A. Pengantar
Di bab sebelumnya, Anda telah membaca Konsep. Sekarang mari kita
lanjutkan diskusi kita ke topik selanjutnya yaitu konsep, karakter dan prosedur
melaksanakan PTK. Buku ini memang tidak ditulis untuk menjelaskan PTK
secara rinci karena banyak buku yang telah menyajikannya. Selain itu penulis
berasumsi bahwa pembaca sudah banyak membaca mengenai seluk beluk
PTK. Pada bab ini, disajikan informasi-informasi penting yang dibutuhkan untuk
menambah pemahaman Anda mengenai PTK. Sekedar untuk mengingatkan
kembali apa yang sudah Anda baca sebelumnya.
Melalui paparan berikut ini, penulis ingin membentuk pemahaman yang
utuh pada pembaca mengenai konsep dan pelaksanaan PTK. Setelah membaca
bab ini Anda diharapakan memiliki kemampuan berikut.
1. Mendefinisikan PTK.
2. Membedakan PTK dengan penelitian lain.
3. Menjelaskan tujuan PTK.
4. Menjelaskan karakter PTK.
5. Menjelaskan syarat melakukan PTK
6. Menjelaskan beberapa model PTK.
7. Menggambar skema siklus PTK Model Kemmis-McTaggart
8. Menjabarkan kegiatan yang dilakukan pada setiap siklus.
9. Menjelaskan metode pengumpulan data dalam PTK.
10. Menjelaskan instrumen pengumpulan data PTK.
11. Menjelaskan teknik analisis data PTK.
Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan mari kita
telah beberapa definisi berikut. Kemmis dan McTaggart (1990) menjelaskan bahwa
a form of collective self-reflective inquiry undertaken by participants in social
situations in order to improve the rationality and justice of their own social or
educational practices, as well as their understanding of these practices and the
situations in which these practices are carried out".
Rapoport seperti yang dikutip oleh McKernan mendefinisikan penelitian
tindakan sebagai berikut: “ Action research aims to contribute both to the
practical concerns of people in an immediate problematic situation and to the
goals of social science by joint collaboration within a mutually acceptable ethical
framework).Sedangkan Mc.Cutcheon and Jung (1990) sebagai berikut:
“Systemic inquiry that is collective, collaborative, self-reflective, critical and
undertaken by participants in the inquiry" (Master, 1995, p. 2).
Dalam definisi-definisi tersebut dijelaskan bahwa penelitian tindakan
adalah sebuah upaya bersama (collective-collaboratif) yang bersifat refleksi diri
(self-reflektive), kritik terhadap diri sendiri (self-critical), dan telaah dan tindakan
kritis (critical inquiry) yang dilakukan oleh praktisi. Upaya tersebut dilakukan
untuk menelaah/memahami fenomena sosial dan mengambangkan konteks
kepraktisan dari praktek yang dilakukan.
Rochiati Wiriaatmaja: 2006), “Penelitian Tindakan kelas adalah
bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik
pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka
dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktik pembelajaran
mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.
(D. Scott, M. Morrison, 2006, p. 17). Tomal menyatakan bahwa “… ,action
research is a systematic process of solving educational problems and making
improvements” (Penelitian tindakan adalah sebuah proses sistematik untuk
menyelesaikan masalah dan melakukan perbaikan (Tomal, 2010, p. 27).
Burn (Sarantakos S. , 1993, p. 8) menjelaskan bahwa penelitian tindakan
adalah pemanfaatan temuan fakta untuk menyelesaikan masalah paktis dalam
kultur sosial dengan tujuan untuk perbaikan tindakan yang dilakukan dengan
meibatkan proses kolaborasi dan kooperasi dari para peneliti, praktisi dan
pemerhati. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan adalah
upaya reflektif-kritis-kolaboratif untuk memahami fenomena social dan
meningkatkannya.
