Anda di halaman 1dari 11

PROFIL

A. Dasar Pemikiran

Bahasa sebagai alat interaksi dalam kehidupan bermasyarakat meskipun manusia dapat
menggunakan alat komunikasi lain. Namun tanpaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang
paling baik, paling sempurna, dibandingkan dengan alat-alat komunikasi lainnya.
Bahasa merupakan alat yang sangat Vital dalam berbagai percaturan kehidupan, seperti
dalam pendidikan, politik, ekonomi, budaya dan lainnya. Dan di antara bahasa yang masih eksis
dan dipergunakan oleh banyak kalangan untuk mengekpresikan apa yang ada dalam pikirannya
dan dipergunakan sebagai media dalam berbagai bidang, dan terus dikaji adalah bahasa Arab.
Bahasa Arab mampu eksis, sampai sekarang, antara lain, disebabkan oleh posisinya sebagai
bahasa pilihan Tuhan untuk kitab suci-Nya. Meskipun fungsinya lebih merupakan media
ekspresi kitab suci bagi masyarakat Arab (lokasi awal Nabi Muhammad saw. Mendakwahkan
Islam), bahasa Arab –dalam hal ini bahasa suku Arab Quraisy sebagai bahasa standar waktu itu--
merupakan bahasa yang telah mencapai puncak “kedewasaan dan kematangannya”. Hal ini,
antara lain, terbukti dari penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa sastra dan pemersatu bangsa
Arab pada masa Jahiliyyah. Selain itu, bahasa Arab hingga kini juga menjadi bahasa yang
mampu menampung kebutuhan para penggunanya dan menyerap berbagai perkembangan ilmu
pengetahuaan dan teknologi dalam berbagai bidang. Hal ini antara lain, disebabkan oleh watak
dan karakteristik bahasa Arab yang elastis, menganut system analogi (qiyas) dan kaya derevasi
(isytiqoq), dan pembendaharaan kata.
Oleh karena itu, pilihan Tuhan terhadap bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci tidaklah
semata-mata karena masyarakat yang dihadapi oleh Nabi saw. Adalah masyarakat Arab,
melainkan juga karena bahasa Arab memang dipandang mampu dan laik untuk mengakomodasi
pesan-pesan Ilahi yang abadi (eternal) dan universal. Bila kemudian bahasa Arab menjadi bahasa
lebih dari 22 negara di kawasan Timur Tengah dan sebagian benua Afrika, lalu menjadi bahasa
resmi sekaligus bahasa Internasional yang digunakan sebagai bahasa kerja di PBB, maka faktor
utamanya adalah –selain turut terpelihara bersamaan dengan “garansi Tuhan” mengenai
pemeliharaan otentitas al-Qur’an –adalah elan vital dan motifasi religius umat Islam untuk
mengkaji dan memahami pesan-pesan ilahi, tradisi (sunnah) Nabi Saw. Dan berbagai leteratur
keislaman yang berbahasa Arab, terutama mengenai ilmu-ilmu tradisional Islam seperti tafsir,
hadist,fiqh, ushul fiqh, tasawwuf dan sebagainya.
Bahasa Arab, setelah jatuhnya Baghdad pada tahun 1258 M oleh serbuan tentara Moghol
mengalami kemunduran dan pergeseran dari bahasa akademik-ilmiah menjadi bahasa yang
cendrung lebih bernuansa relegius. , karya-karya intelektual dalam berbagai bidang tidak begitu
banyak lagi ditemukan dalam bahasa Arab. Bahsa Arab seakan menjadi “loyo” karena ketidak
berdayaan politik dan ekonomi umat Islam. Perhatian umat Islam cendrung kepada kekuasaan
dalam satu pihak, dan dipihak lain, asyik-masyuk bertarekat lebiih mementingkan urusan
ukhrawi dengan banyak berzikir, doa dan beristigasah.
Namun demikian, menarik dicatat bahwa pada abad ke-19, beberapa ulama Jawa, seperti
Syekh Nawawi al-Banteni [1813-18-79], Syekh Mahfuzh al-Tirmasyi [1869-1919], Syekh
Muhammad Khatib al-Minangkabawi [1858-1916], dan sebagainya, yang pada umumnya
bermukim di Haramain, banyak menulis karya-karya bermutu dalam bahasa Arab. Setelah masa
keemasan ulam Jawa tersebut karya-karya ulama Indonesia yang ditulis dalam bahasa Arab
mengalami kemunduran.
Ada beberapa faktor penyebabnya. Diantaranya adalah ketidak mampuan untuk
mengekpresikan karya mereka dengan bahasa Arab [karena mungkin bahasa Arab dinilai sulit
dan berbelit-belit], penghargaan terhadap karya ilmiah berbahasa Arab tergolong minim, tradisi
dan kondisi ilmiah yang tidak kondusif, system pendidikan dan pengajaran bahasa Arab di
berbagai institusi pendidikan Islam kurang menunjang, bahkan dikalangan bangsa-bangsa Arab
sendiri terdapat kecendrungan penguatan penggunaan bahasa Arab ‘Ammiyah dan bahasa
Inggris, terutama dikalangan terpelajar atau akademisi.
Untuk mereposisi bahasa Arab tersebut, menjadi bahasa pendidikan, diperlukan adanya
reaktualisasi bahasa Arab, baik sebagai bahasa agama mapun bahasa akademik-ilmiah. Orentasi
pengajaran dibeberapa pesantren, sekolah, perguruan tinggi dimungkinkan untuk dirubah dari
sekesdar sebagai proses spritualisasi menjadi proses intelektualisasi. Bahasa Arab tidak hanya
diposisikan sebagai alat untuk memahami, melainkan juga media untuk komonikasi,reproduksi
dan diplomasi kebudayaan. Dan selanjutnya, perlu adanya upaya pencitraan bahwa bahasa Arab
itu penting dikaji dan dikuasai sebagai studi Islam dan ilmu pengetahuan. Tentu saja, pencitraan
tersebut diperlukan guna menghilangkan kesan sementara orang bahwa bahasa Arab itu hanya
diperlukan untuk kepentingan relegius semata.
Didorong oleh keprihatinan atas semakin menipisnya kenginan kalangan muslim untuk
mengkaji dan memahami Bahasa Arab terutama di negara Indonesia, yang merupakan media
untuk ilmu-ilmu keislaman, seperti Al-Qur’an, Hadist, tafsir, fiqih, aqidah, tasawwuf dan kalam
maupun disiplin ilmu-ilmu keislaman lainnya. Hal ini didasari oleh kenyataan empirik bahwa
ilmu-ilmu tersebut ditulis dalam bahasa Arab. Secara rasional tidak mungkin seseorang dapat
menguasai disiplin ilmu-ilmu keislaman seperti diatas, tanpa memiliki kemampuan yang utuh
dalam bahasa Arab. Mereka yang tidak menguasi bahasa Arab akan cendrung bertaklid terhadap
orang yang dinilai mampu untuk mengkaji sumber asli tersebut. Dan didorong oleh semangat
bahwa perkembangan bahasa Arab pada generasi awal cukup memuaskan karena berangkat atas
dasar bahasa Arab bukan hanya bahasa Spritul namun sebagai bahasa intelektual, yang tidak
boleh tidak harus memahami bahasa Arab, untuk bersaing dengan dalam segi politik, budaya,
ekonomi dan lainnya.
Perkembangan bahasa Arab memang memuaskan, namun belum sesuai dengan harapan
terutama di Indonesia. Karena masih banyaknya orang-orang yang cendrung menyepelekan dan
menomor duakannya. Mereka masih cendrung memahami bahwa bahasa Arab hanya bahasa
untuk memahami leteratur keagamaan-alat diterimanya ibadah- bukan sebagai bahasa
komonikasi global. Dan semakin sedikit dikalangan muslim Indonesia yang mendalami bahasa
Arab, hal ini dapat dilihat dari banyaknya mahasiswa-mahasiwa Islam yang juga takhassus
dalam bidang keagamaan, masih minim dan bahkan tidak memahami leteratur bahasa Arab.
(masih dalam tahap revisi dan penambawan wacana)

