Anda di halaman 1dari 17

PERTEMUAN 1

Pengantar Etika Profesi

1.1 Akuntansi Sebagai Profesi


Apakah profesi itu? Apa yang membedakan suatu kegiatan sebagai pekerjaan dan
profesi? Banyak terjadi salah pengertian mengenai profesi. Profesi sering diartikan
sebagai suatu pekerjaan lepas. Profesi memang pekerjaan lepas, namun tidak setiap
pekerjaan lepas merupakan profesi. Menurut Duska, Duska dan Ragatz (2011) banyak
definisi mengenai profesi. Namun mungkin dapat diikuti suatu definisi yang diajukan oleh
Commission on Standards of Education and Experience for Certified Public Accountants.
Menurut mereka, profesi memiliki paling tidak tujuh karakteristik, yaitu:
1. Memiliki bangunan pengetahuan yang khusus (a specialized body of knowledge).
2. Melalui proses pendidikan formal yang diakui untuk memperoleh pengetahuan
spesialis yang disyaratkan.
3. Memiliki standar kualifikasi professional sebagai syarat penerimaan anggota
profesi.
4. Memiliki standar prilaku yang mengatur hubungan antara praktisi dengan klien,
rekan sejawat, dan masyarakat pada umumnya.
5. Pengakuan akan status.
6. Menerima tanggung jawab sosial yang melekat pada pekerjaan untuk kepentingan
publik.
7. Memiliki organisasi yang menjaga kewajiban sosial dari profesi.

Dari berbagai persyaratan di atas, maka dua karakteristik terpenting sebagai prasyarat
sebuah profesi adalah pekerjaan tersebut merupakan tanggung jawab sosial yang terkait
dengan kepentingan publik dan adanya pengakuan dari publik (masyarakat) bahwa
pekerjaan tersebut memang penting bagi mereka. Jadi, pekerjaan yang dilakukan
merupakan hal yang dianggap penting bagi publik dan pelaksanaannya dilakukan
sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial. Sebagai pekerjaan yang penting, profesi
tidak boleh memanfaatkan pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri,

1
misalnya mencari keuntungan. Karena itu ciri pertama profesi adalah altruisme. Altruisme
berasal dari kata altruis yang berarti orang yang mengutamakan kepentingan orang lain.
Dengan demikian altruisme artinya sikap yang lebih memperhatikan dan mengutamakan
kepentingan orang lain. Sebagai imbalan atas altruisme ini, profesi biasanya menjadi
warga terhormat di dalam masyarakat.

Jika pekerjaan ini sudah diakui manfaatnya bagi kepentingan publik, maka perlu
disiapkan infrastruktur agar pekerjaan tersebut bisa dilaksanakan dengan baik. Karena
itu, suatu profesi perlu didasarkan pada bangunan pengetahuan yang khusus sehingga
pekerjaan tersebut bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Konsekuensinya, para
praktisi profesi harus menjalani proses pendidikan formal untuk memiliki bangunan
pengetahuan yang khusus tersebut. Mengingat sistem pendidikan formal bersifat umum,
maka praktisi profesi harus memiliki kualifikasi yang ditunjukkan melalui kelulusan atas
ujian kualifikasi dan sertifikasi. Dan praktisi profesi harus melaksananakan pekerjaannya
berdasarkan standar prilaku tertentu. Inilah ciri kedua profesi, yaitu kompetensi. Tidak
mungkin seseorang yang bertugas melaksanakan pekerjaan penting bagi publik tidak
memiliki kompetensi atas pelaksanaan pekerjaan tersebut dan tidak melaksanakan
pekerjaan tersebut dengan standar perilaku yang diharapkan. Jika hal ini terjadi maka
pekerjaan tersebut malah dapat berdampak buruk bagi publik.

Karakteristik terakhir yang harus dimiliki oleh profesi adalah dimilikinya organisasi atau
asosiasi profesi yang bertugas menjaga agar memenuhi kualifikasi yang ditetapkan,
menjaga kompetensi, dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar yang
disepakati. Organisasi ini yang menjaga agar profesi tetap melaksanakan fungsinya
sesuai dengan status pengakuannya. Untuk menegakkan disiplin profesi, asosiasi harus
dapat mengatur dirinya sendiri. Inilah ciri ketiga profesi yaitu otonomi.

2
Dengan demikian profesi adalah pekerjaan yang diakui dan diterima masyarakat sebagai
pekerjaan untuk kepentingan publik dengan tiga ciri, yaitu altruisme, kompetensi dan
otonomi.

Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap profesi, karena tugas Pemerintah


melindungi kepentingan publik. Tingkat pengawasan Pemerintah terhadap profesi
tergantung kepercayaan Pemerintah terhadap kemampuan organisasi profesi untuk
mengawasi profesinya. Jika Pemerintah memercayai organisasi profesi dapat
melaksanakan fungsinya maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah minimal.
Namun, jika profesi tidak dapat dipercaya oleh Pemerintah, maka organisasi profesi
kehilangan otonomi. Pengawasan lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah. Karena itu,
organisasi profesi harus menjaga agar profesi berjalan sesuai dengan yang diharapkan
agar memiliki otonomi dan memperoleh kepercayaan dari publik.

1.2 Etika Dalam Profesi


Dalam melaksanakan fungsinya, profesi sering menghadapi dilema etika. Sebagai
contoh, profesi advokat berfungsi antara lain untuk penegakan hukum berdasarkan
keadilan. Namun, pengacara mendapat bayaran dari pihak yang bersalah yang
membayarnya dengan harapan untuk memperoleh putusan bebas atau hukuman yang
seringan-ringannya, yang mungkin berlawanan dengan prinsip keadilan. Demikian pula
dengan profesi akuntan. Akuntan bertugas untuk mengaudit laporan keuangan untuk
pemegang saham dengan pembayaran dari manajemen yang menyusun laporan
keuangan yang diaudit.

Sejak sekitar tahun 1980, profesi akuntan dianggap bertanggung jawab atas terjadinya
krisis perekonomian yang dipicu skandal-skandal korporasi. Hal ini dapat dilihat antara
lain dari Saving & Loan Crisis yang terjadi di Amerika Serikat di akhir tahun 1970an dan
skandal Bank of Credit and Commerce International pada tahun 1990an, sampai dengan
skandal manipulasi laporan keuangan korporasi Amerika Serikat yang dilakukan oleh
Enron, WorldCom, Adelphia Communication dan banyak perusahaan lainnya. Kantor

3
akuntan juga disibukkan dengan berbagai tuntutan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa
ada permasalahan dalam profesi akuntan, mulai akuntan yang meninggalkan sifat
altruisme dan mengejar keuntungan pribadi sampai ke lemahnya pengawasan yang
dilakukan oleh organisasi profesi.

Banyak kantor akuntan yang selalu berupaya menjaga profesionalitas dengan


meningkatkan kompetensi akuntannya dan mengembangkan sistem kerja yang
mendorong keberhati-hatian. Namun upaya ini sebetulnya tidak mengatasi masalah
hilangnya altruisme dalam profesi akuntan dan keberhati-hatian akuntan lebih didorong
pada ketakutan menghadapi tuntutan hukum dan kehilangan reputasi (external control)
daripada suatu tanggung jawab profesi (internal control).

Etika profesi adalah sarana untuk praktisi profesi mengendalikan diri (internal control)
agar tetap menjaga profesionalitasnya. Etika profesi paling tidak menjaga praktisi profesi
agar selalu ingat profesi adalah untuk kepentingan publik dan selalu ingat dengan sifat
altruisme yang melekat pada profesi. Dengan etika profesi maka praktisi profesi
diharapkan melaksanakan tugas profesi berdasarkan kecintaan dan tanggung jawab
profesi, bukan karena ketakutan tuntutan hukum ataupun karena kehilangan reputasi dan
nama baik.

1.3 Lahirnya Profesi Akuntan

Kelahiran profesi akuntan dapat dikatakan dipicu oleh banyaknya kasus kebangkrutan di
Inggris dan Skotlandia. Berdasarkan Bankruptcy Act 1831, perusahaan yang bangkrut
ditangani oleh pegawai Pemerintah. Namun kebijakan ini dianggap terlalu mahal dan
sebetulnya pihak yang berkepentingan adalah pemberi kredit. Maka diupayakan suatu
perubahan atas Bankruptcy Act ini, dimana pengacara akan berperan lebih besar
dibandingkan akuntan.

4
Sebagai reaksi atas rencana perubahan Bankruptcy Act ini, di Skotlandia didirikan
Society of Accountant in Edinburg dan Institute of Accountants in Glasgow pada tahun
1853. Setahun kemudian keberadaan Society of Accountant in Edinburg mendapat
pengakuan dari Kerajaan (Royal Charter), dan pada tahun berikutnya Institute of
Accountants in Glasgow menyusul mendapatkan Royal Charter.

Pada tahun 1861 dikeluarkan Bankruptcy Act baru yang mengalihkan penanganan
perusahaan bangkrut dari pegawai pemerintah ke pemberi kredit. Oleh pemberi kredit,
penanganan perusahaan bangkrut didelegasikan ke pengacara dengan dibantu oleh
akuntan. Namun UU ini tidak berlaku lama. Pada tahun 1869, dikeluarkan UU baru yang
mengakui keberadaan profesi akuntan dalam penanganan perusahaan bangkrut,
bersama dengan profesi pengacara.

