Anda di halaman 1dari 23

Daftar isi

1. Stroke aterotrombotik......................................................................................
2. Stroke emboli
3. Transient iskemik attack (TIA)
4. Stroke perdarahan intraserebral
5. Stroke perdarahan subaraknoid
6. Epilepsi
7. Vertigo
8. Nyeri kepala
9. Nyeri punggung bawah
10. Nyeri neuropatik
11. Penurunan kesadaran
12. Bell palsy
13. Gillain barre sindrome (GBS)
14. Tumor otak
15. Meningitis
16. Hipertensi emergensi pada stroke akut
17. Hiperglikemia pada stroke akut
18. Pencegahan primer dan sekunder pada stroke
STROKE ATEROTROMBOTIK
Stroke aterotrombotik adalah terjadinya defisit neurologis fokal atau global yang terjadi
mendadak yang disebabkan tersumbatnya pembuluh darah otak kerena proses aterogenesis, yang
terjadi lebih dari 24 jam. Jika gejala klinis maupun radiologis menghilang kurang dari 24 jam disebut
transient iskemik attack (TIA).

Faktor risiko untuk terjadinya stroke aterotrombotik terdiri dari faktor risiko yang tidak bisa
dimodifikasi misal umur, keturunan, dan ras. Sedangkan faktor risiko yang bisa dimodifikasi misal
merokok, obesitas, makan makanan berlemak, kurang olahraga, diabetes, hipertensi,
hiperkolesterol, dan kurang makan sayur/buah.

Gejala stroke aterotrombotik ini dengan onset akut (mendadak) kadang terjadi peringatan
sebelumnya (gejala sementara/TIA) dan klinis tergantung pembuluh darah arteri yang terganggu,
bisa berupa gejala motorik (hemiparese/hemiplegia), gejala motorik
(hemiparestesia/hemihipoestesia), gejala fungsi luhur (afasia) bisa pula sampai terjadi penurunan
kesadaran.

Pada umumnya stroke aterotrombotik terjadi atau diketahui saat bangun tidur, tetap sadar,
tidak sakit kepala, tidak muntah, dan tidak disertai kejang serta lebih sering pada usia tua diatas 60
tahun.

Pemeriksaan klinis saat fase akut meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang
(laboratorium). Anamnesa meliputi onsetnya yg umumnya mendadak, adanya muntah, kejang,
riwayat penurunan kesadaran, riwayat tekanan darah (jika ada). Pemeriksaan fisik meliputi tanda
vital (tekanan darah, nadi, suhu, temperatur aksiler, frekwensi nafas), pemeriksaan neurologis
meliputi kesadaran (GCS), reflek cahaya, gerakan bola mata (nervus cranialis 3, 4,6), nervus facialis
(nervus cranialis 7), gerakan uvula (nervus cranialis 9,10), deviasi lidah (nervus cranialis 12),
meningeal sign (kaku kuduk), lateralisasi (kekuatan motorik ektremitas), sensorik, reflek fisiologis,
dan reflek patologis. Tidak semuanya pemeriksaan diatas bisa dilakukan, terdapat kesulitan pada
pasien tidak sadar atau pasien nonkooperatif, pemeriksaan klinis berupa GDA, EKG, DL, ureum/
creatinin, lipid profile, dan CT scan kepala.

Tatalaksana fase akut meliputi :


1. Stabilisasi airway terutama pada pasien tidak sadar, untuk airway dijaga agar jalan nafas paten,
dengan headtilt chin lift, kalo perlu pasang orofaringeal tube (mayo), nasofaringeal tube,
ataupun endotrakeal tube. Gigi palsu dilepas, muntahan atau cairan mulut dibersihkan jika
perlu di suction. Sebaiknya dipasang oksigen masker 4-10 lpm jika penurunan kesadaran berat
(gcs < 12) atau oksigen nasal 2-3lpm jika gsc > 13 dan saturasi oksigen > 95%.
2. Breathing, dengarkan suara nafas dan adanya rektraksi interkostal, jika ada wheezing curiga
asma berikan aminifilin bolus dan dilanjutkan drip, jika curiga terjadi oedema paru berikan
furosemide.
3. Sirkulasi, seringkali pasien stroke akut datang dengan hipertensi emergensi. Karena umumnya
pasien stroke mengalami hipertensi kronis, yang terbiasa dengan tekanan darah yang tinggi,
sehingga untuk stroke curiga iskemik tekanan darah diturunkan jika > 220/120 kecuali disertai
komorbid yang mengancam nyawa misal gagal jantung akut, oedema paru. Penurunan tekanan
darah target hari pertama tidak lebih dari 20%, atau sisitolik 180-200. Selanjutnya tekanan
darah dipertahankan agak tinggi dan mulai diturunkan bertahap menuju normal saat fase akut
terlewati atau setelah hari ke-21. Penurunan tekanan darah terlalu cepat bisa menyebabkan
stealth phenomen yaitu pada daerah yg iskemik sudah mengalami vasodilatasi maksimal,
sehingga pemberian antihipertensi terlalu cepat menyebabkan vasodilasi pembuluh darah ke
area otak yg normal, yang dapat mengurangi aliran darah ke area iskemia. Pada pasien stroke
akut yang terbiasa minum antihipertensi rutin, maka antihipertensinya diteruskan. Untuk infus
gunakan yang tanpa glukosa dan cairan isotonis seperti ringer lactat, ringer asetat atau normal
saline.
4. Pemberian antiplatelet agregasi menggunakan asetosal atau clopidogrel sebaiknya setelah
dikonfirmasi ct scan bukan stroke perdarahan, atau tetap diberikan tanpa ct scan jika secara
klinis mendukung cva iskemik dan tidak memungkinkan ct scan misal kondisi tidak
transportable, tidak tersedia ct scan atau adanya penolakan tindakan ct scan.
5. Semua kondisi hiperglikemia baik pasien riwayat DM maupun tanpa riwayat DM diturunkan
dengan insulin.
6. Jika diketahui dislipidemia, terutama kadar LDL tinggi diberikan simvastatin atau atorvastatin.
7. Semua pasien stroke akut dilakukan fisioterapi sesuai dengan kondisi pasien, fisioterapi atau
konsul rehabilitasi medik bisa dilakukan seawal mungkin. Pada pasien tidak sadar sebaiknya
dipasang kasur anti decubitus (kasur angin) atau dilakukan perubahan posisi tidur tiap 2 jam.
8. Stroke iskemik yang stabil dapat segera mobilisasi duduk atau belajar jalan hari ke 2 untuk
mencegah decubitus.
9. Pada kondisi kesulitan menelan atau risiko tersedak dipasang pipa nasogastrik dilanjutkan diet
cair 6x200cc, obat-obat oral dibuat puyer dan dimasukkan pipa NGT.
10. Jika tidak ada gangguan menelan dapat diberikan diet nasi rendah garam/ rendah lemak (RGRL).
11. Jika tanpa penyulit dipulangkan hari ke-7, diedukasi minum obat teratur, diet RGRL, banyak
sayur dan buah, serta olahraga aerobik rutin sesuai kemampuan.
STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Stroke perdarahan intraserebral adalah terjadinya defisit neurologis fokal atau global yang
terjadi mendadak yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak.

