Anda di halaman 1dari 2

Environmental Disaster: Minamata Disease in Minamata Bay, Kyushu Island, Japan

Dikabarkan sekitar tahun 1956 di Teluk Minamata, Jepang ditemukan suatu


penyakit aneh yang mulanya menyerang kumpulan kucing di sekitar teluk. Kucing-
kucing tersebut tiba-tiba mulai bertingkah tidak wajar dan kejang-kejang lalu mati yang
oleh warga setempat disebut “penyakit kucing menari” (Semionov, 2018).

Tepatnya pada 1 Mei 1956, pasien pertama manusia dilaporkan ke Pusat


Kesehatan Masyarakat. Pasien tersebut mengalami gangguan pada sistem sarafnya
sehingga berakibat pada berkurangnya jangkauan pandang dan kesulitan mendengar.
Warga sekitar yang terkena penyakit ini juga menunjukkan gejala serupa ditambah
kelainan tingkah laku dan berkurangnya kecerdasan (Yorifuji and Tsuda, 2014).

Ternyata penyakit ini disebabkan oleh kontaminasi metilmerkuri (suatu jenis


senyawa merkuri organik) pada makanan. Metilmerkuri dihasilkan dalam bentuk limbah
pabrik dari Chisso Co. Ltd. (Harada, 2008). Tujuan digunakannya metilmerkuri adalah
sebagai katalis bagi pembentukan asetaldehida. Sayangnya, ketidakbertanggungjawaban
Chisso Co. Ltd. dalam mengelola limbahnya mengakibatkan bencana akibat
pencemaran lingkungan di kemudian hari.

Metilmerkuri terbentuk dari senyawa merkuri inorganik yang berkontak dengan


bakteri dan plankton di air. Jika metilmerkuri mencemari ekosistem air tawar dan air
laut, ikan dan hewan bercangkang yang hidup di dalamnya akan mengakumulasikan
metilmerkuri tersebut. Ditemukan sekitar 75-90% metilmerkuri pada ikan dan hewan
bercangkang. Manusia yang selama lebih dari 30 hari memakan ikan dan hewan
bercangkang yang terkontaminasi, dalam darahnya akan terdeteksi sekitar 75%
metilmerkuri (Hong et al, 2012).

Di dalam tubuh, ion metilmerkuri (CH 3Hg+/MeHg) akan berikatan dengan asam
amino jenis glutationin (GSH), sistein (Cys), dan homosistein (Hcy). Kompleks
metilmerkuri-sistein (MeHg-Cys) akan membentuk kompleks yang secara struktur
sangat mirip dengan asam amino metionin (Met). Metionin sendiri merupakan substrat
bagi transporter asam amino (LATs). Sebagian besar subtipe dari LATs berada di ginjal,
plasenta, otak, dan dinding usus (Roos et al, 2011). Karena kemiripannya dengan
metionin, kompleks metilmerkuri-sistein akan dapat menembus pelindung-pelindung
yang aslinya sulit ditembus, termasuk pelindung otak. Akibatnya akan terjadi gangguan
pada beberapa organ dan sistem organ seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Harada, M. (1995). Minamata disease: methylmercury poisoning in Japan caused by


environmental pollution. Critical reviews in toxicology, 25(1), 1-24. DOI:
https://doi.org/10.3109/10408449509089885.

Hong, Y. S., Kim, Y. M., & Lee, K. E. (2012). Methylmercury exposure and health
effects. Journal of Preventive Medicine and Public Health, 45(6), 353. DOI:
https://dx.doi.org/10.3961%2Fjpmph.2012.45.6.353.

Roos, D. H., Puntel, R. L., Farina, M., Aschner, M., Bohrer, D., Rocha, J. B. T., & de
Vargas Barbosa, N. B. (2011). Modulation of methylmercury uptake by
methionine: prevention of mitochondrial dysfunction in rat liver slices by a
mimicry mechanism. Toxicology and applied pharmacology, 252(1), 28-35.
DOI: https://dx.doi.org/10.1016%2Fj.taap.2011.01.010.

Semionov, A. (2018). Minamata disease. World Journal of Neuroscience, 8(2), 178-


184. DOI: https://doi.org/10.4236/wjns.2018.82016.

Yorifuji, T., & Tsuda, T. (2014). Minamata. In Encyclopedia of Toxicology: Third


Edition (pp. 340-344). Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai