Anda di halaman 1dari 98

LAMPIRAN 2

FORMULIR KEPK MANUAL

Formulir Pendaftaran
Tanda*Wajib Isi oleh
Peneliti
*Tanggal Masuk 04 Januari 2023 No. Register :
*Jenis Dokumen:
Protokol Baru Protokol yang diajukan kembali (Revisi) Protokol
Amandemen
Protokol Lanjutan Laporan Akhir
*Judul Penelitian: Faktor pendorong dan penghambat perilaku pengasuhan anak stunting
do kabupaten padang lawas
*Peneliti Utama: *Alamat, email, telp/fax: *Komunikasi yang diinginkan:
Telepon/sms Email :
nuramri.sari96@gmail.com
Cara Pengiriman:
Pribadi Pos
*Institusi Pengusul: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
*Dimanfaatkan untuk:
Skripsi Tesis Disertasi Kerjasama/Hibah/dari luar UNPRI
*Foímulií Penelitian:
Uji Klinik Non Uji Klinik Hewan Coba
Kelengkapan usulan penelitian yang diajukan untuk telaah awal (beri tanda ):
Surat pengantar dari institusi
Formulir Etik yang telah diisi Manusia 1-4, Hewan 1-2 tim
peneliti beserta keahliannya
Biodata Pembimbing/Peneliti lain
Protokol/Proposal penelitian
Persetujuan atasan/Pembimbing
Ethical approval institusi lain (Jika ada)
Surat persetujuan pengambilan bahan/ penelitian Hewan dari Institusi
Dokumen yang dikiíim:
Lengkap
Tidak lengkap, Sebutkan Kekurangan:Akan
dikirim pada:
Nama & ttd Nama & ttd petugas Penanggungjawab
yg penerima: administrasi:
menyeíahkan:
Kategori Penilaian:
Exempted
Expedited
Board Meeting

Nur Amri Sari Harahap


Ketua menunjuk 2 reviewer atau lebih:
Verifikasi Paraf Tgl

Deadline hasil review:

No. Nama Reviewer


LAMPIRAN 3

Formulir Uji klinis

No.:
A. Informasi Umum

1. Peneliti Utama (gelar dan


nama)
Keahlian/ Spesialisasi
Jabatan/ Kedudukan
Telp. Rumah: HP.: e-mail:
2. Asal Instansi Telp. Kantor, Fax.,
e-mail
Sponsor
Clinical Monitor
Pembimbing/ Peneliti Lain:
3. Judul Penelitian:

4. Penelitian multisenter: Senter Penelitian Utama: Senter Penelitian


Ya Bukan Satelit:

5. Penelitian:
Bukan kerja sama Kerjasama nasional Kerjasama Internasional, jumlah
negara:
sebutkan
:
Melibatkan Ketua Peneliti asing (lampirkan izin):
6. Diisi Apabila Melibatkan Ketua Peneliti Asing
No. Nama, gelar, intitusi Ketua Tugas & fungsi Telp., Fax,HP,e-mail:
Peneliti
Asing
1.
2.
3.
7. Tempat Penelitian (Sebutkan nama jumah sakit, ruang perawatan, poliklinik,
atau tempat pelayanan kesehatan lainnya):

8. Rencana waktu Penelitian: Mulai: Selesai:

9. Waktu Pengumpulan Data mulai:

10. Apakah Protokol Ini Pernah Diajukan ke Komite Ya Diterima Ditolak


Etik Lain? Bila ya, lampir fotocopy
dokumen:
Tidak
11. Alokasi dan Rincian Dana Penelitian:
B. Uji Klinik

B.1. Metode Penelitian


1. Ringkasan usulan penelitian mencakup alasan/motivasi dilakukannya penelitian,
tujuan/objektif dan manfaat penelitian, serta risiko yang mungkin timbul disertai cara
mengatasinya (ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami oleh orang yang
bukan dokter):
Alasan/Motivasi Dilakukannya Penelitian:

Tujuan Penelitian:

Manfaat Penelitian:

Risiko yang Mungkin Timbul Disertai Cara Mengatasinya:

2. Jenis dan Studi eksperimen Desain paíalel


disain Desain menyilang/ cross-over design
Penelitian Dan lain-lain, sebutkan
3. Metode Penelitian: Randomisasi
Open labeled Plasebo Cross-over
Single Blind Treatment controlled Paralel
Double Blind Lain-lain sebutkan,
4. Penelitian Obat Baru (Investigasional New Grug = IND)/ Peralatan
Baru (Investigasional New
Equipment=INE)
Bukan Ya IND INE
yaitu: No.Reg. No.Reg.
POM: POM:
Nama: Nama:
Sponsor: Sponsor:
Nama perusahaan: Nama perusahaan:
5. Untuk penelitian genetik, indikasikan apakah menggunakan teknik rekayasa genetik?
Ya, sudah ditelaah oleh: Recombinant DNA Advisoíy Commitee
Biosafety Committee
Ya, belum ditelaah
Tidak menggunakan teknik rekayasa genetik

6. Apakah Menggunakan Plasebo Ya Tidak


7. Apakah Menggunakan Kelompok Ya Tidak
Kontrol
8. Cara Mendapatkan Subjek Penelitian
Kontak perorangan Rujukan Dari data dasar penelitian lain
Iklan (lampirkan) Lainnya, jelaskan
9. Jika penelitian ini adalah penelitian uji klinis menggunakan subjek manusia, apakah
percobaan/uji praklinik pada hewan sudah pernah dilakukan, data dari keamanan dan
kemanfaatan dari studi terdahulu/di negara lain)?
Tidak Ya
Nama
Peneliti: Judul
Penelitian:
Hasil
Penelitian:

Pengalaman yang terdahulu (sendiri atau orang lain) dari tindakan yang akan dilakukan
(apakah uji klinis pada manusia sudah pernah dilakukan, data keamanan dan
kemanfaatan studi terdahulu/di negara lain):
Tidak Ya
Nama
Peneliti:
Judul
Penelitian:
Hasil
Penelitian:

10. Proses Uji Klinis


a) Pemberian intervensi (regimen dosis, tindakan invasif, obat pembanding,
plasebo):

b) Penetapan indikator outcame

c) Interim analisis:

d) Prosedur penghentian uji klinis:

e) Perkiraan waktu penelitian yang diperlukan untuk satu subjek: …………


(menit/ jam/ hari/minggu/bulan/tahun)

f) Masalah etik (nyatakan pendapat anda tentang masalah etik yang mungkin
akan dihadapi):
• Respect for person (menghormati harkat dan martabat manusia):
• Beneficence (bermanfaat) non-maleficence (tidak merugikan):
• Justice(keadilan):
11. Adverse Event (AE) yang pernah terjadi sebelumnya (diisi bila ditemukan kasus)
a. Pencatatan (apa saja yang teíjadi pada subjek dan lainnya saat menerima
perlakuan):

b. Analisis:

c. Emergency resque system

d. Penghentian subjek dalam penelitian akibat adverse event.


12. Informasi Tentang Bahan Coba:
a. Efikasi:

b. Keamanan:
13. Bila penelitian ini menggunakan subjek manusia, apakah biaya penanggulangan efek
samping menjadi tanggung jawab penelitian ini? Tidak Ya

- Bila ya, tanggung jawab pasca penelitian (capacity building, manfaat bagi komunitas
lokal,kelanjutan terapi pada subjek, dll.)

- Apakah subjek diasuransikan?


Tidak Ya Bila ya,
sebutkan lembaga asuransinya:
Bila ya, apakah asuíansi menanggung risiko teíkait penelitian? Tidak Ya
14. Jika menggunakan sampel biologis apakah akan dikirim ke luar negeri?
Tidak Ya, sebutkan Negara tujuan dan lampirkan Material Trasfed
Agrement(MTA)!
C. Proses Mendapatkan Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)/ Informed Consent (IC)

1. Kepada Siapa PSP Individu Kelompok Wali


Dijelaskan:
2. a. Siapa yang memberikan penjelasan?
b. Kapan akan dijelaskan?
c. Apakah subjek diberi waktu cukup untuk
membuat
keputusan?
d. Siapa yang menandatangani PSP?
e. Siapa yang menyaksikan penandatanganan PSP?

3. Masalah etik yang mungkin akan dihadapi subjek


a. Risiko penelitian
1. Menggangu kegiatan pelayanan kesehatan Ya Tidak
Rutin
2. Menimbulkan efek samping terhadap subjek Ya Tidak
3. Bertentangan dengan norma dan Ya Tidak
adat istiadat
Setempat
4. Terjadi kerugian ekonomi dan stigmatisasi Ya Tidak
Subjek
b. Manfaat untuk ikut serta
1. Pengetahuan baru bertambah Ya Tidak
2. Mendapatkan pelayanan kesehatan Ya Tidak
3. Kompensasi Uang tunai
Barang
Asuransi
c. Memengaruhi secara berlebihan coercion
1. Hubungan antara Ketua Peneliti dan subjek Tidak Ada
2. Bila ada: Dokter--pasien Guru/dosen- Atasan-bawahan Lain-lain
murid/mahasiswa
d. > Jika penelitian ini menggunakan orang sehat, jelaskan cara pemeriksaan
kesehatannya:

> Jika penelitian ini menggunakan orang sakit, jelaskan cara mendiagnosis
dan nama dokter yang bertanggung jawab!
D. Pernyataan

1. Pernahkah ketua pelaksana penelitian terlibat/ dihukum karena tindak kriminal/ disiplin oleh
masyarakat atau organisasi kedokteran swasta/suatu badan yang berwenang?
Tidak Ya, jelaskan

2. Berapa lama data penelitian akan disimpan oleh Peneliti Utama ? …. tahun setelah
penelitian
Selesai
3. Apa tindakan pencegahan yang dilakukan untuk menjaga kerahasian data kesehatan?

Dokumen/ berkas penelitian akan disimpan pada lokasi yang aman dan hanya
dapat diakses oleh petugas yang terlibat dalam penelitian
Data dikomputer hanya diperuntukkan bagi petugas yang teílibat dalam
penelitian dan
dapat diakses dengan menggunakan password dan akses pribadi
Sebelum mengakses setiap informasi yang berkaitan dengan penelitian, petugas
harus menandatangani formulir pernyataan persetujuan untuk melindungi
keamanan dan kerahasiaan informasi kesehatan subjek
Sebelum membuka berkas penelitian, petugas harus menandatangani persetujuan
untuk
menjaga kerahasiaan dokumen
Apabila memungkinkan, indentifikasi subjek penelitian dihapus (anonim) dari
informasi yang berhubungan dengan penelitian
Lainnya, jelaskan

4. Isi formulir ini akan saya pertanggungjawabkan dan akan dilaksanakan sesuai dengan
proposal/usulan penelitian yang diajukan serta sesuai dengan prinsip etika penelitian.

Medan,
Mengetahui,

Pembimbing I. Peneliti Utama ,

( ) ( )
LAMPIRAN 4
Formulir Survei/Registri/Epidemiologi-Humaniora/Sosial-Budaya/BBT & Nonklinis

lainnya

No.:
A. Informasi Umum
1. Peneliti Utama (gelar dan nama) Nur Amri Sari Harahap, S.K.M

Keahlian/Spesialisasi Calon Promotor Handal


Jabatan/Kedudukan Mahasiswa
Telp. Rumah: HP:085269853838 email:
nuramri.sari96@gmail.com

2. Asal Instansi Fakultas Kesehatan Masyarakat Telp. 061-8213221


Universitas Sumatera Utara. Kantor. Jl. Universitas
Prodi S2 USU no 21. Kampus USU
e-mail.fkm@usu.ac.id
Sponsor -
Clinical Monitor -
Pembimbing/Peneliti Lain: Dr. Drs.R.Kintoko Rochadi, Dr.Ir. Zulhaida Lubis,
M.K.M M.Kes
3. Judul Penelitian: faktor pendorong dan Penghambat Perilaku Pengasuhan anak sunting di
kabupaten padang Lawas tahun 2023
4. Penelitian multisenteí: Senter Penelitian Utama: Senter Penelitian Satelit:
Ya Bukan
5. Penelitian:
Bukan kerja sama Kerjasama nasional Kerjasama Internasional, jumlah
negara:
sebutkan
:
Melibatkan Ketua Peneliti asing (lampirkan izin):
6. Diisi Apabila Melibatkan Ketua Peneliti Asing
No. Nama, gelar, intitusi Ketua Tugas & fungsi Telp., Fax,HP,e-mail:
Peneliti asing
1.
2.
3.
7. Tempat Penelitian (Sebutkan nama rumah sakit, ruang perawatan, poliklinik, atau
tempat pelayanan kesehatan lainnya): Puskemas Sadabuan

8. Rencana waktu Penelitian: Mulai: 30/01/2023 Selesai: 10/02/2023

9. Waktu Pengumpulan Data mulai: 30/01/2023


10. Apakah Protokol Ini Pernah Diajukan Ya Diteima DitolakBila
keKomite Etik Lain? ya, lampir fotocopy dokumen:
Tidak

11. Alokasi dan Rincian Dana Penelitian: Biaya Pribadi (Kurang lebih Rp.3.000.000,-)
B. Penelitian Survei/Registri/Epidemiologi-Humaniora/Sosial-Budaya/BBT &
Non klinis lainnya
B.1. Metode Penelitian
1. Ringkasan usulan penelitian mencakup alasan/motivasi dilakukannya penelitian,
tujuan/objektif dan manfaat penelitian, serta risiko yang mungkin timbul disertai cara
mengatasinya (ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami oleh orang yang bukan
dokter):
Alasan/Motivasi Dilakukannya Penelitian:
Angka stunting di Kabupaten Padang Lawas masih sangat tinggi yakni 42,0 persen. Hal ini
menunjukkan hampir setengah prevalensi anak di Kabupaten Padang Lawas akan dikhawatirkan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak. Pengasuhan dapat dilakukan oleh orang
tua dan pada umumnya di lakukan oleh ibu. Pengasuhan anak juga mencakup perawatan kesehatan,
pemenuhan gizi, dan pemenuhan stimulasi agar anak dapat berkembang secara optimal. Perilaku
pengasuhan yang berkualitas mampu menekan dan mengurangi kasus stunting akibat kekurangan gizi
pada anak-anak usia dini. Fakta dilapangan menunjukkan di Kabupaten Padang Lawas perilaku
pengasuhan pada anak stunting belum diterapkan dengan baik. Berdasarkan permasalahan tersebut
peneliti ingin mengeksplorasi lebih dalam perilaku pengasuhan ibu pada anak stunting dilihat dari
fakto pendorong dan penghabat perilaku pengasuhan tersebut.

