Anda di halaman 1dari 37

BAB II

NUMERASI

KONSEP-KONSEP KUNCI
 Sistem Numerasi
 Membilang
 Nilai Tempat
 Basis Lambang Bilangan
 Pengajaran Bilangan dan Lambang Bilangan

62
Kerangka Isi

BILANGAN

SISTEM MEMBILANG BASIS PEMBELAJARAN


NILAI TEMPAT
NUMERASI BILANGAN

3.2.1 3.2.2 3.4.1 3.4.2

3.2.1 Pengertian bilangan 3.4.1 Basis 10


3.2.2 Pemahaman Konsep Membilang 3.4.2 Basis Bukan 10

63
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari materi bilangan dan lambangnya mahasiswa dapat mengenal
dan mengetahui wawasan yang kuat bahwa bilangan itu mempunyai sistem mumerasi
untuk mempelajarinya, menjelaskan, menguraikan, mengembangkan dan menyelesaikan
masalahnya, serta mampu menggunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah
dasar.

Capaian Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat menjelaskan sistem numerasi.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian bilangan dan konsep membilang.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang nilai tempat.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan basis lambang bilangan
5. Mahasiswa dapat mengajarkan bilangan dan lambangnya.

64
A. Pendahuluan
Pada zaman Purbakala, pengetahuan matematika diperlukan dalam ilmu teknik
oleh bangsa-bangsa yang bermukim sepanjang sungai untuk keperluan mengendalikan
banjir, mengeringkan rawa-rawa, membuat irigasi, penghitungan hasil pertanian dan
peternakan. Bangsa Mesir hidup di sepanjang sungai Nil, bangsa Babilonia hidup di
sepanjang sungai Efrat-Tigris, bangsa Hindu di sepanjang sungai Indus dan Gangga.
Bangsa Cina di sepanjang sungai Huang Yo dan Yang Tze. Mereka memerlukan
matematika untuk perhitungan sederhana dan perhitungan peninggalan yang dapat
dipakai sesuai dengan perubahan musim. Perkembangan peradaban manusia memerlukan
cara menilai kegiatan perdagangan, keuangan dan perhitungan rumit untuk
pengembangan teknologi. Untuk keperluan-keperluan praktis tersebut diperlukanlah
bilangan-bilangan. Didasari keperluan praktis tersebut maka awal matematika lahir dari
artimetika, kemudian aljabar dan dilanjutkan geometri untuk keperluan pengukuran
bangun-bangun.
Bilangan merupakan bagian tak terpisahkan dari matematika. Sejarah lahirnya
bilangan menunjukkan bahwa bilangan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, mulai
dari perhitungan sederhana sampai dengan perhitungan yang rumit. Sejak zaman dahulu
dalam peradaban manusia sudah mengenal sistem bilangan (numerasi) untuk membilang
banyaknya kekayaan (hewan ternak) sampai perhitungan rumit saat ini untuk keperluan
teknologi tinggi seperti peluncuran roket, peluncuran peluru kendali dalam perang dunia
dan lain sebagainya. Banyak fakta di sekeliling kita yang menunjukkan pentingnya
memahami bilangan, seperti membandingkan, melakukan operasi penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian, melakukan transaksi perdagangan dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian, melakukan pengukuran panjang, luas,
volum, berat dan lain sebagainya.
Bertitik tolak pada pentingnya penggunaan bilangan dalam kehidupan sehari-
hari dan perkembangan teknologi, maka penanaman konsep bilangan untuk siswa SD
merupakan hal yang esensial dan mendapatkan perhatian utama dalam pembelajaran
matematika. Untuk menanamkan konsep bilangan dengan baik, benar, dan menarik,
seorang calon guru perlu memahami secara mendalam tentang makna dan konsep
bilangan. Pengenalan sistem bilangan dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa tentang

65
kegunaan yang besar dikemudian hari dan menumbuhkan perasaan untuk menghargai
bilangan sebagai karya besar manusia dalam bidang matematika. Pengenalan wawasan,
pentingnya, dan pengembangan bilangan oleh para ahli zaman dahulu memberi dampak
besar terhadap perkembangan ilmu matematika. Selain itu, perkembangan sistem
bilangan berdampak yang luar biasa terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
seperti misalnya perkembangan informasi dan teknologi saat ini.

B. Sistem Numerasi
Himpunan bilangan dalam matematika mempunyai aturan tertentu sehingga
sekumpulan lambang bilangan tersebut mempunyai makna. Sekumpulan lambang
bilangan dan aturan-aturan yang dimaksud membentuk suatu sistem yang dinamakan
sistem numerasi. Sistem numerasi merupakan suatu sarana komunikasi dalam
pembahasan bilangan yang dapat mempermudah pembahasan dikarenakan adanya
kesamaan bahasa, yaitu berupa aturan main yang telah disepakati bersama. Ada beberapa
sistem numerasi yang telah dipakai dalam matematika, diantaranya adalah sistem aditif,
sistem multiplikatif, sistem biner, sistem desimal, sistem seksa desimal, dan lain
sebagainya.
Bilangan merupakan ide abstrak untuk menyatakan banyaknya anggota suatu
himpunan, sedangkan lambang bilangan merupakan simbol yang dituliskan untuk
menandai suatu bilangan. Oleh karenanya kita dapat menjelaskan kepada siswa tentang
konsep bilangan dan lambang bilangan sambil menunjukkan benda-benda konkret
sehingga pembelajaran matematika lebih menyenangkan diterima oleh siswa. Hal ini
perlu dilakukan karena siswa usia SD sangat senang benda-benda konkret yang
ditunjukkan oleh guru. Seperti, menunjukkan gambar 6 ekor hewan dan menuliskan
lambang sebanyak 6 ekor hewan. Dengan demikian secara non formal kita dapat
menyajikan konsep bilangan dan lambang bilangan sesuai dengan maknanya dan taraf
perkembangan anak SD yang belum formal.
Sebelum dibahas sistem bilangan Romawi dan Hindu-Arab, diuraikan terlebih
dahulu mengenai ketentuan atau aturan yang mendasari sistem numerasi, yaitu:

66
a. Suatu sistem disebut aditif apabila nilai dari lambang yang sama adalah tetap
meskipun letaknya berbeda dan nilai dari bilangan yang dilambangkan
merupakan jumlah dari setiap lambang yang digunakan.
b. Suatu sistem disebut pengelompokan sederhana apabila lambang-lambang
yang digunakan mempunyai nilai a, a2, a3, … dan bersifat aditif. Tiap
kelompok ditulis dengan lambang berbeda dan jika ditulis berulang berarti
menjumlahkan.
c. Suatu sistem disebut sistem tempat apabila nilai dari lambang-lambang yang
digunakan dalam menyatakan suatu bilangan menerapkan aturan tempat. Ini
berarti, bahwa lambang yang sama tetapi berbeda tempatnya akan mempunyai
nilai yang berbeda pula. Dengan demikian, tempat atau urutan menuliskan
suatu lambang akan menentukan nilai suatu bilangan.
Uraian tentang sistem bilangan yang ada serta beberapa contoh sebagai berikut.