B. SEJARAH DARUN NUN

Sejarah adalah catatan perjalanan yang terukir rapi dari detik, menit, jam, minggu menuju
tahun, yang kemudian menguap kepermukaan menjadi arus yang indah, membentuk gumpulan-
gumpulan hasrat yang terurai nyata, dan Darun Nun adalah sebuah kenyataan sejarah yang
tercipta dari tetesan-tetesan samudera sejarah dunia. Darun Nun, nama yang cukup indah dan
langka. Indah karena bagian dari mu’jizat yang membuat orang-orang kafir terperangah bahkan
tak kuasa untuk menolak kebenaran Al-Qur’an, langka karena hanya sepotong huruf yang kalau
dalam beberapa tafsir tidak memiliki makna khusus, tetapi diserahkan pemaknaan sebenarnya
kepada Allah saw., di balik kesamaran huruf Nun tersebut mengandung ribuan asumsi-asumsi,
pemaknaan yang tidak terbatas, hal tersebut dibuktikan dengan tantangan Allah terhadap orang
kafir untuk membuat satu ayat pun, tetapi walau hanya satu ayat mereka tidak mampu
menjawab tantanganNya. Sedangkan “Dar” bermakna rumah, tempat atau Gudang, yang
harapannya Pondok Pesantren ini menjadi gudang rahasia-rasia Allah yang tersimpan dari setiap
santri dan mampu terungkap lewat kreatifitas-kreatifitas dan aktifitas yang dijalankan dengan
penuh kesungguhan.

