Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran
yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Peran tersebut pada dewasa ini makin menonjol mengingat timbulnya
perubahan-perubahan epidemiologi penyakit, perubahan struktur demografis,
perkembangan IPTEK, perubahan struktur sosio- ekonomi masyarakat. Pelayanan yang
lebih bermutu, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka yang menuntut
perubahan pola pelayanan kesehatan.
Pada Rumah Sakit fungsi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengawasan, serta evaluasi berada pada tingkatan manajer. Kelompok pimpinan
dalam organisasi dapat di bagi menjadi manajer puncak, manajer menengah, dan
manajer rendah, dan kemudian diikuti oleh tenaga pelaksana. Pada tingkat pelaksana,
kemampuan teknis merupakan modal utama kegiatan sehari-hari dan kerangka
konseptualnya bersifat operasional. Manajer puncak tentu berbeda karakteristiknya,
dimana kerangka konseptualnya lebih bersifat pemikiran strategik dan berperan
utama dalam penentuan kebijakan umum. Manajer tingkat menengah bertugas
mengarahkan kegiatan-kegiatan yang sifatnya taktis dan mengimplementasikan
kebijakan organisasi. Manajer tingkat rendah memberikan seluruh perhatiannya pada
berbagai tindakan operasional berdasarkan strategi, taktik, kebijaksanaan teknis yang
telah di tetapkan oleh manajer lapisan di atasnya.
Semua kebijakan dan tindakan operasional rumah sakit didasari oleh
kebutuhan dari pasien (demand), yang di tandai dengan skala prioritas dan
penyediaan pelayanan waktu yang tepat. Secara umum, pengaturan ini meliputi,
pelayanan pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency) yang dimaksud di sini adalah
unit gawat darurat, pelayanan segera (urgent), dan pelayanan yang dapat di jadwalkan / di
rencanakan (scheduleable) pada perawatan yang dijadwalkan adalah unit rawat jalan.
Tujuan utama dari setiap sistem manajemen kesehatan harus berdasar pada
keamanan (safe) pasien harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, dan
dijauhkan dari setiap penyebab yang dapat melukai. Efektif (effective) pelayanan
kesehatan terbaik harus diberikan pada pasien berdasarkan pengetahuan terbaru dan
terbaik dan pemberian perawatan harus dapat memberikan keuntungan bagi pasien.
Pelayanan berpusat pada pasien (patient-centered) pelayanan harus dilakukan untuk
setiap pasien, berdasarkan keharusan, kebutuhan dan fungsinya.
Tepat waktu (timely) pelayanan kesehatan harus diberikan tepat waktu dan
secara cepat untuk melayani kebutuhan pasien dengan menghilangkan faktor
penundaan yang membuat pasien menunggu. Efisien (efficient) pelayanan harus
diberikan dengan cara seefisien mungkin dan tidak boleh menyia-nyiakan, peralatan,
ide, energi, waktu. Kesetaraan (equitable) pelayanan kesehatan tidak boleh
membeda-bedakan karakteristik manusia, seperti jenis kelamin, etnis, daerah, dan status
sosial ekonomi.

2. Pelayanan Medik Sebagai Suatu Sistem


Pelayanan medik baik berupa pelayanan rawat jalan dan rawat inap, adalah
salah satu jenis pelayanan rumah sakit yang mengelola pelayanan langsung kepada
pasien, bersama-sama dengan pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang.
Pelayanan medik sebagai suatu sistem terdiri dari : pertama, masukan yang terdiri
dari tenaga, organisasi dan tata laksana, kebijaksanaan dan prosedur, sarana dan
prasarana medik, serta pasien yang dilayani ; kedua, proses pelayanan itu sendiri,
dan ketiga adalah keluaran yang berupa pelayanan medik di rumah sakit. Ketiganya harus
dievaluasi agar menghasilkan pelayanan medik yang bermutu. Kesemuanya ini
sangat dipengaruhi oleh pimpinan rumah sakit, unit-unit lain yang ada di rumah
sakit, kemajuan IPTEK dan sosial-ekonomi serta budaya masyarakat.

Pelayanan medik terdiri dari beberapa komponen yaitu :


