Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Perkembangan dalam bidang kedokteran dan ekonomi yang lebih baik


standar menyebabkan harapan hidup yang lebih tinggi untuk manusia, termasuk
bagi perempuan. Harapan hidup dinegara-negara berkembang adalah 65-73 tahun,
sedangkan dinegara-negara maju, itu adalah 78-84 tahun.1
Wanita akan memasuki transformasi dari reproduksi zaman ke zaman
menopause. Diperkirakan pada tahun 2005 bahwa jumlah perempuan berusia di
atas 50 berusia tahun adalah ± 50 juta orang di seluruh dunia. Jadi jika rata-rata
wanita usia menopause di Indonesia berusia 50 tahun dan harapan hidup adalah 70
tahun, maka sekitar 50 juta perempuan di Indonesia akan mengalami menopause
selama 20 tahun, hampir sepertiga dari hidupnya.1-3
Menopause menurut WHO adalah penghentian menstruasi secara permanen
sebagai akibat dari hilangnya aktivitas ovarium. Dikatan menapouse jika ada
amenore selama 12 bulan berturut-turut, tanpa menemukan kelainan patologis.4
Umumnya menopause merupakan suatu gejala dari reproduksi.Sejumlah fisik
dan psikologis gejala yang disebabkan oleh perubahan hormonal akan terjadi
selama menopause. Gejala-gejala yang timbul akibat perubahan hormonal yang
terjadi selama menopause berupa perubahan fisik dan psikologis tubuh.Gejala lain
yang mungkin akan timbul juga termasuk gangguan memori, kurangnya
konsentrasi, kecemasan, depresi, insomnia, tubuh terasa panas, berkeringat, nyeri
sendi, gangguan libido ( nafsu ) ,kekeringan vagina, inkontinensia urin ( tidak bisa
menahan kencing ), dan lain-lain. Semua gejala ini dapat mengganggu kualitas
hidup wanita menopause.5,6
Gejala-gejala yang terjadi tidak akan selalu sama pada semua wanita dalam
semua kebudayaan. Prevalensi gejala menopause bervariasi tidak hanya ditingkat
individu dalam suatu populasi, tetapi juga berbeda antara setiap populasi.2

1
Latar belakang sosial pendidikan dan kesehatan fisikan mental dapat
mempengaruhi pengetahuan, pandangan perempuan tentang menopause. Seperti
kita ketahui, faktor-faktor sosial-budaya dapat mempengaruhi perilaku perempuan
dan pengalaman mereka dalam berurusan dengan gejala menopause.2.7
Masih banyak daerah di Indonesia yang menempatkan status perempuan tua
terhormat di mata masyarakat. Wanita yang memiliki pandangan ini ketika
mengalami menopause cenderung tidak mengalami gejolak gejala klinis,
psikologis, serta konsentrasi.4
Tujuan sosial dari penelitian ini adalah untuk membandingkan tingkat
keparahan gejala menopause dan kualitas hidup antara wanita menopause yang
hidup di daerah perkotaan dengan wanita menopause hidup di daerah pedesaan.

METODE
Penelitian ini merupakan observasi cross-sectional studi yang mengukur
gejala keparahan menopause dan kualitas hidup perempuan menopause
menggunakan kuesioner, kemudian membandingkan variabel antara wanita
menopause di pedesaan dan perkotaan. Penelitian ini dilakukan di kota Makassar
dan desa-desa di kabupaten Selayar dari Juli sampai September 2011.
Sampel adalah perempuan menopause antara usia 45-70 tahun yang tidak
punya periode menstruasi mereka lebih dari satu tahun setelah periode menstruasi
terakhir. Sampel wanita menopause yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia
untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani persetujuan.
Sampel diambil dari penduduk sebagai purposive sampling dengan jumlah
sample.