Pondok Pesantren Darun Nun bermula dari sebuah keinginan kuat dari warga salah satu
ustadz beserta istrinya untuk menciptakan santri yang berwawasan keislaman yang luas,
memiliki kemahiran berbahasa Internasional, kemahiran menulis yang baik, dan sosial
kemasyarakat yang tinggi. Kemudain, keinginan tersebut disampaikan kepada beberapa
mahasiswa, dan gayung pun bersambut, ada dua mahasiswi yang ingin bertempat tinggal di
rumah beliau, dengan antusiasme yang tinggi dan cita-cita yang agung, beliau merespon
keinginan tersebut dengan memberikan salah satu dari tiga kamar yang beliau tempati bersama
keluarga. Walau hanya dua orang yang ada di rumah beliau, tetapi setiap hari tidak sepi dari
beberapa kegiatan dan kajian keislaman seperti tafsir, tasawwuf, fiqh, hifh al-Qur’an, qawaid
nahwiyah dan fiqh Nisa’.

Setelah beberapa lama, banyak mahasiswa dan mahasiswi yang menginginkan untuk
belajar menulis dan mengikuti kajian-kajian keagamaan di rumah beliau. Keinginan tersebut
kemudian disampaikan kepada beberapa tokoh masyarakat yang ada di Perumahan Bukit Cemara
Tidar Malang, dan hasilnya, salah seorang dari mereka sangat antusias sekali untuk memberikan
dukungan materil dan dukungan moril, beliau adalah Bapak Drs. H. Purwanto, beliau yang
kemudian mencari lokasi yang akan dijadikan pondok pesantren, setelah beberapa bulan sejak
pertemuan itu, beliau membeli beberapa bidang tanah yang ada di Karang Widoro Atas, namun
karena beberapa hal, lokasi yang berada di dekat pondok pesantren salaf an-Nasyiin tersebut
tidak dapat dilanjutkan, walau tidak dapat melanjutkan pembangunan di tanah yang sudah
disiapkan oleh Bapak H. Purwanto, tapi dengan kegigihan yang tidak pernah padam beliau
mencari dari satu tempat ketempat yang lain.

Setelah berkonsultasi ke beberapa tokoh agama di antaranya KH. Marzuki Mustamar,


beliau menyarankan untuk mencari tempat di Karang Widoro Bawah, dan dengan waktu yang
tidak terlalu lama, atas inisiatif Bapak Purwanto untuk mencari rumah yang ada di perumahan
Bukit Cemara Tidar, dan tepat pada malam tahun baru Masehi 2013 beliau bersama Bak Agung
Mardianto menemukan rumah yang cukup luas di blok F3 nomor 4, dan ini merupakan tempat
pertama Pondok Pesantren Darun Nun, yang seluruh biaya pembeliannya ditanggung oleh
Bapak Purwanto.

Semangat yang tidak pernah padam dari para tokoh perumahan Bukit Cemara Tidar yang
juga penggiat keta’miran Masjid Baiturrahman bersepakat untuk mengadakan pertemuan
pertama, beliau adalah H. Thoriquddinl L.c., M.HI., Ir. H. Djoko, Drs. H. Purwanto, A. Rofiq,
M. Pd., H. Halimi Zuhdy, M.Pd., MA. Dan terbentuklah sebuah kepengurusan Pondok Pesantren
Darun Nun pertama. Sejak itulah, Pondok Darun Nun benar-benar menjadi pondok pesantren
berbahasa dan berkarya.

C. Visi, Misi, Tujuan dan Fungsi

1. Visi

Menjadi pondok terdepan dalam pengajaran agama, bahasa, literasi dan pengabdian
kepada masyarakat. Untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kekuatan akidah islamiyah,
kemahiran berbahasa dan menulis, serta menjadi penggerak kemajuan masyarakat.

2. Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut, Pondok mengemban misi :

1. Mengantarkan santri memiliki akhlaq yang mulia, kekuatan akidah islamiyah, keilmuan
yang mumpuni.
2. Memberikan keterampilan berbahasa Internasional (Bahasa Arab dan Bahasa Inggris)
3. Mengembangkan keterampilan menulis dengan pengkajian literasi yang mendalam

3. Tujuan

1. Terciptanya suasana kondusif bagi pengembangan kepribadian santri yang memiliki


akhlak yang mulia, wawasan keilmuan yang mumpuni, aqidah dan spiritual yang kuat.
2. Terciptanya lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kebahasaan dan lingkungan
berbahasa terutama Arab dan Inggris.
3. Terciptanya lingkungan literasi yang dapat membangkitkan ruh kepenulisan, dan dapat
dimanfaatkan untuk masyarakat luas.

4. Fungsi

1. Sebagai wahana pembinaan keagamaan, kemahiran, seni dan budaya yang bernafaskan
Islam
2. Sebagai wahana pembinaan kebahasaan dan literasi.
3. Sebagai pusat pengabdian terhadap masyarakat.

D. Sasaran

Intra Pondok
1. Siswi SMA/SMK/MA dan yang sederajat
2. Mahasiswi semester 1 sampai VIII

Estra Pondok
1. Masyarakat Muslim Bukit Cemara Tidar dan sekitarnya
2. Anak-anak Bukit Cemara Tidar dan Sekitarnya

E. Struktur Pondok

Struktur Pondok Pesantren Darun Nun ini, mengacu pada pertemuan pertama dengan
beberapa tokoh Perumahan Bukit Cemara Tidar.
1. Penasehat :
a) Ir. H. Joko
b) Drs. H. Purwanto
c) H. M. Thoriquddin, Lc., M.HI.
2. Mudir
H. Halimi Zuhdy, M.Pd., MA
3. Sekretaris
A. Rofiq, M.Pd
4. Bendahara
Drs. H. Purwanto
5. Kesantrian
Sayyidahtul Khofsho, M.Pd

Pengurus Pondok
1. Murabbiyah :
2. Raisah :
3. Assikritir :
4. Amin Sudduq:
5. Al-aqsam :
Qism Tarqiyah Lughah wa ta’lim :
Qism Ta’lifat (tarqiyah insyaiyyah) :
Qism Al-baramij Idhafiyah :
Qism Ajhizah wa taghdiyah :
Qism Tandhif :
Qism Amni :

F. Program Pondok

1. Program Unggulan
a) Berbahasa Arab dan Inggris
b) menulis buku

2. Program Harian

a) Kajian turas/kitab kuning (fiqih, tasawwuf, hadist)


b) Kajian tafsir dan terjemah
c) Kajian nahwu dan sharraf
d) Menulis 1 kalimat
e) Menghafal mahfudhat 1 ibarah, satu hari
f) Bi’ah lughawiyah (lingkungan berbahasa)
g) Orasi dan diskusi bahasa arab
h) Shalat berjemaah
i) Awrad al-ma’tsurah
j) Mengikuti kegiatan ketakmiran baittrahman

3. Program Mingguan

a) Menyetorkan tulisan (opini/cerpen/puisi/dll)


b) Mengirimkan tulisan ke media
c) Debat dan diskusi bahasa asing
d) Mengikuti kegiatan sosial keagamaan di bct dan sekitar

4. Program Bulanan

a) Mendiskusikan hasil kumpulan tulisan ; untuk buku


b) Diskusi teori kepenulisan oleh ahli
c) Bertemu dengan sejawat penulis

5. Program Tahunan

a) Menerbitkan buku
b) Buku ajar bahasa for kid

6. Ekstra Ma’had
a) Privat Darun Nun ()
b) Sanggar menulis anak-anak dan remaja
c) Sanggar berbahasa anak-anak dan remaja
d) Griya al-qur’an anak-anak, remaja dan orang tua
(Menghafal, Tahsin, Tartil, Qiro’ah, dan Tajwid)
e) Gria al-qur’an anak-anak, remaja dan orang tua
PROGRAM LIBURAN

