Anda di halaman 1dari 41

BAHAN AJAR

KONSEP DAN PROSEDUR


PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
KEGIATAN BELAJAR 2
KONSEP DAN PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Pengantar
Di bab sebelumnya, Anda telah membaca Konsep. Sekarang mari kita
lanjutkan diskusi kita ke topik selanjutnya yaitu konsep, karakter dan prosedur
melaksanakan PTK. Buku ini memang tidak ditulis untuk menjelaskan PTK
secara rinci karena banyak buku yang telah menyajikannya. Selain itu penulis
berasumsi bahwa pembaca sudah banyak membaca mengenai seluk beluk
PTK. Pada bab ini, disajikan informasi-informasi penting yang dibutuhkan untuk
menambah pemahaman Anda mengenai PTK. Sekedar untuk mengingatkan
kembali apa yang sudah Anda baca sebelumnya.
Melalui paparan berikut ini, penulis ingin membentuk pemahaman yang
utuh pada pembaca mengenai konsep dan pelaksanaan PTK. Setelah membaca
bab ini Anda diharapakan memiliki kemampuan berikut.
1. Mendefinisikan PTK.
2. Membedakan PTK dengan penelitian lain.
3. Menjelaskan tujuan PTK.
4. Menjelaskan karakter PTK.
5. Menjelaskan syarat melakukan PTK
6. Menjelaskan beberapa model PTK.
7. Menggambar skema siklus PTK Model Kemmis-McTaggart
8. Menjabarkan kegiatan yang dilakukan pada setiap siklus.
9. Menjelaskan metode pengumpulan data dalam PTK.
10. Menjelaskan instrumen pengumpulan data PTK.
11. Menjelaskan teknik analisis data PTK.

B. Sejarah Singkat dan Definisi


Clasroom Action Research (CAR) adalah salah satu penelitian yang
dikembangkan dari action research (penelitian tindakan). Jenis penelitian
tersebut di Indonesia disebut penelitian tindakan kelas yang lebih terkenal
dengan sebutan PTK.
Menurut Janet Master asal-muasal istilah dan konsep Action Research
(AR) tidak ada kejelasan. Namun demikian Kemmis dan McTaggart, Zuber
Scerrit, Holter dan Schwartz-Barcot sepakat bahwa yang dianggap pertama kali
memperkenalkan istilah dan kkonsep Action Research adalah Kurt Lewin,
seorang ahli psikologi sosial Amerika Serikat (Master, 1995, p. 1). Mengutip data
yang dilansir oleh Miles (2011) Cresswell menjelaskan bahwa istilah Action
Research dimunculkan pertama kali oleh Lewin tahun 1930-an (Cresswell,
Education Research, Planning, Conducting and Evaluating Qualitatif and
Quantitatif Research., 2012, p. 577). Meskipun penelitian ini juga berkembang di
berbagai tempat namun yang ditengarai sebagai penggagas pertama dan
mencetuskan istilah Action Research adalah Kurt Lewin (McNeef, 2009, p. 8).
Praktik penelitian tindakan dilakukan Lewin diawali dari keprihatinan
terhadap kondisi di Amerika Serikat ketika terjadi Perang Dunia II. Beberapa
fenomena yang memprihatinkan Lewin diantaranya buruknya hubungan sosial
dan pelayanan publik. Menurut Lewin masalah-masalah tersebut hanya dapat
diselesaikan dengan cara melibatkan anggota masayarakat secara partisipatif
dalam diskusi kelompok (group discussion). Gagasannya itu direalisasikan
melalui aksis sosial dalam empat langkah yaitu perencanaan (planning),
tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting).
Praktik tersebut telah dikukuhkan menjadi sebuah metode baru sebagai
alternatif terhadap metode penelitian yang sudah ada seblumnya, terutama
metode ilmiah yang dikembaangkan dari paradigma positivisme. Pada dekade
40-an metode tersebut menjadi metode alternatif yang dipelajari dan diterapkan
sebagai inovasi baik di kalangan ekademisi maupun di kalangan praktisi.
Pamor penelitian tindakan menurun di tahun 1960-an. Ernest Stringer
mensinyalir hal itu disebabkan karena penelitian tindakan dikaitkan dengan
gerakan politik radikal (Smith M. K., Inped, 2001). Selain itu besarnya tekanan
dari tradisi penelitian positivistik yang telah lama melembaga di kampus-kampus
sebagai satu-satunya metode penelitian yang kokoh, menganggap penelitian
tindakan tidak dapat diadalkan karena tidak objektif.
Baru sekitar tahun 1970, penelitian tindakan berkembang kembali di
Inggris, Australia dan Amerika Serikat sendiri (Cresswell, Education Research,
Planning, Conducting and Evaluating Qualitatif and Quantitatif Research., 2012,
p. 578). Carr and Kemmis menegaskan bahwa di era tersebut tumbuh gerakan-
gerakan berbasis komunitas dalam bentuk penelitian tindakan partisipatif
(participatory action research) khususnya dalam dunia pendidikan (Smith M. K.,
Inped, 2001).
Penerapan penelitian tindakan berkembang menjadi tradisi yang kokoh
dalam bentuk pengembangan praktik pembelajaran di kelas (develop classroom
practice). Smith mengidentifikasi salah satu karya pertama dalam lapangan
tersebut adalah penelitian tindakan partisipatif yag dilakukan Stephen Corey di
tahun 1949 (Smith M. K., Inped, 2001).
Karya publikasi lain yang berpengaruh terhadap perkembangan penelitian
tindakan pendidikan di Inggris adalah karya Lawrence Stenhouse mengenai
projek pengembangan kurikulum berbasis humanitas (Hummanities Curriculum
Project). Stenhouse berkeyakinan bahwa kurikulum harus dikembangkan
berbasis lingkungan sekolah sehingga terbangun praktik pendidikan yang
mengakar. Kurikulum yang dikembangkan harus ramah anak sehingga semua
siswa bertanggung jawab terhadap hasil belajar yang diperolehnya. Stenhouse
juga yang pertama kali melontarkan gagasan mengenai guru peneliti (teacher
researcher). Publikasi tersebut menggunakan action research sebagai telaah
yang disatukan dengan tindakan untuk mengembangkan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (McNeef, 2009, p. 9).
Di Cambridge Institute of Education berkembang Classroom Action
Research dengan fokus telaah kepada pemecahan masalah yang dialami guru
dan siswa. Di Columbia Uninersity-Amerika Serikat diselenggarakan sebuah
proyek penelitian kerjasama antara peneliti dengan para pengelola pendidikan
di sekolah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan.
Di Australia Stephen Kemmis dan kolega menggagas penelitian tindakan
emansipatori (Cresswell, Education Research, Planning, Conducting and
Evaluating Qualitatif and Quantitatif Research., 2012). Pada penelitian tersebut
Kemmis dan beberapa kolega dari kampus terjun ke lingkungan masyarakat
untuk menyelesaikan masalah yang dialami masyarakat tersebut. Kemmis dan
kolega tidak melakukan penelitian dengan cara mengamati perilaku masyarakat
melainkan justru melibatkan masyarakat untuk bersama-sama menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan cara memilih dan melakukan tindakan secara
emansipatori dan partisipatif.
Scmuck (1997) (dalam Cresswell, p. 577) menjelaskan bahwa pada
dekade 1970, penelitian tindakan banyak dilakukan dengan fokus kepada
pengembangan kompetensi guru dan staf. Pada era tersebut universitas dan
lembaga pengembangan kompetensi guru bekerja sama dengan pengelola
pendidikan dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kompetensi guru dan
staf menggunakan penelitian tindakan.
Pada era 1980 banyak dilakukan penelitian tindakan berbasis sekolah
dengan fokus kepada pengembangan ekosistem sekolah. Selanjutnya pada era
1990 banyak penelitian tindakan dilakukan oleh guru fokus pada pengembangan
kompetensi individu; dan di era 2000 penelitian tindakan cenderung dilakukan
atas inisiatif guru untuk melakukan kerja sama antara guru dengan dukungan
satuan pendidikan untuk memperbaiki pendidikan di lingkungannya. Schmuck
(1997) dalam Cresswell (2003: 578) menggambarkan perkembangan penelitian
tindakan seperti dalam grafik berikut.

Gambar 1 Grafik Perkembangan PTK


(Sumber: John W. Cresswell, Research Design: Qualitative, Quantitatif an Mix
Methods Approach, Cresswell hal. 578)

Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan mari kita
telah beberapa definisi berikut. Kemmis dan McTaggart (1990) menjelaskan bahwa
a form of collective self-reflective inquiry undertaken by participants in social
situations in order to improve the rationality and justice of their own social or
educational practices, as well as their understanding of these practices and the
situations in which these practices are carried out".
Rapoport seperti yang dikutip oleh McKernan mendefinisikan penelitian
tindakan sebagai berikut: “ Action research aims to contribute both to the
practical concerns of people in an immediate problematic situation and to the
goals of social science by joint collaboration within a mutually acceptable ethical
framework).Sedangkan Mc.Cutcheon and Jung (1990) sebagai berikut:
“Systemic inquiry that is collective, collaborative, self-reflective, critical and
undertaken by participants in the inquiry" (Master, 1995, p. 2).
Dalam definisi-definisi tersebut dijelaskan bahwa penelitian tindakan
adalah sebuah upaya bersama (collective-collaboratif) yang bersifat refleksi diri
(self-reflektive), kritik terhadap diri sendiri (self-critical), dan telaah dan tindakan
kritis (critical inquiry) yang dilakukan oleh praktisi. Upaya tersebut dilakukan
untuk menelaah/memahami fenomena sosial dan mengambangkan konteks
kepraktisan dari praktek yang dilakukan.
Rochiati Wiriaatmaja: 2006), “Penelitian Tindakan kelas adalah
bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik
pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka
dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktik pembelajaran
mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.
(D. Scott, M. Morrison, 2006, p. 17). Tomal menyatakan bahwa “… ,action
research is a systematic process of solving educational problems and making
improvements” (Penelitian tindakan adalah sebuah proses sistematik untuk
menyelesaikan masalah dan melakukan perbaikan (Tomal, 2010, p. 27).
Burn (Sarantakos S. , 1993, p. 8) menjelaskan bahwa penelitian tindakan
adalah pemanfaatan temuan fakta untuk menyelesaikan masalah paktis dalam
kultur sosial dengan tujuan untuk perbaikan tindakan yang dilakukan dengan
meibatkan proses kolaborasi dan kooperasi dari para peneliti, praktisi dan
pemerhati. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan adalah
upaya reflektif-kritis-kolaboratif untuk memahami fenomena social dan
meningkatkannya.
Jenis penelitian ini memiliki beberapa ciri. Burs menyebutkan beberapa
kriteria yaitu pertama bersifat situasional. Artinya, penelitian tindakan dilakukan
segera ketika menemukan masalah. Ciri kedua adalah kolaboratif, penelitian ini
melibatkan peneliti dan para praktisi. Ketiga bersifat partisipatori, para peneliti
terlibat dalam tindakan. Keempat bersifat evaluasi diri (self-evauation). Artinya
dalam proses penelitian selalu dilakukan pengukuran kemudian memodifikasi
tindakan secara berkelanjutan agar menjadi lebih baik. Zuber-Skerrit (Masters,
ibid) mengidentifikasi bahwa penelitian tindakan memiliki empat ciri pokok.
Pertama adanya pemberdayaan (empowerment) dari para partisipan; kedua
terjadinya kolaborasi antara para prtisipan, ketiga terjadi akuisisi (penguasaan
pengetahuan) dan keempat terjadi perubahan sosial.
Penelitian tindakan menggunakan paradigma kritikal yang menganut
prinsip bahwa segala sesuatu harus diperbaiki. Dengan prinsip tersebut maka
sebuah penelitian bukan sekedar untuk mendeskripsikan (menjelaskan) sebuah
masalah, melainkan untuk mengubah atau memperbaiki.
Metode ini digagas Lewin sebagai sebuah antitesis terhadap metode
experimen dalam penelitian sosial. Sejak lahirnya filsafat positivisme metode
experimen telah menjadi metode yang kokoh dan objektif. Melalui metode
tersebut ilmu alam (natural science) telah berkembang sangat pesat dan
mencapai kejayaannya dalam bentuk peraadaban teknologi moderen. Selain
ilmu alam , yang berkembang melalui penelitian eksperimental adalah psikologi.
Namun menurut Lewin, penelitian experimen tidak memadai untuk penelitian
sosial. Metode eksperimen hanya melahirkan penjelasan, sedangkan menurut
Lewin kehidupan sosial memerlukan perubahan. Yang diperlukan dari sebuah
penelitian sosial bukanlah hanya sebuah penjelasan mengenai masalah yang
dihadapi masyarakat melainkan perubahan yang mengerah ke perbaikan mutu
kehidupan bermasyarakat.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut Lewin mencoba menggabungkan
metode eksperimen dengan metode etnografik, reflektif dan tindakan sosial
sehingga menjadi metode aksi yang bertujuan untuk mengubah keadaan
(Kemmis, 1980). Pat Sikes menggambarkannya dengan bahasa yang
sederhana sebagai berikut: Action research integrates research and action
(Penelitian tindakan menggabungkan penelitian dengan tindakan) (Sikes, 2006).
Jadi penelitian tindakan bukan sekedar telaah tapi digabungkan dengan aksi
rekayasa. Mark Smith menyatakan bahwa peneitian tindakan ”... ,characterized
as research for social management or social engineering (...penelitian tindakan
lebih cenderung memiliki karkter sebagai prosedur tata kelola sosial/rekayasa
sosial) (Smith M. K., Inped, 2001).
Gagasan Lewin tersebut paralel dengan pendekatan problem solving
yang dicetuskan oleh John Dewey. Ia menggagas prinsip bahwa solusi harus
lahir dari pengalaman praktis. Namun demikian, Dewey belum
memformulasikannya ke dalam bentuk metodologi, sedangkan Lewin dengan
menggunakan prinsip-prinsip psikologi Gestalt mencoba merumuskan gagasan
rekayasa sosial melalui teori yang dia sebut group dynamic (kelompok dinamis).
Melalui teori ini Lewin menjelaskan bahwa masalah sosial dalam sebuah
komunitas harus diselesaikan secara demokratis dan kolaboratif melalui
musyawarah dan melakukan gerakan bersama-sama.
Kemmis menggarisbawahi dua hal yang menurut Lewin membedakan
antara penelitian tindakan dengan penelitian lain. Pertama, penjelasan
mengenai perubahan sosial dibangun dari observasi terhadap aksi sosial
(tindakan) yang dilakukan pada konteks nyata dan berkelanjutan. Konteks
manfaat dari pengetahuan bukan menerapkan pengetahuan kedalam masalah
sosial tetapi pengetahuan terapan dibangun berdasarkan observasi terhadap
konteks lapangan. Kedua, penelitian tindakan menganut prinsip pemberdayaan
(social empowerment) dan demokrasi. Partisipan (yang meneliti dan subjek
yang diteliti) terlibat secara langsung dalam setiap tahapan penelitian untuk
memberikan kintribusi perubahan dalam posisi kesetaraan.
Penelitian tindakan mengritik metodologi yang dipraktikkan pada
penelitian konvensional. Penelitian tindakan menentang otoritas dan
independensi pengamat yang memposisikan diri di luar (outside) objek
penelitian. Pada penelitian, tindakan peneliti terlibat sebagai pelaku (partisipan)
dalam merancang dan melakukan perubahan. Lebih ekstrim lagi pada jenis
penelitian tindakan yang disebut participatory action research (PAR). Pada jenis
penelitian ini justru peneliti adalah para pelaku yang berada dalam lingkungan
sosial yang sedang diubah, atau para anggota dari komunitas sosial terlibat
langsung bersama-sama dengan para peneliti melakukan tindakan refleksi diri
dan melakukan tindakan perbaikan. Partisipasi para anggota komunitas mulai
dari mengidentifikasi masalah, kemudian melakukan tindakan dan
mempublikasikan hasilnya.
Sudah dibahas di bab sebelumnya bahwa secara metodologis penelitian
ini menganut pendekatan gabungan kuantitatif-kualitatif. Gabungan dari
eksperimen, namun tidak diisolasi dan dikendalikan melainkan diketakkan dalam
seting alamiah. Dalam penelitian ekperimental subjek diamati dari jauh,
sedangkan dalam penelitian tindakan peneliti berpartisipasi di dalam interaksi
sosial dimana tindakan diterapkan. Prinsip ekperimen yang diadopsi adalah
pendekatan deduktif dalam penentuan/pemilihan tindakan dan dalam hal uji
coba. Namun yang diuji coba bukan tindakan yang dikontrol (diisolasi) secara
laboratoris melainkan aksi sosial (social action) sebagai sebuah terapi untuk
menyelesaikan masalah pada seting alamiah sosialnya. Dalam metode
eksperimen pembuktian keampuhan sebuah terapi dilakukan dengan cara
membandingkannya dengan terapi lain dalam seting yang sama, sedangkan
dalam penelitian tindakan pengujian sebuah terapi dilakukan dalam bentuk
pengulangan dalam seting alamiah.
Sebagai sebuah metode ilmiah, penelitian tindakan pada dasarnya
memiliki prosedur umum yang sama dengan metode penelitian lainnya yaitu
perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data dan penyimpulan. Namun
demikian, ada karakter yang berbeda. Pada penelitian lain prosedur tersebut
dilakukan hanya sekali jalan (one shoot), sedangkan dalam peneltian tindakan
dilakukan berulang/siklus (syclical) hingga terlihat dampaknya secara signifikan.
Tindakan yang diulang sama namun diperbaiki pada setiap siklus.
Penelitian tindakan dilakukan dalam bentuk siklus. Malah asosiasi yang
lebih tepat digunakan adalah bentuk spiral. Siklus adalah putaran dua dimensi
dari titik nol yang melingkar dan kembali ke titik nol lagi. Spiral adalah bentuk
lingkaran tiga dimensi yang secara posisi kembali ke titik nol tapi pada ruang
yang lebih tinggi.
Gambar 2 Perbedaan siklus dengan spiral

Jumlah siklus pada sebuah penelitian tindakan tidak dibatasi, tergantung


kepada kesepakatan komunitas. Kalau perubahan sudah terjadi dengan
signifikan maka penelitian dapat dihentikan. Namun demikian ada prinsip bahwa
siklus pertama “mencoba”, siklus kedua “memperbaiki”, siklus ketiga
“meyakinkan”. Berdasarkan prinsip tersebut banyak yang menyarankan bahwa
jumlah siklus pada sebuah penelitian tindakan minimal 3.