Tujuan Penelitian: Tujuan dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi faktor pendorong dan
penghambat perilaku pengasuhan anak stunting di Kabupaten Padang Lawas
Manfaat Penelitian:
1. Untuk Dinas Kesehatan dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana l (PPKB)
Kabupaten Padang Lawas yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
penanggulangan, pencegahan serta penurunan kejadian stunting di Kabupaten Padang
Lawas.
2. Bagi peneliti dapat menambah wawasan, memperluas pengetahuan dan mengasah
kemampuan dalam menganalisis suatu permasalahan kesehatan di masyarakat

2. Jenis dan Ob Obseívasi Eksploíatif √ Kualitatif/Etnogíafis


desain Participatory
Penelitian
Deskriptif Studi Kasus
Seri Kasus
Potong lintang
Registíi
Analitik Korelasi
Kasus Kontrol
Kohort
Kualitatif Studi Eksperimental Eksperimental Semu
Eksperimental Murni
Mixed Triangulasi Design Aone-phased
Methods Conveígence
Data Tíansformation
Validating Quantitative Data
Multilevel
Embedded Design Embedded Eksperimental
Embedded Correlational

Explanatory Design Quan


EmphasizedQual
Emphasized
Exploratory Design Intrument Development
Taxonomy Development
3. Unit Sampel BBT-Linked
BBT-Unlinked
 Individu
Masyaíakat
Institusi
4. Sumber BBT Spesimen arsip penelitian sebelumnya (archived specimen)
Spesimen pemeriksaan klinis ((left oveír clinical specimen Lainnya
sebutkan:
5. Cara Berdasarkan besaran masalah dan presisi perkiraannya
Penetapan Berdasarkan jumlah kebutuhan minimal dalam kegiatannya:
Besar Participant observation
Sampel Indepth interview
Berdasarkan total populasi (sensus)
6. Cara a. Píobability Acak sederhana Acak sistematik Acak bertingkat
Penarikan Acak berstrata PPS Cluster Lain-lain sebutkan
Sampel b.Non Purposive Samples Quota Samples Shunk Samples
Probability Volunteer Samples Snow Ball
Judgemental Samples Lain-lain sebutkan:
7. Jenis data
Data Primer
Data Sekunder
8. Cara Pengumpulan data
Wawancara Pemeriksaan Laboratorium Penelusuran Dokumen
Pemeriksaan fisik Pengamatan
9. a) Perkiraan waktu yang diperlukan untuk wawancara atau pengukuran/pemeriksaan
terhadap satu subjek:kurang lebih 1 ½ jam(menit/ jam/ hari)
b) Masalah etik (nyatakan pendapat anda tentang masalah etik yang mungkin akan
dihadapi):
• Respectfor person(menghormati harkat dan martabat manusia):

• Benefience (bermanfaat) Non-malefience (tidak merugikan):

• Justice(keadilan):
10. Pengalaman yang Terdahulu (sendiri atau orang lain) dari Tindakan yang Akan Dilakukan:
Nama Peneliti:
Judul penelitian:
Hasil Penelitian:

11. Bagaimana Cara Memilih Subjek Penelitian


KriteriaInklusi:partisipan yang memiliki
anak stunting
Kriteria Eksklusi:
C. Proses Mendapatkan Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)/ InformedConsent(IC)

1. Kepada siapa PSP dijelaskan: Individu Kelompok Wali


2. a. Siapa yang memberikan penjelasan? Peneliti
b. Kapan akan dijelaskan? Sebelum melakukan wawancara
c. Apakah subjek diberi waktu cukup untuk membuat keputusan? Iya
c. Tempat memberikan penjelasan: Kantor/Rumah Sampel (Informan)
d. Siapa yang menandatangani PSP? Subjek (Informan)
e. Siapa yang menyaksikan penandatanganan PSP? Peneliti
3. Masalah etik yang mungkin akan dihadapi subjek
a. Risiko penelitian
1. Menggangu kegiatan pelayanan kesehatan rutin Ya Tidak
2. Menimbulkan efek samping terhadap subjek Ya Tidak
3. Beítentangan dengan norma, adat istiadat Ya Tidak
Setempat
4. Timbulnya kerugian ekonomi, stigmatisasi dari Ya Tidak
Subjek
b. Manfaat untuk ikut serta
1. Bertambahnya pengetahuan baru Ya Tidak
2. Mendapatkan pelayanan kesehatan Ya Tidak
3. Kompensasi Uang tunai
Barang
Asuransi

c. Mempengaruhi secara berlebihan (coercion)


1. Hubungan antara Ketua Peneliti dengan subjek Tidak Ada
2. Bila ada:
Dokter - pasien
Guru/dosen - murid/mahasiswa
Atasan - bawahan
Lain-lain
d. Jika penelitian ini menggunakan orang sehat, jelaskan cara pemeriksaan
kesehatannya:
Jika penelitian ini menggunakan orang sakit, jelaskan cara mendiagnosis dan
nama dokter yang bertanggung jawab.
D. Isi Penjelasan/ Informasi ke Subjek
1. Apakah Narasi dalam Persetujuan Setelah Penjelasan Subjek Menerangkan
Tentang:
a. Keterangan ringkasan penelitian Ya Tidak
b. Perlakuan yang diterapkan pada subjek Ya Tidak
c. Manfaat untuk subjek Ya Tidak
d. Bahaya potensial Ya Tidak
e. Hak untuk mengundurkan diri Ya Tidak
f. Adanya insentif untuk subjek (bila ada) Ya Tidak
g. Jenis insentif yang diberikan (bila ada) Ya Tidak
2. Pengambilan Spesimen (bila tidak, langsung ke poin 3)
a. Apakah ada spesimen yang diambil dari subjek Tidak Ya, sebutkan
b. Adakah keterangan jumlah spesimen yang diambil Ya Tidak
c. Adakah keterangan tentang frekuensi pengambilan Ya Tidak
d. Adakah keterangan tentang cara pengambilan Ya Tidak
e. Adakah keterangan tentang cara penanganan Ya Tidak
f. Adakah keterangan tentang risiko potensial Ya Tidak
pengambilan
g. Apakah ada tindakan invasif pada subjek Tidak Ya, sebutkan
3. Kerahasian Subjek
a. Adakah keterangan tentang kerahasian subjek? Ada
d. Adakah keterangan tentang kerahasian spesimen? Tidak
e. Adakah keterangan tentang kerahasian data? Tidak
E. Pernyataan
1. Pernahkah ketua pelaksana penelitian terlibat/dihukum karena tindak kriminal/disiplin oleh
masyarakat atau organisasi kedokteran swasta/suatu badan yang berwenang?
ľidak Ya, jelaskan:
2. Berapa lama data penelitian akan disimpan oleh Peneliti Utama ? Tidak ada batasan
tahun setelah penelitian selesai.

3. Apa tindakan pencegahan yang dilakukan untuk menjaga kerahasian data kesehatan?

Dokumen/berkas penelitian akan disimpan pada lokasi yang aman dan hanya
dapat diakses oleh petugas yang terlibat dalam penelitian
Data dikomputer hanya diperuntukkan bagi petugas yang terlibat dalam
penelitian dan dapat diakses dengan menggunakan password dan akses pribadi

Sebelum mengakses setiap informasi yang berkaitan dengan penelitian, petugas


harus menandatangani formulir pernyataan persetujuan untuk melindungi
keamanan dan kerahasiaan informasi kesehatan subjek
Sebelum membuka berkas penelitian, petugas harus menandatangani persetujuan
untuk menjaga kerahasiaan dokumen

Apabila memungkinkan, indentifikasi subjek penelitian dihapus (anonim) dari


informasi yang berhubungan dengan penelitian
Lainnya, jelaskan

4. Isi formulir ini akan saya pertanggungjawabkan dan akan dilaksanakan sesuai dengan
proposal/usulan penelitian yang diajukan serta sesuai dengan prinsip etika penelitian.
FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT PERILAKU
PENGASUHAN ANAK STUNTING DI KABUPATEN PADANG
LAWAS TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh

NUR AMRI SARI HARAHAP


NIM. 207032038

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
i
Daftar Isi
Halaman

Halaman Persetujuan...........................................Error! Bookmark not defined.


Daftar Isi................................................................................................................ii
Daftar Tabel..........................................................................................................iii
Daftar Gambar......................................................................................................iv
Daftar Lampiran.....................................................................................................v
Daftar Istilah.........................................................................................................vi

Pendahuluan...........................................................................................................1
Latar Belakang.......................................................................................................1
Perumusan Masalah...............................................................................................7
Tujuan Penelitian...................................................................................................8
Manfaat Penelitian.................................................................................................8
Tinjauan Pustaka....................................................................................................9
Definisi Perilaku....................................................................................................9
Perilaku Kesehatan..............................................................................................10
Domain Perilaku..................................................................................................11
Defenisi Pola Asuh..............................................................................................12
Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh...............................................................13
Tipe Pola Asuh....................................................................................................13
Pengertian Stunting..............................................................................................16
Pengukuran Stunting............................................................................................18
Penyebab Stunting pada Balita............................................................................19
Dampak Stunting.................................................................................................28
Upaya Penanganan Stunting ................................................................................30
Landasan Teori....................................................................................................30
Kerangka Pikir Penelitian....................................................................................31
Metode Penelitian................................................................................................39
Jenis Penelitian....................................................................................................39
Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................................39
Lokasi penelitin....................................................................................................39
Waktu penelitian..................................................................................................39
Informan Penelitian..............................................................................................39
Definisi Konsep...................................................................................................41
Metode Pengumpulan Data.................................................................................42
Metode Analisis Data..........................................................................................45
Triangulasi...........................................................................................................47
Daftar Pustaka......................................................................................................49
Lampiran..............................................................................................................54

ii
Daftar Tabel
No Judul Halaman

1 Informan Penelitian 41

iii
Daftar Gambar
No Judul Halaman

1 Kerangka Teori 37

2 Kerangka Pikir Penelitian 38

iv
Daftar Lampiran
No Judul Halaman

1 Permintaan Menjadi Informan 52

2 Informed Consent 53

3 Pedoman Wawancara Ibu 54

4 Pedoman wawancara pada petugas 58

kesehatan

5 Pedoman Wawancara Kader 62

6 Pedoman Wawancara tokoh 66

mayarakat/toga

v
Daftar Istilah
Stunting : Anak Pendek dan Sangat Pendek
UNICEF : United Nations Children’s Fund
SSGI : Studi Status Gizi Indonesia
WHO : World Health Organization
HKP : Hari Pertama Kelahiran
MP-ASI : Makanan Pendamping ASI
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
MCK : Mandi Cuci Kakus
IMD : Inisiasi Menyusui Dini
SDIDTK : Stimulus Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang
KB : Keluarga Berencana
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
KIE : Komunikasi Informasi dan Edukasi
TB/U : Tinggi Badan menurut Umur
PB/U : Panjang Badan menurut Umur

vi
vii
Pendahuluan

Latar Belakang

Anak adalah sumber daya yang paling berharga untuk masa depan

bangsa. Keberadaan anak merupakan suatu aset untuk mewujudkan

kualitas dan keberlangsungan bangsa. Berdasarkan data dari United

Nations Children’s Fund (UNICEF), Indonesia menempati posisi keempat

dengan populasi anak terbesar di dunia yaitu sebanyak 80 juta jiwa

(UNICEF, 2020).

Anak sebagai generasi penerus bangsa harus dipersiapkan sejak

dini dengan upaya yang tepat, terencana, intensif dan berkesinambungan

agar tercapai kualitas tumbuh kembang, fisik, mental, sosial, dan spiritual

yang tinggi. Salah satu upaya mendasar untuk menjamin pencapaian

tertinggi dalam tumbuh kembang anak adalah pemenuhan gizi anak, akan

tetapi kenyataannya masih banyak permasalahan gizi yang dialami oleh

anak-anak di Indonesia.

Salah satu masalah gizi yang dialami oleh anak-anak di Indonesia

adalah masalah stunting, bahkan sekarangpun merupakan masalah yang

paling tinggi dibandingkan masalah gizi lainnya. Fakta dari data Studi

Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan bahwa kasus stunting di

Indonesia selalu menempati urutan tertinggi jika dibandingkan dengan

masalah gizi buruk dan obesitas. Menurut data World Health Organization

(WHO) Indonesia termasuk negara ketiga dengan prevalensi balita stunting

tertinggi di Asia Tenggara (WHO dalam Millati dkk, 2021a).

1
2

Kasus stunting merupakan masalah global yang tidak hanya terjadi

di Indonesia, World Health Organization (WHO) mengestimasi prevalensi

balita stunting di dunia yaitu 22 persen atau sebanyak 149,2 juta balita

pada tahun 2020 Indonesia yang berada di Regional Asia Tenggara masih

memiliki prevalensi stunting tinggi dari prevalensi stunting dunia yakni

24,4 persen (WHO, 2022).

Tren stunting sudah mengalami penurunan setiap tahunnya dimana pada

tahun 2019 prevalensi stunting 27,67 persen, kemudian di tahun 2020 prevalensi

stunting diperkirakan sebanyak 26,9 persen dan pada tahun 2021 prevalensi

stunting sebanyak 24,4 persen (Kementerian Kesehatan, 2021). World Health

Organization (WHO, 2010) telah menetapkan ambang batas stunting yakni pada

skala prevalensi baik (< 20%), sedang (20%-29%), tinggi (30%-39%), dan sangat

tinggi (>40%), sedangkan di Indonesia masih tedapat 27 Provinsi yang termasuk

dalam kategori tinggi (stunting >30%). Berdasarkan skala tersebut dapat

disimpulkan bahwa Indonesia masih memerlukan perhatin khusus walaupun tren

setiap tahunnya telah mengalami penurunan kejadian stunting.

Stunting didefinisikan sebagai kondisi gagal pertumbuhan tubuh dan otak

pada anak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama, mulai dari usia janin

dalam kandungan hingga awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran).