Dengan pengakuan atas profesi akuntan ini, maka beberapa akuntan ternama di
Liverpool dengan dukungan dari pengacara mendirikan Incorporated Society of Liverpool
pada tahun 1870. Tujuannya awalnya adalah untuk menyepakati pembagian kerja antara
profesi pengacara dan akuntan dalam penanganan perusahaan bangkrut. Organisasi ini
kemudian juga menjadi organ yang menyeleksi akuntan yang dianggap memiliki
kualifikasi untuk melaksanakan tugas profesi dan memudahkan klien dalam memilih
akuntan. Pendirian Incorporate Society of Liverpool, diikuti dengan pendirian Institute of
Accountant in London (1870), Manchester Institute of Accountants (1871) dan Institute of
Accountants in Sheffield (1877), yang semuanya berupaya mendapat kepercayaan
masyarakat, sehingga jasanya digunakan, melalui seleksi keanggotaan berdasarkan
kompetensi dan reputasi. Untuk mendapatkan kepercayaan ini mereka melakukan
seleksi keanggotaan yang ketat, memiliki kantor yang bagus yang dilengkapi dengan
perpustakaan yang lengkap, dan menerbitkan semacam majalah atau newsletter yang
disebarkan ke anggota dan klien mengenai perkembangan pengetahuan yang mereka
miliki.

5
Tindakan Institute of Accountant in London yang membatasi keanggotaan organisasi
berdasarkan kompetensi dan domisili menimbulkan reaksi dari akuntan-akuntan yang
tidak memenuhi persyaratan. Mereka kemudian membentuk organisasi tandingan
Society of Accountants in England pada tahun 1872. Untuk menarik anggota, mereka
membuka keanggotaan yang lebih terbuka untuk seluruh wilayah Inggris sehingga jumlah
anggota merekapun beragam baik dari segi kompetensi maupun domisili. Menanggapi
berdirinya Society, pada tahun yang sama Institute of Accountant in London kemudian
juga tidak membatasi domisili anggota. Sebagai konsekuensinya, mereka mengubah
namanya menjadi Institute of Accountant.

Pada tahun 1878, Institute of Accountant memutuskan untuk mengupayakan


meningkatkan status mereka menjadi satu-satunya organisasi akuntan dengan
mempersiapkan rancangan undang-undang yang terkait dengan hal tersebut. Hal ini
menimbulkan kepanikan pada Society. Mereka segera memberikan tanggapan. Awalnya,
pada bulan November 1878, mereka mengajukan usulan ke walikota London untuk
menjadi semacam “sworn body of accountant”. Sebulan kemudian mereka mengajukan
usulan ke Institute untuk melebur menjadi satu organisasi.

Pada bulan Januari 1879, terjadi banyak perkembangan pada perkumpulan-perkumpulan


akuntan tersebut. Institute menerima usulan Society dan kedua perkumpulan ini mulai
melakukan pembicaraan. Society mengusulkan agar Institute dapat menerima
keanggotaan dari akuntan yang bekerja di perusahaan. Namun Institute
mempertahankan untuk membatasi keanggotaan dengan alasan ‘that the true interest of
the profession requires that eligibility for membership should be limited to persons whose
business is that of public accountant’. Institute mempertahankan posisinya karena pada
saat yang sama, perkumpulan akuntan lain, yaitu Liverpool Society, Manchester Institute,
Sheffield Institute dan Accountants’ Incorporation Association juga mengusulkan untuk
bergabung dengan Institute of Accountants. Akibat dari sikap Institute, pembicaraan
mengenai penyatuan perkumpulan terhenti dan Society menarik dukungan atas
rancangan UU yang diusulkan oleh Institute.

6
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, beberapa anggota parlemen menyarankan
kepada Institute untuk menarik rancangan UU yang diusulkan. Selain itu mereka
menyarankan Institute agar mengupayakan Royal Charter.

Pada pertengahan tahun 1879, usulan Royal Charter ditandatangani oleh ketua dari
perkumpulan- perkumpulan Institute of Accountants, the Society of Accountants in
England, the Manchester and Sheffield Institutes, the Liverpool Society. Mereka pada
tahun 1880 memperoleh Royal Charter dengan nama baru Institute of Chartered
Accountants in England & Wales (ICAEW) dan untuk selanjutnya menyebut anggotanya
sebagai Chartered Accountant (CA).