C.Model Penelitian Tindakan


Sebagai sebuah metode ilmiah PTK, pada dasarnya memiliki pola umum
yang sama dengan penelitian lainnya yaitu identifikasi dan rumusan masalah,
menentukan metode, mengkaji pustaka, merumuskan hipotesis (lalau
diperlukan), mengumpulkan data, mengolah data dan menyimpulkan. Namun
demikian ada beberapa ciri khas PTK yang berbeda dengan penelitian lainnya.
Pertama PTK berbentuk uji coba tindakan (bukan eksperimen laboratorium,
survey lapangan, kaji pustaka atau biografi). Kedua, penelitian dilakukan dalam
beberapa putaran yang disebut siklus. Ketiga, putaran berikutnya merupakan
perbaikan tindakan dari tindakan putaran sebelumnya. Keempat, perbaikan pada
siklus berikutnya merupakan hasil refleksi dari siklus sebelumnya.
Kemmis mengutip penjelasan Lewin mengenai prosedur action research
sebagai berikut. ... consisted in analisys, fact-finding, conceptualisation,
planning, execution, more fact-finding or evaluation; and repetition of this whole
circle of activities; indeed a spiral of such circle (Kemmis, ibid).
Jadi dalam paradigma Lewinian, penelitian tindakan dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut.
1. Menganalisis masalah nyata;
2. Mengumpulkan fakta-fakta pendukung keberadaan masalah;
3. Merumuskan masalah dengan jelas;
4. Merencanakan tindakan;
5. Melakukan tindakan (eksekusi);
6. Mengevaluasi hasil tindakan dan merumuskan pernyataan
(judgement) perubahan;
7. Mengulangi seluruh kegiatan dalam beberapa siklus.
Satu putaran yang dimaksud Lewin disebut satu siklus. Sebuah penelitian
dapat terdiri dari beberapa siklus. Penelitian akan diakhiri apabila sudah terlihat
adanya perubahan yang diinginkan. Sudah barang tentu pengulangan kegiatan
tersebut substansinya tidak sama. Siklus kedua dilakukan dengan cara yang
sama namun diawali dengan perubahan hasil refleksi yang dilakukan pada siklus
pertama. Demikian juga kegiatan pada siklus ketiga, diawali dari perubahan yang
terjadi pada siklus kedua sehingga terjadi perubahan terus menerus. Dengan
demikian sebenarnya putaran lebih menyerupai spiral dari pada siklus.
Ada beberapa model penelitian tindakan yang sering digunakan.
Diantaranya Model Kurt Lewin, Model Kemmis dan McTaggart, Model John
Elliot, Model Dave Ebbutt dan model lainnya. Model-model tersebut memiliki
konsep dan prinsip yang sama namun digunakan dalam konteks yang berbeda.
Di dalam setiap model tersebut digambarkan cara berpikir, konteks dan dan
prosedur pelaksanaannya. Mari kita lihat beberapa model penelitian tindakan
berikut.
Gambar 3 Model Pene;itan Tindakan Lewin

Sumber: Albert Szent-Gyorgyi, Research is to See What Everybody Else Has


Seen, and to Think What Nobody Else Has Thought”,
http://www.v3ox.com/research-2, diunduh 23 Desember 2017.

Model Lewin sebagai induk dari model lainnya. Pada mulanya, Lewin
menggambarkan proses penelitian tindakan dalam bentuk siklus yang terdiri dari
tiga bagian yaitu perencanaan (planning), tindakan (ation) dan temuan (fact
finding) (Smith M. K., Inped, 2001).
Penelitian di awal dengan identifikasi atau pengenalan masalah (identifying
a general or initial idea). Dalam tahap ini, peneliti menangkap kesenjangan sosial
yang menuntut perbaikan. Langkah kedua melakukan pra-penelitian
(reconnaissance). Pada tahap ini peneliti mengidentifikasi masalah yang terjadi
secara reflektif. Masalah ditelisik dengan cara evaluasi diri masing-masing
anggota komunitas dan menarik benang merah apa yang menjadi inti dari
masalah yang dialami bersama. Mungkin hasil dari identifikasi ditemukan banyak
masalah yang perlu diselesaikan, namun penelitian memiliki keterbatasan untuk
menyelesaikannya. Oleh karena itu komunitas harus menetapkan masalah
prioritas yang ingin diselesaikan dan dirumuskan sebagai fokus masalah
(masalah yang akan diselesaikan).
Untuk meyakinkan bahwa masalah yang akan diselesaikan betul-betul
nyata (ril) maka dilakukan langkah pencarian fakta-fakta tentang masalah,
dilanjutkan dengan mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya masalah.
Bahkan pada langkah ini dilakukan kajian ilmiah untuk menentukan tindakan
yang akan dilakukan sebagai solusi. Langkah ini merupakan langkah penting
yang tidak dapat ditiadakan karena melalui langkah ini peneliti meyakinkan
bahwa masalah yang akan diangkat betul-betul ril, dapat dipahami, dapat dicari
solusinya, dan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaikinya. Hasil
reconnaissance kemudian disepakati oleh komunitas dimana masalah tersebut
berada dan disepakati pula untuk bersama-sama memperbaikinya.
Langkah ketiga, peneliti secara kolaboratif merencanakan penelitian. Pada
langkah ini ditentukan komponen metodologis mulai dari formulasi masalah,
metode, instrumen, waktu, biaya dan komponen lainnya. Ketika perencanaan
sudah matang dan disepakati, kemudian langkah selanjutnya melakukan
tindakan. Komponen-komponen komunitas (stakeholder) yang telah di
ditentukan melakukan tindakan secara kolaboratif sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan.
Setelah tindakan dilakukan dalam beberapa waktu tertentu sesuai dengan
rencana, proses dan dampak tindakan dievaluasi bersama secara reflektif. Tentu
saja yang pertama dilihat adalah perubahan yang terjadi sebagai dampak dari
tindakan. Ketika dampak belum signifikan maka dilakukan telaah reflektif
mengenai tindakan yang dilakukan. Hasil evaluasi bersifat rekomendasi yang
akan digunakan sebagai landasan untuk merencanakan tindakan siklus kedua.
Empat langkah tersebut disebut satu siklus yang membentuk satu tahap
pada spiral. Penelitian dilanjutkan ke siklus kedua. Langkah pada siklus kedua
diawali dengan rencana siklus kedua yang sering disebut amended plan
(rencana perbaikan). Pada rencana tersebut tindakan masih sama dengan siklus
pertama namun dilakukan perbaikan pada tataran teknis berdasarkan temuan
dan rekomendasi dari evaluasi siklus pertama. Selanjutnya dilakukan lengkah
yang sama yang membentuk sebuah spiral.
Model ini kemudian dikembangkan oleh para akademisi dan praktisi
menjadi beberapa model yang beragam. Keragaman model tersebut dilandasi
dengan fokus dan jenis masalah. Berikut skema-skema model penelitian
tindakan yang dikembangkan Kemmis, Stringer, Elliot dan Ebbut (Arung, 2015).
1. Model penelitian tindakan Stephen Kemmis dan Robin McTaggart
Model ini dikembangkan tahun 1988. Diagram di atas
menggambarkan siklus melakukan Penelitian Tindakan. Pada setiap
penelitian tindakan dapat dilakukan bebeerapa siklus. Jumlah siklus
tergantung kepada kriteria keberhasilan dan kepuasan peneliti. Setiap
siklus terdiri dari 4 kegiatan utama yaitu plan (perencanaan),act (tindakan),
observe (pngamatan) dan reflect (refleksi).

Gambar 4 Model Penelitian Tindakan Kemmis - McTaggart


Sumber: https://www.researchgate.net/figure/Plan-act-observe-reflect-
cycle-adapted-from-Kemmis-and-McTaggart-1988_fig1_226097946,
diunduh 23 Desember 2017.
Meskipun dalam skema hanya dicantumkan 4 kegiatan utama saja namun
Kemmis dan Mc Taggart dalam bukunya The Action Research Planner
mementingkan dilakukannya pra-PTK yang disebut reconnaissance.
Langkah tersebut dilakukan sebelum dilakukan langkah plan pada
siklus pertama. Model ini sejak pertama dikembangkan khusus dalam
peningkatan mutu pembelajaran di kelas.
2. Model Penelitian Tindakan Ernest Stringer
Stringer berasumsi bahwa langkah penelitian tindakan dapat
diterapkan untuk memandu guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Menurut Stringer langkah penelitian tindakan dapat dilakukan dalam setiap
langkah kegiatan guru yaitu dalam kegiatan perencanaan, kegiatan
pembelajaran dan kegiatan evaluasi. Dalam setiap kegiatan dilakukan
siklus penelitian tindakan yang terdiri dari 3 komponen yaitu look (cermati),
think (pikirkan) dan act (lakukan). Dalam kommponen look dilakukan
pengamatan terhadap phenomena kelas untuk mengumpulkan informasi.
Dilanjutkan kegiatan think. Dalam komponen ini dilakukan kegiatan
merefleksi dan menganalisis informasi. Langkah berikutnya adalah act.
Pada komponen ini dilakukan perencanaan tindakan dan pelaksanaan
tindakan.

Gambar 5 Model Penelitian Tindakan Ernest Stringer


(Sumber: http://sk.sagepub.com/images/integrating-teaching-learning-and-
action-research/9781412939751-p1-1.jpg, diunggah 23 Desember 2017).

3. Model Penelitian Tindakan John Elliot


Gambar 6 Model Penelitian Tindakan John Elliot
Sumber: Universitu of Sebelas November
https://usnpendbing.wordpress. com/2015/03/24/the-conceptual-
framework-of-classroom-action-research/, diunduh 23 Desember 2018
John Elliott merancang siklus penelitian tindakan sebagai sebuah
metode untuk meningkatkan mutu pembelajaran di kelas dan pendidikan
secara umum. Dalam model Elliot langkah pertama yang dilakukan adalah
menjaring gagasan untuk penelitian tindakan. Dalam langkah ini peneliti
melakukan refleksi terhadap praktek pembelajaran yang sudah dan sedang
dilakukan dan menjaring malah yang terjadi. Setelah itu dilakukan
pencarian pakta-fakta dan informasi pendukung yang dapat meyakinkan
bahwa masalah yang terjading benar-benar ada dan memiliki alasan kuat
untuk diteliti. Langkah ini merupakan langkah penting yang menetukan
langkah berikutnya.
Langkah selanjutnya adalah melakukan perencanaan. Pada model
Elliot perencanaan pertama dilakukan untuk seluruh siklus dijabarkan
dalam action step (langkah tindakan). Dalam sebuah penelitian tindakan
dapat direncanakan beberapa action step. Berikutnya dilakukan
implementasi action step sambil diamati proses dan dampaknya. Elliot tidak
menggunakan kata refleksi seperti model lain, melainkan menggunakan
istilah reconnaissance sebagai langkah sambung antara siklus pertama
dan kedua, seperti yang dilakukan pra-PTK. Pada langkah ini dideteksi
dampak negative dari tindakan kemudian diidentifikasi kelemahan-
kelemahan tindakan yang menyebabkanya.
Elliot juga menggunakan revise general idea dan amended plan
sebagai tindak lanjut dari hasil tindakan siklus pertama. Maksudnya bahwa
pada siklus dua gagasan umum berubah dan konsequensinya rencana
tindakan harus di amandemen (diubah). Ini menunjukkan bahwa peneliti
harus melakukan perubahan signifikan dari siklus ke siklu.
Seperti pada model lainnya, jumlah siklus pada sebuah penelitian
tindakan tidak dibatasi karena karena potensi untuk perbaikan dapt terus
berlanjut. Namun demikian peneliti dapat menghentikan penelitian apabila
sudah mencapai indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan.
4. Model Penelitian Tindakan Dave Ebbut
Seperti pada model lainnya, langkah pertama adalah menjaring gagasan
utama penelitian yang berupa pemikiran tentang masalah yang dihadapi di dalam
kelas. Dalam langkah ini ditentuan fokus permasalahan. Untuk mengklarifikasi
keberadaan masalah dilakukan reconnaissance (pemantauan).
Gambar 7 Model Penelitian Tindakan Dave Ebbut
Sumber: Universitu of Sebelas November
https://usnpendbing.wordpress. com/2015/03/24/the-conceptual-
framework-of-classroom-action-research/, diunduh 23 Desember 2018