HASIL
Kuesioner yang digunakan adalah MRS (Skala Penilaian Menopause),
dengan berbagai MRS total skor dari 0 (asimptomatik) sampai 44 (nilai tertinggi)
dan dibagi menjadi 3 skala : psikologi,somato vegetative, dan urogenital.
Kuesioner kedua adalah WHOQOL, dibagi menjadi 4 area: fisik, psikologis,

2
sosial, dan lingkungan. Karakteristik sampel yang diteliti termasuk usia rata-rata
menopause,etnis, paritas, pendidikan, dan pekerjaan dari kedua pasangan.
Usia rata-rata dari semua responden adalah 57,25 pertahun dan usia rata-rata
saat mulai menopause adalah 49,98 tahun. Para wanita menopause di daerah
pedesaan cenderung memiliki paritas yang lebih tinggi dari wanita di perkotaan,
namun terdapat perbedaan yang signifikan. temuan signifikan adalah tingkat
pendidikan responden menunjukkan bahwa perempuan di daerah perkotaan
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dari pedesaan.
Kebangsaan lebih heterogen pada daerah perkotaan dibandingkan dengan
penduduk pedesaan. Wanita menopause di daerah pedesaan memiliki komposisi
lebih homogen, Suku bugis 20 (52,6%), Makassar 6 (15,8%), dan Selayar 12
(31,6%).
Mereka yang tinggal di daerah pedesaan juga mempunyai semangat yang
lebih tinggi dan beban kerja yang lebih besar dibandingkan dengan daerah
perkotaan, karena ada 11 orang (28,9%) yang memilih untuk wiraswasta di daerah
pedesaan, sementara ada hanya 3 orang yang berwirswasta di perkotaan (9,7%).
Tabel 1 menggambarkan bahwa total skor MRS dari dua populasi lebih
tinggi pada menopause perempuan yang hidup di daerah pedesaan (63,8%
berbanding 25,8%). Ketika ditetapkan, perbedaan ini juga terjadi di semua sub
skala baik psikis, somato-vegetatif, dan subskala urogenital. Perbandingan hasil
uji juga menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara psikologis,
somato vegetative, dan gejala urogenital dan total nilai MRS antara perempuan di
daerah perkotaan dan pedesaan (p <0,05).
Tabel 2 menyajikan distribusi gejala yang dialami oleh wanita menopause di
perkotaan dan daerah pedesaan. Sebagai hasil dari kuesioner MRS, persentase
semua gejala yang dialami oleh perempuan di daerah pedesaan selalu lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perkotaan.
Gejala yang paling sering dialami oleh responden di daerah perkotaan
adalah ketidaknyamanan disendi dan otot (87.1%). Di daerah pedesaan, ada tiga
gejala yang menonjol, sebesar untuk 94,7% untuk gejala, yaitu fisik dan kelelahan
mental, masalah seksual, dan rasa tidak nyaman disendi dan otot.

3
Gejala paling umum pada wanita pedesaan adalah depresi, yang hanya
dialami oleh 41,9% dari perempuan. Sementara itu,gejala yang paling umum
dialami oleh perempuandi daerah pedesaan adalah hot flush dan kencin
ggangguan, yang sebesar 71,1%, meskipun persentase masih lebih tinggi
dibandingkan dengan di daerah perkotaan.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai MRS cenderung meningkat
pada kelompok responden dengan kurang pendidikan, dan sebaliknya, pada
kelompok dengan tinggi pendidikan MRSnya rendah. MRS dikategorikan berat
( nilainya tinggi ) kebanyakan ditemukan pada kelompok dengan pendidikan
dasar dan tidak bersekolah sebesar 75% dan 60%. Hasil penelitian menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p <0,05), yang berarti bahwa semakin tinggi
pendidikan wanita menopause maka semakin sedikit dia merasa gejala menopause
yang dia rasakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam
kualitas hidup antara perempuan menopause di kedua tempat.Bahkan didaerah
perkotaan, semua kualitas hidup responden dinilai memuaskan.
Tabel 3 meneliti hubungan antara MRS dengan WHOQOL, ditemukan
bahwa keduanya ada hubungan signifikan (p <0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
gejala menopause lebih parah dirasakan sehingga mengurangi kualitas hidup
wanita menopause. Dan sebaliknya, semakin sedikit gejala menopause dirasakan
maka semakin baik kualitas hidup

