Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

CARBON TRADING

Disusun Oleh :
Meike Puspitasari (20513160)

Dosen :
Adam Rus Nugroho, S.T., M.T., Ph.D.

PROGRAM STUDI TEKNIK


LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK
SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2022
BAB I
DEFINISI ISTILAH

1.1 Definisi Carbon Trading


Carbon trading atau yang biasa disebut dengan perdagangan karbon merupakan suatu
upaya di dalam pengurangan emisi karbon dimana sekaligus dapat menjadi sumber
pemasukan suatu negara. Perdagangan karbon merupakan suatu kegiatan pembelian dan
juga penjualan izin yang dapat memungkinkan pemegang izin untuk bisa melepaskan karbon
dioksida atau gas rumah kaca yang lainnya. Bentuk izin dari perdagangan karbon yakni
dapat dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban setiap negara sesuai yang tercantum
dalam protokol Kyoto. Protokol tersebut berisi tentang pengurangan emisi karbon sebagai
upaya mencegah perubahan iklim yang ekstrem. Perdagangan karbon dapat membuat sebuah
negara yang memproduksi emisi karbon bisa membeli hak atau izin mengeluarkan emisi.
Sementara itu, negara yang menghasilkan emisi lebih sedikit bisa menjual haknya kepada
negara lain. Perdagangan karbon memiliki tujuan untuk mengurangi emisi karbon yang
dilakukan secara bertahap dan untuk mencegah perubahan iklim global.

1.2 Definsi Carbon Credit


Carbon kredit atau yang biasa disebut dengan kredit karbon merupakan suatu
representasi dari suatu ‘hak’ bagi sebuah perusahaan untuk dapat mengeluarkan sejumlah
emisi karbon atau gas rumah kaca yang lainnya di dalam proses industrinya. Satu Satu unit
kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2). Kredit karbon
yang dijual umumnya berasal dari proyek-proyek hijau. Lembaga verifikasi seperti Verra,
akan menghitung kemampuan penyerapan karbon oleh lahan hutan pada proyek tertentu dan
menerbitkan kredit karbon yang berbentuk sertifikat. Kredit karbon juga dapat berasal dari
perusahaan yang menghasilkan emisi di bawah ambang batas yang ditetapkan pada
industrinya. Pemerintah setempat biasanya akan mengisukan kredit tersebut hingga batasan
tertentu. Jika perusahaan menghasilkan emisi kurang dari kredit yang dimiliki, maka
perusahaan tersebut bisa menjual kredit tersebut di pasar karbon.

2
1.3 Definisi Carbon Tax
Carbon tax atau yang biasa disebut dengan pajak karbon merupakan suatu pajak yang
dikenakan atas pembakaran bahan bakar berbasis karbon seperti batubara, minyak, dan gas.
Pajak karbon adalah sebuah kebijakan inti yang dibuat untuk mengurangi dan
menghilangkan penggunaan bahan bakar fosil yang pembakarannya dapat merusak iklim.
Pajak karbon adalah cara agar pengguna bahan bakar karbon membayar kerusakan iklim
yang disebabkan oleh pelepasan karbon dioksida ke atmosfer. Jika ditetapkan dengan tarif
yang cukup tinggi, pajak karbon akan menjadi motivasi yang kuat agar kita segera
melakukan peralihan ke energi terbaharukan. Dari aspek lingkungan, CO2 merupakan suatu
gas rumah kaca yang memerangkan panas di bumi dan dapat menyebabkan pemanasan
global. Oleh karena itu, penerapan pajak karbon ini juga dapat digunakan untuk retribusi
atas emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh bahan bakar tersebut.

1.4 Definisi Carbon Pricing


Carbon pricing atau yang biasa disebut dengan nilai ekonomi karbon merupakan
suatu pemberian harga (valuasi) atas emisi gas rumah kaca/karbo serta merupakan
mekanisme biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak pencemar emisi dan pemberian insentif
kepada pihak yang mampu menghemat emisi. Carbon pricing juga merupakan nilai ekonomi
karbon dimana terdapat bentuk internalisasi biaya dari eksternalitas negative yang berupa
emisi Gas Rumah Kaca dan juga merupakan praktek dari “polluters-pay-principle”. Carbon
pricing juga merupakan suatu instrument yang dapat menangkap biaya eksternal dari emisi
Gas Rumah Kaca dan mengikatnya ke sumber GRK dengan melalui pemberian harga yang
biasanya dalam bentuk harga karbon dioksida (CO2) yang dapat dipancarkan. Carbon
pricing memiliki tujuan serta manfaat dari penerapannya seperti dapat mengurangi emisi
GRK, mendorong investasi hijau, dapat mengatasi celah pembiayaan perubahan iklim, serta
dapat mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