A. Komponen INPUT yang terdiri dari :
1) Tenaga medik yaitu dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis. Perhitungan
kebutuhan tenaga medik Rumah Sakit dapat melalui berbagai cara antara
lain : Peraturan Menkes 262/1979, Indikator Staff Needs (ISN) dan standar
minimal.
2) Tenaga pelayanan kesehatan
3) Tenaga pelayanan non kesehatan
B. Organisasi dan Tata Laksana
Struktur organisasi yang berlaku saat ini mengacu kepada SK Menkes 983/
1992, namun pada pelaksanaannya banyak mengalami hambatan karena SDM
yang ada belum memenuhi kualifikasi yang ditentukan. Dalam SK Menkes 983,
kedudukan tenaga medik ada pada :
1) Staf Medik Fungsional yang dikoordinasi oleh kepala SMF yang dipilih dan
bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit.
2) Komite Medik yang bertugas membantu memonitor dan mengembangkan
SMF ditinjau dari aspek teknis medis termasuk hukum dan etika profesi
maupun etika Rumah Sakit. Untuk lebih jelasnya tentang komite medik ini
menurut Departemen Kesehatan sesuai dengan surat keputusan Dirjen
Pelayanan Medik No. HK 00.06.2.3.730 Juli 1995
3) Wakil Direktur (Wadir) Pelayanan (Rumah Sakit Kelas B), Seksi pelayanan
(Kelas C & D) yang mengelola sistem pelayanan medik sehingga dihasilkan
suatu pelayanan medik yang bermutu sesuai dengan visi dan misi Rumah
Sakit. Sesuai dengan Pasal 29 Permenkes 983/1992. Tugas Wadir pelayanan
sekurang-kurangnya meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat
darurat, bedah sentral, perawatan intensif, radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi
medis, patologi klinis, patologi anatomi, pemulasaraan jenazah, pemeliharaan
sarana Rumah Sakit dan kegiatan bidang pelayanan, keperawatan serta
urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan. Tugas bidang pelayanan
mengkoordinasikan semua kebutuhan pelayanan medis, penunjang medis,
melaksanakan pemantauan dan pengawasan penggunaan fasilitas serta
kegiatan pelayanan medis dan penunjang medis, pengawasan dan pengendalian
penerimaan dan pemulangan pasien. Tugas ini juga dilaksanakan oleh seksi
pelayanan pada Rumah Sakit Kelas C.
C. Kebijakan Direktur
Tentang pelayanan medik di Rumah Sakit termasuk hak dan kewajiban pasien, hak
dan kewajiban petugas medik dan peraturan-peraturan lainnya.
D. Sarana dan Prasarana Pelayanan Medik Meliputi :
1) Gedung rawat jalan, rawat inap, ruang bedah, UGD, penunjang medik
radiologi, laboratorium, gizi dan lain-lain yang harus memenuhi syarat sesuai
dengan arsitektur Rumah Sakit yang berlaku.
2) Sarana dan prasarana alat kesehatan sederhana maupun canggih untuk
terlaksananya pelayanan medik yang bermutu.
E. Dana
Ada beberapa sumber dana yang dapat digunakan untuk terselenggaranya pelayanan
medik, antara lain :
1) Pendapatan Asli Rumah Sakit
2) Banpres
3) Asuransi
4) Subsidi
5) dll.

Dana tersebut digunakan untuk :

