Tentang
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Dosen Pengampu:
Hanomi, MA
1443 H / 2021 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga makalah yang berjudul "اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ
" اﻟﺒﺎﻗﻴﺔ وأﺷﻬﺮ ﻟﻬﺠﺎتini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah Fiqh Al-Lughah Al-Arabiyah yang diberikan oleh dosen pengajar.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu atas ilmu baru yang
penulis dapatkan dari makalah ini yang merupakan salah satu ilmu yang belum pernah
penulis dapatkan sebelumnya. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan kita. Penulis berharap makalah ini bisa dimanfaatkan dengan baik.
Mudah-mudahan makalah ini dapat membantu, meski sedikit pada kita mampu
untuk menjelaskan secara lebih jelas lagi dan dengan harapan semoga kita semua
mampu berinovasi dan meningkatkan pengetahuan dengan potensi yang dimiliki.
Aamiin yaa rabbal ‘alamiin.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Simpulan ................................................................................................................. 21
B. Saran ....................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksistensi bahasa Arab sebagai salah satu bahasa tertua di dunia yang hingga
kini masih digunakan menjadi perhatian berbagai kalangan, khususnya para ahli
bahasa dan ahli sejarah. Ada kemungkinan bahasa Arab menjadi bahasa pertama bagi
manusia pertama sehingga akan menarik perhatian bagaimana perjalanan bahasa ini
melewati kurun waktu yang sangat panjang hingga masa kini.
Bahasa Arab dalam perjalanannya di tanah Arab menjadi alat komunikasi
wahyu yang kemudian seakan menjadi bahasa resmi agama Islam. Hal itu dapat
dilihat dalam semua ayat al-Quran dan nukilan hadis-hadis nabi Muhammad saw,
yangkeduanya adalah sumber utama ajaran Islam. Kenyataan ini menggiring
munculnya opini bahwa bahasa Arab merupakan bahasa kaum Muslimin.
Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan oleh orang-orang Arab dalam
menyampaikan buah pikiran dan maksud mereka. Bahasa Arab sebagai salah satu
bahasa mayor di dunia memiliki setumpuk keistimewaan dari ciri khas tersendiri yang
membedakan dengan bahasa yang lainnya. Diantara keistimewaan bahasa ini adalah
di samping sebagai bahasa sastra yang paling kaya dari segi lafaz dan makna di
seluruh dunia, ia juga meruppakan bahasa yang paling mampu mengekspresiskan
keindahan bahasa.
Sebagaimana bahasa-bahasa lain memiliki asal-usul sejarah dan
perkembangan. Bahasa Arab mula-mula berasal, tumbuh, dan berkembang di Negara-
negara kawasan timur tengah, lebih dari itu Bahasa Arab menyebar di dunia
internasional hingga diterima dan dinyatakan sebagai salah satu bahasa resmi dunia
internasional. Bahasa Arab dalam keyakinan umat Islam adalah bahasa penghuni
surga, sementara surga itu sendiri adalah tempat asal Adam, nenek moyang manusia.
Persepsi yang muncul adalah bahwa bahasa Arab telah dipergunakan oleh Adam dan
keturunannya di awal kehidupan mereka. Penelitian dengan teori berbeda
menunjukkan bahwa asal usul bahasa Arab dihubungkan kepada Sam anak Nabi Nuh
yang diutus setelah nabi Adab dengan selisih waktu berabad-abad. Meskipun
demikian, jika dihitung dari masa saat ini, bahasa Arab telah berkembang selama
ribuan tahun dan masih bertahan hingga zaman modern.
1
Sejarah perkembangan bahasa Arab berawal pada periode Jahiliyah ketika
muncul nilai-nilai standarisasi bahasa Arab fusha pada kegiatan-kegiatan yang telah
menjadi tradisi masyarakat Mekah seperti festival syair Arab yang diadakan di pasar
Ukaz, Mijannah, Dzulmajaz, dan Khaibar.
Perkembangan selanjutnya berjalan seiring perkembang Islam di dunia Arab
hingga luar tanah Arab. Perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa pengaruh
bahasa Arab tampak semakin luas dalam pergaulan dunia internasional, sehingga
sejak tahun 1973 bahasa ini diakui secara resmi sebagai bahasa yang sah untuk
dipergunakan di lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bahasa Arab juga dianggap
bahasa umat Islam, disebabkan dengan adanya al-Qur’an dan hadis Nabi yang
berfungsi sebagai dua sumber pokok ajaran Islam ditulis dalam bahasa Arab.
Ditambah dengan penjelasan kedua sumber utama itu yang tertulis dalam jutaan buku
yang berbahasa Arab. Menyadari pentingnya posisi bahasa Arab dalam kehidupan
orang Islam, idealnya bahasa Arab dapat dipahami dan dimanfaatkan dalam
pendalaman dan pengamalan ajaran Islam yang bermuara kepada terwujudnya
kemaslahatan hidup umat manusia. Faktanya, bahasa Arab menjadi bahasa Asing di
tengah kaum muslimin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Bahasa Arab Baqiyah?