3
1.5 Definisi Carbon Cap and Trade
Carbon cap and trade atau yang biasa disebut dengan batasi dan dagangkan
merupakan suatu pendekatan kebijakan dimana dapat dilakukan untuk mengontrol jumlah
emisi yang berasal dari sejumlah sumber. Cap merupakan jumlah emisi yang maksimum per
periode untuk semua sumber yang telah disetujui dan juga disepakati. Cap juga dipilih agar
dapat memperoleh pengaruh lingkungan yang diinginkan. Agar program cap and trade bisa
efektif, ada tiga fitur utama yaitu:
1. cap on emission (menentukan besarnya emisi yang akan diturunkan)
2. akuntabilitas
3. rancangan yang simple tapi jalan/operasional
Berdasarkan dari tiga fitur utama di atas, cap ditujukan agar tercipta suatu kondisi
lingkungan yang sehat dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Akuntabilitas
ditujukan menghitung secara tepat dan melaporkan emisi yang dapat diserap, teliti dan
pelaksanaan yang konsisten dari penalti akan ketidakakuratan data atau informasi yang akan
berakibat pada tidak dibayarkannya upaya penciptaan additionality yang ada. Aturan yang
dibuat harus jelas dan mudah dilaksanakan. Terakhir, jika aturan yang dibuat mudah
dipahami dan jelas maka pasar akan berfungsi lebih baik dan biaya yang dibutuhkan juga
akan lebih rendah.

1.6 Definisi Emission Trading System


Emission trading system atau sistem perdagangan emisi merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk menjual dan juga membeli izin untuk melakukan pencemaran (emission
permit) atau juga melakuka perdagangan karbon yang dapat dilakukan misalnya di bursa
karbon dunia yang diharapkan dapat berkembang. Perdagangan emisi juga merupakan
sebuah pendekatan administratif yang digunakan untuk dapat mengontrol polusi dengan
menyediakan insentif ekonomi untuk mencapai target pengurangan emisi dari negara-negara
yang menghasilkan polusi.

4
BAB II
MEKANISME

2.1 Mekanisme Carbon Trading


Carbon Trading dapat terjadi dengan melalui mekanisme yang ada. Secara garis
besar, emisi karbon saat ini diperdagangkan secara sukarela (voluntary carbon market) dan
wajib (mandatory carbon market). Jika dilihat dari mekanisme perdagangannya, pasar
karbon dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
- Skema Perdagangan Emisi (Emissions Trading Scheme/ETS)
Dikenal juga dengan sistem cap-and-trade. Skema ini umumnya diterapkan pada pasar
karbon yang bersifat wajib karena emisi karbon yang diperdagangkan dibatasi
jumlahnya oleh pemerintah. Dalam skema ini, emisi yang diperdagangkan adalah untuk
emisi yang akan dihasilkan di masa yang akan datang. Peserta dalam mekanisme pasar
ini terdiri dari organisasi, perusahaan, dan bahkan negara. Kewajiban pengurangan atau
pembatasan emisi diterapkan dalam bentuk pengalokasian kuota (allowance) di awal
periode. Peserta yang terkena pembatasan emisi wajib melaporkan emisi yang
dihasilkan secara berkala (umumnya tahunan) kepada lembaga yang ditunjuk. Pada
akhir periode peserta yang melewati batas dapat membeli tambahan allowance dari
peserta yang memiliki kuota yang tidak terpakai (emisi yang dihasilkan lebih rendah
dari batasan yang ditetapkan), dan sebaliknya.
- Skema Perdagangan Kredit Karbon
Dikenal juga dengan sistem baseline-and-crediting atau carbon offset. Skema ini tidak
membutuhkan kuota (allowances) di awal periode, karena yang dijadikan sebagai
komoditi (disebut sebagai kredit karbon) adalah hasil sertifikasi penurunan emisi karbon
akibat pelaksanaan atas proyek yang mereduksi emisi karbon. Satu unit kredit karbon
biasanya setara dengan penurunan emisi satu ton CO2. Pada skema kredit karbon, nilai
kredit didapatkan di akhir suatu periode (ex-post) yang dapat dijual dan digunakan oleh
peserta untuk memenuhi target penurunan emisi atau menjadikan posisi peserta menjadi
carbon neutral atau zero emission. Sedangkan untuk skema ETS, nilai kredit sudah
ditentukan di awal (ex-ante), sehingga kredit baru dapat diperjualbelikan tergantung
pada aktivitas usaha yang dilakukan oleh penghasil emisi.