Faktor risiko untuk terjadinya stroke perdarahan intraserebral terdiri dari faktor tekanan
darah (hipertensi), pembuluh darah (anomaly pembuluh darah, misal AVM, aneurisma) dan
komponen darah (trombositopenia, gangguan pembekuan darah).

Gejala stroke perdarahan intraserebral terjadi mendadak, sering saat aktifitas, umumnya
disertai sakit kepala, muntah, penurunan kesadaran, kejang. Sedangkan gejala klinis tergantung
pembuluh darah arteri yang terganggu, bisa berupa gejala motorik (hemiparese/ hemi plegia), gejala
sensorik (hemiparestesia/ hemi hipoestesia), gejala fungsi luhur (afasia) bisa pula sampai terjadi
penurunan kesadaran.

Pemeriksaan klinis saat fase akut meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang
(laboratorium). Anamnesa meliputi onsetnya yg umumnya mendadak, nyeri kepala, adanya muntah,
kejang, riwayat penurunan kesadaran, riwayat tekanan darah tinggi, umumnya terjadi saat aktifitas.
Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, temperatur aksiler, frekwensi
nafas) pemeriksaan neurologis meliputi kesadaran (GCS), reflek cahaya, gerakan bola mata (nervus
cranialis 3, 4, 6)/deviasi konjugae, nervus fascialis (nervus cranialis 7) umumnya kelemahan tipe
UMN, gerakan uvula (nervus cranialis 9, 10), deviasi lidah (nervus cranialis 12), meningeal sign (kaku
kuduk), lateralisasi (kekuatan motorik ektremitas), sensorik, reflek fisiologi dan reflek patologis.
Tidak semuanya pemeriksaan diatas bisa dilakukan, terdapat kesulitan pada pasien tidak sadar atau
pasien nonkooperatif, pemeriksaan klinis berupa GDA, EKG, DL, ureum/ creatinin, lipid profile , faal
hepar dan CT scan kepala.

Tatalaksanan fese akut meliputi :


1. Stabilisasi airway terutama pada pasien tidak sadar, untuk airway dijaga agar jalan nafas paten,
dengan headtilt chin lift, kalau perlu pasang orofaringeal tube (mayo), nasofaringeal tube,
ataupun endotrakeal tube. Gigi palsu dilepas, muntahan/ atau cairan mulut dibersihkan jika
perlu di suction. Sebaiknya dipasang osksigen masker 4-10 lpm jika penuruna n kesadaran berat
(gcs < 12) atau oksigen nasal 2-4lpm jika gsc > 13 dan saturasi oksigen > 95% atau jika saturasi
oksigen < 94% menggunakan oksigen masker.
2. Breathing, dengarkan suara nafas dan adanya rektraksi interkostal, jika ada wheezing curiga
asma berikan aminifilin bolus dan dilanjutkan drip, jika curiga terjadi oedema paru berikan
furosemide. Jika hipoventilasi dilakukan bantuan nafas mekanik.
3. Sirkulasi, seringkali pasien stroke akut datang dengan hipertensi emergensi. Karena umumnya
pasien stroke mengalami hipertensi kronis, yang terbiasa dengan tekanan darah yang tinggi,
sehingga untuk stroke perdarahan otak atau curiga perdarahan diturunkan jika > 180/100.
Kecuali disertai komorbid yang mengancam nyawa misal gagal jantung akut atau oedema paru.
Penurunan tekanan darah target hari pertama sistolik antara 140-160. Selanjutnya tekanan
darah dipertahankan agak tinggi dan mulai diturunkan bertahap menuju normal saat fase akut
terlewati atau setelah minggu ke 3 (hari ke 21). Penurunan tekanan darah terlau cepat bisa
menyebabkan hipoksia karena perdarahan otak menyebabkan tekanan intrakranial meningkat
sehingga memerlukan tekanan darah relatif tinggi. Untuk infus gunakan yang tanpa glukosa
dan cairan isotonis seperti ringer lactat, ringer asetat atau normal saline.
4. Pemberian analgesik misal metampiron atau nsaid bertujuan mengurangi nyeri kepala.
5. Pemberian antihistamin h2 mengurangi risiko dyspepsia.
6. Jika ada tanda tekanan intrakranial meningkat seperti sakit kepala, muntah, penurunan
kesadaran apalagi pada ct scan perdarahan cukup besar disertai oedema dan pergesaran mid
line maka dapat dilakukan usaha berupa pemberian oksigen (agar terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah otak), diposisikan setengah duduk (agar venous return meningkat), diuretik
kuat misal furosemid (menarik cairan intravaskuler), diuretik osmotik misal manitol (dengan
syarat fungsi ginjal normal, oedem paru negatif, tidak ada gagal jantung) untuk menarik cairan
ekstravaskuler masuk ke intravaskuler kemudian dikeluarkan oleh ginjal, jika perlu dikonsulkan
bedah saraf untuk tindakan evakuasi dan dekompresi.
7. Jika kejang diberikan anti kejang fenitoin .
8. Semua kondisi hiperglikemia baik pasien riwayat dm maupun tanpa riwayat dm diturunkan
dengan insulin.
9. Jika diketahui dislipidemia, terutama kadar LDL tinggi diberikan simvastatin atau atorvastatin
atau golongan statin lainnya.
10. Semua pasien stroke akut dilakukan fisioterapi sesuai dengan kondisi pasien, fisioterapi atau
konsul rehabilitasi medik bisa dilakukan seawal mungkin. Pada pasien tidak sadar sebaiknya
dipasang kasur anti decubitus (kasur angin) atau dilakukan perubahan posisi tidur tiap 2 jam.
11. Stroke perdarahan yang stabil sebaiknya mobilisasi duduk hari ke 10 atau belajar jalan baru
dilakukan hari ke 14 untuk mencegah rebleeading .
12. Pada kondisi kesulitan menelan atau risiko tersedak dipasang pipa nasogastrik dilanjutkan diet
cair 6x200cc, obat-obat oral dibuat puyer dan dimasukkan pipa NGT untuk mencegah terjadinya
aspirasi.
13. Jika tidak ada gangguan menelan dapat diberikan diet nasi rendah garam/ rendah lemak (RGRL).
14. Jika tanpa penyulit dipulangkan hari ke 14, diedukasi minum obat teratur, diet RGRL banyak
sayur dan buah serta olahraga aerobik rutin sesuai kemampuan serta menghindari aktifitas fisik
dan psikis berlebihan.
15. Selanjutnya penatalaksaan fase non akut atau sesudah rawat inap meliputi medikamentosa
(misal antihipertensi, antidiabetes, statin), aktifitas ringan menghindari mengejan dan diet
rendah garam rendah lemak (RGRL) perbanyak makan sayur dan buah. Menghindari stres fisik
dan psikis.
TRANSCIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA)
Transcient Ischemic Attack (TIA) adalah terjadinya defisit neurologis fokal yang terjadi
mendadak yang disebabkan tersumbatnya pembuluh darah otak kerena proses aterogenesis, yang
kembali sempurna baik klinis maupun radiologis kurang dari 24 jam.