1) Investasi peralatan medik yang diperlukan sesuai dengan jenis pelayanan


yang diberikan.
2) Operasional yang terdiri dari :
a) Jasa pelayanan medis yaitu jasa yang diberikan kepada petugas kesehatan
(medis, paramedis maupun non-medis) atas pelayanan yang diberikan.
b) Jasa Rumah Sakit yaitu jasa yang digunakan untuk operasional dan
pemeliharaan Rumah Sakit sehingga dapat memberikan pelayanan
c) Bahan habis pakai yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk
terselenggaranya suatu kegiatan pelayanan kepada pasien. Ketiga komponen
operasional tersebut tercermin pada tarif Rumah Sakit.
F. Pasien/klien
Dilihat dari status sosio-ekonomi dan budaya masyarakat pasien dapat digolongkan
pada pasien tingkat menengah ke atas dan tingkat menengah ke bawah. Pada
perencanaan suatu Rumah Sakit perlu memperhitungkan status pasien yang
akan menjadi pangsa pasar Rumah Sakit sesuai dengan visi dan misi Rumah Sakit.
Untuk itu Peraturan Menkes No. 378/ 1993 tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial
Rumah Sakit Swasta telah mengatur fungsi sosial Rumah Sakit dimana tempat tidur
Kelas III bagi Rumah Sakit Swasta milik Yayasan adalah 25% dari jumlah
tempat tidur yang ada.
Namun demikian jumlah tempat tidur tersebut bukan satu-satunya fungsi
sosial Rumah Sakit Swasta karena dapat berupa yang lain misalnya Balkesmas,
penyuluhan-penyuluhan, pelatihan. Dengan demikian diharapkan kontribusi
swasta/BUMN terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat khususnya
masyarakat miskin melalui pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai daya
ungkit yang cukup besar.
Dalam manajemen prosesnya dapat digambarkan secara sederhana sebagai
Perencanaan (Planning) pada Rumah sakit adalah salah satu fungsi manajemen
yang penting. Oleh karenanya perencanaan memegang peranan strategis untuk
keberhasilan pelayanan rumah sakit. Dengan menetapkan sistem perencanaan yang
baik, manajemen RS sudah menetapkan sebagian masalah pelayanan yang
dihadapi sebuah RS karena upaya pengembangan RS sudah didasarkan pada
kebutuhan pengguna jasa pelayanan kesehatan. Dalam perencanaan pelayanan
kesehatan perlu diperkirakan tentang apa-apa yang mungkin terjadi,hambatan
atau kendala yang ada, potensi yang mendukung keberhasilan, peluang-peluang
yang bisa dimanfaatkan, serta upaya pemecahan masalahnya
Pengorganisasian (Organizing) merupakan fungsi manajemen organisasi
kedua setelah perencanaan. Pengorganisasian merupakan sarana bagi suatu
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu dengan adanya pembagian tugas dan
tanggung jawab. Pemberian pelayanan kesehatan adalah kerja tim,bukan
perorangan. Keberhasilan pelayanan kesehatan adalah keberhasilan tim,karena
adanya kerjasama tim yang kompak,terkoordinasi, sinkronisasi dan harmonis. Hal ini
harus disadari oleh tenaga medis dan paramedis yang profesional. Siapa yang
memimpin, siapa yang membantu, siapa yang melaksanakan, kapan
dilaksanakan, di bagian apa dan mengapa dilaksanakan. Sehingga tugas itu menjadi
bagian yang tak terpisahkan yang rutin dan dilaksanakan terus menerus sehingga
menjadi kebiasaan yang melekat. Kelemahan yang menyebabkan kurangnya
keberhasilan adalah perasaan paling penting ataupun kurang penting diantara
anggota tim.
Sehingga perlu ditekankan bahwa keberhasilan tim karena semuanya adalah
penting dengan kosekuensi bahwa masing-masing anggota tim bertanggung
jawab atas tugas dan fungsinya. Fungsi penggerakan dan pelaksanaan (Actuating)
di Rumah sakit sangat kompleks, dimana kompleksitas ini dipengaruhi oleh dua
aspek yaitu karena sifat pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada konsumen
penerima jasa pelayanan (costumer services), sehingga apapun kemungkinan hasil
perawatan pasien sebagai consumer (sembuh,cacat atau mati) kualitas pelayanan
harus diarahkan untuk kepuasan pasien (customer satisfaction) dan keluarganya.
Aspek kedua yang membuat pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena
tenaga yang bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis profesi. Kepemimpinan,
komunikasi dan koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi
actuating.
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan pengendalian (controlling)
dalam Rumah sakit diperlukan, pertama karena adanya banyaknya perubahan kondisi
saat ini dimana banyak muncul rumah sakit baru sehingga terjadi persaingan,
juga karena adanya alat-alat canggih yang baru, adanya peraturan baru dan
sebagainya. Kedua karena kompleksitas,karena semakin besar sebuah rumah
sakit maka masalah yang dihadapi akan semakin rumit dan membutuhkan
pengendalian (controlling) yang baik. Yang ketiga karena ada kemungkinan terjadi
kesalahan pada bawahan maupun pada atasan/manajer, sehingga di perlukan
pengawasan, bila terjadi kesalahan bisa segera di deteksi. Yang tidak kalah penting
dalam suatu organisasi rumah sakit adalah evaluasi (evaluation). Evaluasi dapat
dilakukan harian,mingguan dan bulanan. Evaluasi ini berguna untuk melakukan
penilaian terhadap hasil dan pelaksanaan yang telah dicapai dan juga untuk
mengetahui kemajuan yang telah dicapai.
Tentu saja out put yang diharapkan adalah pelayanan medis yang
bermutu, terjangkau oleh masyarakat luas dengan berdasarkan etika profesi dan etika
Rumah Sakit. Dengan demikian beberapa tolok ukur keberhasilan pelayanan di
Rumah Sakit seperti angka kematian di Rumah Sakit, kejadian infeksi
nosokomial, kepuasan pasien, waktu tunggu dan lain-lain akan berubah yaitu
angka kematian rendah, kejadian infeksi nosokomial rendah, kepuasan pasien
meningkat, waktu tunggu pendek. Keadaan ini akan meningkatkan CITRA
Rumah Sakit yang merupakan pemasaran Rumah Sakit. (jurnal menejemen
pelayanan medik di rumah sakit henny djuhaeni )
BAB II

MANAJEMEN UNIT RAWAT JALAN

1. UNIT RAWAT JALAN


Pelayanan rawat jalan (ambulatory services) adalah salah satu bentuk dari
pelayanan kedokteran. Karena tingginya biaya perawatan pasien yang kompleks
maka diperlukan suatu fasilitas yang bisa memberikan pengobatan yang adekuat
dengan biaya yang lebih sedikit dan lebih sedikit intervensi. Bentuk pelayanan ini
akan mengurangi pengeluaran biaya rumah sakit pasien dengan adanya diagnosis
awal dan pengobatan dini. Secara sederhana pelayanan rawat jalan adalah
pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap
(Hospitalization), (Feste,1989).
Tujuan dari pelayanan rawat jalan adalah mengupayakan kesembuhan dan
pemulihan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Sedangkan Fungsi dari pelayanan rawat jalan adalah
sebagai tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh
dokter ahli di bidang masing-masing yang disediakan untuk pasien yang
membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak memerlukan
pelayanan perawatan. poliklinik juga berfungsi sebagai tempat untuk penemuan
diagosis dini,yaitu tempat pemriksaan pasien pertama dalam rangka pemeriksaan
lebih lanjut dalam tahap pengobatan penyakit.
Pelayanan rawat jalan dibagi menjadi beberapa bagian atau poliklinik,
menggambarkan banyaknya pelayanan spesialistik, subspesialistik dan pelayanan gigi
spesialistik dari staf medis yang ada pada rumah sakit.

A. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan pelayanan Rawat Jalan


Jika kita mengacu pada analisa Ross, poliklinik rawat jalan yang baik adalah yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Fasilitas fisik rumah sakit yang memadai
2) Jam praktek yang tepat, terdapat pelayanan 24 jam dan sistem rujukan yang baik
3) Penjadwalan kunjungan yang efisien, untuk memperndek waktu tunggu
4) Tarif yang terjangkau oleh sasaran
5) Kualitas pelayanan yang oleh pasien biasanya dinilai baik bila pelayanan oleh dokter
dan perawat dilakukan dengan ramah,penuh perhatian terhadap kebutuhan pasien
dan perasaannya

Ada tiga faktor penting yang menentukan pelayanan rawat jalan menurut

Taurany (1986) dan Willan (1990), yaitu :

2.1. Sarana

Konsep dasar poliklinik pada prinsipnya ditetapkan sebagai berikut :

1. Letak poliklinik berdekatan dengan jalan utama, mudah dicapai dari bagian

administrasi,terutama oleh bagian rekam medis, berhubungan dekat dengan

apotek, bagian radiologi dan laboratorium.