1. Sistem Numerasi Romawi


Bangsa Romawi telah mengenal dan menggunakan lambang pokok/dasar romawi
sejak ± 260 SM untuk perhitungan-perhitungannya. Lambang bilangan Romawi tersebut
ditulis dengan menggunakan huruf kapital yang sejalan dengan pemikiran orang-orang
Yunani. Lambang bilangan yang digunakan bangsa Romawi sampai saat ini masih
digunakan adalah sebagai berikut.

Talel 2.1 Hubungan Lambang Pokok/dasar Romawi dan Desimal


Romawi Desimal
I 1
V 5
X 10
L 50
C 100
D 500
M 1000
- Kalikan 1000

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam sistem bilangan Romawi
sebagai beikut.

67
a. Sistem bilangan Romawi menggunakan sistem penjumlahan (aditif).
Contoh :
1). XXVII 10 + 10 + 5 + 1 + 1 = 27
2) MMMDXCIX 3000 + 500 + 90 + 9 = 3599

b. Jika suatu angka terdiri dari dua lambang pokok maka untuk menentukan nilai
bilangan tersebut dengan cara dijumlahkan atau dikurangi dari keduanya.
Contoh:
1) Jika lambang bilangan di kiri lebih besar dibandingkan di kanan maka
dijumlahkan : XI = 10 + 1 = 11
2) Jika lambang bilangan di kiri lebih kecil dibandingkan di kanan maka
dikurangkan: XC = 100 – 10 = 90
3) Banyaknya lambang yang letaknya di sebelah kiri hanya satu lambang
sedangkan di sebelah kanan boleh lebih dari satu lambang: VIII = 5 + 3 = 8
b. Jika lambang bilangan yang letaknya di sebelah kiri lebih kecil lebih dari satu
maka tidak boleh dikurangi atau ditambah (disebut tanpa arti).
Contoh:
1). IIV tidak boleh dikurangi menjadi 5 – 2 = 3
2) XXXL tidak boleh dijumlahkan menjadi 20 + 50 = 80
c. Penulisan lambang bilangan Romawi diperkenankan mengulang lambang yang
sama paling banyak tiga kali secara berturut-turut.
Contoh:
1) 4 ditulis IV tidak boleh ditulis IIII
2) 400 ditulis CD tidak boleh ditulis CCCC
d. Untuk bilangan lebih besar bisa ditulis dengan menggunakan garis datar "-" di
atas simbol yang bersangkutan dan setiap satu garis dikalikan 1000.
Contoh:
1) V berarti 5 x 1000 = 5000,

2) V berarti 5 x 1000 x 1000 = 5000000


e. Lambang pokok untuk V, L, D tidak boleh ditulis ganda karena sistem bilangan
romawi menggunakan dasar 10.

68
Contoh:
1) 10 tidak boleh ditulis VV
2) 100 tidak boleh ditulis LL
3) 1000 tidak boleh ditulis DD
f. Pada pengurangan hanya I, X, C dapat sebagai pengurang dengan aturan sebagai
berikut.
1) I hanya sebagai pengurang untuk V dan X
Contoh: IV = 4 dan IX = 9 dan tidak boleh menulis IC untuk 99
2) X hanya sebagai pengurang untuk L dan C
Contoh: XL = 40 dan XC = 90 dan tidak boleh menulis XD untuk 490
3) C hanya sebagai penurang untuk D dan M
Contoh: CD = 400 dan CM = 900

2. Sistem Hindu-Arab
Bangsa Hindu-Arab ± tahun 300 SM diperkirakan sudah mempunyai angka-angka
dengan menggunakan bilangan basis 10, tetapi mereka belum mengenal bilangan nol.
Mereka mulai menggunakan sistem nilai tempat dan mengenal bilangan nol diperkirakan
tahun 500 M.
Sistem Hindu-Arab berasal dari India sekitar tahun 300 SM dan mengalami
banyak perubahan yang dipengaruhi oleh penggunaannya di Babilonia dan Yunani. Baru
sekitar tahun 750, sistem Hindu-Arab berkembang di Bagdad dengan menggunakan
sistem nilai tempat sebagai ciri utamanya. Bukti sejarah tentang hal ini ditulis dalam buku
karangan matematisi arab yang bernama Al-Khawarizmi yang berjudul Liber Algorismi
de Numero (Spanyol, abad 8). Selama kurang lebih 400 tahun terjadi pertentangan
pendapat antara kelompok Abacist (penganut sistem Romawi) dan kelompok Algorist
(penganut Hindu-Arab) tentang efisiensi lambang-lambang dan sistem numerasinya.
Nampaknya sistem Hindu-Arab dirasakan lebih efisien, sehingga sekitar tahun 1500
sistem ini banyak digunakan secara umum, meskipun tanpa meninggalkan sepenuhnya
sistem Romawi sampai saat ini.
Sistem Hindu-Arab menggunakan sistem nilai tempat dengan basis 10 yang
dipengaruhi oleh banyaknya jari tangan, yaitu 10. Sepuluh berasal dari bahasa latin