Faktor risiko untuk terjadinya TIA terdiri dari faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi misal
umur, keturunan, dan ras. Sedangkan fakor risiko yang bisa dimodifikasi misal merokok, obesitas,
makan makanan berlemak, kurang olah raga, diabetes, hipertensi, hiperkolesterol, dan kurang
makan sayur/buah.

Gejala TIA ini dengan onset akut (mendadak) kadang pernah terjadi serangan yang sama
sebelumnya dan klinis tergantung pembuluh darah arteri yang terganggu, bisa berupa gejala motorik
(hemiparese/ hemi plegia), gejala motorik (hemiparestesia/ hemi hipoestesia), gejala fungsi luhur
(afasia), bisa pula sampai terjadi penurunan kesadaran. Akan tetapi semua gejala tersebut akan
membaik kurang dari 24 jam.

Pemeriksaan klinis saat fase akut meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang
(laboratorium). Anamnesa meliputi onsetnya yg umumnya mendadak, tidak didapatkan muntah,
tidak terdapat kejang, umumnya tanpa penurunan kesadaran, riwayat tekanan darah tinggi (jika
ada), diabetes, dan dislipidemia. Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu,
temperatur aksiler, frekwensi nafas), pemeriksaan neurologis meliputi kesadaran (GCS), reflek
cahaya, gerakan bola mata (nervus cranilalis 3, 4, 6), nervus fascialis (nervus cranialis 7), gerakan
uvula (nervus cranilis 9, 10), deviasi lidah (nervus cranialis 12), meningeal sign (kaku kuduk),
lateralisasi (kekuatan motorik ektremitas), sensorik, reflek fisiologi dan reflek patologis. Tidak
semuanya pemeriksaan diatas bisa dilakukan, terdapat kesulitan pada pasien tidak sadar atau pasien
nonkooperatif, pemeriksaan klinis berupa GDA, EKG, DL, ureum/ creatinin, lipid profile, dan CT scan
kepala (tetap dilakukan jika gejala tersebut belum membaik saat pemeriksaan).

Tatalaksana fase akut meliputi :


1. Stabilisasi airway terutama pada pasien tidak sadar, untuk airway dijaga agar jalan nafas paten,
dengan headtilt chin lift, kalo perlu pasang orofaringeal tube (mayo), nasofaringeal tube,
ataupun endotrakeal tube. Gigi palsu dilepas, muntahan/ atau cairan mulut dibersihkan jika
perlu di suction. Sebaiknya dipasang Oksigen masker 4-10 lpm jika penurunan kesadaran berat
(gcs < 12) atau oksigen nasal 2-3lpm jika gsc > 13 dan saturasi oksigen > 95%.
2. Breathing, dengarkan suara nafas dan adanya rektraksi interkostal, jika ada wheezing curiga
asma berikan aminifilin bolus dan dilanjutkan drip, jika curiga terjadi oedema paru berikan
furosemide.
3. Sirkulasi, seringkali pasien TIA datang dengan hipertensi emergensi. Karena umumnya pasien
TIA mengalami hipertensi kronis, yang terbiasa dengan tekanan darah yang tinggi, sehingga
untuk TIA curiga stroke iskemik tekanan darah diturunkan jika > 220/120 kecuali disertai
komorbid yang mengancam nyawa misal gagal jantung akut, oedema paru. Jika sudah diketahui
diagnosa TIA maka tekanan darah diturunkan bertahap sampai normal dalam beberapa hari
tergantung kondisi pasien. Penurunan tekanan darah terlau cepat bisa menyebabkan stealth
phenomen yaitu pada daerah yg iskemik sudah mengalami vasodilatasi maksimal, sehingga
pemberian antihipertensi terlalu cepat menyebabkan vasodilasi pembuluh darah ke area otak
yg normal yang dapat mengurangi aliran darah ke area iskemia. Pada pasien TIA yang terbiasa
minum antihipertensi rutin, maka antihipertensinya diteruskan. Untuk infus gunakan yang
tanpa glukosa dan cairan isotonis seperti ringer lactat, ringer asetat atau normal saline.
4. Pemberian antiplatelet agregasi menggunakan asetosal atau clopidogrel sebaiknya setelah
dikonfirmasi ct scan bukan stroke perdarahan atau tanpa ct scan jika secara klinis mendukung
TIA dan atau tidak memungkinkan ct scan misal kondisi tidak transportable, tidak tersedia ct
scan atau adanya penolakan tindakan ct scan.
5. Semua kondisi hiperglikemia baik pasien riwayat DM maupun tanpa riwayat DM diturunkan
dengan insulin.
6. Jika diketahui dislipidemia, terutama kadar LDL tinggi deberikan simvastatin atau atorvastatin.
7. Pada kondisi kesulitan menelan atau risiko tersedak dipasang pipa nasogastrik dilanjutkan diet
cair 6x200cc, obat-obat oral dibuat puyer dan dimasukkan pipa NGT.
8. Jika tidak ada gangguan menelan dapat diberikan diet nasi rendah garam/ rendah lemak (RGRL).
9. Jika tanpa penyulit dipulangkan hari ke-3 atau ke-4, diedukasi minum obat teratur, diet RGRL
banyak sayur dan buah, serta olahraga aerobik rutin sesuai kemampuan.
EPILEPSI

Epilepsi adalah gejala klinis yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal dan
berlebihan di otak yang terjadi tanpa provokasi dan biasanya berulang. Gejala klinis bisa berupa
motorik (kejang tonik klonik), sensorik (paresthesia atau terjadi aura), gejala otonom (mual muntah,
hiperhidrosis), gejala penurunan kesadaran (epilepsi absan atau general atonik).

Epilepsi menurut klinis dibagi menjadi 4 :


1. Epilepsi general adalah kejang menyeluruh disertai penurunan kesadaran.
2. Epilepsi fokal adalah terjadinya kejang hanya sebagian tubuh atau tidak menyeluruh dan tetap
sadar.
3. Epilepsi fokal sekundari general adalah epilepsi yang diawali dengan gejala fokal tanpa
penurunan kesadaran kemudian menjadi epilepsi general dengan penurunan kesadaran.
4. epilepsi yang tidak bisa diklasifikasikan.

Menurut penyebabnya dibagi menjadi 3 :


1. Epilepsi primer : tidak diketahui penyebabnya umumnya terjadi pada anak-anak. Secara klinis
dan radiologis normal.
2. Epilepsi sekunder : diketahui penyebabnya, secara klinis terdapat defiisit neurologis yang
mencerminkan gangguan di otak dan atau radiologis cerebral abnormal. Misalkan gangguan
tumbuh kembang (cerebral palsy), bekas stroke, bekas operasi kepala, bekas meningitis, atau
adanya tumor otak.
3. Epilepsi yang tidak diketahui primer atau sekunder.