2. Apa itu Dialek Bahasa Arab
3. Apa Saja Nama-Nama Dialek Dalam Bahasa Arab
4. Apa Saja Ragam Dialek Bahasa Arab Yang Terkenal?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Bahasa Arab Baqiyah
2. Untuk mengetahui Dialek Bahasa Arab
3. Untuk Mengetahui Nama-Nama Dialek Dalam Bahasa Arab
4. Untuk Mengetahui Ragam Dialek Bahasa Arab Yang Terkenal
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Subhi Shalih, Dirasat fi Fiqh Lughah, (Beirut: Darul Ilmu Lil Malayiin, 2004), hlm. 59
2
Ali Abd. Wahid Wafiy, Ilmu al-Lughah (Cet. V: Misra: Lajnah al-Bayan al-‘Arabiy, 1962), hlm. 103
3
otomatis bahasa lainnya akan mati dengan sendirinya karena tidak ada lagi
pemakainya. Dalam teori bahasa diakatakan bahwa suatu bahasa bisa hidup jika
dihidupkan oleh penuturnya dan sebaliknya ia akan mati saat ditinggalkan oleh
penuturnya (tidak dipergunakan lagi sebagai bahasa Komunikasi).3
Para pengguna bahasa Arab di seputar jazirah Arab mempunyai dialek yang
bermacam-macam diantaranya dialek Quraiys, Huzail, Saqil, hawasin, Kinanah,
Taman dan Yaman. Dialek-dialek ini terus dipergunakan hingga datang Islam bahkan
masing-masing suku menggunakan dialek mereka disaat membaca al-Qur’an hingga
akhirnya Khalifah Usman bin Affan menyatukan bacaan umat dalam satu lahjah yakni
lahjah Quraiys, penyatuan bacaan umat pada waktu itu dengan lahjah Quraiys karena
kota Makkah, dimana dialek Quraiys yang dipakai mempunyai letak geografis yang
cukup strategis dibanding daerah lainnya, begitu juga Makkah menjadi kota religius
dimana Nabi Muhammad SAW. dilahirkan dan tempat untuk umat Islam
melaksanakan ibadah haji, dan tentu saja pertemuan antara dialek pun terjadi, namun
dialek (lahjah) Quraiys tetap jadi pedoman.
Al-Qur’an sebagai bahasa standar diterima dan dicintai oleh masyarakat awam
karena selain mempunyai makna yang dalam, juga susunannya sangat indah dan
bagus, hal ini menjadi aset terjalinnya antara bahasa Arab dengan Islam yang
selanjutnya dijadikan sebagai bahasa agama dan budaya Islam.
Bahasa Arab Baqiyah adalah bahasa yang digunakan dalam bahasa tulisan,
dan bahasa sastra yang sampai kepada zaman sekarang melalui syair Jahiliyah, al-
Qur’an dan al-Sunnah al-Nabawiyah, yang selanjutnya disebut dengan bahasa Arab
fushah. Bahasa fushah tersebut bukanlah semata-mata hanya dialek Quraisy, tetapi
merupakan perpaduan dari berbagai dialek bahasa Arab.4
Dalam buku Fusul fi Fiqh al-Lughah, Ramadan Tawwab menyebutkan bahwa,
nama dialek bahasa Arab sebanyak 19.5 Kabilah-kabilah Arab yang memiliki bahasa
yang fasih ada tiga macam, yaitu Tamim, Ta’i, dan Huzail. Mereka inilah yang
terkenal kefasihannya dalam berbahasa, dan bahasa mereka menjadi bahasa standar,
yaitu bahasa yang digunakan dalam berinteraksi sehari-hari, bahasa yang digunakan
3
Mahmud Kamil al-Naqah, Ta’lim al-Luhah al-‘Arabiyah li al-natiqin bi Lughat Ukra Ushuluhu
Mudaakhiluhu, Turuqu Tadrisihi (Makkah al-Mukarramah: Jami’ah Umm al-Qura, 1985), hlm. 13
4
Muhammad Ahmad Abu Al-Faraj, Muqaddimah Li Dirasah Fiqh al-Lughah (Beirut: Dar al-Nahdah
al-Arabiyah,t.th), hlm. 91
5
Ramadan Abdul Tawwab, Fusul fi Fiqh al-Lughah (Cet. II; al-Qahirah: Maktabah al-Haniji, 1980),
hlm. 120-152
4
dalam menulis syair, dan bahasa pengantar dalam interaksi perdagangan.6 Bahasa arab
fushah terkadang juga dinisbahkan kepada dialek dominan dari seluruh dialek yang
ada, karena adanya empat faktor yaitu; ekonomi, politik, sosial dan agama.