Pada tahun 1883, Bankruptcy Act yang baru disahkan. UU ini menetapkan suatu jabatan
baru dalam likuidasi perusahaan yang disebut Official Receiver yang sekaligus
menghilangkan peran akuntan dalam likuidasi perusahaan. Perubahan Bankruptcy Act
ini disebabkan karena sebelumnya ditemukan bahwa akuntan yang menjadi anggota tim
likuidasi banyak yang tidak segera menyerahkan dana hasil likuidasi atas aset dari
perusahaan yang bangkrut ke kreditor. Mereka malah menahan dana tersebut. Dengan
adanya Bankruptcy Act yang baru ini maka akuntan kehilangan sumber pendapatan
utamanya. Dan juga kepercayaan.

Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, ICAEW memutuskan untuk melakukan


seleksi keanggotaan yang lebih ketat dengan membuat ujian masuk yang lebih sulit. Hal
ini kemudian mendorong didirikannya Society of Accountants and Auditors yang
anggotanya adalah orang-orang yang tidak lulus ujian kualifikasi ICAEW, dan terjadilah
persaingan antara Society dengan Institute.

Hubungan antara kedua organisasi ini menarik, karena dalam persaingan juga terdapat
upaya untuk melakukan merjer. Pada tahun 1893, Society mengusulkan rancangan UU
Public Accountant untuk memperkuat profesi yang isinya yang mengatur registrasi
akuntan hanya dapat dilakukan oleh anggota Society dan ICAEW. Usulan ini ditanggapi
oleh ICAEW dengan mengusulkan rancangan UU Akuntan Publik tandingan yang

7
membatasi registrasi akuntan hanya dapat dilakukan oleh anggota ICAEW. Kedua
rancangan UU ini ditolak. Namun, pada tahun 1897 ICAEW dan Society mencoba
menyusun rancangan UU Chartered Accountant yang berisi penyatuan kedua organisasi
ini. Namun rancangan ini tidak disetujui oleh Rapat Anggota kedua organisasi.
Pada tahun 1900 disahkan Companies Act yang mewajibkan perseroan terbatas untuk
membuat laporan keuangan yang diaudit. Namun UU ini tetap tidak mengatur akuntan
yang berhak untuk melakukan audit. Pemilihan akuntan sepenuhnya melalui mekanisme
pasar, dan untuk itu perkumpulan akuntan bersaing untuk memperoleh kepercayaan
masyarakat agar anggotanya dipercaya sebagai auditor. Dengan adanya Companies Act
ini, berbagai perkumpulan akuntan berdiri untuk memanfaatkan kesempatan yang
diberikan oleh UU tersebut, antara lain London Association of Accountants pada tahun
1904 yang kemudian berkembang menjadi Association of Certified Accountant (ACA)
pada tahun 1971, dan setelah mendapat Royal Charter pada tahun 1974, diubah menjadi
Chartered Association of Certified Accountants (CACA) pada tahun 1984 dan kemudian
menjadi Association of Chartered Certified Accountants (ACCA) pada tahun 1996.
Sementara itu, Society of Accountants and Auditors mengubah namanya menjadi Society
of Incorporated Accountants and Auditors dan menyebut anggotanya dengan
Incorporated Accountant.

Pada tahun 1909 dikeluarkan Companies Act yang baru yang mewajibkan seluruh
perusahaan untuk membuat laporan keuangan yang diaudit dan menetapkan peran
akuntan sebagai auditor yang bertanggung jawab atas laporan kepada pemegang
saham. Untuk menindaklanjuti Companies Act ini, dibuat rancangan UU yang mengatur
registrasi praktisi akuntan di Inggris dan Wales, namun rancangan UU ini gagal karena
tidak mengatur akuntan di Skotlandia dan Irlandia. Upaya ini diulang pada tahun 1911,
namun tetap gagal.

Pada tahun 1955 Society bergabung dengan Institute menjadikan Institute sebagai
organisasi profesi terbesar di Inggris. ICAEW yang besar ini terdiri dari anggota-anggota
dengan latar belakang yang berbeda. Sebagian anggota bekerja pada perusahaan,

8
sebagian lagi bekerja pada kantor akuntan besar, dan sebagian pada kantor akuntan
kecil. Hal ini menyebabkan timbulnya perbedaan kepentingan di antara anggota ICAEW.
Karena itu, pada tahun 1968 ICAEW mengusulkan reformasi profesi akuntan melalui dua
perubahan besar. Usulan pertama adalah merger dengan lima organisasi profesi
akuntansi yang besar Institute of Chartered Accountants of Scotland (ICAS), Institute of
Chartered Accountants in Ireland (ICAI), Association of Chartered Certified Accountants
(ACCA), Chartered Institute of Public and Finance Accountants (CIPFA) dan Chartered
Institute of Management Accountants (CIMA). Kedua, menyederhanakan jumlah
kualifikasi menjadi dua, yaitu: the Chartered Accountant (kualifikasi tinggi) and the
Licentiate Accountant (kualifikasi lebih rendah).