Karena epilepsi terjadinya gangguan klinis yang bersifat transcient (sementara) sedangkan
diluar serangan bisa normal, maka kita harus membedakan apakah ini epilepsi atau pseudo epilepsi
(malingering/psikogenik).

No Temuan Epilepsi Pseudo epilepsi


.
1. Lokasi Terjadi Sembarang tempat Disengaja untuk mencari perhatian
2. Umumnya wanita usia dewasa
Jenis Kelamin Tidak spesifik
muda
3. Tanda Biasanya ada, berupa bekas jejas
Umumnya tidak ada
Jejas/Trauma pada kulit ataupun bekas fraktur
4. Darah Dimulut Umumnya ada karena lidah atau
Umumnya tidak ada
Setelah Kejang bibir tergigit
5. Inkontinensia Urin
Umumnya ada Umumnya tidak ada
dan Alfi
6. Bentuk Serangan Serupa, mirip atau stereotype Tidak spesifik
7. Kebingungan Pasca
Umumnya ada Umumnya tidak ada
Serangan
8. Kesadaran Saat Umumnya terganggu, pasien tidak Umumnya tidak terganggu, pasien
Serangan bisa menceritakan saat serangan dapat menceritakan saat serangan
Gejala klinis saat serangan untuk epilepsi general bisa berupa :
1. Epilepsi general tonik klonik dimulai dari ekstremitas kaku atau tonik dilanjutkan dengan
gerakan fleksi ekstensi di ekstremitas atau klonik.
2. Epilepsi general atonik pasien mendadak kehilangan tonus, jatuh, dan penurunan kesadaran.
3. Epilepsi absan pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat dalam beberapa detik tanpa
terjatuh.

Gejala klinis saat serangan untuk epilepsi fokal :


1. Fokal motorik berupa gejala tonik/klonik satu sisi tubuh atau satu ekstremitas tanpa disertai
penurunan kesadaran.
2. Fokal sensorik bisa terjadi hemiparesthesisa ataupun aura (aura visual, aura pendengaran,
maupun aura otonom).

Gejala klinis saat serangan epilepsi fokal general umumnya diawali dengan gejala fokal
kemudian menjadi general.

Tatalaksana saat serangan:


Karena pasien epilepsi yang bukan kriteria status epilepsi cukup diamankan jangan sampai
terjatuh, terbentur, baju dilonggarkan, posisi dimiringkan, bila ada gigi palsu/muntahan dibersihkan.
Pada umumnya dalam beberapa menit pasien tersebut akan sadar kembali dan umumnya tidak
perlu diberikan obat anti kejang.

Tatalaksana pencegahan :
Untuk epilepsi general bisa diberikan phenytoin, valproic acid, atau carbamazepine. Untuk
epilepsi fokal dimulai diberikan carbamazepine. Pemberian obat anti epilepsi sebaiknya dosis tunggal
dinaikkan bertahap sampai epilepsi terkontrol atau jika muncul efek samping. Pemberian obat anti
epilepsi kombinasi dilakukan jika obat pertama dosis optimal tidak bisa mengkontrol kejang atau
muncul efek samping.
Pada epilepsi primer setelah terjadi remisi selama 2 th (tidak kejang selama 2 th) maka
dipertimbangkan untuk penurunan obat anti epilepsi secara bertahap. Pada epilepsi sekunder
biasanya tidak bisa lepas obat atau minum obat terus-menerus.
Semua pasien epilepsi diedukasi untuk tidak melakukan aktivitas yang berbahaya jika terjadi
serangan, misalkan mengendarai kendaraan, di ketinggian, berenang, dekat api. Untuk menghindari
serangan maka sebaiknya tidak boleh kecapaian fisik dan psikis, cukup tidur, minum obat anti
epilepsi teratur, dan jika demam segera minum antipiretik atau paracetamol.
VERTIGO
Vertigo adalah sensasi atau rasa berputar yang mana pasien mengeluhkan lingkungan
sekelilingnya seperti berputar, sehingga keluhan tersebut bagi dokter sering membingungkan
apakah keluhan berputar (vertigo), goyang-goyang (ataxia), seperti melayang (light headacheness),
atau keluhan gelap (fainting / sinkop). Untuk membedakan hal tersebut tentu kejelian dalam
anamnesa sangat diperlukan karena keluhan subjektifnya jelas berupa perasaan berputar.

Differential diagnosis dari vertigo adalah 3 hal dibawah ini atau disebut pseudo vertigo :
1. Goyang-goyang atau ataxia : pasien mengeluhkan ketidakstabilan saat duduk atau berdiri.
umumnya bisa disebabkan karena gangguan saraf keseimbangan dengan lokasi di kolumna
dorsalis cerebellum maupun cerebral.
2. Seperti melayang atau light headacheness : umumnya pasien mengeluhkan seperti bergoyang-
goyang, melayang, seperti berjalan di awan, atau seperti melihat kelambu yang bergoyang akan
tetapi pada pmx fisik tidak didapatkan gangguan pada tes keseimbangan. Umumnya disebabkan
karena gangguan psikologis pada pasien cemas.
3. Gelap atau fainting : pasien mengeluhkan gelap sesaat terutama pada saat perubahan posisi
tidur/duduk ke berdiri. Hal ini disebabkan karena gangguan cardiovascular misal pada pasien
penyakit jantung, anemia, atau kondisi hipotensi orthostatik.

Secara klinis dan topis vertigo dibedakan menjadi 2, yaitu vertigo central dan perifer.

No. Perifer Central


Lokasi berada di saraf perifer (n.VIII
Berada di batang otak, cerebrum, dan
1. sampai canalis semicircularis meatus
cerebellum
accousticus internus)
Gejala klinis berat, perasaan berputar
hebat umumnya disertai gejala otonom
2. Gejala klinis ringan
berupa gemetaran, keringat dingin, mual,
muntah
Diprovokasi dengan perubahan posisi
3. Terjadi spontan tanpa provokasi
kepala
Lebih mudah sembuh walaupun gejala
4. Lebih sulit sembuh tergantung etiologi
klinis berat
5. Membaik dengan latihan atau habituasi Sulit membaik dengan latihan
Etiologi : neuritis vestibularis/neuropati
n.VIII, benign paroxysmal positional
vertigo (BPPV), Meniere disease, Etiologi : CVA, tumor intra cranial, infeksi intra
6.
labyrinthitis (jarang), trauma kepala cranial
tanpa defisit intra cerebral dan radiologis
normal
Tatalaksana fase akut :
1. Terapi simptomatis : pemberian anti vertigo misal betahistin dan flunarizin, pemberian anti
emetic/anti gastritis pada pasien mual muntah, pemberian anti anxietas pada pasien gelisah.
2. Terapi supportif : jika berisiko terjadi dehidrasi misal pada pasien mual muntah
dipertimbangkan penggunaan cairan intravena/infus.
3. Terapi rehabilitatif/habituasi : secara prinsip pasien diminta untuk melakukan mobilisasi
bertahap sesuai kemampuan mulai dari melirik kiri kanan atas bawah, belajar duduk sambil
menoleh kiri kanan atas bawah, belajar berdiri, lalu belajar berjalan.
4. Terapi etiologis : adalah terapi apply maneuver pada BPPV atau terapi pembedahan pada
Meniere disease. Terapi ini lebih jarang dilakukan.