69
decem yang artinya desimal atau sepuluh, maka sistem ini sering juga disebut sistem
desimal. Sistem Hindu-Arab mempunyai aturan atau ciri-ciri yang berbeda dengan sistem
Romawi. Ciri-ciri sistem Hindu-Arab sebagai berikut.
1. Memiliki lambang pokok (angka) yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.
2. Mengenal symbol “ 0 “
3. Menggunakan basis 10.
4. Menggunakan nilai tempat.
Sistem desimal ini menggunakan nilai tempat, misalnya untuk 253 dapat
dijelaskan bahwa:
2 menunjukkan 2 ratusan (2 x 100)
5 menunjukkan 5 puluhan (5 x 10)
3 menunjukkan 3 satuan (3 x 1)
Dalam sistem desimal, nilai tempat bilangan ditentukan berdasarkan urutan dari
kanan ke kiri. Urutan paling kanan mempunyai nilai tempat satuan, di kanan satuan
adalah puluhan, di kanan puluhan adalah ratusan, demikian seterusnya. Perhatikan tabel
2.2 berikut.
Tabel 2.2 Nilai Tempat Bilangan
Bilangan
Jutaan

Ratus Ribuan

Puluh ribuan

Ribuan

Ratusan

Puluhan

Satuan

253 2 5 3
47204 4 7 2 0 4
3134652 3 1 3 4 6 5 2

Dengan demikian:
253 = 2 ratusan + 5 puluhan + 3 satuan
2 x 100 + 5 x 10 +3x1
2 x 102 + 5 x 101 + 3 x 100

70
47204 = 4 puluh ribuan + 7 ribuan + 2 ratusan + 0 puluhan + 4 satuan
= 4 x 10.000 + 7 x 1000 + 2 x 100 + 0 x 10 + 4 x 1
47204 = 4 x 104 + 7 x 103 + 2 x 102 + 0 x 101 + 4 x 100

Memperhatikan contoh tabel 2.2, maka secara umum dapat dinyatakan bahwa
untuk anan-1…..a2a1 = an x 10n-1 + an-1 x 10n-2 +…+ a2 x 101 + a1 x 100.

C. Membilang
1. Pengertian Bilangan
Bilangan, adalah suatu ide abstrak (tidak didefenisikan) yang menyatakan
banyak anggota suatu himpunan. Bilangan banyak membantu dalam kehidupan
manusia bahkan merupakan kebutuhan dasar manusia dari semua lapisan
pergaulan hidup sehati-hari. Keadaan seperti ini dapat ditunjukkan dengan fakta-
fakta bahwa dengan menggunakan bilangan orang dapat:
a. Menyebut banyak, sedikit, kurang, sama atau tambah.
b. Memberikan harga atau nilai kepada barang atau jasa dalam transaksi sehari-
hari.
c. Menyatakan ciri, sifat atau keadaan benda sebagai hasil pengamatan dan
pengukuran antara lain diperoleh ukuran panjang, tinggi, kecepatan, jarak,
temperatur dan kekuatan.
Adanya bilangan membantu manusia untuk melakukan banyak
perhitungan mulai dari yang sederhana sampai perhitungan yang rumit.
Mengingat pentingnya bilangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
kehidupan sehari-hari, maka pengetahuan tentang bilangan perlu dikenalkan
kepada anak sedini mungkin dengan cara yang benar. Seorang guru SD perlu
mengenal dan memahami dengan jelas makna dan konsep bilangan. Pengenalan
bilangan dapat memberikan nuansa kepada guru bahwa perwujudan sistem
bilangan dapat dinikmati kegunaannya saat ini.
Pemahaman tentang makna dan konsep bilangan dapat memberikan
pengetahuan dan wawasan yang kuat bahwa bilangan itu mempunyai sistem
numerasi untuk mempelajarinya, menjelaskan, menguraikan, mengembangkan

71
dan menyelesaikan masalah. Dengan adanya pemahaman yang sama tentang
numerasi ini tentunya mempermudah komunikasi karena bahasa yang
dipergunakan sama, yaitu sesuai dengan aturan yang telah dihasilkan. Sebagian
dari pemahaman makna dan konsep bilangan dapat diperoleh dari uraian tentang
sejarah penggalian dan pengembangan bilangan.
Perhatikan contoh berikut:

Gambar 3.1 Konsep Bilangan


“Apa artinya 4?”. Untuk pemahaman makna dan konsep bilangan yang tepat
tentang konsep 4, yang mana penjelasan berikut ini menurut anda akan
memberikan suatu pemahaman yang tepat?
1. Tuliskan lambang bilangan 4 dan katakan bahwa inilah empat.
2. Tunjukkan jari tangan anda dan katakan inilah suatu himpunan 4 jari tangan.
3. Tunjukkan beberapa himpunan dari 4 (seperti gambar di atas) dan ceritakan
bahwa tiap himpunan mempunyai 4 elemen.
4. Katakan kepada siswa bahwa 4 lebih dari 2
5. Katakan kepada siswa bahwa 4 kurang dari 7
6. 4 = 2 + 2
Tidak satupun dari penjelasan di atas yang menghasilkan pemahaman
yang mantap kepada anak tentang konsep 4 (empat), karena tidak satupun dari
enam penjelasan di atas mencerminkan hakikat yang benar tentang empat.
Kemungkinan anda menduga bahwa butir 3 menghasilkan pemahaman yang tepat
tentang konsep 4. Kita lihat bahwa butir 3 tidak menempatkan tekanan proses
pemasangan atau korespondensi 1-1 dari himpunan yang ditunjukkan.