2. Ruang tunggu poliklinik,harus cukup luas. Di usahakan ada pemisahan ruang

tunggu pasien untuk penyakit infeksi dan noninfeksi.

3. Sistem sirkulasi pasien dilakukan dengan satu pintu (sirkulasimasuk dan

keluar pasien pada pintu yang sama).

4. Poli-poli yang ramai sebaiknya tidak saling berdekatan.

5. Poli anak tidak diletakkan dengan poli paru, sebaiknya poli anak dekat

dengan poli kebidanan.

6. Sirkulasi petugas dan sirkulasi pasien dipisahkan.

7. Pada tiap ruang harus ada wastafel (air mengalir).

8. Letak poli jauh dari ruang incenerator,IPAL dan bengkel ME.

9. Bila konsep Rumah sakit dengan sterilisasi sentral, tidak perlu ada ruang

sterilisasi, namun pada beberapa poliklinik seperti poli Gigi/THT/Bedah tetap

harus ada ruang sterilisasi,karena alat-alat yang digunakan harus langsung

disterilkan untuk digunakan kembali.

Di bawah ini adalah contoh , pembagian instalasi rawat jalan pada rumah sakit tipe

C Kebutuhan sarana pelayanan rumah sakit kelas C terdiri dari :

1. Poli Umum, terdiri dari 4 klinik spesialis dasar,antara lain :

a. klinik penyakit dalam

b. klinik anak

c. klinik bedah

d. klinik kebidanan dan penyaki kandungan


2. Klinik tambahan/pelengkap antara lain :

a. klinik mata

b. klinik Telinga Hidung Tenggorokan (THT)

c. klinik gigi dn mulut.

d. klinik kulit dan kelamin

e. klinik syaraf

f. klinik jiwa

g. klinik rehabilitasi medik

h. klinik jantung

i. klinik paru

j. klinik bedah syaraf

k. klinik orthopedi.

l. klinik kanker

m. klinik nyeri

n. klinik geriartri.

2. 2 Tenaga

Pimpinan rawat jalan harus seorang tenaga medis tetap yang ikut

berpartisipasi dalam kebijakan dan pengambilan keputusan seluruh kegiatan Rumah

sakit, serta bertanggung jawab langsung kepada direktur

2.3. Pasien
Usahakan waktu tunggu dari pengunjung dapat dikurangi seminimal mungkin

melalui pengaturan dari arus dan jumlah pengunjung dikaitkan dengan kapasitas

pelayanan yang ada.

Dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pelayanan yang baik

tidak lain adalah faktor pengunjung, petugas dan sistem dari pelayanan itu sendiri.

3. Manajemen Pelayanan Instalasi Rawat Jalan

Dalam proses manajemen rawat jalan rumah sakit, hal-hal yang perlu

diperhatikan :

3.1. Perencanaan

Dalam penerapan perencanaan ini harus diperhatikan aspek :

 Meningkatkan pasien rawat inap

 Pengembangan jenis pelayanan rawat jalan

Dalam perencanaan yang perlu dipertimbangkan dengan baik adalah sebagai

berikut :

 Sumber daya yang digunakan misalnya fasilitas pelayanan, peralatan, bahan

dana untuk pengembangan, informasi tentang jenis pelayanan baru dan staf

 Metode yang akan ditempuh, proses dan prosedur

 Tugas,standart dan tujuan yang akan dicapai

 Tahapan yang akan ditempuh


 Pelaksanaan pengimplementasian rencana

 Proyeksi tujuan

 Lokasi penerapan rencana

 Penjadwalan pelaksanaan rencana secara rinci

 Rencana pengawasan dan evaluasi pelaksanaan rencana

 Penetapan alat dan cara pengukuran dan penilaian kemampuan dan

pencapaian sasaran.

Bittel(1995) membagi tahapan perencanaan menjadi dua rencana yaitu

rencana jangka panjang dan jangka pendek. Rencana jangka pendek biasanya

dengan mempertimbangkan sasaran-sasaran jangka pendek (misal : rencana

tahunan). Adapun rencana jangka panjang adalah rencana strategik yang

menyususnnya diperlukan melihat keluar organisasi untuk mengantisipasi kebutuhan

dan peluang dimasa depan, dan menginventarisir sumber daya dan kemampuan yng

ada didalam organisasi. Oleh karena terjadinya percepatan perubahan di dalam

masyarakat maka rencana jangka panjang biasanya di buat dalam rencana lima

tahunan.

3.2. Pengorganisasian

Taurany (1994) mengemukakan ciri organisasi rawat jalan yang harus

memperhatikan proses pelayanan pasien yang dipengaruhi oleh 3 unsur penting

berikut :

 Tenaga yang melaksanakan, terdiri dari medis, paramedis dan non medis
yang saling bergantung.