5
2.2 Mekanisme Carbon Tax
Mulai 1 April 2022, Carbon Tax akan diterapkan di sektor PLTU batubara dengan
skema cap and tax, dengan tarif pajak karbon yang ditetapkan paling rendah Rp30,- per kg
CO2e. Peta jalan pelaksanaan pajak karbon adalah dimulai dari tahun 2021 dengan
penyiapan pengembangan mekanisme perdagangan karbon, kemudian di tahun 2022-2024
akan diberlakukan penerapan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and
tax) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
batubara. Selanjutnya pada tahun 2025 dan seterusnya dilakukan Implementasi perdagangan
karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan penahapan sesuai
kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak,
dan/atau skala yang perlu ditentukan.
Berbagai opsi Carbon Policy dalam upaya transisi energi adalah sebagai berikut.
Opsi pertama adalah skema carbon tax yaitu seluruh emisi yang dihasilkan dikenakan pajak.
Sedangkan yang kedua adalah cap and tax yaitu hanya emiter yang memproduksi emisi
melebihi cap tertentu yang dikenakan pajak. Kemudian yang ketiga opsi cap and trade yaitu
emiter yang memproduksi emisi melebihi cap diharuskan membeli dari emiter yang
memproduksi emisi dibawah cap. Sedangkan bagi emiter yang memproduksi emisi melebihi
cap namun tidak bisa trading keseluruhan kelebihan emisi, maka sisa emisi dikenakan tax.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa
pemerintah akan mulai mengimplementasikan penerapan pajak karbon mulai tahun 2025
mendatang. Ia menyebut, kebijakan ini sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam
menurunkan emisi gas rumah kaca atau untuk mencapai target net zero emission di tahun
2060. Nantinya implementasi pajak karbon juga akan sejalan dengan penerapan perdagangan
karbon. Salah satu yang dapat diterapkan di awal adalah perdagangan karbon maupun pajak
karbon yang ditargetkan akan berfungsi pada 2025. Untuk diketahui, rencana penerapan
pajak karbon telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (HPP). Pengenaan pajak karbon diperlukan untuk menekan emisi dan
mencegah perubahan iklim yang ekstrem.

6
BAB III
ALASAN PENUNDAAN KEBIJAKAN PAJAK KARBON (CARBON TAX) DI
INDONESIA SAMPAI TAHUN 2025

Kebijakan pajak karbon di Indonesia ditunda sampai tahun 2025, hal tersebut dapat
dikarenakan untuk dapat merealisasikan komitmen dalam menurunkan emisi gas rumah kaca
2060 atau lebih cepat dan yang akan diterapkan di awal adalah perdagangan karbon maupun
pajak karbon yang dapat ditargetkan akan dapat berfungsi pada tahun 2025. Penundaan pajak
karbon pada saat ini merupakan penundaan yang kesekian kali setelah pada akhir 2021
pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. Saat itu,
pemerintah berdalih implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.
Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan mencatat bahwa tarif pajak karbon paling rendah
adalah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Tarif tersebut sebenarnya jauh lebih kecil
dari usulan awal Rp 75. Dengan tarif Rp 30, Indonesia termasuk negara dengan tarif terendah di
dunia untuk urusan pajak karbon. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pajak karbon seharusnya dapat berlaku mulai dari
1 April 2022. Akan tetapi, pelaksanaannya diundur karena mempertimbangkan situasi
perekonomian global dan domestik.
Adapun hal lain yang menyebabkan penundaan kebijakan pajak karbon adalah seperti
saat ini pihak pemerintah sedang menyusun berbagai aturan teknis pelaksanaan pajak karbon
dimulai dari tarif dan dasar pengenaan, tentang cara penghitungan, pemungutan, pembayaran
atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon. Hal terebut dilakukan agar instrumen
pengendalian iklim berjalan optimal. Selain itu, Pemerintah juga sedang menyusun berbagai
aturan turunan dari Perpres 98/2021. Antara lain terkait tata laksana penyelenggaraan NEK dan
NDC di Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon
di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