72
Jika kita hendak mengajarkan konsep manis, maka tentunya anda
meminta anak untuk mencicipi agar merasakan benda-benda yang bersifat manis
beberapa kali. Setiap kali mencicipi anak itu mempunyai pengalaman rasa manis
dimulutnya yang berasal dari benda yang manis. Kemudian anak itu
memindahkan atau mentransfer pengalamannya ke situasi lain yaitu mengkaitkan
kata “manis” dengan rasa yang dialaminya.
Yang dimaksud dengan mengatakan suatu himpunan yang banyak
anggotanya 4 adalah himpunan itu dan semua himpunan di dalam semesta
pembicaraan yang dapat dipasangkan 1-1 dengan suatu himpunan seperti jari
tangan, sehingga memberikan sifat sama yaitu empat. Tentu saja kita juga dapat
memilih sembarang benda yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari untuk
mengenal himpunan dengan banyak anggota empat, misalnya himpunan banyak
sisi segiempat, himpunan 4 bola, dan sebagainya. Jadi persyaratan untuk
menentukan konsep empat kita dapat sajikan sebagai berikut.
1. Himpunan dari empat elemen harus dapat diidentifikasi oleh anak dengan
jelas.
2. Anak kemudian diberi tugas untuk mencari himpunan lain yang banyak
anggotanya 4, yaitu dengan cara memasang 1-1 aggota himpunan yang dicari
dengan himpunan lain yang mempunyai anggota empat.
Sebagai simpulan, konsep empat adalah sifat dari semua himpunan yang
dapat diletakkan dalam korespondensi satu-satu dengan huruf a, b, c, dan d, (perlu
diingat bahwa sembarang himpunan dengan empat anggota dapat dipakai sebagai
referensi awal).
Pemahaman konsep empat dipusatkan hanya pada satu aspek dari
hakikat empat. Konsep empat yang diajarkan dan dipelajari terpisah dari konsep
bilangan lain yang membantu guru untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan tidak
dimaksudkan untuk memberikan saran pada seseorang dalam mengajarkan konsep
bilangan.

73
Contoh lain: Penanaman konsep bilangan enam dengan bantuan gambar berikut.

Gambar 3.2 Pengenalan Konsep Bilangan


Tugas:
1. Apa ”sifat sama” yang dimiliki oleh setiap kumpulan jenis buah di atas?
2. Buatlah model lain, untuk menunjukkan bilangan yang lainnya!

2. Pemahaman Konsep Membilang


Kegiatan membilang sejak jaman dahulu kala manusia melakukannya.
Misalnya, para petani melakukan perhitungan untuk mencari hari baik dalam
menanam bibit pertanian, para cendikiawan mengembangkan kalender, para
pedagang membuat sistem pengukuran, para teknisi menemukan dan
menggunakan mesin, para nelayan membuat perahu, dan kegiatan lainnya yang
mengarah pada sistem numerasi walaupun masih sederhana.
Contoh, adanya coretan pada dinding gua serta tumpukkan kayu atau batu
yang ditempatkan secara khusus, merupakan petunjuk bahwa masyarakat jaman
batu sudah dapat membilang (menghitung, mencacah) banyaknya sekumpulan
benda. Cara membilang yang digunakan dengan tallies (coretan), yaitu dengan
memasangkan 1-1 antara masing-masing benda dengan satu coretan. Jadi secara
tidak langsung mereka mengetahui konsep bilangan melalui ide satuan (oneness),
duaan (twoness), tigaan, empatan, limaan, sepuluhan, dan sebagainya. Jadi, pada

74
dasarnya pekerjaan membilang adalah pekerjaan membandingkan. Cara yang
dipakai untuk membandingkan adalah mengkorespondensikan (memasangkan)
benda, unsur, atau elemen suatu himpunan. Sebagai ilustrasi membilang,
perhatikan peragaan berikut.
Diawali dengan menunjukkan gambar pada siswa dan tanyakan berapa
banyak orang yang ada pada gambar? Siswa diajak membilang banyak orang
dengan menunjuk satu persatu orang pada gambar dengan menyebut “ satu – dua
– tiga – empat” (boleh membilang dari kanan atau dari kiri pada gambar) sehingga
didapat gambar orang sebanyak empat.

Gambar 3.3 Siswa sedang menunjukkan hasil kerja di depan kelas


Berikutnya, ditunjukkan lagi pada siswa gambar drum. Hal senada juga
dilakukan dengan meminta salah satu siswa membilang banyak drum sehingga
didapat banyak drum pada gambar sebanyak lima.

Gambar 3.4 Drum minyak tanah


Kegiatan seperti ini dapat dilakukan berulang-ulang dengan banyak benda
yang berbeda-beda sehingga siswa dapat memahami mengerti tentang membilang
banyak benda yang ada baik dengan benda konkret maupun semi konkret.
Selanjutnya, siswa diperkenalkan relasi/hubungan dua bilangan dengan cara
membandingkan dua himpunan.

75
Gambar 3.4 Siswa mengikuti loma gerak jalan
Gambar 3.4 menunjukkan bahwa banyak siswa pada baris kanan maupun baris
kiri sama yaitu tiga. Ini menunjukkan adanya pasangan satu-satu antara dua himpunan
itu. Berarti banyak siswa pada baris kanan sama dengansiswa pada baris kiri dan
dinyatakan secara simbolis “3 = 3”

Gambar 3.5 Segehan dan canang

Pada gambar 3.5 banyak segehan dan canang berbeda, karena setelah di
pasangkan dengan cara menghubungkan dengan garis ternyata ada dua segehan yang
tidak memiliki pasangan canang. Ini menunjukkan segehan lebih banyak dari canang dan
dinyatakan secara simbolis “4 > 2”.

Gambar 3.6 Dua Kelompok Siswa sedang Belajar

76
Pada gambar 3.6 adaah gambar dua kelompok siswa yang sedang belajar. Siswa
diajak membilang banyak siswa yang ada pada dua gambar tersebut. Tunjukkan gambar
dan tanyakan “gambar yang mana banyak siswa lebih banyak?” Tentu dibimbing siswa
agar mendapat jaawaban bahwa banyak siswa pada gambar kiri kurang dari siswa di
kanan dan dinyatakan secara simbolis “6 < 7”
Kegiatan-kegiatan yang diuraikan di atas mengarah pada simpulan banhwa pada
relasi dua bilangan (misalnya bilngan a dan b) kemungkinan relasi yang bisa terjadi untuk
dua bilangan tersebut “a = b; a > b; atau a < b”