Keberhasilan umat Islam menduduki wilayah yang sebelumnya berada di
bawah kekuasaan nonmuslim, terutama pada abad pertama hijrah periode Umar, telah
membawa dampak yang cukup signifikan bagi peradaban Islam. Penaklukan tersebut
telah melahirkan gerakan perubahan yang cukup luas mengenai pola perdagangan
internasional, perniagaan warga perkotaan, pertanian, kemiliteran, dan pengaturan
sistem pemerintahan. Di sisi lain, dengan semakin bertambahnya komunitas Islam
yang berasal dari bangsa Persia dan bangsa-bangsa yang berada di bawah kekuasaan
Romawi sebelumnya maka juga menimbulkan persoalan baru bagi dunia Arab Islam
yaitu terjadinya distorsi dalam penggunan bahasa fusha oleh mereka sebagai bangsa
“pendatang” terhadap mereka yang terbiasa dengan menggunakan bahasa Arab secara
fasih.
Pada masa pemerintahan Umar (13-23 H) daerah kekuasaan Islam semakin
meluas maka bercampurlah antara pendatang (orang Arab) dengan penduduk asli,
namun pendatang masih terisolir. Namun pengisolasian ini menumbuhkan persatuan
diantara sesama pendatang yang berkelanjutan dengan persaingan dalam pergolakan
ilmu bahasa, dan bahasa Arab sebagai bahasa pemenang sudah barang tentu
mempunyai kedudukan yang mulia dan terhormat.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, pendatang mulai berasimilasi dengan
penduduk asli di seluruh lapisan masyarakat mulai dari pemerintahan sampai kepada
budak. Dengan hasil asimilasi ini menghasilkan bahasa baru yang merupakan
perpaduan dari bahasa Arab dengan bahasa setempat. Walaupun bahasa baru ini
muncul, namun bahasa Arab masih tetap dalam kelas arsitokrat (kelas mewah).
Pada masa Umayyah ini, ketinggian martabat sosial seseorang ditentukan oleh
kemampuan mereka dalam penguasaan bahasa Arab, kesalahan kecil dalam berbahasa
dianggap sebagai kesalahan besar/fatal bagi orang-orang tua mereka, maka wajar jika
setiap orang menginginkan setiap putra-putrinya menguasai bahasa Arab dengan
mengirim belajar bahasa pada bangsa Badui. Namun, pada masapemerintahan bani
Abbasiyah, para pembesar tidak mengirim lagi putra-putri mereka untuk belajar
lansung ke-orang-orang Badui, tapi hanya belajar bahasa Arab di istana, karena
6
Subhi Shalih, Dirasat fi Fiqhi al-Arabiyah (Cet. II; Beirut: Mansyurat al-Maktabah al-Ahalliyah, 1962
M/1382 H), hlm. 58
5
sebuah pemikiran agar anak-anak mereka bisa menikmati kemewahan kerajaan dan
bisa berbahasa Arab dengan baik dan benar.
Pada akhir pemerintahan Bani Umayyah, mereka melakukan pemurnian
bahasa Arab yang selanjutnya dilanjutkan pada masa Abbasiyah baik orang-orang
Arab maupun non-Arab.
Rujukan utama bahasa Arab khusus gramatikalnya pada masa Abbasiyah
adalah orang-orang Badui, karena mereka memandang bahwa hanya orang Baduilah
yang memiliki keaslian bahasa itu. Di sisi lain, bahasa kelas menengah ke bawah yang
dikenal sebagai bahasa Ammiyah (yang merupakan percampuran antara bahasa Arab
dengan bahasa setempat) mulai tumbuh dan lansung marak, dan pada abad ke III
pengaruh Ammiyah sangat kuat, sampai ditemukan dalam tulisan-tulisan ilmiyah
banyak yang mempergunakan bukan bahasa Arab asli.
Pada abad ke IV hijriah, orang-orang tidak lagi belajar lansung kepada orang-
orang Badui, tetapi hanya lewat karangan-karangan Badui yang sudah banyak di
pasaran buku-buku.7 Bahasa Arab baca: fusha- di abad ini masih menjadi bahasa
administrasi, politik dan lain-lain, namun pada abad ke V, bahasa Arab hanya sebagai
bahasa agama saja, sementara karangan para cendekia kadang menggunakan bahasa
Persia.
Minat untuk mempelajari bahasa al-Qur’an ini terus terkikis hingga abad ke
VI. Kemerosotan ini bersamaan dengan munculnya kaum Saljuk dan berhasilnya
bangsa Mongolia menduduki negara-negara Islam
Setelah bahasa Arab fusha semakin menipis peminatnya, maka muncullah
bahasa Ammiyah sebagai penggantinya, namun ini pun tak bisa bertahan dengan arus
percampuran bangsa-bangsa asing yang tidak disadari sedikit demi sedikit masuk ke
dalam bahasa Ammiyah, dan dipakai dalam masyarakat hingga kini.