Pada langkah reconnaissance kegiatan tidak sekedar berkaitan dengan


penemuan fakta saja (fact finding) seperti pada model Kemmis dan Elliot. Menurut
Ebbutt reconnaissance mencakup kegiatan-kegiatan diskusi, negosiasi,
menyelidiki kesempatan, mengakses kemungkinan dan kendala atau mencakup
secara keseluruhan analisis yang dilakukan.
Setelah reconnaissance dilanjutkan dengan menyusun perencanaan,
pelaksanaan tindakan pertama, pengawasan. Pada siklus yang digambarkan oleh
Ebbutt, jika setelah tindakan ada masalah mendasar yang dialami, maka perlu
perubahan perencanaan dan kembali melaksanakan bagian siklus tertentu yang
telah dijalani. Bahkan tidak menutup kemungkinan dilakukan perubahan
pemikiran yang mengakibatkan seorang peneliti kembali mengevaluasi pemikiran
awal dan fokus penelitian yang dijalankan.
Menurut Ebbutt, cara yang tepat untuk meningkatkan mutu pembelajaran
ialah dengan melakukan siklus yang setiap siklus mencakup kemungkinan
masukan balik informasi di dalam dan di antara siklus. Model Ebbut agak
komplkes dibanding dengan model lainnya karena tidak berbentuk spiral tunggal.
Bagaimana pun menurut Ebbutt proses penelitian tindakan pendidikan yang ideal
adalah seperti yang digambarkannya di atas.
5. Model Penelitian Tindakan McKernan

Gambar 8 Siklus Penelitian Tindakan Jum McKernan


Sumber: Universitu of Sebelas November
https://usnpendbing.wordpress. com/2015/03/24/the-conceptual-
framework-of-classroom-action-research/, diunduh 23 Desember 2018

Model ini termasuk model yang terakhir dikembangkan diantara


model-model yang sudah dibahas sebelumnya. McKernan menyebutnya
Curriculum Action Research. Seperti pada model lainnya, tujuan dari
penelitian tindakan adalah memahami apa yang sedang dikerjakan dan
memikirkan cara untuk meningkatkan mutunya. Dalam model penelitian
tindakan McKernan dikenal T1, T2 dan seterusnya. Huruf T singkatan dari
time. Yang dimaksud dengan time adalah kesempatan tindakan pertama.
Disebut juga action cycle. Dalam model lain disebut siklus 1.
Pada model McKernan satu siklus tindakan terdiri dari beberapa
langkah yaitu problem definisiton (perumusan masalah), need assessment
(analisis kebutuhan), hypotheses (idea) (memutuskan hipotesis tindakan
atau gagasan tindakan), development action plan (perencanaan),
implement plan (pelaksanaan tindakan), evaluate action (evaluasi
tindakan), reflect-explain-understan action (refleksi) (McKernan, 1988).

D. Jenis Penelitian Tindakan dalam Pendidikan


Menurut Cresswell (Cresswell, Education Research, Planning, Conducting
and Evaluating Qualitatif and Quantitatif Research., 2012, p. 579), setiap orang
mempraktikkan penelitian tindakan dengan cara yang berbeda-beda. Meskipun
begitu, dalam pendidikan dipraktikkan dua jenis penelitian tindakan yaitu
practical action research, dan participatory action research.
Slavin mengidentifikasi tiga tingkatan penelitian tindakan dalam pendidikan
yaitu penelitian tindakan individual yang dilakukan oleh seorang guru, penelitian
tindakan yang dilakukan oleh kelompok kecil guru di sebuah satuan pendidikan,
dan penelitian tindakan sekolah (school wide research) (Slavin, 2010, p. 263).
Slavin mengidentifikasi bahwa kebanyakan penelitian tindakan dalam
pendidikan hanya dilakukan dalam sebuah sekolah meskipun memungkinkan
dilakukan melibatkan beberapa sekolah. Hal itu diebabkan karena kompleksitas
prosedur yang haus dilalui. Slavin juga mengindentifikasi kebanyakan guru
melakukan penelitian tindakan secara berkelompok. Misalnya sekelompok guru
matematika melakukan penelitian tindakan untuk memecahkan masalah yang
sama-sama mereka alami di sekolah/madrasah mereka.
Penelitian tindakan sekolah/madrasah (school wide research) dilakukan
oleh komunitas sekolah. Komunitas sekolah bekerja sama untuk menyelesaikan
masalah bersama yang dialami di satuan pendidikan. Misalnya guru, kepala
satuan pendidikan dan pengawas bekerja sama melakukan penelitian tindakan
untuk menciptakan lingkungan yang kooperatif.

E. Penelitian Tindakan Kelas


Di tahun 1970, penelitian tindakan berkembang pesat di bidang pendidikan.
Para penggagas yang mengawalinya diantaranya Jack Whitehead, Jean McNiff
, Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan lainnya.
Bentuk penerapan penelitian tindakan dalam pendidikan diantaranya clasroom
action research yang di Indonesia dikenal Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Jenis penelitian ini di Indonesia baru dikenal pada akhir tahun 80-an.
Secara khusus John Elliot (Masters) merumuskan definisi Penelitian
Tindakan pendidikan sebagai berikut.
Action research is the process through which teachers collaborate in
evaluating their practice jointly; raise awareness of their personal theory;
articulate a shared conception of values; try out new strategies to render
the values expressed in their practice more consistent with educational
values they espouse; record their work in a form which is readily available
to and understandable by other teachers; and thus develop a shared theory
of teaching by research practice.
Definisi di atas menjelaskan bahwa penelitian tindakan pendidikan yang
dilakukan oleh guru (penelitian tindakan kelas) adalah sebuah proses dimana
guru berkolaborasi diantara sesama, mengevaluasi tindakan yang mereka
lakukan, mengartikulasi (menegaskan) penerapan nilai-nilai yang mereka anut
dalam melaksanakan tugas sebagai guru, melakukan refleksi untuk menyadari
kelemahan-kelemahan teoritis yang mereka gunakan; menguji coba strategi
baru untuk meyakinkan bahwa praktek yang meraka lakukan sudah sesuai
dengan rambu-rambu, mencatat dampak dari pekerjaan dalam bentuk yang
mudah dipahami guru lain, kemudian membangun teori mengenai praktek
pembelajaran melalui pengalaman praktis.
Berdasarkan definisi di atas penelitian tindakan kelas bukan sekedar untuk
mengukur sebuah dampak dari sebuah tindakan (biasanya model, metode
pembelajaran) terhadap hasil belajar yang dinyatakan dalam skor hasil tes pada
siswa melainkan bertujuan untuk melakukan perubahan pada tataran social
dimana guru melaksanakan tugas. Ketika guru melakukan sebuah tindakan
sebenarnya guru sedang melakukan perubahan terhadap kebiasaan guru
mengajar dan kebiasaan siswa belajar agar lebih sistematik, efektif dan efisien.
Adapun skor hasil tes hanya merupakan indikator dari perubahan yang telah
terjadi.

PTK berbeda secara mencolok dengan penelitian lainnya. Mari kita melihat
lebih detil lagi pembatas antara PTK dengan bukan PTK. Haidi Watts (Masters,
ibid) membuat garis batas PTK dengan bukan PTK seperti berikut.
Tabel 1 Perbedaan PTK dengan penelitian lain

BUKAN PTK PTK

PTK bukan kegiatan PTK adalah kegiatan sistematik yang


spontan untuk melibatkan rekan sejawat atau kolega lain
untuk mengumpulkan data reflektif.
BUKAN PTK PTK

menyelesaikan masalah
pembelajaran

PTK bukan sekedar PTK didorong oleh keinginan memahami


upaya pemecahan masalah yang terjadi dan
masalah seperti menyelesaikannya melalui tindakan,
mengobati penyakit agar kemudian menjelaskan apa yang terjadi
lekas sembuh. sebagai dampak dari tindakan yang
dilakukan. PTK adalah laiknya seorang
yang memahami kondisi kesehatannya
dan senantiasa melakukan tindakan
meningkatkan imunitas tubuh agar mutu
kesehatan meningkat.

PTK bukan penelitian PTK adalah penelitian yang dilakukan


yang objeknya beberapa orang guru untuk menolong
orang/manusia. dirinya dalam meningkatkan mutu
kerjasama dan mutu pembelajaran.
Peneliti dan partisipan berperan secara
otonom dan bertanggung jawab untuk
memberi kontribusi terhadap perubahan.
Karena PTK bersifat partisipatif dan
kolaboratif maka PTK tidak mengenal
objek penelitian, melainkan subjek
penelitian.

PTK bukan penerapan PTK bertujuan untuk mengubah perilaku


metode ilmiah dalam para peneliti dan partisipan dan
pembelajaran, bukan meningkatkan mutu secara sistematis
sekedar pengujian dalam situasi alamiahnya.
hipotesis dan bukan
sekedar mengumpulkan
dan menginterpretasi
data untuk membuat
kesimpulan.