D. Nilai Tempat
Untuk menyebut hasil membilang diperlukan bilangan, dan untuk menyatakan
bilangan perlu lambang. Tentu saja kurang praktis dan mempersulit pekerjaan jika
setiap dua bilangan yang berbeda mempunyai lambang atau susunan lambang yang
sama sekali berbeda. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya kita mengingat jika
bilangan-bilangan dari satu sampai seribu masing-masing menggunakan lambang
yang sama sekali berbeda satu dengan yang lain. Ini berarti bahwa orang perlu
menciptakan lambang-lambang bilangan yang terbatas, dan membuat peraturan yang
sistematis serta taat asas untuk menyusun lambang bilangan yang manapun, sehingga
terbentuk sistem numerasi. Dalam uraian tentang sejarah, konsep, dan lambang
bilangan telah dibahas berbagai sistem numerasi yang pernah ada dan tercatat dalam
sejarah. Suatu sistem numerasi disebut sistem tempat jika nilai dari lambang-
lambang yang digunakan menerapkan aturan tempat, sehingga lambang yang sama
mempunyai nilai yang tidak sama karena tempatnya (posisinya) berbeda. Karena
adanya kaitan antara nilai dan tempat, maka sistem tempat lebih dikenal dengan
sistem nilai tempat. Sistem nilai tempat yang pernah dikenal adalah sistem Mesir
Kuno, sistem Yunani Kuno, sistem Cina, sistem Maya, dan sistem Hindu-Arab.
Berkaitan dengan materi matematika, sistem nilai tempat yang digunakan
adalah sistem Hindu-Arab. Sistem ini memiliki sepuluh lambang dasar (pokok) yang
disebut angka (digit), yaitu 0,1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9. Pemilihan sepuluh angka
dipengaruhi oleh banyaknya seluruh jari-jari tangan (kaki) yaitu sepuluh, sehingga
sistem ini lebih dikenal dengan sebutan sistem desimal (Latin: decem = 10).

77
Di dalam sistem desimal, penulisan lambang bilangan menggunakan
pengelompokkan kelipatan dari perpangkatan sepuluh.
1. Bilangan-bilangan dari nol sampai dengan sembilan dilambangkan sama dengan
lambang angka.
nol = 0 lima =5
satu = 1 enam = 6
dua = 2 tujuh = 7
tiga = 3 delapan = 8
empat = 4 sembilan = 9

2. Bilangan yang satu lebihnya dari bilangan sembilan disebut sepuluh. Bilangan
sepuluh terdiri atas sepuluh satuan. Pengelompokkan sepuluh satuan menjadi satu
menghasilkan satu puluhan |||||||||| = sepuluh satuan = 1 puluhan
Lambang satu puluhan adalah 10. Lambang-lambang kelipatan sepuluh adalah :
20 = dua puluh, memuat dua puluhan
30 = tiga puluh, memuat tiga puluhan
90 = sembilan puluh, memuat sembilan puluhan

Perhatikan peragaan-peragaan berikut:

a.

dua puluhan = 20

78
b. xxxx xx
xxx xxx
xxx xxxxx

xxxx tiga puluhan = 30


xx
xxxx

Gambar 3.7 Pengenalan Nilai Tempat


3. Bilangan-bilangan yang memuat puluhan dan satuan dilambangkan sesuai dengan
banyaknya puluhan dan banyaknya satuan yang tidak dapat terkelompokkan
menjadi puluhan.

a.
satu puluhan dan lima satuan = 15

b. ||||||||||
|||||||||| |||||||||| tiga puluhan dan tujuh satuan = 37
||||||||||

c. x x x x
x x x x
x x x x x x = dua puluhan dan dua satuan = 22
x x x x
x x x x

79
4. Dengan pengertian yang sama, dapat dimengerti bahwa pengelompokan dapat
dilanjutkan dengan melakukan pengelompokkan sepuluh puluhan, sepuluh
sepuluh puluhan, dan seterusnya masing-masing dengan sebutan atau nama
tertentu.
Sepuluh puluhan = seratus, ditulis 100
Sepuluh sepuluh puluhan = sepuluh ratusan = seribu, ditulis 1.000
Sepuluh ribuan = sepuluh ribu, ditulis 10.000
Ini berarti bahwa:
2345 = dua ribuan, tiga ratusan, empat puluhan, dan lima satuan
= (2 x 1000) + (3 x 100) + (4 x 100) + 5
47766 = empat puluhan ribuan, tujuh ribuan, tujuh ratusan, enam puluhan dan
enam satuan
= (4 x 10.000) + 7 x 1000) + (7 x 100) + (6 x 10) + 6

Perhatikan bahwa lambang 6 pada tempat terakhir bernilai enam satuan,


dan 6 pada tempat sebelum terakhir bernilai enam puluh. Demikian pula, lambang
7 pada tempat ketiga dari belakang bernilai tujuah ratus, dan lambang 7 lambang
7 pada tempat ke tempat dari belakang bernilai tujuh ribu. Keadaan ini
menunjukkan bahwa karena tempatnya berbeda, lambang yang sama mempunyai
nilai yang berbeda. Karena tempatnya, lambang 5 dapat bernilai lima, lima puluh,
lima ratus, lima ribu, lima puluh ribu, lima ratus ribu, dan seterusnya.
5. Secara keseluruhan, keadaan nilai tempat lambang bilangan dapat dinyatakan
dengan diagram berikut :
   a4 a3 a2 a1 a0

   a4 a3 a2 a1 a0
Satuan a0. 100
Puluhan a1. 101
Ratusan a2. 102
Ribuan a3. 103
Puluhan ribu a4. 104

80
E. Basis
Karena sasaran pengelompokkan sebagai dasar dalam menuliskan suatu bilangan
adalah sepuluh, maka sepuluh disebut sebagai basis atau dasar (diberi nama bilangan
“basis 10”). Sedangkan bila sebagai dasar pengelompokkan bukan sepuluh, maka
disebut “bukan basis 10”)
Perhatikan contoh berikut.