Dampaknya anak akan lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki

keterlambatan dalam berpikir (Kementerian Kesehatan, 2018). Berdasarkan

pengukuran antropometri yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak,


3

dikatakan anak stunting apabila hasil pengukuran panjang/tinggi badan menurut

umur (PB/U atau TB/U) menunjukkan nilai Z-score (<-2 SD) s.d (<-3 SD) dari

standar WHO

Kekurangan gizi dalam waktu lama disebabkan rendahnya akses terhadap

makanan yang bergizi, asupan vitamin dan mineral yang rendah, buruknya

keragaman pangan dan sumber protein hewani. Selain itu ibu yang masa

remajanya kekurangan nutrisi, bahkan sampai masa kehamilan dan laktasi akan

sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak yang menyebabkan

anak menjadi stunting (Kementerian Kesehatan, 2018). Menurut UNICEF

penyebab stunting terdiri atas penyebab langsung dan pengebab tidak langsung.

Secara gambaran teori yang dikemukakan penyebab tidak langsung yaitu

ketahanan pangan, pengasuhan yang tidak baik, pelayanan kesehatan dan sanitasi

akam mempengaruhi penyebab tidak langsung yakni asupan makan dan penyakit

infeksi (UNICEF, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Doy dkk. (2021) faktor

penyebab kejadian stunting yang berkaitan dengan pengasuhan antara lain

kurangnya pengetahuan orang tua tentang stunting, rendahnya asupan gizi saat

hamil dan setelah melahirkan, imunisasi yang tidak lengkap pada anak, pemberian

ASI eksklusif dan MP-ASI setelah anak berusia enam bulan, askes terhadap air

bersih dan sanitasi dalam keluarga.

Pengasuhan dimanifestasikan dalam beberapa aktivitas yang biasa

dilakukan oleh ibu seperti praktek pemberian makan, praktek sanitasi dan

perawatan kesehatan anak yang akan berdampak besar bagi kesehatan anak

dimasa mendatang. Pada hasil penelitian Nurdin dkk. (2019) menunjukkan bahwa
4

balita yang memiliki riwayat pengasuhan kurang beresiko 3,9 kali lebih besar

untuk mengalami stunting dibandingkan dengan balita yang pengasuhan baik.

Menurut Millati dkk (2021b) aktifitas pengasuhan dalam pencegahan

stunting dibagi dalam empat kebiasaan yaitu kebiasaan dalam pemberian makan,

kebiasaan perawaran anak, kebiasaan kebersihan, dan kebiasaan mendapat

pelayanan kesehatan bagi anak. Keempat hal tersebut dapat diwujudkan dalam

kegiatan pemberian ASI dan MPASI bagi anak, pemberian makanan bergizi,

pemberian rangsangan psikososial, penerapan peraktek kebersihan lingkungan,

dan perilaku hidup sehat serta perawatan kesehatan anak melalui imunisasi,

pengobatan penyakit dan akses ke pelayanan kesehatan. Fakta di lapangan

menunjukkan bahwa masih banyak orang tua yang belum sepenuhnya mampu

mengasuh anak dengan baik, terutama dalam pemberian ASI dan MPASI.

Berdasarkan data dari SSGI bayi umur 0-5 bulan yang ASI eksklusif mengalami

penurunan dari tahun 2018 sebanyak 58,2 persen menurun menjadi 48,6 persen

tahun 2021, selain itu pemantauan tinggi atau panjang badan dan berat badan pada

anak usia dibawah dua tahun (baduta) juga mengalami penurunan dalam

pencapaiannya (Kementerian Kesehatan, 2021).

Menurut Adventus dkk (2020) perilaku pengasuhan disebabkan oleh faktor

internal dan eksternal. Faktor internal yaitu karakteristik orang tua yang

bersangkutan yang bersifat given atau bawaan seperti tingkat kecerdasan,tingkat

emosional,jenis kelamin, dan sebagainya, sedangkan faktor eksternal yaitu

lingkungan sekitar baik lingkungan fisik, sosial,budaya, ekonomi, politik, dan

sebagainya.
5

Permasalahan stunting sangat berpengaruh pada kualitas hidup anak dan

akan memberi dampak pada sumber daya yang kompeten dimasa yang akan

datang serta berpengaruh pada peningkatan ekonomi. Pada umumnya, anak-anak

yang mengalami stunting akan mengalami hambatan dalam perkembangan

kognitif dan motoriknya sehingga akan berdampak pada produktivitasnya ketika

dewasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Daracantika dkk (2021)

menunjukkan anak yang mengalani stunting pada dua tahun kehidupan berpeluang

memiliki IQ nonverbal dibawah 89 dan IQ lebih rendah 4,57 kali dibandingkan

dengan IQ anak yang tidak stunting.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai program sebagai upaya

dalam penurunan stunting, salah satunya melalui program Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kelahiran

(Gerakan 1000 HPK). Upaya ini juga diperkuat dengan Srategi Nasional

Percepatan penurunan stunting yang tercantun dalam Peraturan Presiden Nomor

72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting yang bertujuan untuk

menurunkan prevalensi stunting, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan

berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh,

meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan serta meningkatkan akses air

minum dan sanitasi. Upaya pemerintah juga sudah terbukti dilihat dari penurunan

stunting setiap tahunnya, namun stunting memang bukan permasalahan yang

dapat diselesaikan secara instan, bahkan solusi stunting masing-masing daerah

bisa berbeda disesuaikan dengan kondisi daerah tersebut.

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang angka


6

prevalensi stunting dengan kategori tinggi. Hasil SSGI pada tahun 2021 mencatat

bahwa Sumatera Utara berada di peringkat 17 dari keseluruhan Provinsi di

Indonesia dengan prevalensi 26,8 persen. Sumatera Utara terdapat 13 kabupaten/

kota yang berada pada status merah dengan angka stunting di atas 30 persen.

Salah satu kabupaten/kota yang berada pada status merah adalah

Kabupaten Padang Lawas dengan prevalensi stunting mencapai 42,0 persen

(SSGI, 2021). Hal ini merupakan keadaan yang sangat memprihatinkan, dimana

peningkatan kualitas manusia di Indonesia merupakan salah satu misi

sebagaimana tertera pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2020-2024 dengan salah satu indikator dan target yakni penurunan

stunting yang signifikan menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan untuk menggali faktor penyebab

tingginya angka stunting di Kabupaten Padang Lawas, melalui wawancara dengan

penanggung jawab stunting di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana (PPKB) Kabupaten Padang Lawas mengatakan bahwa upaya dalam

penurunan stunting telah dilakukan semaksimal mungkin, berpedoman pada

pelaksanaan intervensi penurunan stunting yakni intervensi spesifik dan intervensi

sensitif. Penanggung jawab stunting di Kabupaten Padang Lawas juga

mengatakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi tingginya angka

stunting pada daerah tersebut yaitu tingginya angka kelahiran anak, keadaan

sanitasi dan air bersih, dan perilaku pengasuhan anak yang lebih menerapkan

pengasuhan turun temurun atau berdasarkan budaya.

Peneliti juga melakukan survei awal pada ibu yang memiliki anak stunting
7

dari enam ibu yang memiliki anak stunting di Kabupaten Padang Lawas

khususnya wilayah tertinggi stunting didapatkan hasil wawancara sebanyak tiga

balita tidak diberikan kolostrum disebabkan pemikiran orangtua bahwa ASI yang

pertama kali keluar adalah susu basi dan tiga balita memiliki riwayat pemberian

ASI tidak eksklusif dimana anak sudah diberikan susu formula karena ASI yang

keluar masih sedikit dan ASI lama keluar, salah satu ibu juga telah memberikan

anak air tajin pada anak baru lahir oleh neneknya karena sudah menjadi kebiasaan

turun temurun. perilaku ibu yang cenderung membiarkan anaknya mengkonsumsi

makanan yang disukai anak. Kurangnya kesadaran ibu dalam pemanfaatan

pelayanan kesehatan untuk memantau tumbuh kembang dan kesehatan anak,

masih terdapat anak yang tidak imunisasi dasar lengkap dan pola pikir ibu yang

beranggapan bahwa anak yang pendek bukanlah masalah kesehatan melainkan

keturunan dan anak dibawa ke pelayanan kesehatan ketika anak telah sakit.

Berdasarkan permasalahan diatas peneliti ingin mengeksplorasi lebih

dalam faktor pendorong dan penghambat perilaku pengasuhan anak stunting di

Kabupaten Padang Lawas.

Perumusan Masalah

Angka stunting di Kabupaten Padang Lawas masih sangat tinggi yakni

42,0 persen. Hal ini menunjukkan hampir setengah prevalensi anak di Kabupaten

Padang Lawas akan dikhawatirkan mengalami gangguan pertumbuhan dan

perkembangan otak.

Pengasuhan dapat dilakukan oleh orang tua dan pada umumnya di lakukan

oleh ibu. Pengasuhan anak juga mencakup perawatan kesehatan, pemenuhan gizi,
8

dan pemenuhan stimulasi agar anak dapat berkembang secara optimal. Perilaku

pengasuhan yang berkualitas mampu menekan dan mengurangi kasus stunting

akibat kekurangan gizi pada anak-anak usia dini. Fakta dilapangan menunjukkan

di Kabupaten Padang Lawas perilaku pengasuhan pada anak stunting belum

diterapkan dengan baik.

Berdasarkan permasalahan diatas peneliti ingin mengeksplorasi lebih

dalam perilaku pengasuhan ibu pada anak stunting dilihat dari aspek pendorong

dan penghambat di Kabupaten Padang Lawas.

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi faktor pendorong dan

penghambat perilaku pengasuhan anak stunting di Kabupaten Padang Lawas

Manfaat Penelitian

1. Untuk Dinas Kesehatan dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana (PPKB) Kabupaten Padang Lawas yang dapat dijadikan sebagai

bahan masukan dalam penanggulangan, pencegahan serta penurunan kejadian

stunting di Kabupaten Padang Lawas.

2. Bagi peneliti dapat menambah wawasan, memperluas pengetahuan dan

mengasah kemampuan dalam menganalisis suatu permasalahan kesehatan di

masyarakat
Tinjauan Pustaka

Definisi Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas kegiatan

organismen (makhluk hidup) yang bersangkutan. Sehingga yang dimaksud

dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini terjadi melalui proses adanya

stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons.

Berdasarkan stimulus tersebut maka perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua

yaitu perilaku tertutup (covert behavior)dan perilaku terbuka (Adventus dkk,

2020).

Perilaku tertutup (covert behavior). Respons seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Repons atau reaksi terhadap

stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi pengetauan/kesadaran, dan sikap

yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut covert behavior atau

unobservable behavior, misalnya: seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa

kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui

hubungan seks, dan sebagainya. Bentuk perilaku tertutup lainnya adalah sikap,

yakni penilaian terhadap objek

9
10

Perilaku terbuka (overt behavior). Respons seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah

dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior,

tindakan nyata atau praktik (practice). Misal: seorang ibu memeriksakan

kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi, penderita

TB paru minum obat secara teratur, dan sebaginya.

Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang atau organisme

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan. Dari batasan ini,

perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Adventus dkk, 2020) :

Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintanance). Merupakan

perilaku atau usaha – usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan

agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu,

perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri bebeapa aspek yang dijelaskan sebagai

berikut:

1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif,

maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai

tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.


11

3. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat

memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya

makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunya kesehatan

seseorang , bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung

pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

Perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Perilaku ini adalah

menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau

kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self

treatment), pengobatan alternatif, pengobatan kesehatan tradisional sampai

mencari pengobatan ke luar negeri.

Perilaku kesehatan lingkungan. Bagaimana seseorang merespons

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun social budaya, dan sebagainya,

sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan

perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak

mengganggu kesehatan sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Misalnya

bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah,

pembuangan limbah, dan sebagainya.

Domain Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus

atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons

sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang,

namun respons setiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons


12

terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku

ini dapat dibedakan menjadi dua (Adventus dkk, 2020), yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan , baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering

merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Defenisi Pola Asuh

Pola asuh atau sering disebut parenting merupakan pola perilaku yang

diterapkan terhadap anak yang bersifat relatif dari waktu ke waktu yang dapat

dirasakan oleh anak dari segi positif dan negatif (Subagia, 2021). Secara

sederhana parenting adalah proses pendidikan, pembelajaran, dan pembentukan

anak menuju masa depannya, maka penting untuk dipahami dan dikuasai dengan

sebaik-baiknya (Surbakti dalam Subagia, 2021).

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak,

model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.

Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan

mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih dan

sebagainya) dan memimpin (mengepalai dan

menyelenggarakan) satu badan atau lembaga (kementerian

Pendidikan dan Budaya, 2016)


13

Menurut Kementerian Kesehatan (2018) stunting tidak

hanya disebabkan kurangnya makanan bergizi yang cukup

tetapi juga disebabkan praktek pengasuhan yang tidak baik.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Widyaningsih dkk,

(2018) yang menyatakan 51,2 persen balita stunting memiliki

pengasuhan yang kurang baik. Pengasuhan yang kurang baik

tersebut berkaitan dengan praktek pemberian makan pada

balita dimana ibu cenderung memiliki kebiasaan menunda

memberikan makanan dan kurang memperhatikan kebutuhan

gizi anak, sehingga memiliki resiko delapan kali lebih besar

untuk mengalami stunting.

Menurut millati, dkk (2021b) aspek pengasuhan yang

baik dalam pencegahan stunting dibagi dalam empat kebiasaan

yaitu kebiasaan pemberian makan, kebiasaan pengasuhan,

kebiasaan kebersihan dan kebiasaan mendapatkan pelayanan

kesehatan bagi anak. Keempat hal tersebut dapat diwijudkan

dalam kegiatan pemberian ASI dan MPASI, pemberian makan

bergizi dengan menu seimbang sesuai umur, pemberian

rangsangan psikososial melalui interaksi positif dan

keterikatan anak dengan pengasuh utama, penerapan praktek

kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat, perawatan

kesehatan anak melalui imunisasi, pengobatan penyakit dan

akses.
14

Tipe Pola Asuh

Menurut Santrock dalam Nufus dan Adu (2020) pengasuhan terbagi tiga

dijelaskan sebagai betikut:

Pola asuh otoriter. Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung

membatasi, bersifat menghukum, mendesak anak untuk mengikuti petunjuk orang

tua, dan orang tua memegang kendali penuh dalam mengontrol anak, dan hanya

melakukan sedikit komunikasi verbal. Orang tua yang bersikap otoriter dan

memberikan kebebasan penuh menjadi pendorong bagi anak untuk berperilaku

agresif. Orang tua tidak mendukung anak untuk membuat keputusan sendiri,

selalu mengatakan apa yang harus dilakukan anak, tanpa menjelaskan mengapa

anak harus melakukan hal tersebut. Akibatnya anak kehilangan kesempatan untuk

belajar bagaimana mengendalikan perilakunya sendiri. Ada larangan-larangan

yang diberlakukan orang tua yang tidak masuk akal, seperti tidak boleh bermain

di luar rumah. Pola asuh otoriter ini dapat membuat anak sulit menyesuaikan diri.

