalam kamus bahasa inggris-indonesia adalahn hak atas tanah. Hak
Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak
dengan tanah, termasuk ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah untuk
menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara tanah, ruang
di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah. Pasal 16 Ayat (1) UUPA menyatakan
bahwa terdapat hak-hak atas tanah antara lain sebagai berikut: hak milik; hak guna
usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka tanah; dan hak
memungut hasil hutan. Selain itu, diakui pula hak-hak lain yang diatur pada peraturan
lain dan hak lain yang memiliki sifat sementara.
Hak milik mengandung hak untuk melakukan atau memakai bidang tanah yang
bersangkutan untuk kepentingan apapun. Hubungan yang ada bukan hanya bersifat
kepemilikan saja, melainkan bersifat psikologis-emosional. Hak milik hanya diperuntukan
untuk berkewarganegaraan tunggal Indonesia. Hanya tanah berhak milik yang dapat
diwakafkan. Hak ini adalah model hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh.
12. Land Use Control
Tata guna lahan(land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaanlahan
dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi
tertentu,misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana tata gunalahan
merupakankerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentanglokasi,
kapasitas dan jadwalpembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedungsekolah,
pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya.Tata guna
lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan
lingkungan.Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan
kunci daripembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Tata guna lahan
danpengembangan lahan dapat meliputi:
a) Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area urban sebagai puast
pemukimanyang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya,
kepadatan penduduk,kepentingan, kegiatan dan atau status hukum.
b) Perkotaan, merupakan pusat pemukiman yang secara administratif tidak harus
berdirisendiri sebagai kota, namun telah menunjukkan kegiatan kota secara umum
danberperan sebagai wilayah pengembangan.
c) Wilayah, merupakan kesatuan ruang dengan unsur-unsur terkait yang batas
dansistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif pemerintahan
ataupunfungsional.
d) Kawasan, merupakan wilayah yang mempunyai fungsi dan atau
aspek/pengamatanfungsional tertentu
e) Perumahan, adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggalatau lingkungan hunian yang dilengkapi sarana dan prasarana lingkungan
f) Permukiman, adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasn lindung ,baik
yangberupa perkotaan maupu pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggalatau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yangmendukung kehidupan
Perencanaan tata guna lahan adalah inti praktek perencanaan perkotaan. Sesuaidengan
kedudukannya dalam prencanaan fungsional, perencanaan tata guna lahanmerupakan
kunci untuk mengarahkan pembangunan kota. Hal itu ada hubungannya
dengananggapan lama bahwa seorang perencana perkotaan adalah “seorang yang
berpengetahuan secara umum tetapi memiliki suatu pengetahuan khusus.” Pengetahuan
khusus kebanyakanperencana perkotaan ialah perencana tata guna lahan.
Pengembangan tata guna lahan yangdisesuaiakan dengan meningkatkan perekonomian
suatu kota atau wilayah
13. Pengadaan Lahan/ Tanah Dan Instrumen Pengembangan Lahan/Tanah
Pengembangan tanah atau Land Development merupakan suatu peningkatan kemanfaatan,
mutu dan penggunaan suatu lahan yang digunakan untuk kepentingan penempatan suatu
kegiatan fungsional sehingga dapat memenuhi kebutuhan kehidupan dan kegiatan secara
optional dari segi ekonomi, sosial, fisik dan aspek legalnya. Sistem yang digunakan untuk
mengembangkan lahan dalam keperluan pembangunan kota, yaitu sistem konvensional dan
sistem inkonvensional.
Menurut ketentuan pasal 1 peraturan residen nomor 36 tahun 2005 Pengadaan Tanah
adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi
kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bagunan, tanaman, dan benda-benda
yang berkaitan dngan tanah atau dengan pencaburan hak atas tanah.
Istilah pengadaan tanah dipergunakan pertama kal didalam keputusan presiden nomor 55
tahun 1993, pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan
cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak atas tanah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai