Menurut cerita
masyarakat
setempat, sumur tua
Mandar di Desa
Samasundu merupakan
salah satu peninggalan
tokoh agama Puang
Langgarang yang
dikenal oleh masyarakat
Mandar dengan sebutan
To Salama (Orang yang
selamat).
Ia mengatakan pernah
air yang ada dalam
sumur tua Mandar Desa
Samasundu tersebut
tiba-tiba kering. Hal
tersebut dikarenakan
adanya perbuatan buruk
yang dilakukan oleh
masyarakat desa atau
melanggar pesan dari
To Salama.
"Beberapa masyarakat
juga sudah tak meyakini
bahwa surutnya air
sumur tua Mandar
bukan karena
pelanggaran seperti
cerita mitos yang ada.
Tapi memang terjadi
perubahan iklim yakni
musim kemarau pada
saat itu," terang Khayar.
Pengumuman segera
disebarkan ke seluruh pelosok
negeri. Membuat semua
pemuda tertarik untuk ikut
ambil bagian. Termasuk di
kalangan pemuda di suatu
kampung, di lereng gunung. Di
sana tinggal seorang laki-laki
setengah baya yang cacat
kakinya bernama I
Karake’lette, yang dalam
bahasa Mandar artinya si kaki
rusak.
Di tengah kebingungan
pasukan Kerajaan Gowa
lantaran kehilangan
pemimpinnya, I Karake’lette
segera keluar kapal dan
kembali ke Kota Raja
Balanipa. Sesampainya di
sana, dia disambut meriah
oleh rakyat Kerajaan Balanipa
dan rajanya. Mereka berterima
kasih karena telah
menyelamatkan kerajaan.
Sebagai hadiah Raja Balanipa
mengangkat I Karake’lette
menjadi punggawa kerajaan
dan memberikan sebidang
tanah yang luas untuk I
Karake’lette dan anak
cucunya. Sementara pasukan
Kerajaan Gowa segera angkat
kaki dari Teluk Mandar