 Bentuk pelayanan yangi“tailor-made”

 Ciri dan cara kerja “team-work”

Dengan ketiga ciri di atas maka perlu kejelasan tugas masing-masing sehingga tidak

timbul gap dan tumpang tindih dalam pelayanan.

3. Penggerakan

Dalam manajemen rawat jalan, Schultz (1976) menganalisa proses yang dijalani

pasien meliputi :

 Pasien diterima (petugas penerima-pasien)

 Diagnosis ditegakkan (dokter-lab-penunjang)

 Menerima obat (dokter-apoteker)

 Merasakan hasil pengobatan (Pasien)

 Berhenti berobat karena sembuh, pengobatan dilanjutkan atau rediagnosis

(Pasien-dokter).

Dari aprasi pasien yang dianalisa oleh schulz, maka urutan proses pelayanan

pasien adalah sebagai berikut :

 Registrasi pasien

 Menunggu pelayanan
 Pemeriksaan pasien

 Pengobatan

 Penyuluhan pasien dan keluarganya

 Sistm perjanjian dan penjadwalan kunjungan

 Sistem pembayaran jasa

 Pelayanan informasi.

3.4. Pengawasan dan Evaluasi

a. Pengawasan

pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen untuk memantau apakah semua

kegiatan telah dilaksanakan sesuai ketentuan atau kebijaksanaan yang berlaku,

agar sumberdaya digunakan secara optimal. Menurut taurany (1994) ada 3 manfaat

pengawasan :

 mencegah penyelewengan/ kebocoran harta/ kekayaan rumah sakit dan

menjamin penggunaan sumber daya secara optimal

 setiap anggota organisasi merasa diawasi sehingga bekerja dengan sebaik

mungkin

 merasa yakin yang lain juga diawasi, sehingga mengurangi frustasi di bagian

“kering’

menurut Bittel(1995) proses pengawasan terdiri dari 4 langkah:


 Tetapkan standart-standart kinerja secara konkret dan terukur

 Ukur hasil kinerja aktual

 Bandingkan hasil kinerja aktual dengan standar

 Laksanakan tindakan korektif, bila terjadi penyimpangan yang berarti.

Pengawasan harus dijalankan terus menerus untuk memastikan bahwa apa yang

dilaksanakan sesuai dengan tahap rencana pencapaian tujuan organisasi

b. Evaluasi

Evaluasi adalah fungsi manajemen yang dilaksanakan sercara sistematus

dan berlanjut untuk menilai apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan

rencana, serta mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanan

tersebut.

Agar evaluasi bisaberjalan dengan baik, maka pada saat membuat rencana

disamping ditetapkan target, juga harus ditetapkan indikator keberhasilan.

Evaluasi di rumah sakit sangat sulit dilaksanakan, walaupun demikian

beberapa langkah evaluasi terhadap sistem pelayanan dirumuskan oleh Grant

(1985) sbb :

 Peer Review, Clinical Review, Medical Audit: Evaluasi meliputi kecocokan

tindakan yang dilaksanakan, dibanding standar. Pelaksanaannya biasanya

oleh dokter spesialis yang dianggap mampu.

 Telaah departemental: evaluasi oleh departemen atas aktifitas klinik dalam

skala kecil di rumah sakit.


 Telaah oleh staf medik : evaluasi dilakukan oleh staf medik yang tidak

merawat pasien, misal, dilakukan oleh dokter yang telah pensiun yang

dikontrak untuk menelaah sejumlah rekam medik yang diambil sampel

 Telaah kematian : biasanya dilaksanakan oelh bagian kamar jenazah. Disini

terutama evaluasi pada outputnya.

 Evalusi dan komite farmasi dan terapi, komite pengelian infeksi nasokomial,

dan lain-lain.

 Audit perawat : dilaksanakan oleh staf perawat senior.

 Paramedical review: telaah terhadap pelayanan penunjang baik menyangkut

lama pemeriksaan, kesalahan pemeriksaan dan lain-lain

 Telaah atas pelayanan hotel: evaluasi pelayanan hotel adalah sangat mudah

mendapat perhatian.

 Telaah olah pasien: evaluasi oleh pasien boleh dilaksanakan, biasanya sekali

selama dirawat dan sekali setelah pulang. Walaupun kita tidak bisa berharap

banyak masukan dari evaluasi.(Hario Utomo, sistem antrian pelayanan rawat jalan di
poliklinik

penyakit dalam RSUD TKII Bekasi hal 23-42)

Semua proses pelayanan ini dilakukan secara kontinyu dan terkoordinir,

adanya mekanisme rujukan, penjadwalan yang konsekwen, seleksi pasien tepat,

dan pelayanan waktu. Sehingga memperoleh out put berupa kepuasaan pasien
dalam bentuk adanya penurunan angka kematian dan kesakitan di rumah sakit.