1. Basis 10
2398 = 8.100 + 9.101 + 3.102 + 2.103 = 8.1 + 9.10 + 3.100 + 2.1000
= 8 + 90 + 300 + 2000
75432 = 2.100 + 3.101 + 4.102 + 5.103 + 7.104
= 2.1 + 3.10 + 4.100 + 5.1000 + 7.10000
= 2 + 30 + 400 + 5.000 + 70.000

2. Basis Bukan 10
Dalam perkembangan berikutnya, suatu bilangan dinyatakan juga dalam basis
bukan 10. Prinsip yang digunakan dalam basis bukan sepuluh serupa dengan yang
digunakan dalam basis sepuluh. Jika b adalah bilangan bulat positif yang dipilih
sebagai basis, maka angka-angka yang digunakan untuk menyusun lambangnya
adalah 0,1,2,….,b-1, dan nilai bilangan dalam basis sepuluh dapat dicari dari:

(a4a3a2a1a0)b = a0.b0 + a1.b1 + a2.b2 + a3.b3 + a4.b4 + 

Perhatikan contoh-contoh berikut :

Basis 5
(2314)5 = 4.50 + 1.51 + 3.52 + 2.53
= 4.1 + 1.5 + 3.25 + 2.125
= 4 + 5 + 75 + 250
= 334

81
Basis 4
(32012)4 = 2.40 + 1.41 + 0.42 + 2.43 + 3.44
= 2.1 + 1.4 + 0.16 + 2.64 + 3.256
= 2 + 4 + 0 +128 + 768
= 961
Basis 2
(1001101)2 = 1.20 + 0.21 + 1.22 + 1.23 + 0.24 + 0.25 +1.26
= 1 + 0 + 4 + 8 + 0 + 0 + 64
= 77

F. Pembelajaran Bilangan dan Lambang Bilangan


1. Cara Mengajarkan Bilangan
Tahap 1, Guru menunjukkan kepada siswa sebuah himpunan dari 3 benda
misalnya 3 gambar kucing pada papan flanel.

Gambar 3.8 Konsep Tiga


Guru mengatakan: “Ini adalah himpunan 3 gambar kucing”. “Sekarang ambil
benda dari kotak alat peragamu dan buatlah sebuah himpunan 3 benda di atas
mejamu masing-masing”. (tersedia seperangkat alat peraga untuk masing-masing
siswa). Setelah siswa memperoleh himpunan 3 benda, guru mengambil karton
bergambar kedua dan memasangkannya dengan himpunan gambar kucing tadi.
Kemudian guru menyuruh siswa mencari himpunan tiga benda yang lain dan
memasangkannya dengan himpunan gambar kucing tadi, kemudian guru
menyuruh siswa mencari himpunan tiga benda yang lain dan memasangkannya
dengan himpunan induk seperti yang dikerjakan guru pada papan flanel. Setelah
itu, guru memeriksa apa yang dilakukan siswa untuk melihat sudah benar atau
belum. Kemudian guru menulis lambang bilangan 3 di samping himpunan induk
tadi. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang sampai siswa mahir betul dan paham
tentang bilangan 1 sampai dengan 9 sebagai sifat dari suatu himpunan. Jadi makna

82
bilangan dalam hal ini adalah sebagai alat untuk menyatakan banyaknya suatu
benda atau objek.
Tahap II: Memasangkan pola titik untuk bilangan dari 1 sampai dengan 5 seperti
pola titik yang ada pada kartu domino misalnya:

1 2 3 4 5

Gambar 3.9 Pola Bilangan


Bilangan selanjutnya dapat diperoleh dari pola sebagai kombinasi dari pola
bilangan antara 1 sampai dengan 5 di atas. Khusus untuk bilangan 10 sering
dipolakan dengan:

Gambar 3.10 Pola Bilangan 10


Sudah barang tentu anda dapat mengembangkan pola lain untuk memperkenalkan
bilangan.
Tahap III: Mengajar siswa membilang
Ada dua cara membilang yang harus diberikan kepada siswa. Pertama, membilang
buta (membilang tanpa ada objek yang dibilang), yaitu menyebut nama bilangan
menurut urutan tertentu. Kedua, membilang bermakna yaitu siswa menentukan
banyaknya anggota suatu himpunan dengan cara membilang. Dalam menolong
siswa agar biasa dengan nama bilangan, ada banyak sajak atau nyanyian yang bisa
diajarkan oleh guru kepada siswa, misalnya:
satu, dua aku bangun pagi
tiga empat aku terus mandi
lima, enam aku makan pagi

83
tujuh, delapan aku sikat gigi
sembilan, sepuluh aku terus pergi
Tugas: dapatkah Anda menemukan atau membuat judul nyanyian lain berkaitan
dengan pembelajaran bilangan dan lambangnya!

2. Cara mengajar Bilangan Nol


Konsep bilangan nol sangat penting dan memerlukan teknik penyajian yang
berbeda dengan teknik yang digunakan untuk menyajikan bilangan 1 sampai
9. Misalnya banyaknya gajah berkaki 3 dalam ruangan ini adalah nol. Banyak
orang bermata tiga di kelas ini adalah nol. Amin membuat nol kesalahan
dalam pekerjaan rumahnya. Setelah memberikan semua kertasnya kepada
kawan-kawannya, Siti mempunyai nol kertas. Bilangan nol ini dilambangkan
dengan lambang “0”.
3. Cara Mengajarkan Ketidaksamaan
Ketidaksamaan adalah konsep yang esensial bagi siswa untuk dapat
mendalami konsep bilangan. Ketidaksamaan berperan penting dalam
mempelajari taksiran pembagian panjang, statistik dan topik matematika yang
lain.
Contoh kegiatan: Guru dapat menanyakan siswa untuk menentukan mana di
antara himpunan di depan ini (lihat gambar) yang mempunyai anggota yang
lebih banyak dengan cara pemasangan satu-satu.

? 1
1 1
? 2
2 2
? 3
3 3
? 4

Gambar 3.11 Menyatakan lebih dari dan kurang dari

84
Setelah guru mengembangkan konsep “lebih dari” dan “kurang dari”, guru
tentunya ingin mengenalkan cara menyimpulkannya. Kegiatan di bawah ini
dapat digunakan untuk mengajar simbol.
Lengkapilah angka pada persegi panjang di bawah ini dengan
memperhatikan keterangan di sampingnya!

Di dalam oval ada gambar titik-titik yang banyaknya lebih


  dari bilangan yang tertulis di sebelah kiri bawah. Tulislah

bilangannya dalam kotak di bawahnya. Ini dibaca 3 kurang
3 < 4 dari 4.

Di dalam oval gambarlah titik-titik yang banyaknya 1 atau


    2 kurang dari bilangan yang namanya tertulis di sebelah kiri
  bawah. Tulislah lambang bilangan di dalam kotak di
   
bawahnya sesuai dengan banyaknya titik yang ada di oval.
7 >
Ini dibaca: 7 lebih dari (sesuai dengan banyaknya titik yang
digambar)




Tulislah lambang bilangan di dalam kotak yang masing-
<
masing sesuai dengan banyaknya titik yang ada di dalam
oval di atasnya. Bacalah dengan keras ketidaksamaan
tersebut.