7
Mulyanto Sumardi et.el, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama Islam
(Jakarta: Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agma, Depertemen Agama RI, 1975), hlm. 34-48
8
Ramadhan Abd al-Tawwab, Fushul fi al-Arabiyah (Kairo: Maktabah al-Chonji 1999), hlm. 72
6
merupakan variasi dari bahasa dan bukan merupakan ragam dari suatu bahasa.
Karna dialek termasuk bagian khusus dari suatu bahasa, oleh karena itu dialek
masih bagian dari cakupan bahasa dan bukan bahasa tersendiri.
Sebagian Ahli berpendapat bahwa dialek atau lahjah itu tidak ada. Dengan
artian tidak ada batasan yang terperinci dan jelas antara dialek satu dengan dialek
lainnya atau antara dialek dengan bahasa yang umum digunakan yang
berhubungan dengan dialek tersebut. Salah satu tokohnya antara lain adalah
Jastoon B. Sebagian ahli yang lain mengakui akan kemungkinan pembagian dialek
bahasa.
Dialek (dari bahasa Yunani dialektos) adalah varian-varian sebuah bahasa
yang sama. Varian-varian ini berbeda satu sama lain, tetapi masih banyak
menunjukkan kemiripan satu sama lain sehingga belum pantas disebut bahasa-
bahasa yang berbeda. Biasanya pemerian dialek adalah berdasarkan geografi,
namun bisa berdasarkan faktor lain, misalkan faktor sosial. Sebuah dialek
dibedakan berdasarkan kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan.
Dialek ( )اﻟﻠﻬﺠﺎتmenurut para ahli bahasa Arab adalah bahasa dan huruf yang
7
kolonialisme, bahasa Arab mengalami perubahan yang diakibatkan perubahan
sosial tersebut.
Pada tataran lahjah, perbedaan secara fisiologis ini juga merupakan faktor
dominan yang mempengaruhi perbedaan lahjah Arabiyah, baik secara personal
maupun sosiokultural. Kata qahwah, bagi orang Mesir dibaca gahwah (qaf dibaca
ga), sedangkan orang Arab Saudi membaca ahwah (qaf dibaca hamzah).
10
Fenomena ini dalam beberapa sisi hampir sama dengan dialek
kasykasyah.
4. Thamthamaniyyah
Laqab ini dinisbatkan kepada kabilah Thoyyi', Uzd dan kabilah-
kabilah Himyar di bagian selatan jazirah Arabia. Thamthamaniyyah adalah
gejala mengganti lam ta'rif menjadi mim sukun. Contohya: ﻃﺎب اﻣﻬﻮاء و ﺻﻔﺎ
اﳎﻮ, Asalnya: ﻃﺎب اﳍﻮاء وﺻﻔﺎ اﳉﻮArtinya: Udara baik dan cuaca terang/cerah.
5. 'Aj'ajah
'Aj 'ajah adalah rnengganti ya’ bertasydid dengan Jim. Contohnya, "al
'asyiyy" diganti rnenjadi "al’asyjijj". Dialek ini sering dinisbatkan kepada
suku Qudlo'ah . Para peneliti sebenarnya akan menjumpai bahwa ya’
khafifah juga ada yang diganti menjadi Jim, Contoh: Hujjatii dibaca
hujjatij. Dalam sebuah sya'ir dikatakan:
ﻓﻼ ﻳﺰال ﺑﺎزل ﻳﺄﺗﻴﻚ ﺑﺞ ﻻ ﻫﻢ ان ﻗﺒﻠﺖ ﺣﺠﺘﺞ
11
Para linguis Arab berbeda pendapat tentang 'an'anah ini . Al-Farra' dan
Tsa'lab berpendapat bahwa 'an'anah ini khusus untuk inna dan anna
seperti contoh di atas. Al-Farra' juga mengatakan bahwa mereka
mengganti hamzah dengan 'ain seperti ﻟﻌﻨﻚ ﻗﺎﱎ أﺷﻬﺪ ﻋﻨﻚ رﺳﻮل اﷲBahasa
7. Fahfahah
Fahfahah adalah gejala kebahasaan untuk menganti ha' dengan 'ain.
Dialek ini dinisbatkan kepada suku Hudzeil. Contoh ayat Al Quran: ﺣﱴ ﺣﲔ
Nampaknya gejala ini bukanlah gejala umum, akan tetapi khusus pada
kata hatta saja, buktinya kata hiin tidak diubah. Pendapat ini dikuatkan
oleh ucapan Abu Ubaidah: Ada suatu Kaum yang merubah ha' dalam kata
hatta menjadi 'ain seperti misalnya: ﻗﻢ ﻋﱴ اﺗﻴﻚAbi Thayyib al lughawi
Rabin berkata bahwa kata-kata 'atta diambil dari kata hatta dalam
bahasa Arab dengan 'ada atau 'adaa dalam bahasa Sabaiyah.
Pendapat ini sebenarnya hanyalah perkiraan yang tidak berdasarkan
atas dalil atau pun bukti kuat.