ALUR PELAYANAN DI RAWAT JALAN RSUD BEKASI


bagian pendaftaran

Bagian

pendaftaran

Loket karcis

Pasien tiba

informasi

Pasien baru

Pasien lama

Mengisi identitas Memperoleh

kartu berobat

Pasien menunggu di depan

poliklinik yang dituju

Mendapat pelayanan dokter

apotik Pelayanan

penunjang
Pasien pulang

Selesai pelayanan dokter

Rawat inap

BAB III

MANAJEMEN UNIT GAWAT DARURAT

1. UNIT GAWAT DARURAT

Berdasarkan defenisi yang tercantum dalam standart pelayanan rumah sakit

tahun 1992, unit gawat darurat adalah unit pelayanan kesehatan dalam satu rumah

sakit yang berfungsi menyelenggarakan pelayanan gawat darurat kepada

masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856/

Menkes/SK/IX/2009 bahwa rumah sakit harus memiliki standar instalasi gawat

darurat sehingga dapat memberikan pelayanan dengan respon cepat dan

penanganan yang tepat.

Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang

cepat dan tepat. Hal ini sesuai dengan tujuan dari unit gawat darurat pada suatu

rumah sakit adalah:

 Mencegah kematian dan cacat pada penderita gawat darurat

 Merujuk sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih


memadai

 Penanggulangan korban bencana

untuk mencapai tujuan ini diperlukan suatu standar dalam memberikan pelayanan

gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat

menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan

penanganan yang tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan

sarana,prasarana,sumber daya manusia dan manajemen Instalasi Gawat Darurat

Rumah Sakit sesuai dengan standar.

2. Faktor –faktor Yang Berhubungan Dengan Unit Gawat Darurat

Berdasarkan keputusan mentri Kesehatan Republik Indonsia nomer

856/menkes/SK/IX/2009, ditetapkan prinsip umum unit pelayan gawat darurat dalam

suatu rumah sakit sebagai berikut:

1. Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki

kemampuan:

a. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat.

b. Melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving)

1. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah sakit harus dapat memberikan

pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.

2. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit


diseragamkan menjadi INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD).

3. Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus

gawat darurat.

4. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama lima menit setelah sampai

di IGD.

5. Organisasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) didasarkan pada organisasi

multidisiplin,multiprofesi dan terintegrasi,dengan struktur organisasi funsional

yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana,yang bertanggung

jawab dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat darurat di

Instalai Gawat Darurat (IGD),dengan wewenag penuh yang dipimpin oleh

dokter.

6. Setiap rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat

daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi berikut.

Klasifikasi Pelayanan Instalasi Gawat Darurat terdiri dari:

1) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standar minimal

untuk Rumah Sakit kelas A.

2) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar minimal

untuk Rumah Sakit kelas B.

3) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar minimal

untuk Rumah Sakit kelas C.

4) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar minimal


untuk Rumah Sakit Kelas D.

Sebagai suatu proses manajemen pelayanan kesehatan maka terdapat tiga

faktor penting yang mementukan penampilan pelayanan unit gawat darurat, yaitu

2.1. Sarana

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

a .Persyaratan fisik bangunan:

 Luas IGD disesuaikan denga beban kerja RS dengan memperhitungkan

kemungkinan penanganan korban massal/bencana

 Lokasi gedung harus berada dibagian depan RS, mudah dijangkau oleh

masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar rumah sakit

 Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda denagn pintu utama

 Ambulans/kendaraan yang membawa pasien dapat sampai didepan pintu

yang areanya terlindung dari panas dan hujan( untuk lantai IGD yang tidak

sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp)

 Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brangkar

 Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih dari dua

ambulans(sesuai dengan beban RS)

 Susunan ruang harus sedemikian rupa sehinggaarus pasien dapat lancar dan

tidak ada “cross infection”, dapat menampung korban bencana sesuai dengan
kemampuan RS, mudah dibersihkan dan memudahkan kontrol oleh perawat

kepala jaga

 Area dekontaminasi ditempatkan didepan/diluar IGD atau terpisah dengan

IGD

 Ruang triase harus dapat memuat minimal 2(dua) brankar

 Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien

 Apotik 24 jam tersedia dekat IGD

 Memiliki ruang untuk istirahat (petugas dokter dan perawat)

b. Standar ruangan dan peralatan

Menurut buku pedoman pelayanan gawat darurat, Depkes RI luas minimal

yang dibutuhkan unit gawat darurat rumah sakit kelas C adalah 400m2, menurut

putsep 1000m2 per 100 pasien per hari, menurut rex 8600 nsf/60000

kunjungan/tahun.

Pembagian ruang menurut depkes sebagai berikut:

 Ruang tunggu

 Ruang administrasi

 Ruang triase

 Ruang resusitasi

 Ruang tindakan

 Ruang pemeriksaan
 Ruang observasi

 Ruang infeksi

 Gudang.

c. Standart Peralatan

 alat dan obat untuk resusitasi

 alat dan obat untuk “life support”

 alat dan obat untuk diagnostik

 alat keamanan (misalnya: pemadam kebakaran)

2.2 Tenaga

Instalasi gawat darurat harus dipimpin oleh dokter yang terlatih memiliki

kemampuan basic dan advanced life support, dibantu oleh tenaga media

keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat pelatihan penanggulangan

gawat darurat. Standar ketenagaannya:

 Kepala unit gawat darurat (dokter spesialis atau dokter umum)

 Kepala harian (4 orang, dokter umum)

 Triage officer (4 orang, perawat senior)

 Perawat ruang resusitasi (4 orang)

 Perawat ruang observasi (4 orang)

 Perawat ruang tindakan (4 orang)


 Perawat di ruang periksa (4 orang)

 Tenaga medical record (4 orang)

 Tenaga keuangan/TU (4 orang)

 Tenaga keamanan (4 orang)

Dan mereka melakukan jenis pelayanan

a.level IV

Memberikan Pelayanan Sebagai berikut:

1. Diagnosis dan penanganan: permasalah pada A,B,C dengan alat-alat yeng

lebih lengkap termasuk ventilator.