Usulan reformasi profesi akuntan tidak tercapai. Namun pada tahun 1974 keenam
organisasi ini membentuk Consultative Committee of Accountancy Bodies (CCAB) yang
bertujuan untuk perwakilan atas permasalahan bersama. Akuntan anggota organisasi
anggota CCAB ini sering menyebut dirinya sebagai CCAB-qualified accountants.

Baru pada tahun 1989, melalui Companies Act 1989 yang kemudian disempurnakan
pada tahun 2006, terjadi pengaturan mengenai profesi akuntan publik, dimana akuntan
yang dapat melakukan audit atas perseroan
terbatas adalah akuntan yang menjadi anggota lima organisasi anggota CCAB atau
anggota Association of International Accountants (AIA). Keenam organisasi ini disebut
Recognised Qualifying Bodies (RQBs). Selain itu juga ada Recognised Supervisory
Bodies (RSBs) dengan fungsi yang sama tapi anggota yang berbeda, yaitu 4 organisasi
anggota CCAB (CIPFA tidak termasuk) dan Association of Authorized Public Accountant
(APPA). Mengingat CIPFA sedang tidak aktif sebagai RQB dan APPA sudah menjadi
bagian dari ACCA, maka sebetulnya organisasi profesi akuntan (publik) yang dominan
sekarang ini di Inggris adalah ICAEW, ICAS, ICAI yang menyebut anggotanya sebagai
Chartered Accountant, ACCA yang menyebut anggotanya Chartered Certified
Accountant, dan AIA yang menyebut anggotanya sebagai International Accountant.

9
1.4 Profesi Akuntan di Masyarakat

Pada periode 1870-1900 perekonomian Amerika Serikat mengalami banyak perubahan.


Amerika mengalami ledakan penduduk, industrialisasi, persaingan kereta api,
perpindahan penduduk dari desa ke kota, dan tumbuhnya kelas menengah. Situasi ini
mengundang investasi dari perusahaan-perusahaan dari Inggris yang kemudian
membuka pintu bagi akuntan-akuntan Skotlandia dan Inggris. Akuntan-akuntan ini
melihat bahwa belum ada organisasi profesi sebagaimana yang mereka miliki di Inggris
sehingga mereka kemudian mendirikan organisasi serupa.

Organisasi profesi akuntan pertama di Amerika adalah Institute of Accountants yang


didirikan pada tahun 1882. Keanggotaan terbuka untuk setiap akuntan yang lulus ujian
masuk. Sedangkan fungsi dari organisasi adalah pendidikan akuntan. Setelah itu,
beberapa organisasi berdiri, di antaranya American Association of Public Accountants
(AAPA) pada tahun 1887 yang membatasi pada keanggotaannya hanya untuk akuntan
publik. Pendiri Association adalah Chartered Accountant dari Inggris. Mereka mendirikan
Association untuk memperoleh status sebagaimana yang mereka peroleh di Inggris.
Institute tidak dapat mewakili status yang mereka harapkan karena keanggotaannya yang
lebih terbuka untuk semua akuntan.

Pada tahun 1895 dan 1896, Association dan Institute, secara individual dan kemudian
bersama-sama mengajukan usulan untuk memperoleh pengakuan hukum dari Negara
Bagian New York untuk dapat memberikan lisensi akuntan profesional yang memenuhi
persyaratan pendidikan dan domisili. Usulan mereka ditolak. Keputusan dari pemerintah
Negara Bagian New York adalah akuntan profesional yang diakreditasi oleh negara,
dimana akuntan yang telah memenuhi persyaratan ujian dan pelatihan, akan diberikan
lisensi oleh Pemerintah Negara Bagian di mana akuntan bekerja. Dengan lisensi yang
diberikan oleh Pemerintah akuntan berhak mendapat gelar akuntan publik bersertifikasi
(certified public accountant). Sistem New York ini diadopsi oleh negara bagian lainnya
dan pada setiap negara bagian didirikan organisasi profesi akuntan, yang disebut society,

10
yang mengatur dan mengadministrasikan dari akuntan terpisah dengan organisasi yang
berskala nasional seperti AAPA.