Tatalaksan fase kronis/non akut :


1. Pasien diminta sering melakukan aktivitas olahraga terutama perubahan posisi kepala yang
mendadak dan cepat seperti olahraga bulutangkis, pingpong, basket, ataupun semua olahraga
asalkan yang sering melakukan perubahan posisi kepala.
2. Terapi tersebut diatas terutama untuk vertigo perifer, sedangkan vertigo central terapi
berdasarkan etilogi tanpa mengesampingkan terapi simptomatis dan rehabilitatif.
NYERI KEPALA

Definisi nyeri kepala adalah nyeri di sekitar kepala tidak termasuk wajah tapi termasuk di
dalamnya adalah nyeri leher bagian atas.
Secara etiologi nyeri kepala di bagi dua, yaitu :
1. Nyeri kepala primer yaitu nyeri kepala yang kausa organiknya tidak didapatkan atau belum jelas
pada pemeriksaan fisik dan neurologis tidak didapatkan kelainan, yang termasuk nyeri kepala ini
adalah tension headache, migraine, cluster, dan nyeri kepala primer lainnya.
2. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang diketahui penyebabnya yaitu pertama adalah
vaskuler (CVA ICH, SAH), infeksi (Meningitis, encephalitis, abses cerebri, atau nyeri kepala pada
kondisi febris karena infeksi sistemik), trauma (misal nyeri kepala karena trauma seperti
kontusio serebri, epidural hematom, subdural hematom, sefal hemathome), tumor atau
neoplasma adalah nyeri kepala yang disebabkan tumor intra cranial (meningioma, astrositoma).
Pada nyeri kepala sekunder ini pemeriksaan fisik atau radiologis abnormal.

Untuk pemeriksaan fisik pasien sakit kepala meliputi anamnesa yaitu onsetnya, seperti :
a. Jika onsetnya akut atau mendadak dicurigai cva atau vaskuler
b. Jika nyeri kepala disertai febris dan defisit neurologis semakin memburuk dicurigai infeksi intra
kranial
c. Jika nyeri kepala kronik progresif dalam hitungan minggu atau bulan neoplasma atau tumor
d. Jika nyeri kepala disertai trauma dicurigai nyeri kepala karena trauma).
Keempat jenis nyeri kepala menurut onset tersebut diperlukan pemeriksaan lanjutan ct-scan
karena termasuk nyeri kepala sekunder.
Sedangkan anamnesa untuk nyeri kepala primer :
a. Jika nyeri kepala ringan sampai sedang dan masih bisa beraktifitas biasa di curigai tension type
headache
b. Jika nyeri kepala sedang sampai berat apalagi disertai mual muntah dan nyeri kepala satu sisi di
curigai migraine
c. Jika nyeri kepala hebat satu sisi dan disertai rinorhea dan lakrimasi di curigai cluster headache
d. Nyeri kepala yang tidak spesifik tanpa disertai defisit neurologis dan radiologis termasuk nyeri
kepala primer.

Pemeriksaan neurologis yang diperlukan adalah GCS, reflek cahaya, N. cranialis (III, IV, VI, VII,
dan XII), meningeal sign ( kaku kuduk), lateralisasi motorik, reflek fisiologis, dan reflek patologis.
Perbedaan nyeri kepala primer dan sekunder

No. Nyeri Kepala Primer Nyeri Kepala Sekunder


Pemeriksaan klinis neurologis Terdapat defisit neurologis baik fokal maupun
1
normal global dan dapat disertai meningeal sign
Pemeriksaan radiologi (ct scan)
2 Pemeriksaan radiologis atau ct-scan abnormal
kepala normal
3 Umumnya tidak berbahaya Berbahaya dan dapat mengancam nyawa
Berespon dengan pemberian
4 Sesuai dengan etiologi
analgesik dan kombinasinya
NYERI PUNGGUNG BAWAH

Nyeri punggung adalah nyeri yang dirasakan pada bagian belakang arcus costalis yang
kadang menjalar sampai ke kaki.
Secara umum nyeri punggung bawah ini disebabkan oleh 2 hal yaitu nyeri nosiseptik yang
berasal dari jaringan peka nyeri misal otot, tendon, periosteum, tulang, ligament, dan jaringan peka
nyeri lainnya. Sedangkan yang kedua disebabkan oleh karena gangguan pada saraf tepi atau nyeri
neuropatik yang umumnya nyeri menjalar. Penyebab nyeri punggung bawah adalah :
1. Nyeri Tegang Otot
Nyeri ini merupakan kasus tersering pada nyeri punggung bawah dan umunnya dapat sembuh
sendiri/self limiting disease.
Cirinya adalah nyeri yang terpusat pada otot-otot paravertebra dan otot pantat, dengan ciri
nyari dapat ditunjuk jelas oleh pasien dan sifatnya adalah nyeri lokal, pada umumnya terjadi
pada usia muda dengan riwayat trauma fisik yang tidak bermakna misal salah posisi duduk,
lama berdiri, salah posisi tidur, ataupun mengangkat benda ringan, cirinya adalah pada
pemeriksaan fisik ada tanda tinel atau ditekan dengan jari merasa nyeri yang tidak menjalar
kemudian pada pemeriksaan neurologi dalam batas normal.
Umumnya gangguan ini bisa sembuh sendiri dengan istirahat, massage, analgesik sederhana
dan atau muscle relaxan.
2. Ischialgia
Merupakan nyeri neuropatik yang bersifat menjalar yang umumnya nyeri berasal dari tulang
belakang menjalar ke pantat, paha, betis, dan ujung kaki. Nyeri ini disebabkan karena ada
jepitan pada radix nervus ischiadicus maupun sepanjang perjalanannya, sesuai dengan nyeri
neuropatik sifatnya adalah menjalar, tidak ada tanda radang berupa kalor, tumor, dolor, dan
umumnya bersifat kronis. Penyebab nyeri iskialgia yang tersering adalah adanya penjepitan
pada radix vertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1, dimana pada bagian tersebut sangat rentan
terjadinya jepitan radix karena merupakan titik berat tubuh dan ligamennya bersifat tidak stabil
yang mempermudah terjadinya herniasi nekleus pulposus (HNP). Ischialgia ini sering terjadi
pada usia tua dengan riwayat trauma mayor ataupun mengangkat benda berat dan obesitas ,
sehingga tidak hanya terjadi HNP tapi pada tulang belakang terjadi spondilosis dan
spondilolistesis (pergeseran tulang belakang) dan seringkali terjadi bersamaan fraktur kompresi
corpus vertebra. Ischialgia ini umumnya merupakan nyeri kronis ataupun nyeri yang sulit
sembuh dan memerlukan tidakan terapi yang intergratif berupa farmakoterapi, fisioterapi,
injeksi local, dan pembedahan. Farmakoterapi yang digunakan pada kasus ini umumnya
memerlukan NSAID, antiepileptic (gabapentine, pregabalin), muscle relaxan (diazepam,
eperison), antidepresan, dan analgesik topikal lainnya.
3. Canalis Stenosis
Adalah nyeri punggung bawah yang terutama terjadi pada saat berdiri atau berjalan dan
membaik dengan duduk, istirahat atau tidur terlentang (Claudio intermiten neurogenic). Nyeri
ini disebabkan karena penyempitan pada canalis vertebralis oleh beberapa faktor misal HNP,
Spondilosis, Spondilolistesis, penebalan ligamentum longitudinale posterior dan tumor intra
canalis vertebralis. Penatalaksaan pada kasus ini adalah dengan NSAID dan atau Pembedahan.
4. Mix Pain
Yaitu campuran nyeri nosiseptik dan nyeri neuropatik yang pada prinsipnya ada nyeri nosiseptik
di tempat lesi disertai nyeri neuropatik karena ada perangsangan atau penjepitan saraf atau
umumnya penggabungan antara kasus 1 dan 2 dan peradangan disekitar lesi. Terapinya adalah
dengan farmakoterapi berupa NSAID, Antiepileptic (gabapentine, pregabalin), Muscle relaxan
(diazepam, eperison), Antidepresan, dan analgesik topikal lainnya, dilanjutkan dengan
fisioterapi dan jika tidak membaik dilakukan pembedahan.