Dilakukan oleh orang Dilakukan oleh guru bersama teman


luar, sampel sejawat, tidak perlu sampel, instrumen
representatif, instrumen bersifat fleksibel dan adaptif, idak selalu
harus valid, menuntut perlu analisis statistik yang rumit, hipotesis
penggunaan analisis berupa tindakan yang bersifat nyata dan
statistik inferensial, fleksibel, memperbaiki praktik
mensyaratkan hipotesis,
BUKAN PTK PTK

mengembangkan pembelajaran secara langsung, hasil


teori/konsep baru, hasil penelitian bersifat spesifik dan kontekstual
penelitian bersifat
general

Berdasarkan tabel di atas ada beberapa hal yang dapti digarisbawahi.


Diantaranya sebagai berikut.
1. PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru untuk memahami praktek
pembelajaran yang dilakukannya dan untuk mengubah kondisi yang ada.
2. PTK dilakukan secara kolaboratif dimana guru, peserta didik dan
kolaborator memiliki peran sebagai agen perubahan.
3. PTK dilakukan secara reflektif, dimana para pelaku selalu bercermin pada
pengalaman yang lalu untuk mengubah situasi menjadi lebih baik.
4. PTK adalah penelitian kualitatif. Data diperoleh dari sumber beragam,
diinterpretasi bukan untuk digeneralisasi menjadi kesimpulan melainkan
dijadikan bahan untuk refleksi dan menyusun strategi perubahan.

F. Tahapan Dalam Penelitian Tindakan Kelas


Model PTK yang sering digunakan (di Indonesia) adalah model Kemmis-
McTaggart. Seperti telah didiskusikan pada bagian model penelitian tindakan,
model ini dilakukan melalui empat langkah yaitu planning (perencanan), acting
(tindakan), observing (pengamatan) dan reflecting (refleksi). Dalam skema
digambarkan dua siklus kegiatan yang setiap siklusnya terdiri dari empat langkah
yaitu plan, act, observe dan reflect. Jumlah siklus dapat lebih dari dua tergantung
rancangan peneliti.
Dalam model Kemmis-McTaggart tidak dikenal secara khusus kata
reconnaissance atau pra-PTK tetapi ada langkah analisis awal. Istilah
reconnaissance muncul di model lain seperti model McKernan. Dalam langkah
yang akan dipelajari sengaja ditambahkan langkah reconnaisscana karena
dianggap penting. Jadi model ini merupakan model gabungan. Mari kita
diskusikan operasionalisasi model Kemmis-McTaggart dengan tambahan
reconnaissance dalam tradisi praktek PTK.
1. Reconnaissance (Pra-PTK)
Ada kegiatan yang harus dilakukan sebelum melakukan PTK yaitu refleksi
awal. Kegiatan tersebut disebut reconnaissance atau pra-PTK. Kegiatan ini
diawali dengan penjaringan ide utama penelitian. Ebbut menyebutnya general
idea, sedangkan Elliot menyebtu initial idea. Pada langkah ini peneliti
mengembangkan gagasan awal untuk melakukan perbaikan terhadap praktek
pembelajaran yang telah dilakukan. Kegiatan utama pada langkah ini
sebenarnya rekfliksi diri untuk menjaring masalah-masalah krusial yang harus
segera diselesaikan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Namun demikin,
refleksi diri tersebut harus dilengkapi dengan analisis teoretis.
Kegiatan rekflektif menghasilkan daftar masalah. Masalah-masalah yang
teridentifikasi dianalisis mana yang harus segera diambil tindakan. Hasil dari
lengkah ini adah fokus masalah (masalah utama) yang akan dingkat untuk
penelitian.
Selanjutnya peneliti harus meyakinkan bahwa masalah yang dipilih layak
untuk diteliti. Pertama peneliti harus membuktikan secara logis dan empiris
bahwa masalah tersebut ril. Banyak guru menetapkan masalah untuk PTK hanya
berdasarkan asumsi atau sekedar keinginan dan ketertarikan. Guru tersebut
banyak yang mendapat kendala karena masalah yang diteliti tidak ril. Oleh
karena itu peneliti harus menyajikan bukti keberadaan masalah, baik secara
kuantitatif maupun kulalitatif. Kedua, peneliti harus dapat menjelaskan penyebab
timbulnya masalah. Ketiga, setelah penelitia mamahami penyebab masalahnya
maka mengidentifikasi alternatif tindakan yang tepat untuk mengetasi masalah.
Tentu saja alternatif tindakan yang dipilih harus relevan dengan penyebab yang
teridentifikasi. Alternatif tindakan dipilih berdasarkan kajian teoretis dan praktis.
Berikutnya peneliti membandingkan alternatif-alternatif tindakan tersebut dan
menentukan satu tindakan yang dianggap paling tepat baik secara teoretis
maupun secara praktis.
2. Planning (Rencanaan).
Pada langkah ini peneliti mulai berkolaborasi dengan orang yang dianggap
bisa memberikan masukan untuk merencanakan penelitian. Poin-poin penting
yang harus dilakukan pada langkah ini yaitu merumuskan masalah, merumuskan
tujuan penelitian, menentukan tindakan, merancang seting penelitian,
menentukan jumlah siklus dan pertemuan, menentukan materi ajar, menentukan
teknik dan instrumen pengumpulan data dan menyusun jadwal penelitian. Yang
harus dirancang termasuk instrumen yang akan digunakan dalam melakukan
pengamatan, pengumpul data dan rencana pembelajaran untuk pertemuan pada
siklus pertama.
Perencanaan perlu disusun secara sistematis, logis dan kontekstual.
Dengan rencana yang dilakukan Anda akan memiliki bekal untuk melaksanakan
penelitian. Bentuk ril dari rancangan penelitian adalah proposal penelitian.
Proposal penelitian berfungsi sebagai kompas dan peta ketika kita mampu
bepergian ke tempat yang sebelumnya tak pernah dikunjung.
3. Action (Tindakan) dan Observing (Pengamatan)
Pelaksanaan dan observasi dilakukan bersamaan. Dalam langkah ini
peneliti dan observer berkumpul di kelas tempat subjek penelitian. Peneliti atau
guru lain melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran
yang telah disiapkan sealamiah mungkin. Para observer hadir di kelas
mengambil posisi di sekitar siswa untuk merekam kegiatan. Tugas observer
hanya merekam data, tidak berhak untuk mengintervensi pembelajaran.
Diupayakan agar para observer seoptimal mungkin tidak mengganggu
kealamiahan pembelajaran.
Jumlah pelaksanaan dan pengamatan (acting dan observing) sesuai
dengan rencana yang telah dirancang dalam proposal. Apabila PTK dirancang
tiga siklus dan setiap siklusnya 2 pertemuan maka pelaksanaan dan
pengamatan akan dilaksanakan sebanyka 6 kali. Peneliti boleh mengubah
rencana pertemuan sesuai dengan kondisi atau atas rekomendasi yang
dihasilkan dari kegiatan refleksi.
Observasi dilakukan oleh para observer untuk merekam kegiatan.
Rekaman menghasilkan data berupa catatan pengamatan, foto, video, hasil
wawancara dan jenis lain yang memungkinkan diperoleh. Dalam proses
pengumpulan data dapat digunakan berbagai tekni. Stringer menyebutkan
beberapa teknik berikut: interviu, focus group, observasi, quesioner, kaji
dokumen, rekaman, survey (jejak pendapat) dan riset literature (Stringer, 2007,
p. 69). Jean McNeef mengidentifikasi beberapa metode pengumpulan data
sepeerti feld notes (catatan lapangan), dairy dan catatan kegiatan, laporan,
questioner, sosiometri, interviu dan diskusi, presentasi, dan rekaman (J. McNeef,
J. Whitehead, 2002, p. 96). Tentu saja diperlukan juga teknik lain seperti tes
untuk mengukur kemajuan hasil belajar siswa. Tes dapat berbentuk pre-post
test, quiz akhir pembelajaran, atau tes formatif setiap akhir siklus. Wawancara
penting dilakukan oleh observer untuk mendalami data hasil pengamatan.
Wawancara dilakukan setelah pembelajaran selesai.
Jenis data yang dikumpulkan harus sesuai dengan fokus penelitian. Oleh
karena itu peneliti dan kolaborator perlu membuat panduan observasi bagi para
observer. Panduan tersebut harus operasional berupa lembar observasi, daftar
pertanyaan, dan prosedur melakukan observasi. Panduan tersebut dibutuhkan
agar para observer menjaring data hanya yang diperlukan saja. Jangan samapai
para observer terlalu banyak mengumpulkan data namun tidak relevan dengan
fokus masalah. Banyak peneliti dalam PTK yang terlalu direpotkan dalam
langkah pengolahan data karena data yang terjaring banyak namun tidak
relevan. Akhirnya setelah dipilah hanya sedikit saja data yang dapat mendukung
untuk menyusun kesimpulan.
Observer harus hadir dari awal sampai akhir pembelajaran agar
memperoleh data yang lengkap. Berikut ini beberapa rambu-ambu bagi para
observer.
a) Setelah memasuki ruangan kelas dengan tertib, semua observer
hendaknya tidak lagi keluar masuk kelas, dan bersiap mengamati
pembelajaran dengan menempatkan diri pada posisi yang paling tepat
untuk mengamati siswa. Posisi yang tepat adalah di depan atau di
samping siswa, sehingga observer dapat memperhatikan gerak-gerik
dan raut wajah siswa ketika belajar.
b) Observer dapat berpindah posisi pengamatan jika perlu, misalnya
mendekat ke siswa dalam kelompok, namun jangan sampai
mengalihkan perhatian siswa dari belajar atau menghalangi
pandangan siswa.
c) Pada awalnya, disarankan agar setiap observer mengamati satu
kelompok atau beberapa siswa saja. Namun jika sudah merasa lebih
mahir, observer dapat mengamati beberapa kelompok lain atau
mengamati siswa dalam kelas secara keseluruhan.
d) Selain mengamati aktivitas belajar siswa, observer juga harus
memperhatikan langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan oleh
guru secara proporsional. Jika pandangan semua pengamat mengarah
pada guru, maka dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman atau
“grogi” pada guru model.
e) Tidak membantu guru, peserta dalam proses pembelajaran dalam
bentuk apapun. Misalnya ikut membagikan LKS, menenangkan siswa,
dan lain-lain. Biarlah guru melakukan tugasnya secara mandiri dan
terbebas dari intervensi siapapun. Observer bukan bagian dari ”team
teaching”.
f) Tidak membantu siswa dalam proses pembelajaran, misalnya
mengarahkan pekerjaan siswa atau bertanya sesuatu kepada siswa
yang sedang belajar. Jika siswa bertanya kepada Anda (sebagai
pengamat), katakan agar siswa bertanya langsung pada guru.
g) Tidak mengganggu pandangan guru/siswa selama pembelajaran. Jika
Anda sedang mendekati siswa dalam kelompok atau berada di tengah-
tengah kelas, kemudian tiba-tiba guru ingin memberikan arahan secara
klasikal maka segeralah menepi agar tidak mengganggu pandangan
siswa.
h) Tidak mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar, misalnya
berbicara dengan pengamat lain, keluar masuk ruangan, dan kegiatan
sejenisnya.
i) Jika menggunakan kamera untuk mengambil gambar kegiatan belajar
(guru/siswa) lampu kilat (flash) hendaknya dimatikan. Kilatan lampu
kamera dapat mengganggu atau menghentikan konsentrasi belajar
siswa.
j) Gunakan lembar pengamatan yang tersedia untuk mencatat hasil
pengamatan. Jika fenomena yang diamati tidak tercantum dalam
bagian lembar observasi, pengamat dapat menambahkannya sebagai
catatan tambahan.
k) Observer harus melakukan pengamatan secara penuh sejak awal
sampai akhir pembelajaran.
Peneliti/guru yang melaksanakan pembelajaran juga jangan lupa membuat
catatan mengenai pelaksanaan pembelajaran yang dia lakukan. Dalam catatan
tersebut peneliti dapat memaparkan perasaan dalam melaksanakan
pembelajaran, temuan hasil pengamatan terhadap kegiatan belajar siswa,
kesesuaian RPP dengan realisasinya, waktu pelaksanaan, dampak media yang
digunakan terhadap kegiatan belajar dan sebagainya.
Berdasarkan pengalaman sering kali peneliti kesulitan menyusun laporan
PTK akibat kurang lengkapnya data. Oleh karena itu semakin banyak data yang
dikumpulkan maka semakin baik. Namun demikian, data yang dikumpulan harus
relevan dengan masalah yang sedang ditelaah.
Data yang terkumpul kemudian digabungkan dan dikonfirmasi dengan data
hasil pengamatan observer. Peneliti harus segera mengumpulkan dan
menyimpan data yang telah dikumpulkan pada pertemuan tersebut. Sebaiknya
langsung ditik dalam komputer dan disimpan dengan backup di beberapa bantuk
seperti flash dish atau CD. Ada baiknya disimpan di web dalam bentuk e-mail,
web sendiri (kalau punya) atau blog. Akan lebih aman lagi kalau dilengkapi
dengan printoutnya.
4. Reflection (Refleksi)
Ketika peneliti dan kolaborator selesai melaksanakan pertemuan satu
siklus maka dilakukan kegiatan refleksi. Dalam PTK refleksi bukan dilakukan
setiap selesai pertemuan melainkan setiap selesai satu siklus. Jadi kalau kita
merencanakan PTK tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan maka
refleksi dilakukan tiga kali bukan enam kali.
Refleksi meliputi kegiatan analisis, sintesis, penafsiran
(penginterpretasian), dan menjelaskan data yang dikumpulkan melalui kegiatan
observasi. Data-data tersebut setelah diolah kemudian dibandingkan dengan
target-target yang telah dtetapkan dalam kriteria keberhasilan. Hasil dari refleksi
adalah rekomendasi perbaikan yang akan menjadi pertimbangan dalam
merencanakan siklus berikutnya.
Pada dasarnya forum refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi formal,
namun non formal juga tidak masalah. Yang penting adalah mengarah kepada
tujuan. Yang pertama harus berbicara adalah peneliti untuk menyampaikan
kesan mengenai pembelajaran yang telah dilakukan dalam siklus tersebut.
Selanjutnya setiap kolaborator menyampaikan tanggapan masing-masing dan
dibahas secara tuntas. Kegiatan refleksi harus membahas data terkait dengan
rumusan masalah yang telah diajukan.
Hasil dari kegiatan refleksi adalah rekomendasi untuk perbaikan tindakan
di siklus berikutnya. Rekomendasi hasil refleksi siklus pertama akan digunakan
sebagai landasan untuk menyusun rencana siklus. Demikian juga, rekomendasi
hasil siklus kedua akan digunakan sebagai landasan untuk menyusun rencana
siklus ketiga.

G. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas


Pembelajaran adalah sebuah kegiatan dinamis. Pada karakter dinamis
terebut rentan dengan masalah, baik yang berkaiatan denggan masalah sosial
maupun metodologis. Siswa dan guru sebagai individu dan anggota komunitas
siosial sangat sensitif dengan perubahan, sedangkan kondisi pembelajaran
sangat tergantung kepada kondisi individu dan social sewaktu pembelajaran
dilakukan. Kondisi individu, kondisi sosial, bergabung dengan komponen
kurikuler menuntut rancangan metodologi tertentu agar pembelajaran
berlangsung dengan efektif dan efisien. Setiap saat kondisi-kondisi dinamis
tersebut memicu munculnya masalah yang sangat beragam. Bahkan ragam dan
jumlah masalah yang muncul sering kali lebih bnyak dari jumlah peserta didik.
Kelas sebagai sebuah komunitas tentu bertanggung jawab atas
penyelesaian masalah-masalah yang muncul didalamnya. Yang bertanggung
jawab terhadap penyelesaian masalah di kelas tentu saja bukan hanya guru,
melainkan seluruh anggota komunitas kelas, kepala sekolah/madrasah, guru
BP, tata usaha seklah/madrasah, pengawas, orang tua peserta didik, birokrat
pendidikan dan masyarakat terkait lainnya. Ketika masalah tersebut hanya
dibebankan kepada guru sering kali masalah-masalah tersebut tidak
terselesaikan. Itulah pentingnya aksi sosial kolaboratif dan partisivatif untuk
menyelesaikan masalah-masalah kelas. Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk melakukan aksi sosial semacam itu adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Itulah manfaat PTK.
Para praktisi dan akademisi PTK yang sudah berpengalaman lebih dari 30
tahun di Amerika, Eropa dan Australia sudah merasakan manfaat dari PTK
Seperti yang diungkapkan Cresswell (Cresswell, 2012, p. 578), beberapa
manfaat utama PTK adalah sebagai berikut:
1. Mendorong perubahan di satuan pendidikan.
2. Menggalang demokratisasi dalam pembelajaran (melibatkan berbagai
komponen pendidikan) dlama menyelesaikan masalah pendidikan dan
pembelajaran.
3. Membangkitkan (empower) setiap anggota kelas untuk terlibat dalam
kolaborasi proyek.
4. Menempatkan guru dan para penanggung gugat pendidikan sebagai
pembelajar yang selalu berupaya untuk mempersempit kesenjangan
antara visi pendidikan mereka dengan paktek pembelajaran.
5. Mendorong para pendidik untuk selalu mengevaluasi/merefleksi praktek
pembelajaran yang dilakukan.
6. Sebagai wahana untuk menerapkan dan menguji coba ide-ide.
Seperti sudah dibahas pada bab pertama, penelitian ini disarankan bagi guru
karena bermanfaat secara langsung untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Cressweel mengatakan, “Of all the research designs, action research is the most
applied, practical design” (Cresswell, Education Research, Planning,
Conducting and Evaluating Qualitatif and Quantitatif Research., 2012, p. 576).
Selain itu, karena penelitian ini dilakukan bersamaan dengan tugas
melaksanakan pembelajaran maka tidak terlalu mengganggu tugas sehari-hari.
Selain keuntungan metodologis, PTK juga banyak manfaatnya bagi guru.
Pertama karena profesi tidak dapat dilepaskan dari ilmu pengetahuan, maka
upaya peningkatannya pun harus dilakukan secara sistematis dan obyektif
sebagai esensi ilmu, yang salah satunya melalui penelitian sebagai media dalam
meningkatkan profesionalisme pada profesi apapun termasuk guru. Hal ini
seperti tuntutan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007
tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang menuntut guru
mampu mengembangkan kompetensinya salah satunya melalui penelitian
tindakan.
Kedua, sebagai fungsi evaluasi terhadap praktek pembelajaran.
Contohnya: rerata siswa cukup baik memahami mata pelajaran Bahasa Inggris.
Kalimat cukup baik ini merupakan penilaian dari rentang skor antara 5,5 – 7,0
yang merupakan hasil pengukuran penelitian. Penelitian tindakan kelas dapat
dilakukan sebagai bagian dalam proses evaluasi tentang keberhasilan proses
pembelajaran sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan selanjutnya.
Ketiga, PTK memiliki civil effect bagi guru. Hasil PTK dapat digunakan
sebagai karya ilmiah yang dapat digunakan sebagai syarat untuk mendulang
angka kredit dari unsur publikasi ilmiah bagi guru yang berstatus pegawai negeri
sipil untuk kepentingan kenaikan pangkat.
Keempat, untuk pengembangan keilmuan para guru dan praktisi
pendidikan. Profesi guru menuntut pembaharuan penguasaan keilmuan secara
terus menerus seiring dengan laju percepatan perkembangan keilmuan yang
tidak terbatas. Meningkatan mutu pendidikan ( isi, proses, dan hasil ) melalui
penelitian praktis sebagai upaya problem solving terhadap kendala yang
dihadapi dalam proses pembelajaran.
Kelima, menumbuhkan budaya akademik di lingkungan sekolah/madrasah.
Budaya akademik dapt meningkatkan kemampuan intelektual yag dapat
mendukung pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pendidikan dan
pembelajaran serta penyelesaian masalah secara keilmuan untuk perbaikan
mutu pendidikan secara berkelanjutan.