Permasalahan yang kemudian timbul ketika itu adalah akuntan harus meyakinkan
masyarakat bahwa mereka memiliki profesionalisme yang tinggi, terutama dalam hal
pendidikan, pelatihan dan etika. Hal ini karena adanya kritik dari kalangan masyarakat
mengenai standar akuntansi dan auditing dan keprihatinan di kalangan akuntan
mengenai standar kelulusan yang berbeda di antara society di masing-masing negara
bagian. Untuk mengatasi permasalahan ini pada tahun 1902 dibentuk Federation of
Societies of Public Accountants. 3 tahun kemudian, organisasi ini kemudian merger
dengan Association, dan kemudian mengubah namanya menjadi Institute of Certified
Public Accountants in United States of America pada tahun 1916, dan setahun kemudian
berubah menjadi American Institute of Accountants (AIA).

Pemimpin AIA mengarahkan organisasi seperti organisasi profesi di Inggris. Mereka


berupaya untuk mendapatkan otonomi, menjadi organisasi yang dapat mendisiplinkan
anggotanya. Masalahnya, anggota Institute juga terikat aturan yang berlaku di masing-
masing negara bagian. Untuk mengatasi kesulitan untuk menguasai anggota secara
penuh, Institute kemudian memperluas keanggotaan tidak terbatas pada akuntan publik
bersertifikasi. Akuntan publik bersertifikasi berkeberatan atas kebijakan ini dan Institute
menghadapi perpecahan.

Akuntan publik bersertifikasi kemudian mendirikan organisasi tandingan, American


Society of Certified Public Accountants (ASCPA), pada tahun 1921. Keanggotaannya
terbatas pada akuntan publik bersertifikasi. Setelah perpecahan ini, lalu timbul upaya
untuk menyatukan organisasi, terutama untuk kesamaan standar ujian. Pada tahun 1936,
Institute dan Society merger menjadi American Institute of Public Accountants, yang
kemudian menjadi American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) pada tahun
1957. Upaya untuk mendapatkan otonomi penuh tidak pernah tercapai, karena lisensi
akuntan masih diberikan oleh Negara. Karena itu, berbeda dengan situasi di Inggris,
hanya ada satu sebutan untuk akuntan yang dapat untuk melakukan audit, yaitu CPA.

11
1.5 Profesi Akuntan di Indonesia

Lahirnya profesi akuntansi di Indonesia dipicu oleh pengakuan Pemerintah atas profesi
akuntansi melalui Undang-Undang nomor 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar
Akuntan (Accountant). Undang-Undang ini mengatur bahwa yang berhak memakai gelar
akuntan adalah seseorang yang memiliki ijazah akuntan dari universitas negeri atau
badan perguruan tinggi lain yang dibentuk oleh Undang-Undang atau diakui Pemerintah
atau seseorang yang lulus dalam ujian lain yang dapat disamakan dengan ijazah
universitas negeri. Undang-Undang ini juga mengatur pemakaian nama kantor akuntan,
biro akuntan, dan nama lain yang menggunakan kata akuntan dan akuntansi hanya untuk
kantor yang dipimpin oleh orang yang berhak menggunakan gelar akuntan.

Undang-Undang ini dibuat untuk melindungi pengguna jasa akuntan karena sebelumnya
banyak yang mengaku sebagai akuntan tanpa kualifikasi yang memadai dan untuk
melindungi profesi akuntan sendiri karena banyak orang yang mengaku sebagai akuntan
yang merangkap pekerjaan sebagai makelar, jual beli rumah dan sebagainya. Kata
akuntan sendiri merupakan kata yang masih asing bagi masyarakat Indonesia. Kata ini
sering rancu dengan kata contant yang berarti tunai sehingga akuntan dipersepsikan
sebagai kasir. Akuntan juga sering disalah-artikan sebagai pengusaha angkutan.

Undang-Undang ini semacam lisensi yang diberikan negara sebagaimana yang terjadi di
Amerika Serikat. Bedanya, lisensi di Indonesia langsung diberikan kepada lulusan
universitas negeri, sedangkan di Amerika lisensi diberikan setelah lulus ujian yang
diselenggarakan oleh profesi.

Universitas Indonesia membuka jurusan akuntansi sejak tahun ajaran 1952/1953 dan
merupakan satu- satunya universitas negeri yang menyelenggarakan pendidikan
akuntansi di Indonesia sampai dengan tahun 1960 yaitu pada saat Sekolah Tinggi
Keuangan Negara didirikan.