Jenis penelitian ini memiliki beberapa ciri. Burs menyebutkan beberapa
kriteria yaitu pertama bersifat situasional. Artinya, penelitian tindakan dilakukan
segera ketika menemukan masalah. Ciri kedua adalah kolaboratif, penelitian ini
melibatkan peneliti dan para praktisi. Ketiga bersifat partisipatori, para peneliti
terlibat dalam tindakan. Keempat bersifat evaluasi diri (self-evauation). Artinya
dalam proses penelitian selalu dilakukan pengukuran kemudian memodifikasi
tindakan secara berkelanjutan agar menjadi lebih baik. Zuber-Skerrit (Masters,
ibid) mengidentifikasi bahwa penelitian tindakan memiliki empat ciri pokok.
Pertama adanya pemberdayaan (empowerment) dari para partisipan; kedua
terjadinya kolaborasi antara para prtisipan, ketiga terjadi akuisisi (penguasaan
pengetahuan) dan keempat terjadi perubahan sosial.
Penelitian tindakan menggunakan paradigma kritikal yang menganut
prinsip bahwa segala sesuatu harus diperbaiki. Dengan prinsip tersebut maka
sebuah penelitian bukan sekedar untuk mendeskripsikan (menjelaskan) sebuah
masalah, melainkan untuk mengubah atau memperbaiki.
Metode ini digagas Lewin sebagai sebuah antitesis terhadap metode
experimen dalam penelitian sosial. Sejak lahirnya filsafat positivisme metode
experimen telah menjadi metode yang kokoh dan objektif. Melalui metode
tersebut ilmu alam (natural science) telah berkembang sangat pesat dan
mencapai kejayaannya dalam bentuk peraadaban teknologi moderen. Selain
ilmu alam , yang berkembang melalui penelitian eksperimental adalah psikologi.
Namun menurut Lewin, penelitian experimen tidak memadai untuk penelitian
sosial. Metode eksperimen hanya melahirkan penjelasan, sedangkan menurut
Lewin kehidupan sosial memerlukan perubahan. Yang diperlukan dari sebuah
penelitian sosial bukanlah hanya sebuah penjelasan mengenai masalah yang
dihadapi masyarakat melainkan perubahan yang mengerah ke perbaikan mutu
kehidupan bermasyarakat.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut Lewin mencoba menggabungkan
metode eksperimen dengan metode etnografik, reflektif dan tindakan sosial
sehingga menjadi metode aksi yang bertujuan untuk mengubah keadaan
(Kemmis, 1980). Pat Sikes menggambarkannya dengan bahasa yang
sederhana sebagai berikut: Action research integrates research and action
(Penelitian tindakan menggabungkan penelitian dengan tindakan) (Sikes, 2006).
Jadi penelitian tindakan bukan sekedar telaah tapi digabungkan dengan aksi
rekayasa. Mark Smith menyatakan bahwa peneitian tindakan ”... ,characterized
as research for social management or social engineering (...penelitian tindakan
lebih cenderung memiliki karkter sebagai prosedur tata kelola sosial/rekayasa
sosial) (Smith M. K., Inped, 2001).
Gagasan Lewin tersebut paralel dengan pendekatan problem solving
yang dicetuskan oleh John Dewey. Ia menggagas prinsip bahwa solusi harus
lahir dari pengalaman praktis. Namun demikian, Dewey belum
memformulasikannya ke dalam bentuk metodologi, sedangkan Lewin dengan
menggunakan prinsip-prinsip psikologi Gestalt mencoba merumuskan gagasan
rekayasa sosial melalui teori yang dia sebut group dynamic (kelompok dinamis).
Melalui teori ini Lewin menjelaskan bahwa masalah sosial dalam sebuah
komunitas harus diselesaikan secara demokratis dan kolaboratif melalui
musyawarah dan melakukan gerakan bersama-sama.
Kemmis menggarisbawahi dua hal yang menurut Lewin membedakan
antara penelitian tindakan dengan penelitian lain. Pertama, penjelasan
mengenai perubahan sosial dibangun dari observasi terhadap aksi sosial
(tindakan) yang dilakukan pada konteks nyata dan berkelanjutan. Konteks
manfaat dari pengetahuan bukan menerapkan pengetahuan kedalam masalah
sosial tetapi pengetahuan terapan dibangun berdasarkan observasi terhadap
konteks lapangan. Kedua, penelitian tindakan menganut prinsip pemberdayaan
(social empowerment) dan demokrasi. Partisipan (yang meneliti dan subjek
yang diteliti) terlibat secara langsung dalam setiap tahapan penelitian untuk
memberikan kintribusi perubahan dalam posisi kesetaraan.