H. Prinsip dan Karakteristik Penelitian Tindakan


Kelas
Berbagai pertimbangan dalam penelitian perlu diupayakan untuk mencapai
hasil yang sesuai dengan harapan, terdapat tiga aspek yang menyangkut
cakupan yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penelitian, yaitu:
1. Width (kelebaran informasi yang relevan)
Penelitian memerlukan data untuk dibuat generalisasi, data penelitian
berupa informasi dalam bentuk angka maupun pernyataan. Jenis, jumlah
dan luasnya informasi yang dibutuhkan dalam penelitian sangat
bergantung pada tujuan apa yang direncanakan dalam penelitian.
Semakin luas tujuan yang direncanakan maka semakin kompleks pula
informasi atau data yang diperlukan, semakin banyak waktu yang
dibutuhkan, semakin besar biaya yang diperlukan. Dengan demikian harus
ada keseimbangan antara tujuan dangan data yang dianalisis, yaitu
dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan waktu, biaya, tenaga
dan data yang harus disiapkan.
2. Depth (kedalaman pembahasan)
Di samping keluasan data atau informasi, penelitian memerlukan
kedalaman analisis untuk menjawab pertanyaan mengapa dan
bagaimana. Dalam penelitian tindakan kelas tidak hanya menjawab apa
akan tetapi lebih baik lagi menjawab ”bagaimana” bahkan ”mengapa”.
Kedalaman pembahasan dalam penelitian sangat bergantung pada tujuan
yang direncakan dan kemampuan peneliti melakukan analisis terhadap
data yang diperoleh serta selama peneliti melakukan observasi di
lapangan.
3. Duration (Cukup waktu / tidak asal membuat penelitian)
Kecukupan waktu penelitian berkaitan dengan perencanaan penelitian
yang menyangkut luas tidaknya obyek, dana yang dibutuhkan, dan analisis
terhadap masalah yang ditemukan. Hal ini berarti bahwa dalam penelitian
tidak hanya melaporkan hasil akan tetapi kebermaknaan dari hasil
penelitian itu terhadap perkembangan ilmu pengetahuan maupun upaya
perbaikan lembaga secara operasional.
Penelitian tindakan kelas bagi guru tidak lepas dari prinsip-prinsip ilmiah
seperti dalam penelitian lainnya, akan tetapi penelitian tindakan kelas ini memiliki
karakteristik tersendiri, diantaranya yaitu :
1. Kegiatan yang dilakukan pengamatan atau penelitian adalah kegiatan
nyata dalam situasi rutin belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan
siswa di dalam kelas pembelajaran.
2. Obyek penelitian dalam PTK adalah kelompok siswa dalam kelas
pembelajaran sehingga semua siswa yang ada dalam kelas tersebut
menjadi obyek penelitian tanpa harus dilakukan sampling. Jadi dalam
PTK tidak ada istilah populasi dan sampel.
3. Dituntut adanya kesadaran guru untuk berupaya memperbaiki pola
belajar mengajarnya sehingga proses pembelajaran semakin berkualitas
yang pada akhirnya output pendidikan dapat dicapai dengan lebih baik.
Sikap terbuka ini menjadi kunci adanya sharing antarguru atau dengan
lainnya serta budaya akademis yang memungkinkan sikap saling
menerima dan memberi informasi terkait dengan perkembangan
pendidikan.
4. Analisis SWOT sebagai dasar berpijak dalam melakukan penelitian
tindakan, yaitu dengan mengidentifikasi faktor internal berupa kekuatan
(strength) dan kelemahan (weakness) yang dimiliki individu maupun
lembaga, dan faktor eksternal berupa tantangan (threat) dan peluang
(opportunity) sehingga mendorong perlunya penelitian dengan
melakukan percobaan dan upaya-upaya yang lebih baik.
5. Dilakukan secara empiris dan sistematik untuk mengetahui kondisi riil
yang terjadi di kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan nyata
dalam kelas dengan tidak mengubah jadwal dan jumlah jam belajarnya,
oleh karena itu, dalam pelaksanaannya, PTK harus direncanakan secara
sistematis agar mendapatkan data yang sebenarnya dan target
pembelajaran dalam program semester tidak terganggu.
6. Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam beberapa siklus dan setiap
siklus terdiri dari beberapa pertemuan / tatap muka. Banyak sedikitnya
jumlah siklus dalam PTK sangat bergantung pada besaran materi
pelajaran pada setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar serta
ketersediaan waktu. Dalam satu kali penelitian, minimal terdiri dari 2 siklus
dan setiap siklusnya 2 kali tatap muka jadi total pertemuan siklus 1 dan 2
sebanyak 4 kali pertemuan. Akan tetapi menurut kebiasaan yang umum
terdiri dari minimal 2 siklus dan setiap siklusnya 3 kali pertemuan
sehingga jumlah pertemuan pada siklus 1 dan 2 sebanyak 6 kali
pertemuan.
7. Perencanaan penelitian tindakan kelas mengikuti prinsip “SMART”, yaitu:
a. Specific, yaitu materi yang dijadikan focus penelitian tidak terlalu terlalu
umum sehingga sulit menjangkaunya
b. Managable, yaitu proses pelaksanaan penelitian dapat dikelola dan
dilaksanakan secara baik dengan tidak mengurangi inti dari proses
pembelajaran tersebut.
c. Acceptable, yaitu materi dan proses pelaksanaan penelitian dapat
diterima lingkungan seperti guru, siswa, dan kepala sekolah atau dapat
dicapai menghasilkan sesuatu untuk kebaikan proses pembelajaran.
d. Realistic, yaitu mudah dijangkau oleh peneliti dan memungkinkan
untuk dilakukan penelitian
e. Timebound, yaitu berada dalam kurun waktu tertentu sesuai jadual
yang memungkinkan dilakukan penelitian.

I. Syarat Melakukan PTK


Grundy dan Kemmis (Master, 1995) mengatakan bahwa setidaknya tiga
persyaratan terjadinya penelitian tindakan. Pertama, permasalahan yang akan
diangkat sebagai tema penelitian adalah masalah praktis atau strategi tindakan
(strategic action) yang dapat ditingkatkan melalui tindakan. Kedua, tindakan
perbaikan harus dapat dilakukan dalam bentuk pengulangan tindakan (siklus)
yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi dan pada
setiap langkah dilakukan secara sistematik. Setiap siklus harus merupakan
kesatuan dan siklus berikutnya merupakan perbaikan (kritik) terhadap siklus
sebelumnya. Ketiga, peneliti dan partisipan harus memiliki rasa tanggung jawab
untuk meningkatkan mutu praktik pada setiap langkah, meningkatkan partisipasi
agar dapat mempengeruhi yang lainnya terdorong secara bertahap untuk
mengubah cara berpikir dan bertindak. Proses ini dalakukan melalui kontrol
kolaboratif.

J. Metode Pengumpulan Data PTK


Creswell menyatakan bahwa penelitian tindakan secara metodologis
termasuk kepada gabungan kualitatif-kuantitatif. Cresswell menyebutnya
combined-design untuk membedakannya dengan mixed-method. Seperti
penelitian metode campuran (mixed methods), penelitian tindakan sering kali
mengunakan data kualitatif dan kuantitatif, namun ada perbedaan antara
keduanya. Pada mixed-method, penelitian fokus kepada deskripsi, sedangkan
Penelitian Tindakan fokus kepada upaya menyelesaikan peningkatan mutu
pranata sosial masyarakat.
Teknik pengumpulan data yang lazim dilakukan dalam PTK adalah
observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi dan tes. Sebagai teknik
penjaringan data, observasi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap
sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi mengobservasi
dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan
pengecap yang di dalam penelitian dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman
gambar, rekaman suara. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara: non-
sistematis (dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen
pengamatan) dan sistematis (dilakukan dengan menggunakan pedoman
sebagai pengamatan).
Gambar 9 Teknik pengumpulan data PTK

Summber: John W. Cresswell, Education Research, Planning, Conducting and


Evaluating Qualitatif and Quantitatif Research, hal. 590

Teknik wawancara (interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh


pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara, khususnya
informasi tentang keadaan seseorang (seperti latar belakang murid, orang tua,
pendidikan, perhatian, dan sikap). Sebagai teknik penjaringan data, teknik
dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mencermati benda-
benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan
notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memproleh informasi dari responden
dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Teknik lain
yang lazim digunakan untuk menjaring data adalah tes serentetan pertanyaan
atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok. Tes dapat berbentuk tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik
Mills melalui skema di atas menjelaskan bahwa pada dasarnya ada 3
kelompok utama teknik pengumpulan data dalam PTK. Kelompok pertama
adalah pengumpulan data melalui pengalaman yang diperoleh melalui observasi
dan catatan lapangan. Pada kelompok ini data diperoleh melalui pengamatan
yang dilakukan oleh partisipan (guru peneliti), pengamat (observer) aktif dan
pengamatan pasif. Yang disebut pengamat aktif (active observer) adalah
observer yang telah disepakati anggotanya sebelumnya. Sedangkan observer
pasif (passive observer) adalah pengamat sukarela yang kadang-kadang ikut
serta. Instrumen utama yang digunakan adalah tabel observasi, daftar centang
(ceklist), atau catatan lapangan.
Kelompok kedua adalah teknik yang dilakukan peneliti dengan cara
bertanya. Teknik yang digunakan adalah wawancara informal, wawancara
formal terstruktur, quesioner, skala sikap menggunakan skala Likert atau
semiotic differential dan ujian standar. Uji standar dapat dilakukan dengan tes
tulis, tes lisan dan tes kinerja.
Kelompok ketiga adalah examining (kaji dokumen). Dokumen yang dikaji
adalah dokumen yang sudah tersedia seperti jadawal pelajaran, daftar
kehadiran, dokumen kurikuum dan sejenisnya. Dokumen lainnya adalah jurnal
kegiatan, peta, rekaman audio-video, benda-benda, dan catatan lapangan
kegiatan.
Teknik-teknik yang disebutkan oleh Mills lebih banyak yang bersifat
kualitatif. Data kuantitatif hanya yang diperoleh melalui teknik tes. Ini
mengidikasikan bahwa PTK cenderung menggunakan data kualitatif sebagai
bahan analisis. Data kuantitatif tentu saja dibutuhkan dan digabung dengan data
kualitatif yang diolah agar saling menguatkan. Data yang dibutuhkan untuk
menjelaskan sebuah variabel didukung oleh data kualitatif dan data kuantitatif
sehingga makin meyakinkan.