Bisa pula nyeri punggung bawah ini di bagi menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri Pinggang Yang Tidak Berbahaya ( Green Flag)
Yaitu nyeri yang disebabkan ketegangan otot atau peradangan lokal atau tidak ada penjalaran
nyeri. Pemeriksaan neurologis dalam batas normal dan bersifat akut yang umumnya terjadi
pada usia muda dan umumnya didahului oleh trauma yang tidak bermakna. Tegang otot
termasuk kedalam nyeri yang tidak berbahaya.
2. Nyeri Pinggang Berbahaya ( Red Flag)
Yaitu nyeri pinggang yang disebabkan kelainan atau kerusakan jaringan yang umumnya
terdapat nyeri lokal dan didapatkan penjalaran nyeri dan pemeriksaan neurologis didapatkan
kelainan (Laseque positif, kelainan reflek patologis, dan reflek fisiologis, adanya atrofi otot).
Nyeri ini bersifat kronis dan umumnya terjadi pada usia tua, biasanya terjadi trauma mayor
(KLL, jatuh terduduk, dan mengangkat benda berat). Ischialgia, canalis stenosis, dan mix pain
termasuk ke dalam nyeri pinggang yang berbahaya.

Prinsip dari tatalaksana nyeri pinggang adalah sebisa mungkin menghilangkan nyeri, jika
tidak bisa cukup bertujuan mengurangi nyeri dan pasien dapat melakukan aktifitas harian yang
dibatasi oleh nyerinya.
NYERI NEUROPATIK

Nyeri neuropatik adalah nyeri yang disebabkan karena lesi pada susunan saraf pusat
maupun perifer dengan ciri sebagai berikut :

Nyeri Neuropatik Nyeri Nosiseptik


Kronis Akut
Tidak ada tanda inflamasi (tumor,kalor,dolor -) Ada tanda inflamasi (tumor,kalor,dolor +)
Nyeri sesuai dengan distribusi saraf, untuk nyeri
nosiseptik sentral berbentuk
Nyerinya lokal
hemihiperparestesia, hemialodenia. Nyeri
menjalar.
Berespon terhadap anti epilepsi (gabapentin,
carbamazepin, pregabalin), dan analgesik Berespon terhadap NSID
adjuvant (antidepresan).
Contoh nyeri neuropatik sentral:
hemihipoestesia pasca stroke/ hemiparestesia
Osteoarthritis, nyeri karena trauma jaringan akut
pasca stroke.
(jika kronis bisa jadi nyeri neuropatik), gingivitis,
Contoh nyeri neuropatik perifer: trigeminal
tendinitis, nyeri tegang otot
neuralgia, ischialgia, polineuropati dm, post
herpetic neuralgia.
Prognosa: umumnya sulit sembuh Prognosa: umumnya cepat sembuh
PENURUNAN KESADARAN
Definisinya adalah pasien tidak berespon/ bereaksi adekuat dengan stimulus lingkungan
sekitarnya.
Penyebab umum penurunan kesadaran ada 3, yaitu:

Intrakranial Ekstrakranial Psikogenik


Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis Umumnya ada tanda
didapatkan defisit neurologis
didapatkan defisit neurologis negatifisme (melawan gerakan
global/ tidak didapatkan defisit
fokal/ lateralisasi dan atau kaku pemeriksa saat mata dibuka,
fokal/ lateralisasi dan atau kaku
kuduk. pasien menutupkan mata)
kuduk.
Vaskuler (CVA), infeksi
Hipoglikemi, hiponatremi,
intrakranial, tumor intrakranial Ansietas neurosa dan psikosa
uremia, syok, anemia
dan trauma kepala.
Memerlukan pemeriksaan Lab:
Memerlukan pemeriksaan CT
DL, ureum, creatinin, GDA, Pemeriksaan psikoanalisa
scan kepala
elektrolit, SGOT, SGPT.
Penatalaksaan supportif :
1. Airway harus paten. Jika ada muntahan di suction, gigi palsu dilepas. Jika perlu pasang
nasofaringeal tube, endotrakeal tube.
2. Breathing (memeriksa frekuensi nafas). Jika terjadi bradikardipneu dilakukan pernafasan
mekanik (bisa dengan ambubag atau ventilator). Suara nafas diperiksa, jika terjadi wheezing
curiga asma diberi bronkodilator. Jika ronki curiga lung oedem diberikan diuretic kuat
(furosemid). Jika perlu diberikan oksigen.
3. Circulation jika tekanan darah rendah atau syok perlu diberikan resusitasi cairan atau agent
inotropic maupun vasopresor. Jika TD terlalu tinggi (diatas sistolik 180) dipertimbangkan
penggunaan vasodilator intravena (diltiazem/ nikardipin).
4. Untuk menghindar fraktur dan decubitus diperlukan fisioterapi dan bed rolling tiap 2 jam (mi-ka
mi-ki/ 2 jam). Jika perlu dipasang matras angina (anti decubitus).
5. Untuk intake makanan dipertimbangkan makanan NGT untuk mengurangi resiko tersedak.
Dipasang kateter jika terjadi retensi urin atau diberi laxan (pencahar) jika terjadi konstipasi.