12
Tahun 1957 untuk pertama kalinya Universitas Indonesia menghasilkan akuntan
sebanyak empat orang, yaitu Basuki Siddharta, Hendra Darmawan, Tan Tong Joe, dan
Go Tie Siem. Lulusan lokal ini tidak memenuhi persyaratan menjadi anggota organisasi
profesi akuntan Belanda. Akibatnya, mereka tidak dapat menandatangani laporan. Maka
lulusan baru ini didukung oleh dosennya yang bernama Sumardjo Tjitrowarsito merintis
pendirian organisasi profesi akuntan di Indonesia. Mereka mengajak akuntan bangsa
Indonesia lulusan Belanda, yaitu Sumardjo, Abutari, Tio Poo Tjiang, Tan Eng Oen, Teng
Sioe Tjhan, Liem Koei Liang, dan The Tik Him. Ketujuh orang ini sebetulnya sudah
menjadi anggota organisasi profesi akuntan Belanda, namun mereka mendukung
rencana pendirian organisasi akuntan Indonesia ini. Pada 23 Desember 1957 tercapai
kesepakatan untuk mendirikan organisasi profesi yang disebut sebagai Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) yang secara hukum memperoleh pengesahan hukum pada awal tahun
1959.

Dalam perjalanannya, sampai awal tahun 1970an, profesi akuntansi tidak mengalami
perkembangan, karena perekonomian nasional yang mengalami kesulitan sejak
pemutusan hubungan dengan Belanda dan negara-negara Barat dan dilakukannya
nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Selama lebih dari 10 tahun, hanya
terdapat 12 kantor akuntan. Dengan terbukanya kembali investasi asing pada tahun 1967
dan untuk persiapan pembukaan kembali pasar modal, IAI diminta Pemerintah untuk
menguatkan profesi dengan mengeluarkan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI), Norma
Pemeriksaan Akuntansi (NPA), dan Kode Etik Akuntan. Standar dan kode etik ini
kemudian diperbarui dari tahun ke tahun.

Namun, kedatangan investasi asing ini diikuti pula dengan kedatangan akuntan asing.
Kehadiran akuntan asing ini menimbulkan ketegangan yang panjang selama bertahun-
tahun, antara Pemerintah sebagai pemberi izin dan profesi akuntan.

Pada tahun 1979, profesi akuntan mendapat kepercayaan dari Pemerintah untuk
berperan dalam peningkatan pendapatan pajak. Melalui SK Menteri Keuangan tahun
1979 mengatur laporan keuangan wajib pajak yang telah diaudit oleh akuntan publik

13
dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian harus diterima oleh kantor pajak sebagai dasar
perhitungan pajak, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Ketika itu, system perpajakan
masih menganut Official Assessment Systems di mana perhitungan pajak dilakukan oleh
Kantor Pajak. Kepercayaan tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh profesi. Banyak
terjadi manipulasi laporan keuangan yang berdampak pada banyak akuntan publik yang
dikenakan hukuman dan sampai dicabut izinnya. Kepercayaan ini akhirnya ditarik
kembali oleh Departemen Keuangan, dan bahkan dibentuk Tim Pembina Akuntan Publik
sebagai bentuk kekurangpercayaan Pemerintah terhadap kemampuan IAI untuk
mengawasi anggotanya.

Pada tahun 1990an, profesi akuntan semakin diakui perannya yang terlihat dari
dimasukkannya persyaratan pembuatan Laporan Keuangan berdasarkan standar
akuntansi yang disusun oleh IAI dan kewajiban untuk diaudit untuk perusahaan-
perusahaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam berbagai Undang-undang.
Puncaknya terjadi pada akhir tahun 1990an. Untuk menghadapi liberalisasi pasar jasa
akuntan, IAI diberdayakan dengan diberi kewenangan untuk pengujian dan pemberian
sertifikasi akuntan (yang kemudian dikenal dengan USAP), pendidikan lanjutan (PPL),
dan pembinaan terhadap anggota. USAP hanya dapat diikuti oleh Akuntan dan lulusan
USAP berhak untuk menggunakan gelar Bersertifikat Akuntan Publik (BAP).

Mengikuti tren yang terjadi di Amerika Serikat, pada tahun 2001 Departemen Keuangan
mulai merintis pembuatan RUU Akuntan Publik yang pada dasarnya memberikan
pengaturan yang lebih ketat terhadap akuntan publik, termasuk ancaman hukumannya.
RUU ini mengalami penolakan dari profesi. Dengan penolakan ini, Departemen
Keuangan memperhitungkan bahwa proses pengesahan RUU ini membutuhkan waktu
yang lama sehingga mereka pada tahun 2002 mengeluarkan SK Menteri Keuangan yang
isinya mengadopsi sebagian dari RUU. Hal yang signifikan dan berpengaruh terhadap
kantor akuntan dari aturan baru ini adalah mengenai kewajiban untuk rotasi.

Sementara itu, banyak perkembangan lain dalam organisasi IAI. Pada tahun 1977
didirikan Seksi Akuntan Publik, yang dikenal dengan sebutan IAI-SAP. Pendirian IAI-SAP

14
ini merupakan aspirasi dari akuntan publik. Seorang aktivis senior IAI menyatakan: “Di
seluruh dunia, akuntan publik diurus akuntan publik, akuntan publik yang memimpin
organisasi profesi” (Tuanakotta, 2007).