Ketakutan anak terhadap hukuman membuat anak menjadi tidak jujur dan licik.

Pola asuh liberal/permissive. Orang tua cenderung memanjakan,

mengijinkan anak melakukan apapun yang diinginkan. Pola asuh ini menjadi dua

yaitu neglectful parenting dan indulgent parenting. Pola asuh neglectful yaitu bila

orang tua sangat tidak peduli dan tidak mau terlibat dalam kehidupan anak. Pola

asuh seperti ini akan menghasilkan anak yang kurang memiliki kompetensi sosial,

terutama karena adanya kecenderungan kontrol diri yang kurang. Sedangkan pola

asuh indulgent yaitu bila orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, namun

hanya memberikan kontrol dan tuntutan yang sangat minim atau selalu menuruti
15

kemauan anak dan cenderung terlalu membebaskan sehingga mengakibatkan

kompetensi sosial tidak kuat.

Pola asuh demokratis. Pola asuh yang memberikan dorongan pada anak

untuk mandiri namun tetap menerapkan berbagai batasan yang akan mengontrol

perilaku anak. Orang tua dan anak saling memberi, saling menerima,

mendengarkan dan didengarkan. Dengan pola asuh ini orang tua menggunakan

penjelasan, diskusi dan alasan dalam mendidik dan bertingkah laku, ada hukuman

dan ganjaran untuk perilaku yang tidak sesuai. Dengan kata lain pengasuhan anak

denga tipe ini akan menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dan

orang tua. Anak yang diasuh dengan tipe ini akan memiliki sikap mandiri, memiki

kepercayaan diri, imajinatif, mudah beradaptasi dan disukai banyak orang dan

memiliki kecerdasan emosional berderajat tinggi.

Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Nufus dan Adu (2020) mengatakan bahwa Faktor-

faktor yang mempengaruhi pola asuh dijelaskan sebagai

berikut:

Faktor sosial ekonomi. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa orang

tua yang berasal dari kelas ekonomi menengah cenderung lebih bersifat hangat

dibanding orang tua yang berasal dari kelas sosial ekonomi bawah. Pendapatan

rumah tangga sangat mempengaruhi daya beli keluarga terhadap bahan pangan

yang akhirnya berpengaruh terhadap keadaan gizi baik stunting maupun normal

terutama anak karena pada masa itu diperlukan banyak zat gizi untuk

pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan hasil penelitianyang


16

dilakukan di Kota Banda Aceh, disimpulkan bahwa rendahnya pendapatan sebuah

keluarga merupakan rintangan yang menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu

membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan (Rahmad & Miko, 2016).

Penelitian lain juga menjelaskan tingkat pendapatan keluarga memiliki hubungan

yang bermakna dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas

Kecamatan Padang Timur Kota Padang (Setiawan dkk., 2018).

Faktor tingkat pendidikan. Dalam masyarakat dimana proporsi ibu

berpendidikan tinggi, memungkinkan untuk menyediakan sanitasi yang lebih baik,

pelayanan kesehatan dan saling berbagi pengetahuan, informasi mengenai

kesehatan. Dalam berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa pendidikan orang

tua sangat berpengaruh terhadap kejadian stunting (Vonaesch dkk., 2017).

Pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pengasuhan anak, karena dengan

pendidikan yang tinggi pada orang tua akan memahami pentingnyaperanan

orangtua dalam pertumbuhan anak.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003,

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat bangsa dan negara (Undang-Undang RI, 2003).

Pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pengasuhan anak, karena

dengan pendidikan tinggi pada orang tua akan memahami pentingnya peranan

orang tua dalam pertumbuhan anak. Selain itu, dengan pendidikan yang baik,
17

diperkirakan memliki pengetahuan gizi yang baik pula. Ibu dengan pengetahuan

gizi yang baik akan tahu bagaimana mengolah makanan, mengatur menu

makanan, menjaga mutu dan kebersihan makanan dengan baik (Anisa, 2012).

Sosial budaya. Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan budaya,

mempunyai kondisi sosiobudaya yang beraneka ragam. Sosiobudaya yang

merupakan hubungan manusia dengan manusia, sering dipengaruhi oleh mitos,

norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan yang berkaitan dengan pola budaya dan

merupakan efek dari berbagai akses, yang dapat berupa akses pangan, akses

informasi dan akses pelayanan serta modal yang dipunyai. Kondisi ini

memunculkan bentuk pengasuhan yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi.

pengasuhan atau perawatan adalah perilaku-perilaku dan praktek-praktek pemberi

perawatan (ibu, saudara sedarah, ayah dan penyedia layanan perawatan anak)

untuk menyediakan makanan, perawatan kesehatan, stimulasi dan dukungan

semangat yang penting bagi tumbuh kembang anak yang sehat. Sehingga kondisi

sosiobudaya yang beraneka ragam, akan berpengaruh terhadap pengasuhan yang

berbeda-beda dan perlu mendapat perhatian berkaitan dengan prevalensi gizi

buruk yang terjadi (Engle & Lhotska, 1999).

Pengertian Stunting

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak

yang disebabkan oleh kekurangan gizi, infeksi yang sering terjadi, serta stimulasi

psikososial yang tidak adekuat. Anak-anak dianggap stunting jika tinggi badan

menurut usia mereka lebih dari dua standar deviasi dibawah median standar

pertumbuhan anak (WHO, 2015). Malnutrisi dapat terjadi sejak bayi dalam
18

kandungan sampai pada masa awal kehidupan, namun baru terlihat setelah anak

berusia dua tahun, oleh karena itu pemenuhan gizi ibu atau anak merupakan faktor

penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak (Rahayu dkk, 2018)

Stunting pada anak menjadi masalah karena

berhubungan dengan peningkatan resiko kesakitan dan

kematian, gangguan perkembangan otak, gangguan motorik,

dan terhambatnya mental anak. Pertumbuhan janin yang

kurang optimal atau pada masa 1000 HPK memiliki dampak

jangka panjang jika tidak didukung oleh faktor eksternal

(setelah lahir), sehingga dapat menjadi permanen dengan

perawakan pendek pada usia remaja (Rahayu dkk, 2018).

Pertumbuhan yang lambat hingga usia dua tahun atau

selama 1000 hari pertama kehidupan memiliki konsekuensi

fungsional yang merugikan bagi anak-anak. Konsekuensi yang

dihadapi yanki kognisi dan kinerja yang buruk, pendidikan

yang buruk, upah orang dewasa yang rendah, produktivitas

rendah, dan peningkatan resiko penyakit kronis dimasa dewasa

(WHO, 2015).

Pengukuran Stunting

Panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan

menurut umur (TB/U) adalah pengukuran antropometri yang

digunakan untuk menilai status stunting. Panjang badan yang

diukur secara antropometri menggambarkan pertumbuhan


19

yang skeletal. Pada kondisi normal, panjang tubuh bertambah

seiring bertambahnya umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak

sama dengan berat badan, relatif kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat. Pengaruh

kekurangan zat gizi terhadap panjang badan akan terlihat

dalam waktu yang relatif lama (Rahayu dkk, 2018).

Pengukuran panjang badan atau tinggi badan disertai

dengan pencatatan usia (PB/U atau TB/U). Tinggi badan atau

panjang badan diukur dengan menggunakan alat ukur

stadiometer holtain/mikrotoice untuk anak yang bisa berdiri

dan baby lenght board untuk anak yang belum bisa berdiri.

Pengukuran indeks PB/U atau TB/U dapat mengidentifikasi

anak-anak yang pendek (stunted) dan sangat pendek (severely

stunted), sehingga indikator status gizi berdasarkan PB/U atau

TB/U dapat menggambarkan masalah gizi kronis pada anak.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 2 tahun

2020, standar antropometri anak Indonesia mengacu pada

WHO Child Growth Standards untuk anak usia 0-5 tahun

berdasarkan PB/U atau TB/U dengan nilai ambang batas yang

ditetapkan WHO yakni, sangat pendek (severely stunted)

dengan nilai Z-score <-3 SD, pendek (stunted) Z-score -3 SD

s.d <-2 SD, normal Z-score -2 SD s.d 3 SD, dan sangat tinggi

Z-score >3 SD.


20

Penyebab Stunting pada Balita

Faktor terjadinya stunting dipengaruhi status sosial

ekonomi. Sosial ekonomi diukur dari tingkat pendidikan,

pendapatan dan posisi pekerjaan seseorang. Sosial ekonomi

juga diukur dari lokasi tinggal seseorang atau perkembangan

dari suatu negara. Status sosial ekonomi mempengaruhi status

gizi anak. Ibu yang tingkat pendidikannya rendah lebih

cenderung memiliki anak yang stunting dan tidak dapat

menerima informasi yang lebih spesifik terkait stunting atau

anak pendek. Selain itu, ibu yang memiliki pendapatan rendah

akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan makanan yang

memadai untuk penyediaan makanan yang bergizi dan

beragam dimasa tumbuh kembang anak, yang apabila

kebutuhan gizi tidak terpenuhi maka anak akan beresiko

mengalami stunting (WHO, 2018).

Menurut UNICEF dalam kementerian Kesehatan

Republik Indonesia (2018) gambaran faktor yang

menyebabkan kekurangan gizi dan telah digunakan secara

internasional, terbagi atas dua tahap penyebab kekurangan gizi

pada balita yaitu penyebab langsung dan tidak langsung serta

akar masalah/pokok masalah dari kekurangan gizi.

Penyebab langsung. Penyebab langsung timbulnya masalah gizi yaitu

makanan yang dikonsumsi anak dan penyakit infeksi anak. Timbulnya gizi kurang
21

bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang

mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam,

akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup

baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah

diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi

kurang. Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang

dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.

Penyebab tidak langsung. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan

pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan

kesehatan lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuhanak

yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan

yang tidak memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin

tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan

keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman

ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan

gizi.

Penyebab langsung maupuan tidak langsung sangat

terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan

ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan,

pengetahuan dan ketrampilan maka akan semakin tinggi

ketahanan pangan keluarga. Makin baik pola pengasuhan anak

makin baik memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.

Ketahanan pangan juga terkait dengan ketersediaan pangan,


22

harga pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang

gizi dan kesehatan (Waryana, 2010).

Salah satu masalah kurang gizi adalah kejadian

stunting. Kejadian stunting kini mendapatkan perhatian penuh

di bidang kesehatan, stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya :

Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Menurut kosim dalam

Suryani (2020) berat badan lahir adalah salah satu indikator tumbuh kembang

mulai masa anak-anak hingga masa dewasa dan gambaran status gizi yang

diperoleh janin dalam kandungan.BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) adalah salah

satu dari sekian masalah pada defisiensi zat gizi di beberapa wilayah. Definisi

BBLR adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2.500 gram

tanpa melihat masa kehamilan.

Faktor BBLR adalah jumlah kunjungan ANC

(Antenatal Care) atau pemeriksaan kehamilan yang kurang

dari empat kali. Kunjungan ANC sebanyak ≥4 kali memiliki

makna penting bagi ibu hamil supaya petugas kesehatan dapat

memantau dan memastikan kesehatan ibu dan tumbuh

kembang anak, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan

fisik dan mental, mengenali secara dini adanya komplikasi dan

kecacatan, dan mempersiapkan persalinan cukup bulan

(Suryani, 2020)

Berdasarkan penelitian kamilia (2019) Berat Badan


23

Lahir Renda (BBLR) berpengaruh terhadap kejadian stunting

pada anak. Bayi dengan BBLR telah mengalami Intrauterine

Growth Restriction yang menyebabkan pertumbuhan dan

perkembangan lebih lambat dan sering gagal mengikuti tingkat

pertumbuhan yang harus dicapai pada usianya setelah

dilahirkan. Hal tersebut mempengaruhi growth faltering yang

menyebabkan terjadinya kejadian stunting.

Riwayat penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada balita berkontribusi

terhadap meningkatnya risiko terjadinya stunting sebesar 3 - 8 kali lebih besar

dibandingkan balita yang tidak memiliki Riwayat penyakit infeksi. Infeksi yang

sering terjadi diantaranya infeksi saluran cerna yang diakibatkan oleh virus,

bakteri, maupun parasit dan infeksi saluran napas (ISPA). Diare adalah buang air

besar dengan frekuensi yang meningkat dan dan konsistensi tinja yang lebih lunak

dan cair yang berlangsung dalam kurun waktu minimal 2 hari dan frekuensinya 3

kali dalam sehari. Oleh karena itu, penyakit diare merupakan salah satu masalah

kesehatan utama di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Riwayat

penyakit infeksi pada balita merupakan faktor protektif terjadinya stunting

sehingga mencegah terjadinya penyakit infeksi melaui Kesehatan lingkungan dan

penyediaan air bersih di rumah tangga dapat menjadi salah satu upaya dalam

melakukan pencegahan stunting pada balita (sumartini, 2020).