1. Pengisian Formulir Santri Baru


a) Ta’biah istimaroh (12 Juni 2013)
2. Ta’aruf
a) Taqdim Baramij (18 Juni 2013, Jam 15.30 wib)
b) Ta’aruf ma’a mas’ul ma’had (18 Juni 2013, Jam 18.00 wib)
3. Ramadhan Karim 1434
a) Khatmil Kitab Al-Mu’asyaroh Azzaujiah lil Amm (10 Hari)
b) Kajian Nahwu Sharraf lil Amm (12 Hari)
4. Ijazah :
a) Liburan 20 Juni 2013 s/d 8 Juli 2013
b) Masuk kembali 9 Juli 2013 s/d 20 Juli 2013
c) Libur Ramadhan dan Hari Raya 21 Juli 2013 s/d 17 Agustus 2013
d) Masuk kembali 18 Agustus 2013
e) Silaturrahim ma’al masul ma’had 19 s/d 20 Agustus 2013
f) Kegiatan Ma’had dimulai 21 Agustus 2013
PROFIL

SEJARAH DARUN NUN

Sejarah adalah catatan perjalanan yang terukir rapi dari detik, menit, jam, minggu menuju
tahun, yang kemudian menguap kepermukaan menjadi arus yang indah, membentuk gumpulan-
gumpulan hasrat yang terurai nyata. Darun Nun, nama yang cukup indah dan langka. Indah
karena bagian dari mu’jizat yang membuat orang-orang kafir terperangah bahkan tak kuasa
untuk menulak kebenaran Al-Qur’an, langka karena hanya sepotong huruf yang kalau dalam
beberapa tafsir tidak memiliki makna. Namun di balik kesamaran huruf Nun tersebut
mengandung ribuan asumsi-asumsi, pemaknaan yang tidak terbatas, hal tersebut dibuktikan
dengan tantangan Allah terhadap orang kafir untuk membuat satu ayat pun walau hanya satu
ayat, dan mereka tidak mampu menjawab tantanganNya. Sedangkan “Dar” bermakna rumah,
tempat atau Gudang, yang harapannya Pondok Pesantren ini menjadi gudang rahasia-rasia Allah
yang tersimpan dari setiap santri dan mampu terungkap ewat kreatifitas-kreatifitas dan aktifitas
yang dijalankan dnegan penuh kesungguhan.

Pondok Pesantren Darun Nun bermula dari sebuah keinginan kuat dari Halimi Zuhdy
salah seorang pengajar di beberapa pondok pesantren salaf, khalaf dan kampus, untuk
menciptakan santri yang berwawasan keislaman yang luas, memiliki kemahiran berbahasa
Internasional, kemahiran menulis yang baik, dan sosial kemasyarakat yang tinggi. Dan kenginan
tersebut disampaikan kepada beberapa mahasiswa, dan gayung pun bersambut, ada dua
mahasiswi yang ingin bertempat tinggal di rumah beliau, dengan antusiasme yang tinggi dan
cita-cita yang agung, beliau merespon keinginan tersebut dengan memberikan salah satu dari tiga
kamar yang beliau tempati bersama keluarga. k

Keinginan tersebut kemudian disampaiakan kepada beberapa tokoh masyarakat yang ada
di Perumahan Bukit Cemara Tidar Malang, dan hasilnya, salah seorang dari mereka sangat
antusias sekali untuk memberikan dukungan materil dan dukungan moril, beliau adalah Bapak
Purwanto, beliah yang kemudian mencari lokasi yang baik dan membeli beberapa bidang tanah
yang ada di Karang Widoro Atas, namun karena beberapa alasan, hal tersebut tidak dapat
diteruskan, selanjutnya ia mencari tanah di daerah Genting Kabupaten Malang, namun setelah
melalui istikharah akhirnya tidak jadi.
Setelah konsultasi ke beberapa tokoh agama di antaanya KH. Marzuki Mustamar, yang
awalnya ingin mendirikan PAUD dan selanjutnya bisa dikembangkan kependidikan yang lebih
tinggi, belua menyarankan untuk mencari tempat dikarang widoro awah, dan dengan waktu yang
tidak terlalu lama, atas inisiatif Bapak Purwanto untuk mencari rumah yang ada di perumahan
bukit cemara tidar, dan menermukan rumah yang cukup luas di blok F3 nomor 4, dan ini
merupakan tempat pertama pondok pesantren Darun Nun, setelah tempat untuk pesantren darun
nun tersedia, kemudian di adakan pertemuan wal untuk membentuk kepengurusan pondok
pesantren Darun Nun, yang hasilnya Thoriqundin, Lc., M.HI dan Bapak Jokopurnomo sebagai
penasehat, sedangkan sebagai ketua Halimi Zuhdy, M.Pd.MA, Sekretaris A. Rofiq, M.Pd, dan
Bendahara Drs. Purwanto.

Anda mungkin juga menyukai