9
Dr. Ahmad Nashif Al Janaby, Malaamiih Min Taarikh al Lughah Al Arabiyyah (Daar al Khulud:
Beirut 1981), hlm. 35
12
Lahjah al-Kisykisyah adalah bentuk perubahan kaf khithảb muannats
dalam waqaf menjadi syin, misalnya kata ‘biki’ dibaca ‘bikasy’, dan kata
‘alaiki dibaca ‘alaikasy’. Lahjah semacam ini hanya digunakan pada saat
waqaf. Selain itu, ada juga yang menggunakan pada saat washal dengan
cara tidak menyebutkan kaf khithab dan mengkasrahkannya ketika washal
dan mensukunkannya pada saat waqaf. Misalnya, kata ‘’alaiki’ dibaca
‘’alaisyi’ ketika washal, dan dibaca ‘’alaisy’ ketika waqaf. Penggunaan
lahjah semacam ini hanya ditemukan pada kabilah Rabi’ah dan kabilah
Mudhor.
2. Lahjah al-Kaskasah
Lahjah al-Kaskasah adalah perubahan kaf khithab mudzakkar menjadi
sin. Misalnya, kata ‘’alaika’ dibaca ‘’alaikas’; kata ‘ ﻣﻨﻚminka’ dibaca
khitab menjadi sin. Penggunaan lahjah ini, hanya ditemukan pada kabilah
Rabi’ah dan kabilah Mudhor.
3. Lahjah al-‘An’anah
Lahjah al-‘An’anah adalah perubahan hamzah yang terletak diawal
kata menjadi ‘ain. Misalnya, kata ‘ أﺳﻠﻢaslama’ yang berarti masuk Islam,
berubah menjadi ’‘ ﻋﺴﻠﻢaslama’ dengan makna yang sama; kata ‘ أﻛﻞakala’
yang berarti makan, berubah menjadi ’‘ ﻋﻜﻞakal’ dengan makna yang
sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Tamim, bahasa
Qays, Asad, dan Mesir.
4. Lahjah al-Fahfahah
Lahjah al-Fahfahah adalah perubahan ha menjadi ‘ain. Misalnya, kata
‘ ﲢﺘﻪtahtahahu’ yang berarti menggerakkan, berubah menjadi ﺗﻌﺘﻌﻪ
13
Lahjah al-Wakm adalah perubahan harakah kaf menjadi kasrah apabila
didahului huruf ya atau harakah kasrah. Misalnya, kata ‘ ﻋﻠﻴﻜُﻢalaikum’
berubah menjadi ‘bikim’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini
hanya ditemukan pada bahasa Rabi’ah dan bahasa Qalb.
6. Lahjah al-Wahm
Lahjah al-Wahm adalah perubahan harakah ha menjadi kasrah apabila
tidak didahului huruf ya atau harakah kasrah. Misalnya, kata ‘ ﻋﻨﻬُﻢanhum’
(doble huruf ya) yang berarti orang yang berasal dari suku Tamim,
berubah menjadi ‘ ﲤﻴﻤﻴﺞtamimij’ dengan makna yang sama. Contoh lain
lain adalah kata ‘ أﻋﻠﻰa’la’ yang berarti lebih tinggi, berubah menjadi أﻧﻠﻰ
‘anla’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan
pada bahasa Saad bin Bakar, Huzail, Urdz, Qays, dan al-Anshari.
9. Lahjah al-Watm
14
Lahjah al-Watm adalah perubahan huruf sin yang terletak diakhir kata
menjadi ta. Misalnya, kata ‘ اﻟﻨﺎسan-Nas’ yang berarti manusia, berubah
makna yang sama. Contoh lain adalah kata ‘ راﻳﺘﻚraaituka’ yang berarti aku
yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Yaman.
11. Lahjah al-Lakhlakhaniyah
Lahjah al-Lakhlakhniyah merupakan salah satu bentuk dialek Arab
yang ditemukan atau dinisbahkan dalam bahasa Arab suku Syahr dan
Oman. Dalam dialek ini mereka membuang hamzah pada alif dalam hal
penulisannya, misalnya ‘ ﺷﺎﻣﺎma syaa’ (mim-alif Syin-alif), sedangkan
15
Lahjah al-Thamthamaniyah, adalah perubahan lam ta’rif menjadi mim.
Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Thayi’, Azd, dan kepada kabilah
Humair di Selatan Jazirah Arab. Sebagai contoh riwayat an-Namir ibn
Tuảb bahwasanya Rasulullah SAW berbicara dengan bahasa ini dalam
haditsnya: اﻣﺴﻔﺮ ﰱ اﻣﺼﻴﺎم اﻣﱪ ﻣﻦ ﻟﻴﺲmaksudnya adalah ﻟﻴﺲ ﻣﻦ اﻟﱪ اﻟﺼﻴﺎم ﰱ اﻟﺴﻔﺮ
Ibnu Faris memberi kontribusi pemikiran kepada kita, bahwa dari enam belas
bentuk lahjah dari berbagai sumber bahasa di beberapa kabilah Arab hanya
didasarkan pada enam belas bentuk yang membedakan antara lahjah yang satu dengan
lahjah yang lainnya. Keenam belas bentuk tersebut adalah (1) perubahan harakah, (2)
perbedaan harakah dan sukun, (3) perbedaan dalam hal pergantian huruf, (4)
perbedaan taqdim dan ta’khir huruf, (5) perbedaan dalam hal hadzf dan itsbat, (6)
perbedaan penggantian huruf shahih dengan huruf mu’tal, (7) perbedaan dalam hal
qira’at, imalah, dan tafkhim, (8) perbedaan huruf sukun di depan, (9) perbedaan
mudzakkar dan mu’annats, (10) perbedaan I’rab, (11) perbedaan dalam bentuk jamak,
16
(12) perbedaan dalam hal al-tahqiq dan al-ikhtilas, (13) perbedaan dalam hal
penyebutan ha (ta al-marbutha) menjadi ta ta’nits.
1. Perubahan Harakah
Perbedaan harakah merupakan style lahjah yang ditemukan dalam
bahasa Arab, misalnya, kata nasta’in, yaitu huruf nun pada awal kata
dibaca fathah, dan kata nista’in, yaitu huruf nun pada awal kata dibaca
kasrah. Menurut al-Farra’ bahwa nun dibaca fathah pada kata nasta’in
hanya ditemukan pada bahasa Quraisy, sedangkan nun dibaca kasrah pada
kata nista’in ditemukan pada bahasa Asad.
2. Perbedaan Harakah dan Sukun
Perbedaan harakah dan sukun merupakan salah satu bentuk lahjah
ditemukan dalam berbagai bahasa Arab, misalnya kata ma’akum dan kata
ma’kum. Kata ma’akum bentuk harakahnya fathah atau mutaharrik pada
huruf ‘ain, sedangkan pada kata ma’kum huruf ‘ainnya berharakah sukun.
Dalam hal ini penulis belum menemukan secara outentic di suku atau
bahasa mana perbedaan ini digunakan.
3. Perbedaan dalam hal pergantian huruf
Perbedaan dalam hal pergantian huruf dalam berbagai kata juga
merupakan bentuk lahjah Arab, misalnya kata ‘anna zaidan dan anna
zaidan. Perbedaan kedua bentuk lahjah tersebut adalah perubahan alif pada
kata anna menjadi ‘ain pada kata ‘anna. Menurut penulis, perbedaan ini
hanya disebabkan oleh faktor fonetik saja, karena dari aspek semantic
keduanya memiliki makna yang dan maksud yang sama.
4. Perbedaan taqdim dan ta’khir huruf
Perbedaan taqdim dan ta’khir huruf dalam berbagai lahjah Arab juga
sering ditemukan dalam beberapa bentuk kata, misalnya kata shả’iqah dan
shảqi’ah. Perbedaan kedua bentuk lahjah tersebut terdapat pada huruf
kedua dan ketiga setelah ziyảdah alif. Bentuk pertama pada kata sha’iqah
yang berasal dari susunan fonetik sha-alit (zaidah)-‘ain-qaf-ta al-
marbuthah, huruf ‘ain terlebih dahulu dari pada huruf qaf, sedang pada
kata shaqi’ah yang berasal dari susunan fonetik sha-alif(zaidah)-qaf-‘ain-ta
al-marbuthah, huruf qaf lebih didahulukan dari pada huruf ‘ain, tanpa
terjadi adanya perubahan makna.
17
5. Perbedaan dalam hal hadzf dan itsbảt
Perbedaan dalam hal al-hadzf dan al-itsbảt dalam lahjah Arab
merupakan suatu hal yang biasa dan sering kita jumpai dalam berbagai
bahasa yang terdapat di semenanjung Arabiyah, misalnya, kata istahyaitu
dan istahitu, dan kata isdadtu dan sadadtu. Pada kata istahaitu (hamzah-
sin-ta-ha-ya-ta {dibaca tu}) telah mengalami al-hadzf atau pembuangan
satu huruf, yaitu huruf ya yang terletak setelah ha dan sebelum ya yang
kedua dari kata istahyaitu (hamzah-sin-ta-ha-ya-ya-ta {dibaca tu}).
Sedangkan pada kata isdadtu (hamzah-shad-dal-dal-ta) dan sadadtu (shad-
dal-dal-ta) tidak mengalami pembuangan huruf yang sejenis seperti yang
terdapat pada kata istahaitu dan istahyaitu. Meskipun kedua example
tersebut mengalami al-hadzf maupun al-itsbat, manum tidak mengalami
perubahan makna secara khusus.