Pada tahun 1994 IAI-SAP berubah menjadi Kompartemen Akuntan Publik dengan
pemberian otonomi dalam melakukan disiplin profesi. Pendirian Kompartemen Akuntan
Publik ini diikuti oleh pendirian Kompartemen Akuntan Manajemen, Kompartemen
Akuntan Pendidik, dan terakhir Kompartemen Akuntan Sektor Publik. Selanjutnya, pada
tahun 2008, Kompartemen Akuntan Publik dan Kompartemen Akuntan Manajemen
menjadi organisasi dengan badan hukum yang terpisah dari IAI dengan nama Insitut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Insitut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI). IAPI
dan IAMI sebagai asosiasi menjadi anggota dari IAI. Sementara itu, pada tahun 2014, IAI
membentuk Kompartemen IAI Akuntan Pajak.

Selain itu, juga terjadi perkembangan dalam profesi akuntan. Pada tahun 1980, lulusan
perguruan tinggi swasta berkesempatan untuk menjadi Akuntan dengan mengikuti Ujian
Nasional Akuntan (UNA). Pada tahun 1998 sistem UNA dihapuskan dan Program
Pendidikan Profesi Akuntan (PPAk) yang harus diikuti baik oleh lulusan perguruan tinggi
negeri maupun swasta untuk memperoleh sebutan Akuntan.

Pada akhir periode 2000an, dengan desakan dari Lembaga Donor Internasional untuk
meningkatkan kualitas corporate governance di Indonesia, Departemen Keuangan
kembali memproses RUU Akuntan Publik. Pada tahun 2011, UU No 5 tahun 2011 tentang
Akuntan Publik disahkan. UU membuka kesempatan yang lebih luas untuk menjadi
akuntan publik. Tidak terbatas hanya Akuntan. Dengan demikian proses untuk mengikuti
ujian sertifikasi menjadi lebih pendek. IAPI ditetapkan oleh Kementerian Keuangan
sebagai Asosiasi Profesi Akuntan Publik. IAPI menamakan ujian sertifikasi sebagai CPA
of Indonesia Exam dan pemegang sertifikat disebut Certified Public Accountant of
Indonesia (CPA).

15
Pada tahun 2014, Kementerian Keuangan mengeluarkan aturan baru mengenai Akuntan
Register Negara melalui Peraturan Menteri Keuangan No 25/PMK.01/2014. Akuntan
Register Negara merupakan sebutan dari Akuntan yang dikenal sebelumnya sesuai
dengan UU No 34 tahun 1954. Perbedaannya adalah jika sebelumnya untuk memperoleh
sebutan akuntan harus mengikuti Program Pendidikan Profesi Akuntan, dengan aturan
yang sekarang, untuk menjadi Akuntan Register Negara dapat melalui ujian sertifikasi
akuntan profesional. Seorang akuntan register negara dapat mendirikan Kantor Jasa
Akuntansi. Kantor Jasa Akuntansi dapat memberikan jasa akuntansi seperti jasa
pembukuan, jasa kompilasi laporan keuangan, jasa manajemen akuntansi manajemen,
konsultasi manajemen, jasa perpajakan, jasa prosedur yang disepakati atas informasi
keuangan, dan jasa sistem teknologi informasi. Kantor Jasa Akuntansi dilarang
memberikan jasa asurans.

1. Duska, Ronald, Duska, Brendan S and Julie Ragatz, (2011), Accounting Ethics,
Second Edition, John Willey & Sons, Chapter 4
2. Kartikahadi, Hans (2010), Pelangi di Cakrawala Profesi Akuntan, Sebuah Memoar,
PT Buana Ilmu Populer
3. Lee, Tom, (1995) The professionalization of accountancy. A history of protecting
the public interest in a self-interested way, Accounting, Auditing & Accountability
Journal, 8,4, 48-69
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 25/PMK.01/2014 Tentang Akuntan Register
Negara
5. Tuanakotta, Theodorus M. (2007), Setengah Abad Profesi Akuntan, Penerbit
Salemba Empat
6. Undang-Undang No. 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan
7. Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik
8. Walker, Stephen P., (2004), The Genesis of Professional Organization in English
Accountancy, Accounting, Organization and Society, 29, 127-156.
9. Willmott, Hugh, (1986), Organising the profession: a Theoretical and Historical
Examination of the Development of the Major Accountancy Bodies in the UK,
Accounting, Organization and Society, 11, 6, 555-580.

16
17

Anda mungkin juga menyukai