PEMBAHASAN
Penelitian ini membandingkan wanita perkotaan dengan wanita pedesaan tentang
gejala menopause dan kualitas hidup antara keduanya dengan menggunakan MRS
dan WHOQOL.Studi ini menemukan rata-rata usia responden adalah 57,25 tahun,
sedangkan usia rata-rata yang menopause dimulai untuk responden adalah Wanita
biasanya dimulai menopause diusia 50-52 tahun . perempuan perkotaan memiliki
menopause pada usia rata-rata berusia 51,09 tahun,sementara wanita didaerah
pedesaan memiliki menopause diusia rata-rata 49 tahun. Ini bisa jadi karena
perempuan di daerah pedesaan cenderung memiliki lebih rendah tingkat
pendidikan dengan tingkat pengetahuan yang lebih rendah juga dan kesadaran

4
kontrasepsi, sehingga ovulasi akan terjadi lebih sering dan cadangan ovarium
berkurang lebih cepat.9
Karakteristik distribusi antara dua kelompok menunjukkan bahwa subjek
lebih heterogen pada kelompok perkotaan dibandingkan dengan kelompok
pedesaan. Perempuan dari daerah pedesaan memiliki paritas yang lebih tinggi.
Hal ini karena tingkat pendidikan yang lebih rendah dan kurangnya pengetahuan
kesehatan, motto yang mengatakan bahwa banyak anak-anak membawa banyak
keberuntungan dan akses lebih sulit untuk pelayanan kesehatan termasuk fasilitas
keluarga berencana.Seperti disebutkan, tingkat pendidikan di pedesaan pada
perempuan menopause lebih rendah dari pada wanita menopause di perkotaan.
Data menunjukkan 5 (13%) tidak berpendidikan, dan 15 (39,6%) menyelesaikan
sekolah dasar, sementara 13 (41,9%) dari yang wanita lulus kuliah.
MRS dikembangkan untuk (a) menilai menopause gejala dalam kelompok
dengan kondisi yang berbeda, (b)menilai perkembangan gejala menopause dari
waktu ke waktu. Manfaat ini, didasarkan pada penelitian dengan beragam
keparahan gejala menopause dan dampak pada setiap individu atau populasi,
membuat perbandingan pada wanita menopause di daerah perkotaan dengan
pedesaan. MRS sendiri dibagi 3 tigas yaitu psikologis, somatovegetative,dan
urogenital.Total skor MRS adalah 0 (asimtomatik), Skor tersebut kemudian
dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu minimal, ringan, sedang,dan parah.
Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase gejala menopause lebih besar pada
wanita di daerah pedesaan dibandingkan dengan perempuan di daerah perkotaan.
Bahkan hasil tes menunjukkan bahwa ada signifikan perbedaan MRS antara
perempuan di perkotaan dengan daerah pedesaan (p <0,05).
Hasil ini bertentangan dengan hipotesis penelitian, yang diharapkan untuk
melihat lebih parah gejala-gejala menopause pada wanita perkotaan. Arus
informasi dan akses yang lebih mudah pada masyarakat perkotaan memungkinkan
lebih banyak dipengaruhi oleh budaya barat, dibandingkan dengan masyarakat
pedesaan.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa fiksasi budaya barat terhadap
keindahan dan pemuda cenderung berpikir menopause sebagai penyakit atau