Penelitian tindakan mengritik metodologi yang dipraktikkan pada
penelitian konvensional. Penelitian tindakan menentang otoritas dan
independensi pengamat yang memposisikan diri di luar (outside) objek
penelitian. Pada penelitian, tindakan peneliti terlibat sebagai pelaku (partisipan)
dalam merancang dan melakukan perubahan. Lebih ekstrim lagi pada jenis
penelitian tindakan yang disebut participatory action research (PAR). Pada jenis
penelitian ini justru peneliti adalah para pelaku yang berada dalam lingkungan
sosial yang sedang diubah, atau para anggota dari komunitas sosial terlibat
langsung bersama-sama dengan para peneliti melakukan tindakan refleksi diri
dan melakukan tindakan perbaikan. Partisipasi para anggota komunitas mulai
dari mengidentifikasi masalah, kemudian melakukan tindakan dan
mempublikasikan hasilnya.
Sudah dibahas di bab sebelumnya bahwa secara metodologis penelitian
ini menganut pendekatan gabungan kuantitatif-kualitatif. Gabungan dari
eksperimen, namun tidak diisolasi dan dikendalikan melainkan diketakkan dalam
seting alamiah. Dalam penelitian ekperimental subjek diamati dari jauh,
sedangkan dalam penelitian tindakan peneliti berpartisipasi di dalam interaksi
sosial dimana tindakan diterapkan. Prinsip ekperimen yang diadopsi adalah
pendekatan deduktif dalam penentuan/pemilihan tindakan dan dalam hal uji
coba. Namun yang diuji coba bukan tindakan yang dikontrol (diisolasi) secara
laboratoris melainkan aksi sosial (social action) sebagai sebuah terapi untuk
menyelesaikan masalah pada seting alamiah sosialnya. Dalam metode
eksperimen pembuktian keampuhan sebuah terapi dilakukan dengan cara
membandingkannya dengan terapi lain dalam seting yang sama, sedangkan
dalam penelitian tindakan pengujian sebuah terapi dilakukan dalam bentuk
pengulangan dalam seting alamiah.
Sebagai sebuah metode ilmiah, penelitian tindakan pada dasarnya
memiliki prosedur umum yang sama dengan metode penelitian lainnya yaitu
perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data dan penyimpulan. Namun
demikian, ada karakter yang berbeda. Pada penelitian lain prosedur tersebut
dilakukan hanya sekali jalan (one shoot), sedangkan dalam peneltian tindakan
dilakukan berulang/siklus (syclical) hingga terlihat dampaknya secara signifikan.
Tindakan yang diulang sama namun diperbaiki pada setiap siklus.
Penelitian tindakan dilakukan dalam bentuk siklus. Malah asosiasi yang
lebih tepat digunakan adalah bentuk spiral. Siklus adalah putaran dua dimensi
dari titik nol yang melingkar dan kembali ke titik nol lagi. Spiral adalah bentuk
lingkaran tiga dimensi yang secara posisi kembali ke titik nol tapi pada ruang
yang lebih tinggi.
Gambar 2 Perbedaan siklus dengan spiral
Model Lewin sebagai induk dari model lainnya. Pada mulanya, Lewin
menggambarkan proses penelitian tindakan dalam bentuk siklus yang terdiri dari
tiga bagian yaitu perencanaan (planning), tindakan (ation) dan temuan (fact
finding) (Smith M. K., Inped, 2001).
Penelitian di awal dengan identifikasi atau pengenalan masalah (identifying
a general or initial idea). Dalam tahap ini, peneliti menangkap kesenjangan sosial
yang menuntut perbaikan. Langkah kedua melakukan pra-penelitian
(reconnaissance). Pada tahap ini peneliti mengidentifikasi masalah yang terjadi
secara reflektif. Masalah ditelisik dengan cara evaluasi diri masing-masing
anggota komunitas dan menarik benang merah apa yang menjadi inti dari
masalah yang dialami bersama. Mungkin hasil dari identifikasi ditemukan banyak
masalah yang perlu diselesaikan, namun penelitian memiliki keterbatasan untuk
menyelesaikannya. Oleh karena itu komunitas harus menetapkan masalah
prioritas yang ingin diselesaikan dan dirumuskan sebagai fokus masalah
(masalah yang akan diselesaikan).