Penatalaksaan etiologi:
1. Penuruan Kesadaran Intrakranial
Sedapat mungkin mengurangi tekanan intrakranial dengan cara oksigenasi supaya terjadi
vasokontriksi pembuluh darah otak. Posisi setengah duduk agar venous return lebih lancar.
Pemberian manitol untuk mengurangi oedema serebri. Pemberian furosemide untuk
mengurangi oedema intrakranial dan sistemik. Jika perlu dikonsultasikan bedah saraf untuk
dilakukan operasi dekompresi.
2. Penurunan Kesadaran Ekstrakranial (Sistemik)
Bila hipoglikemia diberikan D40% lalu di maintenance dengan D10%. Jika hiponatremia
diberikan NaCl 3% drip pelan. Jika hipernatremia diberikan infus free water. Bila uremia maka
diperlukan hemodialisa. Pada hiperglikemia diberikan insulin.
3. Penurunan Kesadaran Psikogenik
Diberikan antidepresan, anti ansietas, dan atau transquilizer.
BELL’S PALSY

Adalah kondisi dimana terjadi paralisis dari n. kranialis VII tipe LMN yang bersifat isolated
dengan etiologi idiopatik.
Pada pemeriksaaan didapatkan parese otot-otot wajah satu sisi, tidak bisa mengerutkan
dahi, mengangangkat alis, menutup mata, meringis, meringai, dan mencucu. Kadang disertai
gangguan hiperakusis, hiperaugesia (tidak merasa makanan 2/3 anterior lidah), dan gangguan
lakrimasi. Kadang disertai dengan nyeri belakang telinga. Pada pemeriksaan neurologis lain dalam
batas normal. Onset akut, tidak bisa berkumur atau menyedot minuman, tiba-tiba perot satu sisi.
Penyakit ini umumnya sembuh dengan sendirinya antara 2-3 bulan.
Bell’s palsy ini sering dikacaukan dengan DDx seperti otitis media akut/ kronis, ramsay hunt
syndrome, GBS, trauma, dan stroke hemiparese alternan.
Penatalaksanaan farmakologi:
1. Bisa diberikan kortikosteroid, NSAID, antiviral, multivitamin. Untuk melindungi dari iritasi
kornea bisa dengan kelopak mata ditutupkan menggunakan tangan/ kasa/ kaca mata pelindung.
Jika perlu diberikan tetes mata buatan.
2. Fisioterapi oleh pasien sendiri dengan cara menggerakkan otot-otot wajah dan massage otot
wajah.
GULLAIN BARRE SYNDROME (GBS)
Adalah kelumpuhan tipe LMN yang secara khas dimulai dari tungkai bawah menjalar ke
lengan (atas) bahkan bisa sampai terjadi gangguan otot nafas yang disebabkan oleh autoimun yang
menyerang secara perifer.
Umumnya onset akut/ subakut yang bersifat progresif makin lama makin berat kemudian
terjadi perburukan pada puncak akhir minggu kedua dan setelahnya akan mulai mengalami
perbaikan bertahap.
DDx dari GBS adalah paraparese LMN karena kelainan pada medulla spinalis, hipokalemia,
dan polineuropati diabetes.
Diagnosis GBS ini adalah berdasarkan kelumpuhan LMN dari tungkai bawah ke atas dan pada
pemeriksaan cairan liquor pada minggu kedua didapatkan disosiasi sitoalbumin (jumlah sel normal
tapi protein meningkat).

Penatalaksanaan:
1. Suportif
Pada ekstremistas yang mengalami kelumpuhan dilakukan fisioterapi pasif maupun aktif. Bila
terjadi gangguan otot nafas dilakukan ventilasi mekanik atau ventilator. Jika terjadi disfagia
dipasang NGT. Untuk intake makanan dipertimbangkan melalui NGT untuk mengurangi risiko
tersedak. Dipasang kateter jika terjadi retensi urin atau diberi laxan (pencahar) jika terjadi
konstipasi.
2. Etiologi
Bisa diberikan gamaglobulin dengan dosis 0,4 gr/ KgBB/ hari selama 5 hari berturut-turut.

Prognisis pada kasus ini jika tidak tersedia alat bantu nafas (ventilator) maka dubia ad malam
terutama gangguan otot pernafasan dan jika bisa survive sampai akhir minggu kedua umumnya
gejala klinis membaik.
TUMOR OTAK

Adalah tumor atau neoplasma yang bisa berasal dari intrakranial sendiri atau penjalaran/
metastase dari ekstrakranial.
Manifestasi klinis pada tumor otak ini terjadi defisit neurologis fokal atau lateralisasi/ kronis
progresif makin lama makin memburuk.
Untuk penegakan diagnostik diperlukan CT scan kepala dengan kontras.

Penatalaksaan :
1. Untuk mengurangi oedema otak bisa diberikan steroid sistemik (dexamethasone).
2. Jika terjadi kejang diberikan OAE (fenitoin).
3. Eksisi tumor jika memungkinkan oleh dokter bedah saraf.
4. Pemberian anti kanker (sitostatika) dan dirujuk ke RS tipe A.
MENINGITIS BAKTERIAL
Infeksi pada susunan saraf pusat yang disebabkan karena infeksi bakteri, yang tersering
penyebabnya adalah pada usia dewasa yaitu Streptococcus pneumonia dan Nisseria meningitis.
Infeksi intracranial ini bisa dari tempat lain yaitu seperti pada penyakit pneumonia, Sinusitis,dan
Mastoiditis.

Gejala klinis yang muncul adalah demam, kaku kuduk atau meningeal sign (+) dan adanya
perubahan atau penurunan kesadaran, kejang, peningkatan tekanan intrakranial dan kadang sampai
ditemukan adanya hemipharese jika adanya arteritis. Umumnya mempunyai onset dalam beberapa
hari (subakut). Gold standar pada pemeriksaan meningitis adalah pemeriksaan Liquid cerebrospinal
(LCS) dengan tindakan pungsi lumbal. Pada makros liquor cerebrospinal warnanya keruh (purulent)
dan dari hasil analisa LCS tersebut didapatkan penurunan glukosa liquor atau kurang dari 60%
glukosa darah, peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis dengan dominan PMN), serta
peningkatan protein. Sebelum dilakukan tindakan lumbal pungsi sebaiknya dilakukan pemeriksaan
CT Scan kepala terlebih dahulu untuk menyingkirkan kontra indikasi lumbal pungsi yaitu berupa
adanya peningkatan tekanan intrakranial.