Perawatan anak atau pola asuh. Anak usia 0-59 bulan sangat penting

memberikan perhatian yang lebih, karena proses pertumbuhan dan perkembangan

yang sangat esat pada anak. Anaka usia <5 tahun membutuhkan zat-zat gizi yang
24

lebih banyak dan berkualitas, diusia ini anak sangat rawan mengalami kelainan

gizi jika kebutuhan gizinya tidak terpenuhi. Perhatian keluarga terutama orangtua

sangat penting dalam hal perawatan anak (Waryana, 2010). Aspek penting

perawatan anak yang harus menjadi perhatian adalah sebagai berikut :

ASI Eksklusif. ASI eksklusif adalah pemberian ASI setelah lahir sampai

bayi berusia enam bulan tanpa pemberian makanan lain. Berdasarkan World

Health Assembly, WHO merekomendasikan untuk tetap memberian ASI sampai

anak berusia dua tahun ditambah dengan pemberian makanan pendamping ASI

(MP-ASI) saat anak berusia enam bulan. Pemberian ASI eksklusif dapat

memgurangi resiko infeksi saluran pencernaan, infeksi usus besar dan usus halus,

alergi, kematian bayi, penyakit celiac, leukemia, obesitas, limfoma dan penyakit

diabetes melitus dimasa yang akan datang (Rahayu dkk, 2018).

Pemberian ASI pada bayi harus dilakukan secara on

demand feeding (menyusui sesuai keinginan bayi) tanpa

batasan waktu dan frekuensi agar pemberian ASI eksklusif

berhasil. Frekuensi menyusui sesuai keinginan bayi dapat

dilakukan sebanyak 8-12 kali atau lebih dalam waktu 24 jam.

Selama menyusui, sebaiknya bayi berhenti menyusui dari satu

payudara sampai bayi melepas sendiri, sebelum menyusu pada

payudara yang lain agar bayi mendapatkan ASI akhir (hind

milk) yang kaya akan lemak (Kementerian Kesehatan,

2020).Hasil penelitian yang dilakukan oleh Permadi dkk.

(2016) menunjukkan bahwa anak usia 6-24 bulan yang tidak


25

diberikan ASI eksklusif memiliki resiko 7,86 kali lebih tinggi

untuk menjadi stunting dibandingkan anak usia 6-24 bulan

yang diberikan ASI eksklusif. Pemberian ASI sangat penting

karena lebih memiliki manfaat yang lebih banyak

dibandingkan dengan susu formula.

Kolostrum adalah ASI terbaik yang keluar pada hari ke

0-5 setelah bayi lahir yang mengandung antibodi (zat

kekebalan tubuh) dan dapat melindungi bayi dari zat yang

dapat menyebabkan alergi atau infeksi (Rahayu dkk, 2018).

Nutrisi pada kolostrum sangat dibutuhkan bayi pada awal

kehidupannya, termasuk untuk pertumbuhan tinggi badan.

Berdasarkan hasil penelitian Annisa (2019) bayi yang tidak

mendapatkan kolostrum akan mempengaruhi pertumbuhan

tingginya (stunting) dimasa yang akan datang karena tidak

memperoleh manfaat kolostrum.

Usia pemberian MP-ASI. Pada masa balita, kecepatan pertumbuhan tidak

sama seperti pada masa bayi, akan tetapi kebutuhan nutrisi pada masa ini

merupakan prioritas yang paling penting. Pada usia 0-5 bulan ASI dapat

memenuhi semua kebutuhan energi bayi, namun setelah usia enam bulan dapat

terjadi kesenjangan antara kebutuhan energi bayi dengan energi yang berasal dari

ASI beresiko terjadinya kekurang gizi serta akan rentan terhadap penyakit infeksi.

Masa balita merupakan masa transisi, terutama saat usia 1-2 tahun, saat anak

mulai mengkonsumsi makanan padat dan menerima rasa serta tekstur makanan
26

yang baru (Pritasari dkk., 2017). Umur pertama pemberian MP-ASI merupakan

faktor yang memberikan hubungan antara pola asuh dengan kejadian stunting

pada anak ditunjukkan dengan nilai p-value pada masing-masing variabel < α

(0,05) (Aridiyah dkk., 2015). Saat bayi diberikan MP-ASI maka bayi juga tetap

diberikan ASI, karena peranan MP-ASI bukan sebagai pengganti ASI tetapi

sebagai pendamping yang membantu ASI untuk pemenuhan zat-zat gizi

(Waryana, 2010).

Status imunisasi. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau

meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga

bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya

mengalami sakit ringan (Permenkes RI, 2017). Menurut WHO sekitar 1,5 juta

anak mengalami kematian tiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi. Pada 2018, terdapat kurang lebih 20 juta anak tidak

mendapatkan imunisasi lengkap dan bahkan ada anak yang tidak mendapatkan

imunisasi sama sekali (kementerian Komunikasi dan Informatika RI, 2019).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 Tahun 2017, imunisasi

dikelompokkan menjadi dua yaitu imunisasi program dan imunisasi pilihan dibagi

atas beberapa :

Imunisasi program. Imunisasi rutin yang dilaksanakan secara terus

menerus dan berkesinambungan, terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi

lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 tahun imunisasi

terhadap penyakit : hepatitis B, poliomyelitis, tuberkulosis, difteri, pertusis,

tetanus, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza


27

tipe b (Hib), dan campak. Imunisasi lanjutan merupakan ulangan imunisasi dasar

untuk mempertahankan tingkat kekbalan dan untuk memperpanjang masa

perlindungan anak yang sudah mendapatkan imunisasi dasar. Imunisasi lanjutan

diberikan pada baduta.

Imunisasi tambahan. Merupakan imunisasi tertentun yang diberikan pada

kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan

kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Dilakukan untuk melengkapi

Imunisasi dasar atau lanjutan pada target sasaran yang belum tercapai.

Imunisasi khusus. Imunisasi yang bertujuan melindungi seseorangdan

masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti, persiapan

keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari

negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit

tertentu.

Imunisasi pilihan. Imunisasi terhadap penyakit Pneumonia dan meningitis

yang disebabkan oleh pneumokokus, Diare yang disebabkan oleh rotavirus,

Influenza, Cacar air (varisela), Gondongan (mumps), Campak jerman (rubela),

Demam tifoid, Hepatitis A, Kanker leher rahim yang disebabkan oleh Human

Papillomavirus, Japanese Enchephalitis, Herpes zoster, Hepatitis B pada dewasa,

Demam berdarah.

Kualitas makanan dan kuantitas makanan. Makanan yang diberikan

pada anak harus memiliki kualitas dan kuantitas yang baik dan memenuhi gizi

anak. Makanan yang bergizi dibutuhkan balita untuk tumbuh kembang. Apabila

asupan gizi cukup maka balita akan mencapai petumbuhan dan perkembangan
28

yang baik dan optimal. Perlu diketahui bahwa pada usia balita risiko untuk

terjadinya gizi kurang sangatlah tinggi. Hal ini dikarenakan pada usia balita terjadi

pertumbuhan dan perkembangan yang cepat sehingga balita membutuhkan zat gizi

yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Pada masa balita biasanya

terjadi penurunan nafsu makan dan rentan terkena infeksi. Asupan makanan yang

kurang serta terjadinya infeksi pada balita menjadi penyebab langsung terjadinya

status gizi kurang. Oleh karena itu makanan yang kita sajikan untuk balita

hendaklah memenuhi zat-zat gizi yang balita perlukan sehingga terjadinya gizi

kurang dapat dicegah sedini mungkin (Kusudayati dkk., 2017).

Pembeian makan pada bayi 0-6 bulan. Pemberian makanan pada bayi

haruslah sangat diperhatikan. Hal ini karena pencernaan pada bayi belum

sempurna sehingga belum dapat mencerna makanan dengan baik. Bayi dalam

kondisi normal sebaiknya diberikan ASI (Air Susu Ibu) saja (ASI Eksklusif)

selama usia 0 – 6 bulan. ASI mengandung zat-zat gizi yang diperlukan bayi serta

zat-zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi

sehingga bayi tidak mudah sakit (Kusudayati dkk., 2017).

Pembeian makan pada balita usia 6-24 Bulan. Balita usia 6 – 24 bulan

harus terpenuhi semua kebutuhan gizinya untuk perumbuhan dan perkembangan.

Pada usia ini balita sudah diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI

(MPASI). Makanan dalam bentuk lumat dapat diberikan pada usia > 6 bulan

seperti bubur, susu, telur setengah matang, pepaya atau pisang dikerik dan lain

sebagainya. Ketika usia 7 hingga 12 bulan makanan lembek atau lunak dapat

diberikan seperi nasi tim, perkedel kukus sayur bayam, dan lain-lain. Pada saat
29

anak berusia lebih dari 12 bulan sudah dapat diperkenalkan dengan masakan

keluarga. Apabila pada usia ini mengalami ketidakseimbangan gizi maka dapat

berakibat pada terhambat dan terganggunya pertumbuhan fisik dan perkembangan

kecerdasan mental (Kusudayati dkk., 2017).

pembeian makan pada balita usia 2-5 tahun. Balita pada usia 2 – 5 tahun

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat sehingga

kebutuhan zat gizinya juga lebih banyak dibanding usia di bawahnya. Usia ini

membuat balita rentan mengalami gizi kurang, mengalami penurunan nafsu

makan serta mudah terkena infeksi. Maka dari itu asupan gizi seimbang sangat

diperlukan. Balita pada usia ini sudah tidak mendapat ASI sehingga makanan

keluarga atau makanan orang dewasa sudah dapat diberikan (Kusudayati dkk.,

2017).

Waryana (2010) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian MP-

ASI pada bayi adalah :

1. Makanan yang diberikan pada bayi harus mengandung zat gizi

2. Usia 4-6 bulan makanan tambahan diberikan sebanyak 4-6 kali/hari

3. Frekuensi makan diberikan lebih dari satu/hari sebagai kompilasi terhadap

ASI namun jumlah makanan yang diberikan tidak terlalu banyak, sesuai

dengan ukuran perut bayi

4. Bayi tidak diberikan makanan orang dewasa sebelum usia 2 tahun

5. Bayi sebaiknya diberikan makanan campuran dari makanan pokok, lauk pauk,

dan sumber vitamin lainnya

6. Bayi diberikan makanan sebelum diberi ASI


30

7. Selama masa proses perkenalan makanan pada bayi, hal yang biasanya sakit

batuk, campak (cacar air), dan diare.

Pemeriksaan kehamilan (ANC). Pelayanan kesehatan masa hamil adalah

setiap kegiatan dan serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa

konsepsi hingga melahirkan. Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka

kematian ibu dilakukan dengan cara meningkatkan cakupan pemeriksaan

kehamilan. Sebelum hamil diperlukan persiapan kehamilan dengan cara

setidaknya 3 atau 6 bulan sebelum konsepsi diharuskan mengontrol pola makan

dan gaya hidup baik diri sendiri dan pasangan. Masa Sebelum Hamil dilakukan

untuk mempersiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan

yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat.

Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil adalah setiap kegiatan dan

serangkaian kegiatan yang ditujukan pada perempuan sejak saat remaja hingga

saat sebelum hamil dalam rangka menyiapkan perempuan menjadi hamil sehat

(Permenkes RI, 2014).

Munutur Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 97 Tahun 2014

pelayanan antenatal terpadu merupakan pelayanan kesehatan komprehensif dan

berkualitas yang dilakukan melalui :

1. Pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk stimulasi dan gizi

agar kehamilan berlangsung sehat dan janinnya lahir sehat dan cerdas

2. Deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan

3. Penyiapan persalinan yang bersih dan aman


31

4. Perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika

terjadi penyulit/komplikasi

5. Penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila diperlukan

6. Melibatkan ibu hamil, suami, dan keluarganya dalam menjaga kesehatan dan

gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi

penyulit/komplikasi.

Pelayanan kesehatan masa hamil dilakukan sesuai standar dan dicatat

dalam buku KIA yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan adalah timbang berat badan, ukur tekanan

darah, tinggi fundus uteri, imunisasi TT lengkap, pemberian tablet Fe selama

hamil, tes penyakit menular seksual, dan temu wicara dalam rangka persiapan

rujukan.

Dampak Stunting

Anak yang stunting dapat mengakibatkan berbagai masalah baik masalah

jangka pendek maupun jangka panjang. Akibat jangka pendek yaitu terjadinya

peningkatan kematian dan kesakitan, penurunan perkembangan kognitif, motorik,

dan bahasa, peningkatan kemungkinan biaya perawatan anak sakit. Dampak yang

berakibat dengan jangka panjang yaitu perawakan pendek saat dewasa,

peningkatan penyakit obesitas dan penyakit yang berkaitan dengan obesitas,

penurunan kesehatan reproduksi, penurunan kapasitas belajar, rendahnya

kapasitas kerja dan produktivitas kerja (Kiik, 2020).


32

Upaya Penanganan Stunting

Penurunan stunting pada anak di bawah lima tahun

merupakan kegiatan yang harus dikerjakan oleh semua lintas

sektor, baik di bidang kesehatan maupun nonkesehatan.

Menurut Siswati (2018), dalam pengentasan stunting terdapat

dua kerangka intervensi, yaitu intervensi sensitif dan intervensi

spesifik.

Intervensi sensitif. Sasaran dari intervensi ini sangat luas yang mencakup

masyarakat secara umum. Bersifat besar, lintas sektoral, dan berjangka panjang.

Berikut beberapa intervensi dalam usaha penurunan stunting dibawah lima tahun

antara lain:

1. Peningkatan sarana air bersih di masyarakat

2. Peningkatan kebersihan yang layak

3. Penyediaan layanan kesehatan dan KB

4. Penyelenggaraan JKN

5. Memberikan Jampersal

6. Pemberian pendidikan orang tua tentang gizi

7. Pemberian PAUD

8. Menyesuaikan batasan usia dalam perkawinan antar kementerian dan pihak

terkait.

9. Memberikan pendidikan kesehatan dan gizi seksual dan reproduksi bagi kaum

muda.