6. Perbedaan penggantian huruf shahih dengan huruf mu’tal
Perbedaan dalam hal penggantian huruf shahih dengan huruf mu’tal
juga masih ditemukan dalam berbagai lahjah Arab, misalnya, kata amma
zaidun dan kata aima zaidun. Kata amma merupakan salah satu bentuk
proses idgảm, yaitu sautu proses akumulasi huruf sejenis, kemudian terjadi
perubahan huruf shahih (mim sukun pada kata a-m-m-a) menjadi huruf
mu’tal ya, seperti yang terdapat pada kata aima (a-i-m-a). Meskipun terjadi
perubahan dan pergeseran huruf, namun dari aspek maknawi tidak
mengalami perubahan.
7. Perbedaan dalam hal qiraat, imalah, dan tafkhim
Perbedaan dalam hal qirảat, imảlah, dan tafkhim merupakan salah satu
bentuk lahjah Arab, misalnya kata ramả dan Qadhả. Kata rama merupakan
susunan fonetik Ra-Ma-A, dalam qiraat Warsy semua huruf ya yang
terletak di tengah kata atau diakhir kata diubah menjadi yang masyhur
dengan istilah qirảat imảlah, sedangkan pada suku lain tidak ditemukan
qirảat seperti itu dan tetap dibaca tafkhim. Sedangkan kata qadhả dibaca
sama dengan kata rama dan kata-kata lain yang sejenis.
8. Perbedaan huruf sukun di depan
Perbedaan huruf sukun merupakan salah bentuk perbedaan lahjah
Arab, misalnya kata isytaraU al-dhalảlah dan isytaraI al-dalảlah. Pada
kedua kata tersebut terdapat dua sukun, yaitu sukun yang melekat pada
18
huruf waw dan sukun yang melekat pada hurut alif (al-). Sebagian suku
Arabiyah membaca U (dhommah) dan lagi membaca I (kasrah).
9. Perbedaan mudzakkar dan muannats
Dalam membedakan bentuk mudzakkar dan muannats bagi sebagian
orang Arab masih ada hingga saat ini, misalnya kata al-Baqar dan al-khail.
Sebagaian orang memandang bahwa kedua kata tersebut adalah
mudzakkar, sehingga pada tingkat aplikatif mereka menggunakan dalam
pola kalimat seperti al-Baqar hảdza dan al-Khail hảdza. Namun sebagian
orang orang Arab menganggap bahwa kedua kata tersebut berbentuk
muannats, seperti dalam kalimat al-Baqar hảdzihi dan al-Khail hảdzihi.
10. Perbedaan I’rab
Perbedaan I’rab dalam berbagai lahjah Arab juga masih sering
ditemukan, misalnya dalam bentuk al-syarth in. Pada tataran aplikatif
syarth in bisa menasab dan bisa merafa’, misalnya in hảdzảni (dirafa’) dan
in hảdzaini (dinasab). Dalam Lisản al-Arab dikatakan bahwa, jika
ditatsniyahkan lafaz dzảni, maka tidak boleh digabungkan keduanya
karena adanya sukun.
Oleh karena itu, salah satu alifnya dibuang sehingga bisa dii’rabkan.
Namun, jika salah satu alifnya tidak dibuang, maka alif tersebut tidak
punya tempat dalam i’rab, misalnya dalam kalimat in hadzani lasahirani
dan in hadzaini lasahirani.
11. Perbedaan dalam bentuk jamak
Perbedaan bentuk jamak dalam beberapa dialek Arab juga masih
sering ditemukan, misalnya kata Asrả dan asảrả. Kata asrả, yaitu susunan
fonetik hamzah-sin-ra-ya berbeda dengan kata asảrả, yaitu susunan fonetik
hamzah-sin-alif-ra-ya. Perbedaan di antara kedua kata tersebut adalah kata
asảrả mendapat ziyảdah alif di tengah kata, sedangkan pada kata asrả tidak
ditemukan alif. Perbedaan seperti ini banyak ditemukan diberbagai dialek
Arab, hanya saja sejauh ini penulis belum menemukan referensi yang
autentik tentang hal ini.
12. Perbedaan dalam hal al-tahqiq dan al-ikhtilas
Perbedaan dalam hal al-tahqiq dan al-ikhtilas bagi beberapa dialek
Arab merupakan suatu hal yang lazim ditemukan, misalnya dalam konteks
kalimat ya’murukum dan ya’murkum. Kedua kalimat tersebut sama-sama
19
berbentuk mudhari, namun yang membedakan keduanya adalah faktor
tahqiq artinya tidak mengalami perubahan harakah pada bentuk rafa’nya,
sedangkan dalam dialek lain melakukan ikhtilash artinya harakah
dhommah pada mudhari tersebut dihilangkan dan diganti dengan sukun.
