Nama Kelompok 8 :
Magister Management
Faculty of Economics and Business
Gadjah Mada University
2020
I. Analisis Kasus
Uber merupakan perusahaan yang telah didirikan oleh Kalanick dan Garrett
Camp. Uber didirikan pada tahun 2009 di San Fransisco, dengan nama UberCab.
Uber dioperasikan melalui aplikasi di perangkat seluler, di mana lokasi pengguna
ditentukan dan driver akan datang menjemput ke lokasi pengguna. Biaya layanan ini
sudah diketahui sebelum keputusan menggunakan jasa uber dibuat dan semua
pelanggan dapat mengestimasi berapa biaya yang diperlukan. Pada tahun 2010, Uber
mulai beroperasi di san fransisco dengan sedikit driver yang bekerja untuk uber.
Ubercab berubah menjadi uber karena awal izin pendiriannya bukan untuk layanan
taxi online. Pada awal tahun ini juga Kalanick ditunjuk sebagai CEO. Tahun 2011
membuka jangkauan layanannya di New York, Seattle, Chicago, Washington dan
sekitarnya. Tahun 2012, UberX diluncurkan dengan layanan gaya taxi yang murah.
Pada 2013, Uber memperluas jangkauannya untuk keluar dari Amerika yaitu
memperluas jangkauan ke Asia (India) dan Afrika. Kemudian tahun 2014, Uber
memulai memasuki pasar di China. Uber juga menyediakan atau meluncurkan
UberPOOL yaitu layanan penyedia perjalanan yang memungkinkan konsumen
membagi biaya perjalanan dengan orang asing, dengan syarat perjalanan atau tujuan
ke arah yang sama.
Pada Tahun 2016 Sekitar 200 ribu pengguna Uber, mendelete akun aplikasi
Ubernya. hal tersebut terjadi saat Presiden Trump mengeluarkan perintah
eksekutifnya terkait pelarangan pengungsi dan imigran dari negara-negara tertentu
memasuki Amerika Serikat. Kemudian, sebuah serikat yang mewakili pengemudi taxi
di New York berdemo menyatakan untuk mogok beroperasi. Beberapa saat setelah
aksi kerja tersebut, Uber mengunggah atau memposting pesan di twitter yang
menyatakan fitur penaikan harga (Source Pricing) mereka telah dimatikan, sehingga
menimbulkan kontroversi karena memanfaatkan situasi tersebut sebagai kesempatan
untuk menaikkan demand, akhirnya muncul adanya hastag (#DeleteUber). Pada tahun
2016 juga Uber berhasil mengakuisisi Otto, yaitu perusahaan yang berfokus pada
menciptakan kendaraan tanpa awak (Self driving). Tahun 2017 krisis uber mencapai
puncaknya, CEO Uber Travis Kalanick mengundurkan diri dan digantikan oleh Dara
Khosrowshahi.
II. Reasoning
Krisis yang terjadi di Uber dimulai pada awal tahun 2017. Sejumlah masalah
mulai muncul ke permukaan setelah mantan insinyur perangkat lunak Uber, Susan
Fowler mulai berani untuk bersuara terkait pelecehan seksual, diskriminasi dan
seksisme yang terjadi di dalam perusahaan. Hal tersebut diungkap Susan melalui
tulisan di sebuah blog sekaligus keluhannya yang diabaikan oleh bagian human
resource (HR) dan manajemen. Adapun masalah-masalah lainnya juga ikut muncul
seperti yang dirangkum sebagai berikut:
● Adanya perang politik yang terjadi di level manajemen atas.
● Gugatan hukum yang dilayangkan Alphabet kepada Uber dengan tuduhan
pencurian data terkait teknologi mobil tanpa awak kepada mantan eksekutif
Alphabet, Anthony Levandowski (kepala program mobil tanpa awak Uber)
● Beberapa eksekutif kunci perusahaan mengundurkan diri akibat kontroversi
yang disebabkan oleh video viral Travis Kalanick yang memarahi seorang
pengemudi Uber.
● Pelanggaran peraturan pemerintah terkait peraturan taksi setempat.
● Hubungan yang tidak harmonis dengan anggota dewan dan para investor.
● Budaya perusahaan yang buruk, yakni “bro culture” y ang menyebabkan kasus
pelecehan seksual tertutup dan sulit untuk diketahui.
● Ancaman kekerasan dari manajer kepada karyawan yang berkinerja buruk.
● Tata kelola perusahaan yang buruk.
● Pengaruh kepemimpinan Travis Kalanick yang kuat karena ia mengendalikan
mayoritas suara pemegang saham.
● Uber juga tidak terbuka atau tidak adanya transparansi terkait hasil
penyelidikan yang dilakukan.
Strength Weakness
IV. Recommendation
Pada kasus ini masalah yang dihadapi oleh Uber disebabkan oleh budaya kerja
internal yang tidak sehat seperti tata kelola perusahaan yang buruk, tidak ada
transparansi satu sama lainnya, tidak mematuhi aturan serta didukung oleh pemimpin
yang tidak memiliki moral dan etika dalam memimpin perusahaan. Sehingga semakin
lama budaya tersebut semakin sulit diubah dan menyebabkan beberapa pemangku
kepentingan tidak betah dan mengundurkan diri.
Untuk memperbaiki kinerja yang sesuai dengan tujuan dan strategi yang telah
ditentukan, maka akan lebih baik Uber segera membenahi budaya kerja yang ada
dalam sistem organisasinya dengan agresif. Dalam membenahi budaya kerja yang
buruk maka Uber perlu mengganti sistem kepemimpinannya, pemimpin dituntut lebih
terlibat dalam mendisiplinkan aturan dan menumbuhkan budaya kerja yang saling
terbuka, menentukan nilai-nilai, prinsip dan standar etika. Memberdayakan karyawan
untuk memobilisasikan upaya dalam mencapai kesempurnaan dalam pelaksanaan
strategi, dengan melakukan pendekatan dengan manajemen pemberdayaan sumber
daya manusia dalam menentukan kebijakan resmi, prosedur, dan tindakan operasional
untuk mengatur perilaku karyawan dalam perusahaan. Membangun komunikasi yang
baik dalam perusahaan, baik komunikasi berkaitan yang bersifat profesional kerja
maupun komunikasi yang mengalir lainnya sehingga menciptakan suasana kerja yang
saling mendukung dan terbuka satu sama lainnya.
Perumusan sistem pengelolaan yang baru juga harus diwujudkan dalam bentuk
tindakan yang kuat, baik secara substansial maupun secara simbolis untuk menanam
perilaku, praktik dan norma-norma baru. Dengan budaya kerja yang sehat Uber bisa
lebih fokus untuk membaca peluang dan hambatan ke depan.
V. Conclusion
Masalah yang terjadi pada Uber disebabkan oleh masalah internal budaya
kerja yang buruk dengan pemimpin yang tidak dapat mengelola karyawan dan
pemangku jabatan lainnya. Serta didukung oleh masalah politik oleh pergantian
presiden yang membuat aplikasi Uber dihapus oleh banyak pengguna, hal tersebut
berpengaruh pada kebijakan perusahaan yang menaikkan harga jasa layanan uber dan
memicu ide untuk melakukan tindakan yang tidak etis, salah satunya adalah pencurian
dan pelanggaran terhadap aturan. Hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh
CEO baru Uber yaitu Dara Khosrowshahi adalah mengubah budaya organisasi sesuai
dengan 4 step Changing a Problem Culture. Kemudian, untuk mengubah gaya
kepemimpinan yang baru Dara Khosrowshahi memerlukan mempunyai bargaining
power seorang pemimpin yang memperhatikan dan memberdayakan karyawannya
serta dapat terus berinovasi untuk keberlanjutan perusahaan