2. Penilaian disability,penggunaan obat,EKG,defibrilasi

3. Observasi HCU/ R Resusitasi-ICU

4. Bedah Cito

b.level III

1. Diagnosis dan penanganan: permasalahan pada A,B,C dengan alat-alat yang

lebih lengkap termasuk ventilator.

2. Penilaian disability,penggunaan obat,EKG,defibrilasi

3. Observasi HCU/ R.resusitasi

4. Bedah Cito
c.level II

1. Diagnosis dan penanganan: permasalahan pada A: Jalan nafas (airway

problem),B.Pernafasan (Breathing problem),dan C.Sirkulasi pembuluh darah

(Circulation problem).

2. Penilaian disability,penggunaan obat,EKG,defibrilasi (Observasi HCU)

3. Bedah Cito.

d.level I

1. Diagnosis dan penanganan: Permasalah pada A. Jalan nafas(airway

problem),B. Pernafasan (Breathing Problem) dan C. Sirkulasi pembuluh darah

(Circulation problem)

2. Melakukan stabilisasi dan evakuasi.

2.3. Kebijakan Prosedur

Untuk menciptakan pelayanan yang efektif dan efesien pada instalasi gawat

darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari secara terus menerus, maka harus ada kebijakan

dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu ditinjau dan disempurnakan

(bila perlu) dan mudah dilihat oleh seluruh petugas.

Alur Kegiatan UGD


3. Manajemen pelayanan unit gawat darurat

3.1. Perencanaan

untuk mencapai kepuasan pasien pada pelayanan medis gawat darurat, maka

diperlukan perencanaan yang matang sehingga menciptakan pelayanan yang efektif

dan efisien, sehingga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Instalasi gawat darurat harus mempunyai:

a. Falsafah dan Tujuan

Instalasi emeregensi gawat darurat memberikan pelayanan kepada

masyarakat/penderita sesuai dengan standart. Kriterianya sbb :

 RS menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus menerus

selama 24 jam, 7 hari seminggu

 Ada istalasi yang tidak terpisah secara fungsional dari unit-unit pelayanan

lainnya di rumah sakit

 Ada kebijakan prosedur tertulis tentang png tidak tergolong akut gawat akan

tetapi datang berobat diIGD

 Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi disesuaikan dengan kebutuhan

penderita dan masyarakat

 Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kegawat daruratan

b. target dan standart

1. Target pencapaian standar Instalasi Gawat Darurat Rumah sakit secara

nasional adalah maksimal 5 tahun dari tanggal penetapan SK.


2. Setiap Rumah Sakit dapat menentukan target pencapaian lebih cepat dari

target maksimal capaian secara nasional.

3. Rencana pencapaian dan penerapan standar Instalasi Gawat Darurat Rumah

Sakit dilaksanakan secara bertahap berdasarkan pada analisis kemampuan

dan potensi daerah.

3.2. Pengorganisasian

IGD harus dikelola secara mandiri, tetapi tetap terintegrasi dan di integrasikan

dengan istalasi/unit lainnya di RS. Kriteria

a. administrasi dan pengolannya sbb:

Instalasi Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai ketentuan tertulis tentang:

 Uraian tugas struktur organisasi dan personalia

 Pendataan fasilitas,sarana dan prasarana,dan lain-lain.

 Pelaksanaan koordinasi dengan instalasi-instalasi pelayanan baik

inter pelayanan gawat darurat maupun di dalam rumah sakit

 Disaster paln yang merupakan bagian dari disaster plan rumah

sakit.

b.pimpinan dan staf

 Pelaksanaan gawat darurat harus terdiri dari:

 Instalasi Gawat Darurat dipimpin oleh minimal Dokter Umum


dengan pengetahuan manajemen dan teknis medis

penanggulangan penderita gawat darurat.

 Staf pelaksana Gawat Darurat adalah tenaga fungsional

dengan kualifikasi sesuai klarifikasi pelayanan gawat darurat.

c.lokasi dan fasilitas

 Lokasi Pelayanan Gawat Darurat mudah diakses langsung oleh

masyarakat

 Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai fasilitas

triase,resusitasi,ruang observasi,pelayanan “False Emergency”,ruang

istirahat petugas,ruang tunggu dan lain-lainnya.

 Dalam keadaan musibah massal mudah dilakukan zoning ruangan.

 Mempunyai fasilitas komunikasi dan informasi untuk masyarakat.

 Mempunyai fasilitas untuk live saving (alat,obat dan ruangan)

3.3.Penggerakan

Tenaga medis diharapkan segera memahami standart operasional untuk

melakukan tindakan pelayanan gawat darurat. Seperti ketentuan triage, yaitu sistem

seleksi pasien berdasarkan kegawat daruratan, sehingga tercipta suatu alur

pelayanan yang terkoordinasi secara otomatis.