Untuk meyakinkan bahwa masalah yang akan diselesaikan betul-betul
nyata (ril) maka dilakukan langkah pencarian fakta-fakta tentang masalah,
dilanjutkan dengan mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya masalah.
Bahkan pada langkah ini dilakukan kajian ilmiah untuk menentukan tindakan
yang akan dilakukan sebagai solusi. Langkah ini merupakan langkah penting
yang tidak dapat ditiadakan karena melalui langkah ini peneliti meyakinkan
bahwa masalah yang akan diangkat betul-betul ril, dapat dipahami, dapat dicari
solusinya, dan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaikinya. Hasil
reconnaissance kemudian disepakati oleh komunitas dimana masalah tersebut
berada dan disepakati pula untuk bersama-sama memperbaikinya.
Langkah ketiga, peneliti secara kolaboratif merencanakan penelitian. Pada
langkah ini ditentukan komponen metodologis mulai dari formulasi masalah,
metode, instrumen, waktu, biaya dan komponen lainnya. Ketika perencanaan
sudah matang dan disepakati, kemudian langkah selanjutnya melakukan
tindakan. Komponen-komponen komunitas (stakeholder) yang telah di
ditentukan melakukan tindakan secara kolaboratif sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan.
Setelah tindakan dilakukan dalam beberapa waktu tertentu sesuai dengan
rencana, proses dan dampak tindakan dievaluasi bersama secara reflektif. Tentu
saja yang pertama dilihat adalah perubahan yang terjadi sebagai dampak dari
tindakan. Ketika dampak belum signifikan maka dilakukan telaah reflektif
mengenai tindakan yang dilakukan. Hasil evaluasi bersifat rekomendasi yang
akan digunakan sebagai landasan untuk merencanakan tindakan siklus kedua.
Empat langkah tersebut disebut satu siklus yang membentuk satu tahap
pada spiral. Penelitian dilanjutkan ke siklus kedua. Langkah pada siklus kedua
diawali dengan rencana siklus kedua yang sering disebut amended plan
(rencana perbaikan). Pada rencana tersebut tindakan masih sama dengan siklus
pertama namun dilakukan perbaikan pada tataran teknis berdasarkan temuan
dan rekomendasi dari evaluasi siklus pertama. Selanjutnya dilakukan lengkah
yang sama yang membentuk sebuah spiral.
Model ini kemudian dikembangkan oleh para akademisi dan praktisi
menjadi beberapa model yang beragam. Keragaman model tersebut dilandasi
dengan fokus dan jenis masalah. Berikut skema-skema model penelitian
tindakan yang dikembangkan Kemmis, Stringer, Elliot dan Ebbut (Arung, 2015).
1. Model penelitian tindakan Stephen Kemmis dan Robin McTaggart
Model ini dikembangkan tahun 1988. Diagram di atas
menggambarkan siklus melakukan Penelitian Tindakan. Pada setiap
penelitian tindakan dapat dilakukan bebeerapa siklus. Jumlah siklus
tergantung kepada kriteria keberhasilan dan kepuasan peneliti. Setiap
siklus terdiri dari 4 kegiatan utama yaitu plan (perencanaan),act (tindakan),
observe (pngamatan) dan reflect (refleksi).
PTK berbeda secara mencolok dengan penelitian lainnya. Mari kita melihat
lebih detil lagi pembatas antara PTK dengan bukan PTK. Haidi Watts (Masters,
ibid) membuat garis batas PTK dengan bukan PTK seperti berikut.
Tabel 1 Perbedaan PTK dengan penelitian lain
menyelesaikan masalah
pembelajaran
L. Penutup
Apakah Anda memperoleh informasi baru melalui paparan di atas? Atau
Anda belum menangkap intisarinya? Kalau Anda belum menangkap intisarinya
coba Anda ulangi sekali lagi membacanya. Untuk menegaskan saja, penulis
sajikan resume berikut.
1. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali dikembangkan oleh Kurt
Lewin, seorang ahli psikologi sosial Amerika Serikat pada sekitar tahun
1930. Metode ini digagas sebagai kritik terhadap hegemoni penelitian
positivistik. Lewin berasumsi bahwa penelitian sosial harus berfungsi
pragmatis (bermanfaat langsung), sedangkan penelitian positivistik hanya
mendeskripsikan.
2. Ada beberapa model penelitian tindakan yang sering digunakan.
Diantaranya Model Kurt Lewin, Model Kemmis dan McTaggart, Model
John Elliot, Model Dave Ebbutt dan model lainnya. Model-model tersebut
memiliki konsep dan prinsip yang sama namun digunakan dalam konteks
yang berbeda. Di dalam setiap model tersebut digambarkan cara berpikir,
konteks dan dan prosedur pelaksanaannya.
3. Dikenal dua jenis action research, yaitu practical action research dan
participatory action research.
4. Classroom Action Research (CAR) yang di Indonesia disebut Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan participatory yang
bertujuan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Menurut Eliot PTK
adalah penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru berkolabaorasi
dengan kolega untuk mengkaji praktik pembelajaran,
mempermasalahkan teori pembelajaran yang digunakan, menegaskan
nilai-nilai profesi yang diyakini dan menguji coba strategi untuk
meningkatkan proses dan hasil belajar.
5. Model penelitian tindakan yang sering digunakan dalam PTK di Indonesia
adalah Model Kemmis dan McTargart. Model PTK ini menjelaskan empat
langkah penelitian tindakan yaitu planning (perencanaan), acting
(pelaksanaan), observing (pengamatan) dan reflecting (refleksi).
Keempat langkah tersebut merupakan sebuah siklus yang menyambung
ke siklus berikutnya. Sebuah PTK minimal terdiri dari 2 siklus yang
berkesinambungan. Siklus kedua merupakan upaya perbaikan tindakan
yang direkomendasikan oleh refleksi siklus pertama.
6. Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil
belajar di sebuah kelas. Banyak manfaat yang dapat diperoleh melalui
tindakan kelas. Beberapa diantaranya mendorong perubahan di satuan
pendidikan, menggalang demokratisasi di satuan pendidikan,
membangkitkan (empower) keterlibatan belajar, mengembangkan sikap
pembelajar pada diri guru, membiasakan guru untuk merefleksi praktek
pembelajaran yang dilakukan, menjadi wahana untuk menerapkan dan
menguji coba ide dan gagasan.
7. Seperti pada penelitian lainnya, pelaksanaan PTK harus memenuhi
prinsip ilmiah. Prinsip utama keilmiahan adalah logis, teoretis, dan
sistematis. Pada tataran praktis PTK dapat dilakukan apabila memenuhi
prinsip SMART, yaitu specific (ruang lingkupnya terbatas), manageable
(dapat dikelola), acceptable (dapat diterima akal sehat), realistic (berbasis
masalah nyata), time bound (dibatasi waktu).
8. Seorang guru dapat melakukan PTK apabila memiliki keinginan untuk
memperbaiki kinerja, memiliki pengetahuan dan keterampilan melakukan
PTK, memperoleh izin pimpinan, dan tidak mengganggu pelaksanaan
pembelajaran.
9. Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian gabungan kualitatif-
kuantitatif. Data yang dibutuhkan untuk menjelaskan perubahan pada
variabel dapat berupa angka seperti hasil tes dan angket, atau data
deskriptif seperti hasil wawancara, hasil pengamatan, dan dokumen. Oleh
karena itu teknik dan instrumen yang dapat digunakan sangat beragam.
Bahkan hampir semua teknik pengumpulan data dapat digunakan sesuai
dengan karakter variabelnya.
10. Penelitian Tindakan Kelas sebagai sebuah metode penelitian memiliki
kelemahan dan kelebihan. Banyak kritik terhadap validitas PTK terutama
pada klaim objektivitas dan generalisasi. Namun demikian validitas PTK
tidak dapat ditinjau dari paradigma penelitian konvensional (positivistik).
Sesuai dengan paradigmanya, validitas PTK harus dilihat dari
kehandalannya dalam mengubah kondisi variabel.