 

 

>

 
  Tuliskan ketidaksamaan yang benar dengan menuliskan
 
simbol kurang dari atau lebih dari.
5 …… 1

85
Tulis di dalam kotak lambang bilangan yang membuat
< 7
ketidaksamaan ini benar
> 9

3 ……. 10 tulislah simbol ketidaksamaan (kurang dari atau lebih dari)


hingga ketidaksamaan ini benar.
34 ……. 8

Berikut ini disajikan satu contoh desain alat peraga serta penggunaannya
berkaitan dengan pengenalan bilangan dan lambangnya.

PETUNJUK PENGGUNAAN ALAT PERAGA


KARTU BILANGAN 1 HINGGA 10
Kode :

Nama Alat : Kartu Bilangan 1 hingga 10


Gambar Alat :

Kartu Kumpulan Gambar

9
Kartu nama bilangan 10

86
satu dua tiga empat

enam tujuh delapan


lima

sembilan sepuluh

Kegunaan
1. Membilang dan menghitung secara urut.
2. Menyebutkan banyak benda.
3. Membandingkan dua kumpulan benda melalui istilah lebih banyak (lebih dari),
kurang dari, dan sama banyak (sama dengan).

Cara Penggunaan
1. Alat Peraga ini digunakan bersama papan bermagnet.
2. Untuk membantu siswa dalam membilang dan menyebutkan banyak benda.
Tunjukkan kepada siswa dengan cara menempelkan kartu kumpulan gambar pada
papan bermagnet, dimulai dengan banyak gambar 1 bola. Pertanyaan guru: “ Ada
berapa bola dalam kartu ini?”

Jawaban yang diharapkan: “1(satu)”.

87
Dilanjutkan dengan kartu kumpulan gambar yang lain, sehingga kesepuluh kartu
secara bergantian sudah ditunjukkan semua. Lakukan berulang-ulang mulai dari yang
urut dan dilanjutkan dengan tidak terurut.

3. Setelah siswa lancar membilang banyak bola pada kartu, ulangi dengan terurut
sebagai berikut. Tempelkan kartu kumpulan gambar, dimulai dengan banyak gambar
1 bola.

satu
Pertanyaan guru: “Ada berapa bola dalam kartu ini?’
Jawaban yang diharapkan: “1(satu)”.
Guru menempelkan kartu angka satu di samping gambar. Dilanjutkan dengan
menempelkan kartu nama bilangan di sampingnya lagi.
Lakukan berulang-ulang untuk kesepuluh kartu kumpulan gambar sampai siswa
benar-benar lancar.
4. Untuk membantu siswa memahami pengertian lebih banyak (lebih dari), kurang dari,
dan sama banyak (sama dengan).
a. Tempelkan dua kartu kumpulan gambar pada papan bermagnet. Guru
membimbing siswa membandingkan banyaknya gambar pada 2 kartu tersebut.
Contoh

Pertanyaan guru: “Kartu mana yang bolanya lebih banyak?”


Jawaban yang diharapkan adalah tiga, jadi tiga lebih banyak dari dua.

b. Ulangi untuk dua kartu yang lain dan lakukan untuk bilangan-bilangan yang
berbeda.

88
Contoh

Kartu yang bolanya lebih banyak adalah :

Kartu yang bolanya lebih sedikit adalah:

c. Tempelkan dua kartu kumpulan gambar pada papan bermagnet yang banyaknya
gambar sama.

Guru membimbing siswa dalam membandingkan


Pertanyaan guru, “Kartu mana yang bolanya lebih banyak?”
Jawab yang diharapkan, “ sama banyak”.
Ulangi untuk kartu yang lain.
Tempelkan beberapa kartu kumpulan gambar, dua diantaranya sama banyak
gambarnya.
co
contoh

89
Pertanyaan guru, “Adakah kartu yang ditempel memiliki bola sama banyak.
Tunjukkan?” Jawaban yang diharapkan: “ada” yaitu, kartu yang ke-2 dan ke-4,
seperti gambar di bawah ini.

d. Siswa dapat dikenalkan dengan pengertian, paling banyak atau paling sedikit
dengan menggunakan tiga, empat kartu yang lain, lakukan dengan kartu yang
memiliki banyak bola yang berbeda.
Contoh:

Kartu yang bolanya paling banyak adalah:

Kartu yang bolanya paling sedikit adalah:

e. Siswa diminta untuk mengurutkan kartu kumpulan gambar dengan urutan naik
mulai dari yang paling sedikit sampai yang paling banyak.
Contoh: Urutkan kartu-kartu berikut dengan urutan naik.

90
Jawaban:

f. Selanjutnya siswa diminta untuk mengurutkan dan memasangkan kartu angka dan
kartu gambar urutan menurun (mulai dari paling banyak sampai yang paling
sedikit). Contoh: Urutkan kartu-kartu berikut dengan urutan menurun dan
pasangkan kartu angka yang sesuai.

Jawaban:

6 5 4 3
91
Lembar Kerja siswa

Nama : ….......................................
Kelas : ............................................
Tuliskan lambang bilangan dan nama bilangannya seperti pada contoh.
Contoh:

3 tiga
1. … …

2. … …

3. … …

4. … …
5.
… …
6.
… …

7.
… …
8.
… …

92
Tuliskan angka yang hubungannya (lebih dari, sama dengan, dan kurang dari).
Contoh:

5 Lebih dari 4
1.

2.

3.

4.