10. Memberikan bantuan sosial dan keamanan kepada keluarga miskin.


33

11. Peningkatan keamanan pangan dan gizi.

12. Mobilisasi industri kreatif, UMKM, kursus kualifikasi penanggulangan

kemiskinan dan peningkatan kinerja ekonomi rumah tangga

13. Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

14. Mencari kekuatan dari suatu daerah untuk meningkatkan ekonomi daerah.

15. Menguntungkan petani melalui penjaminan nilai tukar

16. Memberikan pendidikan PHBS serta keseimbangan gizi kepada pengajar

PAUD/SD/SMP/SMA dan wartawan

17. Pemberian pendidikan kepada calon pengantin tentang kesehatan

Intervensi spesifik. Sasaran dari intervensi adalah anak usia seribu hari

pertama mulai kehidupan, dan bersifat jangka pendek. Berikut, intervensi gizi

spesifik:

Intervensi spesifik pada ibu hamil. Intervensi spesifik

ibu hamil meliputi program sebagai berikut:

1. Suplemen makanan untuk mengatasi kurang energy dan protein kronis pada

ibu hamil

2. Pemenuhan zat besi dan asam folat

3. Pemenuhan yodium

4. Mengatasi kecacingan

5. Pencegahan malaria

6. Pemberian informasi gizi dan komunikasi pendidikan

Intervensi spesifik untuk ibu yang menyusui (nol

sampai enam bulan). Intervensi spesifik meliputi program


34

sebagai berikut: mulai menyusui dini (IMD), dorong

pemberian ASI pertama atau kolostrum, dorong pemberian

ASI eksklusif, dan pemberian Komunikasi informasi dan

edukasi (KIE) tentang Gizi

Intervensi spessifik untuk ibu menyusui (tujuh

sampai 23 bulan). Intervensi spesifik meliputi: edukasi terus

menerus sampai usia dua tahun, edukasi ibu tentang pemberian

MP-ASI yang tepat sesuai prinsip gizi, pemberian KIE tentang

nutrisi, suplementasi zinc, diet fortifikasi zat besi, program

suplementasi vitamin A dengan dosis tinggi, pencegahan

malaria, imunitas lengkap, pencegahan dan pengobatan diare.

Landasan Teori

Teori Kurt Lewin (1970). Lewin berpendapat bahwa

perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara

kekuatan – kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan

– kekuatan penahan (restining forces). Perilaku itu dapat

berubah apabila terjadi ketidak seimbangan antara kedua

kekuatan tersebut didalam diri seseorang sehingga ada tiga

kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri

seseorang yakni:

1. Kekuatan penahan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena

adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan


35

perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan atau informasi sehubungan dengan

perilaku yang bersangkutan.

2. Kekuatan pendorong-kekuatan penahan menurun. Hal ini terjadi karena

adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.

3. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan

keadaan semacam ini jelas akan terjadi perubahan perilaku..

Teori WHO (1984). Perilaku adalah hasil atau resultan

antara stimulus (faktor eksternal) dengan respons (faktor

internal) dalam subjek atau orang yang berilaku tersebut.

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak

dapat diamati dunia luar (Notoatmodjo, 2010). Tim WHO

(1984) merumuskan determinan perilaku ini sangat sederhana.

Mereka mengatakan, bahwa mengapa seseorang berperilaku,

karena adanya 4 alasan pokok (determinan) thoughts and

feeling, personal references, resources, maupun karena

culture :

Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling). Hasil

pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau

lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi

terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk

bertindak atau berperilaku. thoughts and feeling dalam teori ini

yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,


36

kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian- penilaian seseorang

terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

Pengetahuan. Pada teori ini pengetahuan diperoleh dari

pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang

memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah

memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api.

Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat

anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena

anak tetangganya belum pernah memperoleh imunisasi polio.

Tersebut

Kepercayaan. Pada dasanya sering diperoleh dari

orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima

kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak

boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.

Sikap. Menggambarkan suka atau tidak suka seseorang

terhadap objek Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri

atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat

seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.

Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu

terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh

beberapa alasan, antara lain:


37

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membawanya ke

puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepersen pun sehingga

ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu pada

pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit

keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap

RS, sebab ia terisolasi akan anak tetangganya yang meninggal setelah

beberapa hari di Rumah Sakit

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak

atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat

kontrasepsi IUD mengalami pendarahan. Meskipun sikapnya sudah positif

terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat

kontrasepsi apa pun.

4. Nilai (value) dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang

menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup

bermasyarakat. Misalnya, gotong-royong adalah suatu nilai yang selalu hidup

di masyarakat.

Tokoh acuan atau panutan (personnal references).

Perilaku orang lebih-lebih perilaku anak kecil, lebih banyak

dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila

seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau

perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak


38

sekolah misalnya, maka gurulah yang menjadi panutan

perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini

sering disebut kelompok referensi (reference group), antara

lain guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa, dan

sebagainya.

Sumber daya (resources). Sumber daya (resources)

yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku

seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan dengan teori

Green, sumber daya ini sama dengan faktor enabling (sarana

dan prasarana atau fasiltas). Semua itu berpengaruh terhadap

perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Sumber daya di

sini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya.

Sosial budaya (culture). Sosial budaya (culture)

setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya

perilaku seseorang. Telah diuraikan terdahulu bahwa faktor

sosio-budaya merupakan faktor eksternal untuk terbentuknya

perilaku seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-

tiap etnis di Indonesia yang berbeda-beda, karena memang

masing-masing etnis mempunyai budaya yang berbeda yang

khas berupa kebiasaan, nilai-nilai, kepercayaan dan tradisi.

Untuk memaksimalkan tercapainya tujuan penelitian,

peneliti menggunakan teori tersebut sebagai bahan acuan

dalam melaksanakan penelitian. Adapun teori yang digunakan


39

adalah Teori Kurt Lewin (1970), dan Teori WHO (1984).

Teori tersebut untuk melihat faktor apa saja yang menjadi

penghambat dan pendorong perilaku pengasuhan anak stunting

di kabupaten Padang Lawas. Berikut kerangka teori penelitian

ini :

Teori WHO, 1984 Teori Kurt

Lewin (1970)

Thoughts and feeling


Pengetahuan
Kepercayaan
Sikap
Nilai

Penghambat

Personal reference
Tokoh agama/ tokoh mayarakat
40

Perilaku

Resources
Fasyankes
Ekonomi
Nakes
Ketersediaan informasi

Pendorong

Culture
Kebiasaan
Nilai-nilai
tradisi

Gambar 2.7 Teori Kurt Lewin (1970) dan Teori WHO (1984).

Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan Teori Kurt Lewin (1970), dan Teori WHO

(1984). Dalam penelitian ini melihat apa saja hal-hal yang

dapat menjadi pendorong dan penghambat perilaku

pengasuhan anak stunting di Kabupaten Padang Lawas.

Berikut kerangka pikir penelitian berdasarkan gabungan teori

dan konsep tersebut : Penghambat

- Dukungan petugas

kesehatan

- Dukungan Keluarga

- Pendepatan keluarga
41

Perilaku pengasuhan anak


stunting

Pendorong

Gambar 2.8 Kerangka Pikir Penelitian


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian

kualitatif dengan pendekatan Fenomologi deskriptif. Fenomenologi deskriptif

merupakan desain penelitian yang melibatkan eksplorasi langsung, analisa data

dan deskripsi dari fenomena tertentu, sebebas mungkin dari dugaan yang belum

teruji, yang bertujuan mendapatkan hasil yang maksimal dari pengalaman

individu tentang 'sesuatu' baik yang dilihat, dirasakan, diingat, dipercayai,

diputuskan, dilakukan dan seterusnya (Spiegelberg, 1975 dalam Streubert &

Carpenter, 2011). Desain fenomenologi deskriptif dipilih agar peneliti dapat

mengeksplorasi lebih mendalam tentang pengalaman ibu yang memiliki anak

stunting dalam proses pengasuhan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitin. Penelitian ini dilakukan di tiga puskesmas yaitu

Puskesmas Sibuhuan, Puskesmas Tanjung Botung, dan Puskesmas Ujung Batu

yang prevalensi stantingnya dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah (Dinas

Kesehatan Padang Lawas, 2021).

Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan mulai dari survei pendahuluan

pada bulan Juli 2022 sampai dengan selesai.

Informan Penelitian

Penelitian ini mempunyai sampel yang disebut sebagai informan. Teknik

samping pada penelitian kualitatif ini adalah teknik purposive sampling. Metode

purposive sampling tidak jauh berbeda dengan metode snowball yaitu metode

39
40

pemilihan partisipan dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan

dimasukkan ke dalam penelitian, dimana partisipan dapat memberikan informasi

yang dibutuhkan oleh peneliti. Secara tentatif, agar hasil penelitian lebih kredibel

dan dapat dipercaya, dibutuhkan minimal 10-20 partisipan (Saldana, 2011).

Pada penelitian ini jumlah partisipan sebanyak 11 orang sampai saturasi

data. Saturasi data adalah dimana data yang telah diperoleh dari partisipan telah

mengalami pengulangan atau memperoleh data yang sama dari partisipan

sebelumnya.Menurut (Polit & Beck, 2008; Speziale & Carpender, 2003), jika

saturasi data telah terjadi dimana tidak ada informasi baru yang didapatkan,

informasi yang ditemukan mengalami pengulangan (repetitive) secara isinya dan

mempunyai makna yang sama dengan partisipan-partisipan sebelumnya, data

cukup kaya dengan mendapatkan semua aspek ketertarikan pada pertanyaan yang

sama dan telah menutupi fenomena dari tujuan penelitian, maka pengambilan data

dapat dihentikan dan jumlah partisipan tidak bertambah. Kriteria partisipan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Partisipan yang memiliki balita stunting

2. Pemegang Program stunting pada salah satu Puskesmas

Tabel 1

Informan Penelitian

Informan Penelitian Jumlah

Ibu yang mempunya anak stunting 6

Petugas Program Gizi Puskesmas 1

Tokoh masyarakat 3
41

Kader 1

Total 11

Definisi Konsep

Berdasarkan kerangka berfikit dari penelitian ini, maka yang menjadi

definisi konsep penelitian adalah sebagai berikut:

1. Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan yang diperoleh ibu dari petugas kesehtan untuk mendapatkan

informasi-informasi tentang stunting dan pengasuhan anak (pemberian ASI

eksklusif, MPASI, dan imunisasi).dalam pencegahan stunting.

2. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sikap atau tindakan yang dilakukan oleh tiap-tiap

anggota keluarga berupa dukungan emosional, materi, penghargaan, saran,

dan informasi.

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah seluruh penghasilan baik penghasilan tetap dan

tambahan yang ada dalam rumah tangga.

4. Pengetahuan ibu

Pengetahuan adalah Wawasan ilmu yang dimiliki oleh ibu mengenai pengertian,

penyebab, pencegahan dan penanganan stunting.

5. Sosial budaya

Sosial budaya adalah suatu tatanan dan interaksi dalam kehidupan masyarakat
42

yang meliputi elemen-elemen seperti adat istiadat, kepercayaan, juga moral

dalam pengasuhan anak (pemberian ASI eksklusif, MPASI, dan Imunisasi).

6. Perilaku pengasuhan

Perilaku pengasuhan adalah cara-cara yang dilakukan ibu dalam mencegah

terjadinya stunting.berupa cara pemberian ASI Eksklusif, pemberian MP-ASI

dan pemberian makanan bergizi pada anak.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan wawancara mendalam (indept – interview). Wawancara mendalam adalah

teknik yang dirancang untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang perspektif

subjek pada topik penelitian (Sugiono, 2016). Dalam penelitian ini, terdapat

sejumlah pertanyaan yang telah peneliti persiapkan sebelum melakukan

wawancara kepada informan-informan yang dipilih yang sering disebut pedoman

wawancara.

Ada beberapa prosedur pengumpulan data pada penelitian ini, antara lain :

1. Prolong engagement

Pada tahap ini peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan

dan pengumpulan data yang dilakukan kepada informan selama satu minggu

sebanyak dua kali pertemuan. Setelah itu memberikan informe consent untuk

mendapatkan persetujuan menjadi informan dalam penelitian ini. Kemudian jika

partisipan bersedia, dilanjutkan dengan membuat kontrak waktu dan tempat untuk

wawancara. Semua wawancara dilakukan dalam keadaan tenang, nyaman, dan

menjaga privasi informan.


43

Peneliti meminta izin untuk merekam percakapan selama wawancara

berlangsung. Pertanyaan yang diajukan selama wawancara berdasarkan panduan

wawancara yang telah ada dengan durasi 60-90 menit.

Apabila data hasil wawancara, hasil observasi, dan catatan lapangan yang

ada sudah dilengkapi, maka dibuat transkip hasil wawancara. Peneliti melakukan

analisis terhadap data yang didapat bersamaan dengan proses bimbingan dosen,

dan penelitian akan terus dilakukan sampai dirasa tidak ada lagi hal-hal yang ingin

diketahui dari informan. Pencarian informasi dari informan lain terus dilakukan

sesuai dengan prosedur dan dihentikan setelah terjadi saturasi. Setelah semua

informan melakukan validasi hasil transkip dan rekaman wawancara, untuk

meyakinkan kesesuaian dengan fakta. Peneliti melakukan terminasi akhir dengan

informan dalam penelitian dan menyampaikan bahwa proses penelitian telah

selesai.

2. Pilot Study

Sebelum melakukan wawancara terhadap informan pertama, peneliti

melakukan pilot study yang bertujuan sebagai latihan dalam melakukan teknik

wawancara. Pilot study dilakukan pada 1 informan. Setelah itu hasil wawancara

dari pilot study dibuat dalam bentuk transkip. Selanjutntya dikonsultasikan

dengan pembimbing, kemudian peneliti melanjutkan wawancara kepada informan

selanjutnya.

Instrumen Penelitian

Menurut Polit & Beck (2012), alat pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah kuesioner data demografi, panduan wawancara dan field note. Alat
44

pengumpulan data utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan kata

lain peneliti sebagai instrumen penelitian. Peneliti melakukan studi fenomenologi

dengan menggunakan dirinya sendiri untuk mengumpulkan data yang "kaya"

tentang pengalaman ibu dalam proses pengasuhan anak dan mengembangkan

hubungan antara peneliti dan partisipan melalui wawancara intensif. Peneliti

menggunakan kuesioner data demografi partisipan yang mencakup inisial, usia

partisipan, usia baduta, jenis kelamin partisipan, jenis kelamin baduta, alamat,

suku, agama, dan pendidikan. Selain itu, peneliti juga menggunakan panduan

wawancara dan lembar observasi pengalaman pengasuhan anak selama proses

pengumpulan data.

Panduan wawancara tersebut berisi pertanyaan yang diajukan kepada

partisipan, dimana pertanyaan tersebut dibuat sendiri oleh peneliti,panduan

wawancara dibuat berdasarkan landasan teori yang relevan dengan masa yang

akan digali dalam penelitian. Panduan wawancara dibuat mendalam dengan

pertanyaan terbuka, dan tidak bersifat kaku. Pertanyaan dapat berkembang sesuai

proses yang sedang berlangsung selama wawancara tanpa meninggalka landasan

teori yang telah ditetapkan. Panduan wawancara dibuat untuk memudahkan

peneliti supaya jalannya wawancara terarah dan sesuai denga tujuan penelitian.