K. Validitas dan Reliabilitas PTK


Sebagai sebuah penelitian, PTK perlu memenuhi persyaratan validitas dan
reliabilitas data. Validitas, yang dibutuhkan untuk meningkatkan objektivitas
penelitian, dapat ditingkatkan melalui trianggulasi, baik trianggulasi peneliti,
trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999).
Trianggulasi peneliti dilakukan dengan menugaskan beberapa peneliti
mengumpulkan data yang sama hingga data yang diperoleh ‘jenuh’ atau
konstan. Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat mengamati proses
pembelajaran yang sama dalam waktu yang sama pula.
Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam
waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi rentangan waktu tindakan
dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek
perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan. Misalnya, data tentang proses
pembelajaran dengan seperangkat teknik tertentu dapat dikumpulkan pada jam
awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan jumlah pengamatan yang
memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi ruang dapat dilakukan dengan
mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda. Sebagai contoh,
sebuah PTK dapat dilaksanakan pada dua atau tiga kelas yang setingkat dan
data yang sama dikumpulkan dari kelas-kelas tersebut. Trianggulasi teoretis
dapat dilakukan dengan memaknai gejala perilaku tertentu dengan dituntun oleh
beberapa teori yang berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku tertentu yang
menyiratkan motivasi dapat ditinjau dari teori motivasi aliran yang berbeda: aliran
behavioristik, kognitif, dan konstruktivis.
Mengingat bahwa PTK merupakan penelitian yang situasinya terus
berubah dan prosesnya bersifat transformatif tanpa kendali apapun (alami), sulit
untuk mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi dalam penelitian ini. Dalam
kenyataan, tingkat reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan
hampir seluruh aspek situasi yang dapat berubah (variabel), dan hal ini tidak
mungkin dan tidak baik dilakukan dalam PTK karena akan melanggar salah satu
dengan ciri khas PTK-kontekstual/situasional dan terlokalisasi, dengan
perubahan yang menjadi tujuannya. Karena pengendalian seluruh aspek situasi
tidak menungkin dilakukan, reliabilitas PTK dapat dilakukan dengan cara
melampirkan data asli, seperti transkrip wawancara dan catatan lapangan,
menggunakan lebih dari satu sumber data untuk mendapatkan data yang sama
dan kolaborasi dengan sejawat atau orang lain yang relevan.
Perlu digarisbawahi bahwa hingga saat ini masih terdapat penganut fanatik
penelitian konvensional yang mempertanyakan status PTK sebagai sebuah
metode penelitian. Pada umumnya keberatan mereka diajukan melalui tiga
argumen (Koshy, 2005). Pertama, PTK tidak memiliki prosedur yang tetap (fixed)
dan validitasnya rendah. Keberatan terhadap proses yang tidak fixed ini pada
dasarnya kurang mendasar, karena PTK meneliti proses yang dinamis, tidak
mungkin hal itu dilaksanakan dengan prosedur yang kaku. Keberatan terhadap
validitas data PTK juga kurang mendasar, karena hal itu dapat ditingkatkan oleh
peneliti melalui triangulasi untuk mencegah bias.
Keberatan kedua yang diajukan terhadap PTK adalah bahwa temuan PTK
tidak dapat digeneralisasi. Argumen ini juga tidak mendasar karena PTK tidak
bertujuan untuk menjaring data yang akan digeneralisasi tetapi memperoleh
pengetahuan berdasarkan tindakan dalam konteks tersendiri. Temuan-temuan
PTK hanya dapat digeneralisasikan pada situasi dan konteks dimana penelitian
itu dilakukan.
Keberatan ketiga adalah argumen bahwa cakupan dan manfaat PTK
sangat terbatas. Argumen ini juga kurang mendasar karena PTK pada
hakikatnya diarahkan untuk memecahkan masalah dalam konteks khusus, dan
pengembangan strategi untuk memecahkan masalah dengan ruang lingkup
terbatas juga merupakan sumbangan kepada ilmu pengetahuan. Sehubungan
dengan itu, (Nunan, 1992) menegaskan bahwa PTK harus diterima sebagai
sebuah metode penelitian dengan karakteristik tersendiri.
Tentu saja setiap metode harus diuji kehandalannya secara ketat dan
sahih. Namun demikian mnguji sebuah metode tidak dapat dilakukan dengan
perspektif atau paradigm berbeda, melainkan harus dalam lingkup
paradigmanya sendiri. Demikian juga cara memahaminya. Memahami PTK tidak
dapat dilakukan dengan menggunakan paradigma positivistik, melainkan harus
dipahami menggunakan paradigma kritikal-konstruktivist. Meskipun demikian
karena semua jenis metode penelitian ada dalam pohon penelitian maka memilki
arsiran dalam beberapa aspek. Dengan demikian bukan cara yang benar ketika
kita membenturkan satu metode dengan metode lain.

L. Penutup
Apakah Anda memperoleh informasi baru melalui paparan di atas? Atau
Anda belum menangkap intisarinya? Kalau Anda belum menangkap intisarinya
coba Anda ulangi sekali lagi membacanya. Untuk menegaskan saja, penulis
sajikan resume berikut.
1. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali dikembangkan oleh Kurt
Lewin, seorang ahli psikologi sosial Amerika Serikat pada sekitar tahun
1930. Metode ini digagas sebagai kritik terhadap hegemoni penelitian
positivistik. Lewin berasumsi bahwa penelitian sosial harus berfungsi
pragmatis (bermanfaat langsung), sedangkan penelitian positivistik hanya
mendeskripsikan.
2. Ada beberapa model penelitian tindakan yang sering digunakan.
Diantaranya Model Kurt Lewin, Model Kemmis dan McTaggart, Model
John Elliot, Model Dave Ebbutt dan model lainnya. Model-model tersebut
memiliki konsep dan prinsip yang sama namun digunakan dalam konteks
yang berbeda. Di dalam setiap model tersebut digambarkan cara berpikir,
konteks dan dan prosedur pelaksanaannya.
3. Dikenal dua jenis action research, yaitu practical action research dan
participatory action research.
4. Classroom Action Research (CAR) yang di Indonesia disebut Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan participatory yang
bertujuan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Menurut Eliot PTK
adalah penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru berkolabaorasi
dengan kolega untuk mengkaji praktik pembelajaran,
mempermasalahkan teori pembelajaran yang digunakan, menegaskan
nilai-nilai profesi yang diyakini dan menguji coba strategi untuk
meningkatkan proses dan hasil belajar.
5. Model penelitian tindakan yang sering digunakan dalam PTK di Indonesia
adalah Model Kemmis dan McTargart. Model PTK ini menjelaskan empat
langkah penelitian tindakan yaitu planning (perencanaan), acting
(pelaksanaan), observing (pengamatan) dan reflecting (refleksi).
Keempat langkah tersebut merupakan sebuah siklus yang menyambung
ke siklus berikutnya. Sebuah PTK minimal terdiri dari 2 siklus yang
berkesinambungan. Siklus kedua merupakan upaya perbaikan tindakan
yang direkomendasikan oleh refleksi siklus pertama.
6. Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil
belajar di sebuah kelas. Banyak manfaat yang dapat diperoleh melalui
tindakan kelas. Beberapa diantaranya mendorong perubahan di satuan
pendidikan, menggalang demokratisasi di satuan pendidikan,
membangkitkan (empower) keterlibatan belajar, mengembangkan sikap
pembelajar pada diri guru, membiasakan guru untuk merefleksi praktek
pembelajaran yang dilakukan, menjadi wahana untuk menerapkan dan
menguji coba ide dan gagasan.
7. Seperti pada penelitian lainnya, pelaksanaan PTK harus memenuhi
prinsip ilmiah. Prinsip utama keilmiahan adalah logis, teoretis, dan
sistematis. Pada tataran praktis PTK dapat dilakukan apabila memenuhi
prinsip SMART, yaitu specific (ruang lingkupnya terbatas), manageable
(dapat dikelola), acceptable (dapat diterima akal sehat), realistic (berbasis
masalah nyata), time bound (dibatasi waktu).
8. Seorang guru dapat melakukan PTK apabila memiliki keinginan untuk
memperbaiki kinerja, memiliki pengetahuan dan keterampilan melakukan
PTK, memperoleh izin pimpinan, dan tidak mengganggu pelaksanaan
pembelajaran.
9. Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian gabungan kualitatif-
kuantitatif. Data yang dibutuhkan untuk menjelaskan perubahan pada
variabel dapat berupa angka seperti hasil tes dan angket, atau data
deskriptif seperti hasil wawancara, hasil pengamatan, dan dokumen. Oleh
karena itu teknik dan instrumen yang dapat digunakan sangat beragam.
Bahkan hampir semua teknik pengumpulan data dapat digunakan sesuai
dengan karakter variabelnya.
10. Penelitian Tindakan Kelas sebagai sebuah metode penelitian memiliki
kelemahan dan kelebihan. Banyak kritik terhadap validitas PTK terutama
pada klaim objektivitas dan generalisasi. Namun demikian validitas PTK
tidak dapat ditinjau dari paradigma penelitian konvensional (positivistik).
Sesuai dengan paradigmanya, validitas PTK harus dilihat dari
kehandalannya dalam mengubah kondisi variabel.

Anda mungkin juga menyukai