93
RANGKUMAN

1. Aritmatika yang merupakan cikal bakal matematika berkaitan dengan konsep


bilangan dan lambang bilangan yang ditemukan oleh manusia zaman purba yang
hidup di Mesir, Yunani, Babilonia, Cina, serta Arab dan Hindu.
2. Bilangan adalah suatu ide abstrak (tidak didenisikan) yang menyatakan banyak
anggota suatu himpunan.
3. Dengan menggunakan bilangan orang dapat :
a. Menyebut banyak, sedikit, kurang, sama, atau tambah.
b. Memberi harga atau nilai kepada barang atau jasa dalam transaksi sehari-
hari.
c. Menyatakan ciri, sifat atau keadaan benda sebagai hasil pengamatan dan
pengukuran antara lain ukuran panjang, lebar, tinggi, kecepatan, jarak,
temperatur dan kekuatan.
4. Suatu sistem numerasi disebut sistem tempat jika nilai dari lambang-lambang
yang digunakan menerapkan aturan tempat, sehingga lambang yang sama
mempunyai nilai yang tidak sama karena tempatnya berbeda.
5. Kalau sasaran pengelompokkan sebagai dasar dalam penulisan adalah sepuluh
maka disebut sebagai basis sepuluh dan yang lain disebut basis bukan sepuluh.
6. Untuk mengajarkan bilangan dan lambangnya, siswa diusahakan supaya dapat

94
Lembar Masalah 4
Petunjuk
1. Kerjakan lembar masalah ini secara berkelompok.
2. Usahakan setiap anggota kelompok terlibat secara aktif dalam mengerjakan “lembar
masalah”
3. Carilah sumber-sumber yang relavan untuk menunjang penyelesaian “lembar
masalah” ini!
4. Buatlah laporan kelompok sebagai bukti bahwa kelompok telah menyelesaikan
“lembar masalah”
5. Pada sudut kanan atas laporan, tulis kelompok dan nama anggota kelompok!
6. Siapkan bahan presentasi untuk disajikan dalam diskusi kelompok.
7. Pilih salah satu anggota kelompok sebagai penyaji dan seorang lagi sebagai notulen!

Masalah
1. Kajilah berbagai lambang bilangan yang digunakan manusia pada Zaman kuno
(Mesir, Yunani, Babilonia, Cina, Romawi, Hindi-Arab), kemudian tulislah
beberapa contoh bilangan sesuai dengan lambang yang digunakan pada
zamannya!
2. Pinjamlah RPP yang isinya tentang mengajarkan bilangan dan lambangnya di
sekolah dasar yang ada disekitar anda. Selidiki RPP itu apa sudah menggunakan
PMRI atau belum. Kalau belum modifikasilah supaya berpendekatan PMRI.
3. Sama dengan nomor dua, untuk mengajarkan ketidaksamaan.

95
Tes Akhir Bab
1. Jelaskan sistem namerasi Hindu-Arab sistem numerasi yang paling banyak dipakai
saat ini.
2. Jelaskan bagaimana cara kita mengajarkan konsep bilangan lima kepada siswa SD!
3. Jelaskan mengapa suatu sistem numerasi disebut sistem tempat! Berikan contohnya!
4. Buatlah contoh bilangan basis 10 dan bilangan basis bukan 10 dengan bentuk panjang
lambang bilangan!
5. Buatlah beberapa contoh soal dan penyelesaiannya mengubah dari basis 10 ke basis
bukan 10, demikian sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. Nyimas dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta:


Depdiknas.

Armanto, Dian. 2006. Pendidikan Matematika Realistik. Tersedia pada


http://pjjpgsd.seamolec.org. (diunduh tanggal 20 Juli 2008)

-------- 2008. Soal Kontekstual Dalam PMRI. Disajikan dalam vicon dikti di Jakarta, 14
juli 2008. http://pjjpgsd.seamolec.org. Diunduh tanggal 20 Juli 2008.

Sugiarto dan Isti Hidayah. 2006. Buku Pembuatan dan Penggunaan Alat Peraga
Matematika Alternatif untuk SD/MI. Jakarta: Depdiknas

Hadi, Sutarto. 2003. Paradigma Baru Pendidikan Matematika. Makalah disajikan pada
pertemuan Forum Komunikasi Sekolah Inovasi Kalimantan Selatan tanggal 30
April 2003. Tersedia pada http://www.pmri.or.id/paper/pap03.doc diunduh pada
tanggal 29 April 2010.

Karim, Mochtar A, dkk. 1966/1997. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Dirjen Dikti


Depdikbud.

Marpaung, Y. 2008. Implementasi Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) di


Yogyakarta: Suatu Tantangan dan Harapan. Makalah disajikan saat Workshop
Nasional PMRI untuk dosen PGSD tanggal 18-20 Juni 2008 di Hotel Cipaku
Indah Bandung

Reys, Robert E. 1978. Helping Children Learn Mathematics. New Jersy: Prentice Hall.

96
Salman, M. 2008. Pembelajaran Matematika secara Bersahabat ada Sekolah Dasar.
Majalah PMRI, Vol. VI No. 1, Januari 2008.

Silver, E.A. 1994. On Mathematical Problem Posing. For the Learning of Mathematics.
Journal for Research in Mathematics Education. 14 (1): 19-28. NCTM.

Siswono, Tatag Y.E. 2006. PMRI: Pembelajaran Matematika Yang Menggunakan


Penalaran, Kreativitas, dan Kepribadian Siswa. Makalah Workshop
Pembelajaran Matematika di MI ”Nurur Rohmah. Sidoarjo, 8 Mei 2006. Tersedia
pada http://www.docstoc.com/.../pmri-Pembelajaran-Matematika-yang-
mengembangkan-penalaran/ diunduh pada tanggal 28 April 2010.

Sudarman. 2007. Problem-Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk


Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. Jurnal
Pendidikan Inovatif, 2(2):68-73.
Sudiarta, Gst. P. 2003. Pembangunan Konsep Matematika Melalui “Open-Ended
Problem”. Studi Kasus Pada Sekolah Dasar Elisabeth Osnabrueck Jerman,
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, IKIP Negeri Singaraja: Edisi Oktober 2003.

----------- 2008. Membangun Kompetensi Berpikir Kritis Melalui Pendekatan Open-


Ended. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Suryanto. 1998. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan


dalam Seminar Nasional: Upaya-Upaya Meningkatkan Peran Pendidikan
Matematika dalam Menghadapi Era Globalisasi. Malang, 4 April 1998.

Supinah dan Agus D.W. 2009. Strategi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Modul
Matematika SD Program BERMUTU. Tersedia pada
http://www.slideshare.net/NASuparawoto/Strategi-Pembelajaran-matematika-di-
sd diunduh pada 22 April 2010

Tarigan, Daitin. 2007. Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta. Depdiknas.

97
98

Anda mungkin juga menyukai