7
Sumber : https://images.app.goo.gl/Pk9smbSZRTZZLtVX8

Penetapan aturan pelaksanaan cap and tax untuk sektor lainnya seperti transportasi,
bangunan, dan sektor berbasis lahan juga akan dilakukan tahun 2025. Berbagai skema
pemungutan pajak akan disiapkan dalam upaya penurunan emisi. Setiap sektor bebas memilih
skema yang ada, misalnya untuk sektor berbasis lahan dapat memilih pembayaran berbasis
kinerja (result-based payment/ RBP) dibandingkan masuk dalam instrumen perdagangan karbon.
Namun, untuk sektor industri kemungkinan lebih memilih instrumen pajak karbon. Pengenaan
pajak karbon secara bertahap dilakukan agar dapat memenuhi asas keadilan (just) dan terjangkau
(affordable) serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. Adapun road map pajak karbon
selain memprioritas pencapaian target NDC, juga harus mempertimbangkan kesiapan sektor
prioritas dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. Road map pajak karbon harus
mempertimbangkan perkembangan pasar karbon dan disinkronkan dengan road map pasar
karbon, karena Indonesia memiliki potensi pasar utama dan pasar karbon di dunia. Indonesia
harus melindungi carbon market agar tidak dimanfaatkan oleh negara maju penghasil emisi
karbon.

8
BAB IV
PENUTUP

4.1 Pendapat Penulis tentang Carbon Trading dan Pajak Carbon


Saat ini Pemerintah tengah menyusun road map pajak karbon yang memuat strategi
penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritasnya, keselarasan dengan
pembangunan EBT, serta keselarasan dengan kebijakan lainnya. Implementasi pajak karbon
dilakukan secara bertahap, mulai dari tahun 2021 dengan diundangkannya UU HPP dan uji
coba penerapan pajak karbon di beberapa sektor, tahun 2022 dengan implementasi pada
sektor PLTU batubara, hingga 2025 implementasi bursa karbon dan perluasan sektor
pemajakan. Pengaturan pajak karbon didasarkan pada Pasal 13 UU HPP di mana subjek
pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang berkarbon dan/atau
melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon, sedangkan objeknya adalah
pembelian barang berkarbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Dasar
perhitungannya adalah kelebihan emisi dari ambang batas yang ditetapkan. Pajak karbon
adalah salah satu instrumen NEK. Diperlukan penjabaran lebih lanjut dalam peraturan
regulasi turunan NEK dan NDC, PP tentang road map dan alokasi pajak karbon dan PMK
tentang mekanisme pengenaan pajak dan tarif dasarnya. Pajak karbon dibutuhkan untuk
mendorong penggunaan EBT. Komisi VII DPR RI perlu terus mengawasi dan mendorong
kebijakan ini dalam upaya perubahan dari energi fosil ke EBT. Di samping itu, pajak karbon
terkait erat dengan penerimaan negara. Komisi XI DPR RI perlu melakukan pengawasan
kepada pemerintah agar tahapan pada road map pajak karbon dapat diimplementasikan dan
pajak karbon dapat menjadi instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan
ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip ‘pencemar membayar’.

9
DAFTAR PUSTAKA

James, P.M., Boedoyo, M.S., Sundari Sri. 2022. Pajak Karbon di Indonesia Dalam Upaya
Mitigasi Perubahan Iklim dan Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan. Jurnal
Kewarganegaraan. Vol. 6 No. 2. P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328.
Pajak Karbon di Indonesia. 2021. Upaya Mitigasi Perubahan Iklim dan Pertumbuhan Ekonomi
Berkelanjutan. Webinar Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di Subsektor
Ketenagalistrikan.
Prihatmaji, Y.P., Fauzy, A., Rais, S. dan Firdaus, F. 2016. Analisis Carbon Footprint Gedung
Perpustakaan Pusat, Rektorat, dan Lab. Mipa Uii Berbasis Vegetasi Eksisting Sebagai
Pereduksi Emisi Gas Rumah Kaca. Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship.
Vol 1. No 2.
Setiawan, R. Y. 2010. Kajian Carbon Footprint Dari Kegiatan Industri Di Kota Surabaya.
Surabaya : Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

10

Anda mungkin juga menyukai