Penatalaksanaan suportif dengan mempertahankan ABC2B (Airway, breathing, circulation


dan bowel dan bladder) Penatalaksanaan empiris berupa pemberian antibiotik yaitu Ceftriaxone
dengan dosis 2 x 2 gram ditambah vancomycin 2 x 1 gram selama 10 hari atau pemberian
meropenem 3 x 1 gram. Untuk pengobatan symptomatis diberikan Paracetamol IV atau Oral, NSID
untuk anti nyeri dan apabila kejang diberikan Phenytoin. Pemberian dexamethasone disarankan
diberikan dalam waktu singkat 2-3 hari untuk mengurangi edema otak. Pada kasus dengan
komplikasi hidrosefalus perlu dipasang VP SHUNT karena pada vili arachnoid yang terkena infeksi
akan menyebabkan gangguan penyerapan cairan liquor cerebrospinal. Jangan lupa diedukasi
keluarga bahwa penyakit ini mortalitasnya tinggi.
MENINGITIS TUBERKULOSA (TB)
Infeksi pada susunan saraf pusat yang disebabkan karena infeksi bakteri tuberkulosa yaitu
Mycobacterium tuberculosis.

Gejala klinis pada penyakit ini yaitu demam dengan low grade fever atau sub febris, kaku
kuduk atau meningeal sign (+), kejang, peningkatan tekanan intrakranial, nyeri kepala disertai
adanya perubahan atau penurunan kesadaran kadang sampai ditemukan adanya hemipharese jika
adanya arteritis. Umumnya mempunyai onset dalam beberapa hari atau minggu. Gold standar pada
pemeriksaan meningitis adalah pemeriksaan Liquid cerebrospinal (LCS) dengan tindakan pungsi
lumbal. Pada makros liquor warnanya jernih (serous) dan hasil dari analisa LCS tersebut berupa
penurunan glukosa liquor atau kurang dari 60% glukosa darah, peningkatan jumlah sel darah putih
(leukositosis dengan dominan MN), serta peningkatan protein. Sebelum dilakukan tindakan lumbal
pungsi sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala untuk menyingkirkan kontra indikasi lumbal
pungsi yaitu berupa adanya peningkatan tekanan intrakranial.

Penatalaksanaan suportif dengan mempertahankan ABC2B (Airway, breathing, circulation


dan bowel dan bladder) ditambahkan dengan OAT yaitu Isonazid 300 mg/hari dan Rhimfapicin
600mg/hari diberikan setiap hari selama 2 bulan dan dilanjutkan seminggu 2 kali selama 10 bulan
berikutnya. Pirazinamid diberikan 1500mg dan Etambutol 2000 mg diberikan selama 2 bulan. Steroid
atau dexamethasone 4 x 4 mg injeksi selama 3 minggu kemudian tappering off, bisa diberikan
terutama jika didapatkan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus dengan komplikasi
hidrosefalus perlu dipasang VP SHUNT karena pada vili arachnoid yang terkena infeksi akan
menyebabkan gangguan penyerapan cairan liquor cerebrospinal. Jangan lupa diedukasi keluarga
bahwa penyakit ini mortalitasnya tinggi.
MENINGITIS VIRAL
Infeksi pada susunan saraf pusat yang disebabkan karena infeksi virus atau bisa disebut
dengan aseptis meningitis yang tersering penyebabnya adalah enteroviral meningitis dan herpes
simpleks virus.

Gejala klinis meningitis viral yaitu demam langsung tinggi dengan onset dalam hitungan hari
atau jam, kaku kuduk atau meningeal sign (+), kejang, peningkatan tekanan intracranial, nyeri
kepala disertai adanya perubahan atau penurunan kesadaran kadang sampai ditemukan adanya
hemipharese jika adanya arteritis. Gold standar pemeriksaan adalah Liquor serebrospinal (LCS)
dengan tindakan pungsi lumbal. Pada pemeriksaan makros liquor jernih sedangkan hasil dari analisa
LCS tersebut berupa glukosa liquor lebih dari 60% glukosa darah, jumlah sel darah putih meningkat
(leukositosis dengan dominan MN), serta peningkatan protein.

Penatalaksanaan suportif dengan mempertahankan ABC2B (Airway, breathing, circulation


dan bowel dan bladder) pada umumnya hanya dibutuhkan terapi suportif akan tetapi dapat
diberikan acyclovir IV dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari. Untuk pengobatan symptomatis
diberikan Paracetamol IV atau Oral, NSID untuk anti nyeri dan apabila kejang diberikan Phenytoin.
Pemberian dexamethasone disarankan diberikan dalam waktu singkat 2-3 hari untuk mengurangi
edema otak. Pada kasus dengan komplikasi hidrosefalus perlu dipasang VP SHUNT karena pada vili
arachnoid yang terkena infeksi akan menyebabkan gangguan penyerapan cairan liquor
cerebrospinal. Jangan lupa diedukasi keluargabahwa penyakit ini mortalitasnya tinggi.
ABSES OTAK
Abses otak adalah infeksi jaringan otak dengan pembentukan kapsul umumnya disebabkan
oleh bakteri yang berasal dari infeksi yang menyebar yang menjalar melalui hematogen yang
menembus duramater. Penyebab bakteri tersering adalah polimicrobial. Asal penjalaran umumnya
berasal dari sinusitis paranasal, gigi, otitis media, mastoiditis, trauma tembus atau post operatif
ataupun dari tempat yang jauh atau hematogenous yang berasal dari penyakit jantung atau
paru( Carditis).

Gejala Klinis didapatkan nyeri kepala disertai dengan gejala fokal (lateralisasi) tanpa adanya
tanda meningeal sign karena enncapsulated. Bedanya dengan stroke onsetnya tidak mendadak dan
bedanya dengan meningitis adanya tanda meningeal sign (+) karena tidak mengenai liquor. Diagnosis
pasti untuk penyakit ini adalah CT scan dengan ditemukan adanya area hipodens dengan batas
kapsul.

Penatalaksanaan dengan Penatalaksanaan suportif dengan mempertahankan ABC2B


(Airway, breathing, circulation dan bowel dan bladder) jika pasien tidak sadar, lalu diberikan
antibiotic empiris selama 6-8 minggu berupa ceftriaxone 2 x 2 gram, metronidazole 3 x1 gram dan
vancomycin 2 x 1 gram. Terapi ini bermanfaat jika belum terbentuk kapsul secara sempurna akan
tetapi jika sudah terbentuk kapsul yang tidak bisa ditembus dengan antibiotik maka diberiikan
tindakan aspirasi atau insisi abses kemudian dipasang drain. Untuk mengontrol tekanan intrakaranial
diberikan steroid walaupun masih kontroversi. Jika nyeri kepala diberi paracetamol, dan jika kejang
diberikan phenytoin.

Diagnose banding dari abses cerebri berdasarkan hasil CT scan biasanya dibandingkan
dengan penyakit Tumor cerebri, dimana dari gambaran CT scannya pada abses serebri terbentuk
kapsul yang regular dan tipis sedangkan dengan Tumor kistik kapsulnya tebal dan ireguler. dan untuk
diagnosa pasti untuk membedakannya adalah dengan di craniotomy atau dengan pemberian
antibiotic pada abses serebri akan berkurang keluhannya.

Anda mungkin juga menyukai