Selain itu panduan wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti terhadap

pokok permasalahan yang dibahas (Speziale & Carpenter, 2003).

Catatan lapangan (field note) juga menjadi alat pengumpulan data pada

penelitian. Catatan lapangan (field note) merupakan catatan tertulis tentang apa

yang didengar, dilihat, dialami, dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan
45

refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Catatan lapangan berupa

dokumentasi respon non verbal selama proses wawancara berlangsung (Polit &

Beck, 2008).

Hasil catatan lapangan pada peneltian ini berisi tanggal, waktu, suasan

tempat, deskripsi atau gambaran partisipan, serta respon non verbal partisipan

selama proses wawancara. Hasil catatan lapangan tersebut memperkuat temuan.

Metode Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan pendekatan dari Colaizzi,

karena metode ini memberikan langkah-langkah yang sederhana, jelas, dan rinci

(1978, dalam Speziale & Carpenter, 2003). Tahapan metode analisis data dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membaca dan menyalin seluruh deskripsi wawancara yang telah diungkapkan

oleh partisipan. Dalam proses analisis ini, pernyataan partisipan ditranskripsi

dari audio rekaman wawancara dengan masing-masing partisipan. Menurut

Colaizzi (1978a), narasi tidak perlu ditulis kata demi kata, asalkan esensi dari

apa yang partisipan sampaikan pada saat wawancara terjaring dalam

transkripsi. Transkrip wawancara kemudian divalidasi oleh partisipan yang

bersangkutan.

2. Melakukan ekstraksi terhadap pernyataan signifikan (pernyataan yang secar

langsung berhubungan dengan fenomena yang diteliti). Setiap pernyataan

dalam transkrip partisipan yang berhubungan langsung dengan fenomena

yang diteliti dianggap signifikan. Pernyataan yang signifikan diekstraksi dari

masing-masing transkrip dan diberikan nomor Pernyataan signifikan secara


46

numerik dimasukkan ke dalam daftar (mis., 1,2,3,4,...) yaitu kumpulan dari

seluruh pernyataan signifikan.

3. Menguraikan makna yang terkandung dalam pernyataan signifikan. Dalam

tahap analisis ini, Colaizzi (1978a) menyarankan agar peneliti berupaya untuk

memformulasikan kembali pernyataan signifikan umum diekstraksi dari

transkrip partisipan.

4. Menggabungkan makna yang dirumuskan ke dalam kelompok tema. Colaizzi

(1978a) menyarankan peneliti untuk menetapkan atau mengatur makna yang

telah dirumuskan ke dalam kelompok sejenis. Dengan kata lain, makna yang

dirumuskan dikelompokkan ke dalam kelompok tema. Artinya, beberapa

pernyataan mungkin berhubungan.

5. Mengembangkan sebuah deskripsi tema dengan lengkap (yaitu deskripsi yang

komprehensif dari pengalaman yang diungkapkan partisipan) Sebuah

deskripsi yang lengkap dikembangkan melalui sintesis dari semua kelompok

tema dan makna yang dirumuskan dijelaskan oleh peneliti.

6. Mengidentifikasi landasan struktur dari fenomena tersebut. Struktur dasar

mengacu kepada esensi dari fenomena pengalaman yang diungkapkan dengan

analisis ketat dari setiap deskripsi lengkap dari fenomena tersebut.

7. Kembali ke partisipan untuk melakukan validasi. Sebuah janji untuk tindak

lanjut dibuat antara peneliti dengan masing- masing partisipan untuk tujuan

memvalidasi esensi dari fenomena dengan partisipan. Setiap perubahan yang

dibuat disesuaikan dengan umpan balik partisipan untuk memastikan makna

yang dimaksudkan partisipan tersampaikan dalam struktur dasar dari


47

fenomena tersebut.Integrasi dari informasi tambahan oleh partisipan untuk

dimasukkan ke dalam deskripsi final dari fenomena yang terjadi saat ini.

Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara content analysis

segera setelah selesai setiap proses wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya

transkrip data. Dalam melakukan content analysis, peneliti menggunakan bantuan

software komputer. Program ini memungkinkan seluruh data dimasukkan

kedalam komputer, setiap bagian dari data akan diberi kode. Kemudian teks lain

yang sesuai dengan kode tersebut dikelompokkan kemudian dianalisa.

Triangulasi

Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada, peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data.

Triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda

dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2016).


Daftar Pustaka

Adventus, MRL., Jaya, I.M.M., Mahendra, D. (2020). Buku ajar Promosi Kesehatan.

Jakarta: Universitas Kristen Indonesia

Anisa, P. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita

Usia 25-60 bulan di Kelurahan Kalibaru Depok tahun 2012. Universitas

Indonesia.

Annisa, N, Sumiaty, & Tondong, H. I. (2019). Hubungan Inisiasi Menyusui Dini dan ASI

Eksklusif dengan Stunting pada Baduta Usia 7-24 Bulan. Jurnal Bidan Cerdas

(JBC), 2(2). doi: 10.33860/jbc.v2i2.198

Aridiyah, F. O., Rohmawati, N. & Ririanty, M. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The

Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas). Pustaka

Kesehatan, 3, 163-170

Daracantika, A., Ainin., & Besral., (2021). Systematic Literature Review: Pengaruh

Negatif Stunting terhadap Perkembangan Kognitif Anak. Bikfokes,1(2).

Doy, E., Ngura, E.T., & Ita, E. (2021). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya

Stunting pada Anak Usia Dini di Kabupaten Ngada. Jurnal Citra Pendidikan

(JCP), 1(1), 136-150.

Engle, P. L. & Lhotska, L. 1999. The role of care in programmatic actions for nutrition:

designing programmes involving care. Food and Nutrition Bulletin, 20, 121-135

Kamilia, A. (2019). Berat Badan Lahir Rendah dengan Kejadian Stunting pada Anak Low

Birth Weight with Stunting in Children. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada.

10(2). DOI: 10.35816/jiskh.v10i2.175

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Penyebab Stunting Pada Anak . Diakses dari

https://www.kemkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab-stunting-

49
50

pada-anak-html.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Situasi Balita Pendek (stunting) di Indonesia.

Jakarta: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI. (2020). Pedoman Pemberian Makan Bayi dan Anak. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2021). Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI)

Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021.

kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (2019). Tingkatkan Cakupan dan Mutu

Imunisasi Lengkap. Diakses dari

https://www.kominfo.go.id/content/detail/18225/pid-2019-tingkatkan-cakupan-

dan-mutu-imunisasi-lengkap/0/artikel_gpr

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2016).

Kamus Besar Bahasa Indonesia daring. Diakses dari kbbi.kemendikbud.go.id

Kiik, S. M., & Nuwa, M. S.(2020). Stunting Dengan Pendekatan Fremework WHO.

Yogyakarta: CV. Gerbang Media Aksara.

Kusudaryati, D.P.D., Prananingrum, R., Untari, I. (2017). Menu Makan Sehat Untuk

Balita. Surakarta: Yuma Pustaka.

Millati, N.A., Kirana, T.S., Ramadhani, D.A., Alveria, M., Oktaviana, H., Situmorang,

B.K., Marpaung, R.A.R., Wijaya, C.N., Subadri, I., Chang, T.C., Purwanto,

M.G.,Munthe, D.R., Uli, I., Meilani, S., Chaniago, W.M., & Putra, I.A. (2021a).

Stunting dan Peran Remaja. Dalam Cegah Stunting Sebelum Genting (h.06).

Jakarta: Tanoto Foundation.

Millati, N.A., Kirana, T.S., Ramadhani, D.A., Alveria, M., Oktaviana, H., Situmorang,

B.K., Marpaung, R.A.R., Wijaya, C.N., Subadri, I., Chang, T.C., Purwanto,

M.G.,Munthe, D.R., Uli, I., Meilani, S., Chaniago, W.M., & Putra, I.A. (2021b).
51

Stunting dan Peran Remaja. Dalam Cegah Stunting Sebelum Genting (h.06).

Jakarta: Tanoto Foundation.

Notoadmojo S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. In Rineka Cipta.

Nufus, H. & Adu, LA. (2020) Pola Asuh Berbasis Qalbu dan Perkembangan Belajar

Anak. Ambon: LP2M IAIN Ambon

Nurdin, S.S.I., Katili, D.N.O., & Ahmad, Z.F. (2019) Faktor Ibu, Pola Asuh Anak,

MPASI Terhadap Kejadian Stunting di Kabupaten Gorontalo. Jurnal Riset

Kebidanan Indonesia, 3(2), 74-81.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang

Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar

Antropometri Anak.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 97 Tahun 2014. Pelayanan Kesehatan Masa

Sebelum Hamil, Masa Hamil,Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan,

Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan

Penurunan Stunting.

Permadi, M. R., Hanim, D., Kusnandar, & Indarto, D. (2016). Risiko Inisiasi Menyusui

Dini dan Praktek ASI Eksklusif terhadap Kejadian Stunting pada Anak Usia 6- 24

bulan (Early Breastfeeding Initiation And Exclusive Breastfeeding As

RiskFactors Of Stunting Children 6-24 Months-Old). Penelitian Gizi dan

Makanan, 39(1), 9-14

Pritasari, Damayanti, D., & Lestari, N.T. (2017). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Edisi

Tahun 2017. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A.O., & Anggraini, L. (2018). Study Guide- Stunting
52

dan Upaya Pencegahannya bagi Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta:

CV Mine.

Rahmad, A. H. A. & Miko, A. 2016. Kajian Stunting pada Anak Balita berdasarkan Pola

Asuh dan Pendapatan Keluarga Di Kota Banda Aceh. Kesmas Indonesia, 8, 63-

79.

Setiawan, E., Machmud, R. & Masrul, M. 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas

Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan

Andalas, 7, 275-284.

Siswati, T. (2018). Stunting. Yogyakarta: Husada Mandiri

Subagia, I. N. (2021) Pola Asuh Orang Tua: Faktor, Implikasi Terhadap Perkembangan

Anak. Bali: NILACAKRATM

Sugiyono, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan.

Sumartini, E. (2020). Studi Literatur : Riwayat Penyakit Infeksi Dan Stunting Pada

Balita. Jurnal Kesehatan Mahardika(JKM). 9(1). DOI: 10.54867/jkm.v9i1.101

Suryani, E. (2020) Bayi Berat Badan Lahir Rendah dan Penatalaksanaannya. Kediri:

STRADA PRESS

Undang-Undang RI 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

United Nations Children’s Fund. (2013). Improving Child Nutrition The Achievable

Imperative for Global Progress. New York:United Nations Plaza.

United Nations Children’s Fund. (2020). Situasi Anak di Indonesia- Tren dan Tantangan

dalam Memenuhi Hak-hak Anak. Jakarta: UNICEF Indonesia.

Vonaesch, P., Tondeur, L., Breurec, S., Bata, P., Nguyen, L. B. L., Frank, T., Farra, A.,

Rafaï, C., Giles-Vernick, T. & Gody, J. C. 2017. Factors associated with stunting
53

in healthy children aged 5 years and less living in Bangui (RCA). PloS one, 12,

e0182363

Waryana 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Online akses

https://kink.onesearch.id/Record/IOS3737.SULUT000000000002648

Waryana. (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama

Widyaningsih, N.N., Kusnandar, & Anantanyu, S. (2018). Keragaman Pangan, Pola Asuh

Makan dan Kejadian Stunting Usia 24- 59 Bulan. Jurnal Gizi Indonesia, 7(1), 22-

29.

World Health Organization. (2010). Nutrition Landscape Information System (NLIS)

Country Profile indiCators. Swiss: WHO press.

World Health Organization. (2015). Stunting in a nutshell. Diakses dari

https://www.who.int/news/item/19-11-2015-stunting-in-a-nutshell

World Health Organization. (2018). Guideline: Counselling Of Women To Improve

Breastfeeding Practices Diakses dari

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/280133/9789241550468-eng.pdf.

World Health Organization. (2018b). Reducing Stunting in Children: Equity

Considerations for Achieving The Global Nutrition Targets 2025. Diakses dari

file:///C:/Users/TOSHIBA/Downloads/9789241513647-eng-1.pdf.

World Health Organization. (2022, 20 Juli). Stunting prevalence among children under 5

years of age (JME). Diakses 17 Oktober 2022 dari

https://www.who.int/data/gho/data/indicators/indicator-details/GHO/gho-jme-

stunting-prevelence.
Lampiran

Lampiran 1. Permintaan menjadi informan

PERMINTAAN MENJADI INFORMAN

Kepada Yth,
Calon informan
Di,-
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nur Amri sari Harahap
NIM : 207032038
mahasiswi Pascasarjana Kesehatan Masyarakat, Konsentrasi Promosi Kesehatan
Universitas Sumatera Utara akan mengadakan penelitian dengan judul :
“Pendorong dan Penghambat Perilaku Pengasuhan Anak Stunting di Kabupaten Padang
lawas Tahun 2022”
Penelitian ini dilakukan sebagai tahap akhir dalam penyelesaian studi master di Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Saya berharap Anda bersedia untuk
menjadi informan dalam penelitian ini dimana akan dilakukan wawancara mendalam
terkait dengan penelitian. Semua informasi yang anda berikan terjamin kerahasiaannya,
dengan cara hanya mencantumkan inisial nama anda dan tidak mencantumkan identitas
informan ke dalam hasil penelitian saya. Setelah anda membaca maksud dan kegiatan
penelitian di atas, saya mohon untuk mengisi nama dan tanda tangan pada lembar
persetujuan dan menjawab dengan benar pertanyaan- pertanyaan yang saya ajukan.
Demikian atas kesediaan dan kerjasama anda sebagai informan, saya ucapkan banyak
terima kasih.