13. Perbedaan dalam hal penyebutan ha (ta al-marbutha) menjadi ta ta’nits
Perbedaan dalam hal penyebutan ha (ta al-marbutha) menjadi ta ta’nits
masih merupakan bentuk perbedaan warna dialek Arab khususnya dalam
hal waqaf, misalnya kata ummah. Kata ummah merupakan susunan
artikulasi bunyi Hamzah-Mim Musyaddad-ta al-marbuthah, yang
kemudian dibaca ummat yang merupakan susunan artikulasi bunyi
Hamzah-Mim Musyaddad-Ta Ta’nits Sakinah dalam dialek Arab lainnya.
Sedangkan ragam kronolek adalah ragam bahasa yang digunakan oleh
kelompok sosial pada masa tertentu. Secara kronolek bahasa Arab terbagi
atas tiga zaman, yaitu, masa sebelum datangnya Islam, pada Islam, dan
masa modern. Sebelum datangnya Islam, orang-orang Arab umumnya
menggunakan dialek Badui Kuno, yaitu dialek Hijaz, Tamim, Huzail, dan
Thai.
20
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bahasa Arab Baqiyah adalah bahasa yang masih digunakan dalam penulisan,
karangan dan sastra, dan bahasa tersebut sampai melalui puisi pra-Islam, Al-Qur’an
yang Mulia, dan Sunnah Nabi. Oleh karena itu, pergi ke (Arab) ketika diluncurkan.
Faktanya, Islam bertepatan ketika muncul, dengan bahasa yang ideal, terpilih, dan
bersatu yang layak menjadi alat ekspresi bagi elit Arab, bukan yang umum, sehingga
kelengkapan kesatuan itu dan kekuatan saya meningkatkan dampaknya. dengan
diturunkannya Al-Qur'an dalam bahasa Arab yang jelas, yaitu lidah yang dipilih
dengan sempurna.
Dialek atau dalam bahasa Arab disebut dengan lahjah adalah kumpulan dari
sifat-sifat bahasa (variasi bahasa) yang berhubungan dengan suatu lingkungan atau
tempat khusus dan dipakai oleh setiap penduduk lingkungan tersebut.
Pada tataran lahjah, perbedaan secara fisiologis ini juga merupakan faktor
dominan yang mempengaruhi perbedaan lahjah Arabiyah, baik secara personal
maupun sosiokultural. Kata qahwah, bagi orang Mesir dibaca gahwah (qaf dibaca ga),
sedangkan orang Arab Saudi membaca ahwah (qaf dibaca hamzah).
Nama-nama dialek dalam bahasa Arab yaitu: Isthintho’, Taltalah, Syansyanah,
Thamthamaniyyah, 'Aj'ajah, An'anah dan Fahfahah.
Adapun dialek yang terkenal yaitu: Lahjah al-Kisykisyah, Lahjah al-
Kaskasah, Lahjah al-‘An’anah, Lahjah al-Fahfahah, Lahjah al-Wakm, Lahjah al-
Wahm, Lahjah al-‘Aj’ajah, Lahjah al-Istintha’, Lahjah al-Watm, Lahjah al-
Syansyanah, Lahjah al-Lakhlakhaniyah, Lahjah al-Tadhajju’, Lahjah al-Ruttah,
Lahjah al-Thamthamaniyah, Lahjah al-Gamgamah, Lahjah al-Tiltilah.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, pemakalah menyadari bahwa masih terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam hasil makalah yang telah dibuat. Dan masih terdapat
kekurangan dalam materi serta sumber rujukan pada makalah sehingga kami sangat
berharap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini di masa
yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama
bagi penulis sendiri.
21
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Mahmud al Aqqad, Asytaat Mujtami'aat Fi al Lughati wal Adab, Daar el Ma'rif,
Cairo, Cet. 5 tt.
Abd. Jalil Abd. Rahiim, Dr. Lughatul Qur'an al Kariim, Maktabah al Risaalah al
Hadiitsah, Omman, Cet. I tahun 1401 H. (1981 M)
Al-Naqah, Mahmud Kamil. Ta’lim al-Lugah al’ Arabiyah li al-natioqin bi Lugat Ukhra
Ushuluhu Mudaakhiluhu, Turuqu Tadrisihi. Makkah al-Mukarramah: Jami’ah Umm
al-Qura, 1985.
Shalih, Shubhi. Dirasat fi Fiqhi al-Arabiyah. Cet. II; Beirut: Mansyurat al-Maktabah al-
Ahalliyah, 1962 M/1382 H.
Sumardi, Mulyanto, et.el, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi
Agama Islam IAIN. Jakarta: Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama,
Departemen Agama RI, 1975.
Tawwab, Ramadan Abdul. Fusul fi Fiqh al-Lughah. Cet. II; al-Qahirah: Maktabah al-
Haniji, 1980.
Wafiy, Ali Abd. Wahid. Ilmu al-Lugah. Cet. V; Mis}ra: Lajnah al-Bayan al-‘Arabiy,
1962.
https://www.iaidalwa.ac.id/dialek-dalam-bahasa-arab/
22