Pelaksanaan Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai Standar Operasional

Prosedur (SOP) sebagai berikut:


o Kasus kegawatan dengan ancaman kematian

o True emergency (5 kasus terbanyak)

o Kasus dengan korban massal (trauma,bencana kimia,dll)

o Kasus keracunan massal

o Kasus -kasus khusus:

i. Perkosaan,kekerasan pada anak

ii. Persalinan normal/tidak normal

iii. Kegawatan diruang perawatan

o Ketentuan-ketentuan khusus yang berhubungan dengan:

i. Kegunaan hubungan dengan asuransi

ii. Batas-batas tindakan medik

iii. Etika dan hukum

iv. Pendataan

standart of conduct :

a. SUMBER DAYA MANUSIA

 Petugas yang ON CALL paling lambat telah sampai IGD

maksimal 2 jam

 Standar SDM harus terpenuhi 95 %

b. RUANGAN

 Ketersediaan ruangan 80% dari seluruh standar yang ada untuk


tiap kelas/bintang kecuali yang vital (untuk live saving 100%

sedangkan penunjang 50%)

 Beberapa ruangan bisa bergabung dengan ruang lainnya,prinsip

utama adalah jenis pelayanannya jadi tidak harus sendiri-sendiri

atau terletak di tempat yang lain (diluar IGD) tetapi dapat

diakses dan memberikan pelayanan 24 jam,tapi tidak harus

include dengan IGD

c. ALAT DAN FASILITAS MEDIS

 80 % alat tersedia sesuai dengan kelas UGDnya (untuk yang

sifatnya life saving harus 100%

d. ALUR PELAYANAN PASIEN

 Triage

1. Dilakukan oleh minimal perawat

2. Waktu: maksimal 2 menit (dalam 2 menit,pasien sudah

dilakukan labelling)

o Pada keadaan sehari-hari : dituliskan di status

o Pada keadaan bencana : kode labelling (warna)

Merah,Kuning,Hijau dan Hitam

3. Resusitasi dan stabilisasi

 Apabila pasien memerlukan resusitasi bedah maka:


o Maksimal telah dilakukan resusitasi : 20 menit

sejak pasien terdaftar

o Waktu diruangan :maksimal 4 jam

o Target pencapaian 80% dari total seluruh pasien

yang masuk ruang resusitasi.

 False Emergency

 Pasien false emergency maksimal 1 jam di UGD.

 Kamar Operasi

1. Operasi damage control yang telah di prediksi maksimal

dalam 1,5 jam

2. Untuk masalah strangulasi/iskemik ; waktu tunggu

maksimal 4 jam

3. Untuk Infeksi : waktu tunggu maksimal 8 jam.

3.4. pengawasan dan evaluasi

Evaluasi pada pelayan IGD berupa,.evaluasi kendali mutu :

Pelaksana Pelayanan Gawat Darurat harus mempunyai tim evaluasi dan kendali

mutu sebagai berikut:

o Tim audit Pelayanan Medik

o Tim Audit Administrasi dan Keuangan

o Tim Evalusi Data


o Organisasi Dan Tata Laksana

BAB IV

KESIMPULAN

1. pelayanan medik dirumah sakit merupakan suatu sistem manajemen yang terdiri

dari :

 input

 Proses

 Out put

2. pelayanan medik rawat jalan adalah adalah salah satu bentuk pelayanan medik

yang dilaksanakan sesuai dengan standart pelayanan dan atas persetujuan pasien

dengan tujuan mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien secara optimal

melalui prosedur atau tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi

etika kedokteran
3. poliklinik rawat jalan yang baik seharusnya mengupanyakan pelayananya dalam

proses POACE (perencanaan, organisasi, penggerak, kontrol dan evalusi) untuk

menciptakan standart poliklinik rawat jalan yang baik, dengan ciri-ciri sebagai

berikut:

a.fasilitas fisik yang memadai

b.Jam praktek yang tepat, terdapat pelayanan 24 jam dan sistem rujukan yang baik

c.penjadwalan kunjungan yang efisien, untuk memperndek waktu tunggu

d.tarif yang terjangkau oleh sasaran

e.kualitas pelayanan yang oleh pasien biasanya dinilai baik bila pelayanan oleh

dokter dan perawat dilakukan dengan ramah,penuh perhatian terhadap kebutuhan

pasien dan perasaannya.

4. unit gawat darurat adalah unit pelayanan kesehatan dalam suatu rumah sakit

yang berfungsi menyelenggarakan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat

yang penyakit akut dan mengalami kecelakaan.

5. IGD yang baik seharusnya mengupanyakan pelayananya dalam proses POACE

(perencanaan, organisasi, penggerak, kontrol dan evalusi) untuk menciptakan

standart pelayanan gawat darurat dan sistem kerja selama 24 jam 7 hari seminggu

secara efektif dn efisien.


DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoema, Suparto Dr,1994. “ Manajemen Rumah Sakit

Erythawidhayana, tesis MARS “optimalisasi sistem pelayanan instalasi rawat jalan

RSUP fatmawati” Jakarta, 2000,

Kepres Menkes RI no.856/menkes/SK/IX/2009

Untoro Hario, tesis“sistem antrian pelayanan dipoliklinik rawat jalan penyakit dalam

RSUD tingkat II bekasi” Jakarta 1997

www.pustaka.unpad.ac.iddr. Henni D. PENGEMBANGAN PELAYANAN MEDIK

DAN KEPERAWATANDI RUMAH SAKIT Supriadi K, MARS

Anda mungkin juga menyukai