5
masalah. Malah gejala menopause cenderung minim dalam masyarakat yang
melihat menopause sebagai situasi positif, seperti di Iran di mana menopause
adalah kesempatan yang memberi mereka lebih waktu untuk beribadah.
Penelitian di negara-negara non barat dengan orientasi yang lebih positif
terhadap menopause dan penuaan juga menunjukkan bahwa gejala ditemukan
kurang nyaman.Terlepas dari perbedaan di atas, di mana ada perbedaan yang
signifikan dari gejala menopause didaerah pedesaan dan diperkotaan. adanya
faktor-faktor lain dalam penelitian ini yang mendukung hasil yaitu pendidikan dan
paritas.3.13
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di kalangan
wanita menopause di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan didaerah
pedesaan. Sementara para wanita didaerah pedesaan cenderung memiliki paritas
yang lebih tinggi.
Analisis hubungan antara pendidikan dan nilai-nilai MRS menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara responden berpendidikan rendah dengan orang-
orang dengan pendidikan tinggi (p <0,05). Perempuan dengan paritas tinggi juga
menunjukkan gejala yang lebih parah tetapi perbedaannya tidak signifikan.
Menurut penelitian Nusrat Nisar dan Nisar Ahmed pada menopause
perempuan di pedesaan Pakistan MRS menunjukkan secara signifikan nilai yang
lebih tinggi untuk somato vegetative dan psikologis.Pada subyek penelitian
dengan tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah memiliki parietas yang
tinggi.3,13
Wanita menopause dengan latar belakang seperti salah satu di atas akan
mendapatkan asupan kalori kurang, memiliki lebih sedikit kesadaran dan akses ke
perawatan kesehatan serta memiliki aktivitas fisik yang berlebihan dalam menjaga
dan merawat keluarganya, terutama anak – anak nya.3
Dalam studi tertentu, faktor pendidikan tampaknya memiliki pengaruh
yang lebih dibandingkan dengan latar belakang sosial dan kualitas hidup.Gejala
menopause lebih parah pada perempuan di daerah pedesaan dibandingkan dengan
perempuan diperkotaan dengan pendidikan tinggi, yang memiliki dasar
pengetahuan untuk mencari solusi tentang gejala menopause yang mereka

6
rasakan, dan lingkungan perkotaan mendukung ketersediaan akses terhadap
informasi,fasilitas kesehatan, atau fasilitas lainnya. Sebaliknya,bagi mereka yang
tinggal di daerah pedesaan, pendidikan yang rendah akan menjadi lebih rumit
dengan terbatasnya akses terhadap informasi dan fasilitas kesehatan.
Bulan Soo Lee et dalam penelitiannya mereka menemukan bahwa
perempuan dengan pendidikan yang baik memiliki respon yang lebih baik
menopause terlepas dari latar belakang budaya.12
Studi menopausedi Korea melaporkan menopause lebih ringan pada wanita
dengan pendidikan tinggi. Gejala urogenital juga lebih parah di daerah pedesaan,
mungkin karena perempuan ada cenderung tidak memiliki gairah seksual dan
hubungan intim, sedangkan wanita pedesaan rupanya masih memiliki hasrat
seksual dan pengetahuan untuk mengatasi gejala itu.Sebagian besar perhatian
pada perempuan menopause dipedesaan beralih mempertahankan dan merawat
cucu mereka dan lebih meningkatkan kehidupan rohani mereka.
Gejala menopause yang paling menonjol dari penelitian ini adalah ketidak
nyamanan pada otot dan sendi.Fenomena ini tidak hanya terjadi dipopulasi, tetapi
pada wanita menopause baik dalam perkotaan maupun daerah pedesaan.
Persentase mencapai 87.1% di perkotaan dan 94,7% di pedesaan. Hal ini sesuai
dengan Studi dari Syed Alwi et al di Sarawak Malaysia, dimana gejala ketidak
nyamanan pada sendi dan otot yang dialami oleh 80.1% dari subjek, jauh lebih
tinggi dari gejala lain pada skala penilaian manopause.14
Perbandingan kualitas hidup (WHOQOL) antara dua populasi menyarankan
bahwa ada sedikit perbedaan kepuasan antara perempuan di kedua populasi
dengan wanita menopause. Sehingga semua puas dengan kehidupan mereka
sekarang, bahkan telah memasuki masa menopause. Hasil ini dapat dijelaskan
oleh kemungkinan bahwa nilai yang sama dalam budaya timur masih dipegang
oleh masyarakat baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Jadi,meskipun tingkat
keparahan gejala menopause yang mereka alami, menopause adalah hal yang
wajar yang harus dilalui setiap wanita karena kesempatan yang lebih baik untuk
meningkatkan kehidupan rohani mereka.