Peneliti

Nur Amri Sari Harahap

54
55

Lampiran 2. Informed Consent

Lembar Persetujuan Responden

(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

No. Responden :

Nama :

Alamat :

Dengan ini menyatakan kesediaan saya sebagai responden dalam penelitian:

Nama : Nur Amri Sari Harahap

NIM : 207032038

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU

Saya mengerti bahwa kerahasiaan sehubungan dengan penelitian ini dapat dijaga

oleh peneliti. Semua data hanya akan digunakan untuk pengolahan data dan tidak akan

disalahgunakan. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sejujur- jujurnya tanpa ada

paksaan dari pihak manapun dan kiranya dapat dipergunakan dengan sebagaimana

mestinya.

Sibuhuan,........................2022

Responden
56

Lampiran 3. Pedoman Wawancara pada ibu

PENDORONG DAN PENGHAMBAT PERILAKU PENGASUHAN ANAK

STUNTING DI KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2022

Pedoman Wawancara pada ibu

I. Perkenalan

Selamat pagi/siang/sore, dalam pertemuan ini saya akanm mewawancarai

sesuatu yang pastinya akan sangat bermanfaat, sebelumya saya ucapkan

terima kasih atas kesediannya untuk meluangkan waktunya dan mau

berpartisipasi (bisa sambil menanyakan keadaan kesehatan atau kabar atau

mengenai keadaan keluarganya, yang tidak berhubungan dengan topik

wawancara). Perkenalkan nama saya Nur Amri Sari Harahap, Saya akan

mewawancarai saudara/i.

II. Penjelasan Tujuan Wawancara

Saya berada di tempat ini untuk mengetahui pendapat atau penilaian

saudara/i terhadap pendorong dan penghambat pola asuh terkait anak

stunting. Kami tidak akan menilai jawaban saudara/i mengenai hal tersebut,

oleh karena itu saudara/i boleh mengungkapkan apa yang sebenarnya tanpa

ragu-ragu. Karena kami akan menjamin kerahasiaannya sesuai dengan yang

terdapat pada formulir persetujuan bagi informan. Maka kami berharap

saudara/i akan mengungkapkan yang sejujurnya tentang apa yang diketahui

dan dirasakan.
57

III. Prosedur

Sebelum saya memulai wawancara ini, saya mohon izin untuk

menggunakan perekam agar saya dapat mencatat semua yang diwawancarai

dan akan saya rahasiakan semua penjelasan/informasi yang diperoleh.

Jangan ragu-ragu untuk menanggapi saya. Wawancara ini akan berlangsung

selama 30menit-1 jam, apabila saudara/i merasa kelelahan di pertengahan

wawancara maka wawancara dapat dihentikan.

IV. Karakteristik Informan

1. Nama :

2. Kode Informan :

3. Umur :

4. Jenis Kelamin :

5. Agama & Suku :

6. Pendidikan Terakhir :

7. Tempat,tanggal lahir :

8. Alamat :

9. Pekerjaan :

10. Tanggal Wawancara : _ _ / _ _ / _ _ _ _ (tgl/bln/thn)


58

Pedoman pertanyaan peneliti (dikembangkan saat wawancara)

No. Variabel Topik Wawancara

- Jumlah keseluruhan pendapatan dalam satu rumah


- Tambahan penghasilan lainnya yang diunakan
Pendapatan dalam pembiataan rumah tangga
1.
keluarga - Alokasi biaya yang digunakan dalam hal
pengasuhan anak dan asupan makanan yang
diberikan serta dikonsumsi

- Pengetahuan tentang stunting, pencegahan stunting


- Pengetahuan tentang perawatan anak (ASI
Eksklusif, kolostrum, MPASI, pemantauan tinggi
2. Pengetahuan Ibu badan dan imunisasi)
- Pengetahuan tentang asupan gizi agar dapat
berkembang secara optimal.
- Persepsi makanan yang diberikan pada anak balita

- Persepsi masyarakat tentang stunting,

Sosial budaya - Apakah ada tradisi dalam pemberian makanan


pada anak baru lahir
- Tujuan pemberian makanan trsebut
3. - Pemberian kolostrum
- Larangan dalam pemberian imunisasi pada anak
- Apakah ada pantangan dalam pemberian makanan
pada anak
- Apa akibat jika melanggar pantang tersebut

- Apakah pernah mendapatkan informasi tentang

Dukungan stunting dari petugas kesehatan

4. pelayanan - Jenis informasi dan cara mendapatkan informasi

kesehatan - Apakah petugas kesehatan menganjurkan untuk


IMD dan ASI eksklusif, MPASI diberikan setelah
bayi umur enam bulan, dan menganjurkan untuk
59

imunisasi dasar lengkap.


- Apakah petugas mengingatkan untuk memantau
pertumbuhan anak dan melakukan imunisasi
- Apakah ada petugas yang menganjurkan
memberikan susu formula sebelum anak usia enam
bulan
- Dalam bentuk apa infomasi yang didapatkan
- Apakah mendapatkan informasi tenaga gizi dan
tenaga kesehatan lainnya yang berkaitan dengan
stunting,
- keaktifan melakukan interfensi pada masyarakat,
- keaktifan dalam melaksanakan tugas di masyarakat
(penimbangan, pencatatan KSM, PMT, pemberian
vitamin, dan penyuluhan)
- Jarakke pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana

- Apakah suami mendukung dalam pengasuhan anak


- Bagaimana dukungan suami dalam pengasuhan
anak
- Apakah suami atau keluarga mendukung dalam
Dukungan
5. Pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI, dan imunisasi
keluarga
- apakah ada larangan keluarga arau suami dalam
proses perawatan/ pengasuhan anak
- apakah ada informasi dari suami atau keluarga
dalam perawatan atau pengasuhan anak

Lampiran 4. Pedoman Wawancara pada petugas kesehatan

PENDORONG DAN PENGHAMBAT PERILAKU PENGASUHAN ANAK

STUNTING DI KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2022

Pedoman Wawancara pada petugas kesehatan

I. Perkenalan
60

Selamat pagi/siang/sore, dalam pertemuan ini saya akanm mewawancarai

sesuatu yang pastinya akan sangat bermanfaat, sebelumya saya ucapkan

terima kasih atas kesediannya untuk meluangkan waktunya dan mau

berpartisipasi (bisa sambil menanyakan keadaan kesehatan atau kabar atau

mengenai keadaan keluarganya, yang tidak berhubungan dengan topik

wawancara). Perkenalkan nama saya Nur Amri Sari Harahap, Saya akan

mewawancarai saudara/i.

II. Penjelasan Tujuan Wawancara

Saya berada di tempat ini untuk mengetahui pendapat atau penilaian

saudara/i terhadap pendorong dan penghambat pola asuh terkait anak

stunting. Kami tidak akan menilai jawaban saudara/i mengenai hal tersebut,

oleh karena itu saudara/i boleh mengungkapkan apa yang sebenarnya tanpa

ragu-ragu. Karena kami akan menjamin kerahasiaannya sesuai dengan yang

terdapat pada formulir persetujuan bagi informan. Maka kami berharap

saudara/i akan mengungkapkan yang sejujurnya tentang apa yang diketahui

dan dirasakan.

III. Prosedur

Sebelum saya memulai wawancara ini, saya mohon izin untuk

menggunakan perekam agar saya dapat mencatat semua yang diwawancarai

dan akan saya rahasiakan semua penjelasan/informasi yang diperoleh.

Jangan ragu-ragu untuk menanggapi saya. Wawancara ini akan berlangsung


61

selama 30menit-1 jam, apabila saudara/i merasa kelelahan di pertengahan

wawancara maka wawancara dapat dihentikan.

IV. Karakteristik Informan

11. Nama :

12. Kode Informan :

13. Umur :

14. Jenis Kelamin :

15. Agama & Suku :

16. Pendidikan Terakhir :

17. Tempat,tanggal lahir :

18. Alamat :

19. Pekerjaan :

20. Tanggal Wawancara : _ _ / _ _ / _ _ _ _ (tgl/bln/thn)

Pedoman pertanyaan peneliti (dikembangkan saat wawancara)

No. Variabel Topik Wawancara

- Pendapat tentang stunting


Petugas - Penyegahan stunting
1.
kesehatan - Pencegahan stunting
- Bentuk dukungan terhadap ibu dalam pengasuhan
62

anak untuk pencegahan stunting


- Apakah melakukan edukasi stunting dan pemenuhan
gizi anak
- Materi apa saja yang diberikan
- Media apa yang digunakan dalam pemberian
informasi stunting dan pengasuhan ibu dalam
mencegah stunting
- Apakah mendorong ibu untuk memberikan ASI saja
sempai enam bulan
- Apakah mengajak ibu untuk memantau status gizi
anak di posyandu

Lampiran 5. Pedoman Wawancara pada Kader

PENDORONG DAN PENGHAMBAT PERILAKU PENGASUHAN ANAK

STUNTING DI KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2022

Pedoman Wawancara pada kader

I. Perkenalan
63

Selamat pagi/siang/sore, dalam pertemuan ini saya akanm mewawancarai

sesuatu yang pastinya akan sangat bermanfaat, sebelumya saya ucapkan

terima kasih atas kesediannya untuk meluangkan waktunya dan mau

berpartisipasi (bisa sambil menanyakan keadaan kesehatan atau kabar atau

mengenai keadaan keluarganya, yang tidak berhubungan dengan topik

wawancara). Perkenalkan nama saya Nur Amri Sari Harahap, Saya akan

mewawancarai saudara/i.

II. Penjelasan Tujuan Wawancara

Saya berada di tempat ini untuk mengetahui pendapat atau penilaian

saudara/i terhadap pendorong dan penghambat pola asuh terkait anak

stunting. Kami tidak akan menilai jawaban saudara/i mengenai hal tersebut,

oleh karena itu saudara/i boleh mengungkapkan apa yang sebenarnya tanpa

ragu-ragu. Karena kami akan menjamin kerahasiaannya sesuai dengan yang

terdapat pada formulir persetujuan bagi informan. Maka kami berharap

saudara/i akan mengungkapkan yang sejujurnya tentang apa yang diketahui

dan dirasakan.

III. Prosedur

Sebelum saya memulai wawancara ini, saya mohon izin untuk

menggunakan perekam agar saya dapat mencatat semua yang diwawancarai

dan akan saya rahasiakan semua penjelasan/informasi yang diperoleh.

Jangan ragu-ragu untuk menanggapi saya. Wawancara ini akan berlangsung


64

selama 30menit-1 jam, apabila saudara/i merasa kelelahan di pertengahan

wawancara maka wawancara dapat dihentikan.

IV. Karakteristik Informan

21. Nama :

22. Kode Informan :

23. Umur :

24. Jenis Kelamin :

25. Agama & Suku :

26. Pendidikan Terakhir :

27. Tempat,tanggal lahir :

28. Alamat :

29. Pekerjaan :

30. Tanggal Wawancara : _ _ / _ _ / _ _ _ _ (tgl/bln/thn)

Pedoman pertanyaan peneliti (dikembangkan saat wawancara)

No
Variabel Topik Wawancara
.

1. Kader - Pendapat tentang stunting


- Penyegahan stunting
- Pencegahan stunting
65

- Bentuk dukungan terhadap ibu dalam pengasuhan


anak untuk pencegahan stunting
- Apakah melakukan edukasi stunting dan pemenuhan
gizi anak
- Materi apa saja yang diberikan
- Media apa yang digunakan dalam pemberian
informasi stunting dan pengasuhan ibu dalam
mencegah stunting
- Apakah mendorong ibu untuk memberikan ASI saja
sempai enam bulan
- Apakah mengajak ibu untuk memantau status gizi
anak di posyandu

Lampiran 6. Pedoman Wawancara pada tokoh masyarakat

PENDORONG DAN PENGHAMBAT POLA ASUH ANAK STUNTING

DIKABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2022

Pedoman Wawancara pada tokoh masyarakat/toga


66

I. Perkenalan

Selamat pagi/siang/sore, dalam pertemuan ini saya akanm mewawancarai

sesuatu yang pastinya akan sangat bermanfaat, sebelumya saya ucapkan

terima kasih atas kesediannya untuk meluangkan waktunya dan mau

berpartisipasi (bisa sambil menanyakan keadaan kesehatan atau kabar atau

mengenai keadaan keluarganya, yang tidak berhubungan dengan topik

wawancara). Perkenalkan nama saya Nur Amri Sari Harahap, Saya akan

mewawancarai saudara/i.

II. Penjelasan Tujuan Wawancara

Saya berada di tempat ini untuk mengetahui pendapat atau penilaian

saudara/i terhadap pendorong dan penghambat pola asuh terkait anak

stunting. Kami tidak akan menilai jawaban saudara/i mengenai hal tersebut,

oleh karena itu saudara/i boleh mengungkapkan apa yang sebenarnya tanpa

ragu-ragu. Karena kami akan menjamin kerahasiaannya sesuai dengan yang

terdapat pada formulir persetujuan bagi informan. Maka kami berharap

saudara/i akan mengungkapkan yang sejujurnya tentang apa yang diketahui

dan dirasakan.

III. Prosedur

Sebelum saya memulai wawancara ini, saya mohon izin untuk

menggunakan perekam agar saya dapat mencatat semua yang diwawancarai

dan akan saya rahasiakan semua penjelasan/informasi yang diperoleh.


67

Jangan ragu-ragu untuk menanggapi saya. Wawancara ini akan berlangsung

selama 30menit-1 jam, apabila saudara/i merasa kelelahan di pertengahan

wawancara maka wawancara dapat dihentikan.

IV. Karakteristik Informan

31. Nama :

32. Kode Informan :

33. Umur :

34. Jenis Kelamin :

35. Agama & Suku :

36. Pendidikan Terakhir :

37. Tempat,tanggal lahir :

38. Alamat :

39. Pekerjaan :

40. Tanggal Wawancara : _ _ / _ _ / _ _ _ _ (tgl/bln/thn)

Pedoman pertanyaan peneliti (dikembangkan saat wawancara

No
Variabel Topik Wawancara
.

1. Tokoh - Pendapat tentang stunting


masyarakat - Penyegahan stunting
68

- Pencegahan stunting
- Kepecayaan atau praktek budaya dalam pengasuhan
anak
- Apakah ada kebiasan dalam pemberian makanan
pada bayi baru lahir
- Tujuan peberian makanan tersebut
- Apakah ada persepsi tentang anak stunting
- Apakah ada mitos dalam pengasuhan anak baik
dalam aspek pemberian ASI, Kolostrum, MPASI
dan Imunisasi

Anda mungkin juga menyukai