7
Tabel 3 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
WHOQOL dan MRS (p <0,05).Ini berarti bahwa menopause gejala yang dialami
dengan semakin rendah kualitas hidup wanita menopause dan sebaliknya. temuan
ini konsisten dengan penelitian lain yang berhubungan dengan nilai MRS dan
nilai WHOQOL, menunjukkan bahwa gejala menopause yang dialami oleh
perempuan mempengaruhi kualitas hidup mereka. Pengaruh ini ditemukan dalam
semua domain WHOQOL, baik psikologis, fisik,sosial, dan pembentukan
mental.15
Terlepas dari kualitas hidup yang tidak jauh berbeda, memberikan gambaran
tentang masyarakat pedesaan.Kualitas yang memuaskan hidup dalam masyarakat
perkotaan di mana gejala yang dialami kurang parah adalah normal dan
dimengerti. Namun, dapat memuaskan kualitas hidup, walaupun memiliki
menopause dengan gejala yang parah yang laporkan oleh wanita pedesaan yang
sulit dimengerti. Ini mungkin karena karakter dan budaya masyarakat pedesaan
yang lebih menerima gejala menopause ini.menopause ini adalah hal yang alami
yang harus terjadi pada setiap wanita menopause, bukan hanya proses penuaan
atau kehilangan keindahan tetapi juga merupakan proses alami pada penuaan.4

KESIMPULAN
Perempuan di daerah pedesaan memiliki gejala menopause yang lebih parah.
Satu-satunya faktor yang tampaknya memiliki perbedaan yang signifikan adalah
wanita pendidikan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah cenderung lebih
memiliki gejala yang lebih parah. Ada sedikit perbedaan dalam kualitas hidup
perempuan menopause di pedesaan dari pada perempuan menopause di perkotaan,
dengan tidak ada perbedaan yang signifikan baik dalam kualitas fisik, psikologis,
sosial, dan lingkungan.

8
REFERENSI

1. Rambulangi J. Tantangan, Harapan Dan PENGOBATAN AlternatifDalam


Meningkatkan Produktifitas Dan KUALITAS Hidup Perempuan
Menopause. 2005; 26: 98-101.
2. Sudhaa Sharma, Annil Mahajan. Gejala menopause di Perempuan urban. JK
ILMU. 2007; 9: 13-7.
3. Nusrat N. Pengetahuan, Sikap dan Pengalaman Menopause. J Ayub Med
Coll Abbottabad. 2008: 56-9.
4. Hidayat A. Aspek Biopsikoseksual Menopause. Bunga Rampai Obstetri
Ginekologi Dan Sosial. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2005.
5. Baziad A. Gambaran klinis, Terapi Dan Pencegahan Menopause.
Menopause Dan Andropause. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2003.
6. Heinemann LA, Potthoff P, versi Schneider P. Internasional
dari Menopause Rating Scale (MRS). Kesehatan Qual Hidup Hasil. 2003; 1:
28.
Indones J 90 Yohanis et al Obstet Gynecol
7. Harwantiyoko NK. Masyarakat Perkotaan Masyarakat Dan
Pedesaan. Ilmu Sosial Dasar. Depok, Universitas Gunadarma. 1996.
8. Speroff L. Menopause dan perimenopause Transisi. klinis
Gynecologic Endocrinology dan Infertilitas. Lippincot Williams dan
Wilkins. 2005.
9. Emas EB, Bromberger J, Crawford S, Samuels S, Greendale
GA, Harlow SD. Faktor-faktor Terkait dengan Umur Alam Menopause
dalam Sampel multietnis dari setengah baya Perempuan, Am J Epidemiol.
2001; 153: 865-74.
10. Riska R, Marlina Kana. Masyarakat Pedesaan Masyarakat Dan Perkotaan.
Jakarta, Universitas Indraprasta PGRI. 2007.

9
11. Heinemann LA, DoMinh T, Sterlow F, Gerbsch S, Schnitker J, Schneider
HP. The Menopause Rating Scale (MRS) sebagai hasil mengukur untuk
terapi hormon? Sebuah studi validasi, Kesehatan Qual Hidup Hasil. 2004;
22: 1-7.
12. Lee MS, Kim JH, Taman MS, Yang J, Ko YH, Ko SD. Faktor
Mempengaruhi Keparahan Gejala Menopause di Korea Wanita pasca-
menopause. J Korean Med Sci. 2010; 25: 758-65.

10

Anda mungkin juga menyukai