Anda di halaman 1dari 4

Cara Kerja Perdagangan Karbon

Secara garis besar, emisi karbon saat ini diperdagangkan secara sukarela (voluntary carbon
market) dan wajib (mandatory carbon market). Jika dilihat dari mekanisme
perdagangannya, pasar karbon dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

Skema Perdagangan Emisi (Emissions Trading Scheme/ETS)

Dikenal juga dengan sistem cap-and-trade. Skema ini umumnya diterapkan pada pasar karbon
yang bersifat wajib karena emisi karbon yang diperdagangkan dibatasi jumlahnya oleh
pemerintah. Dalam skema ini, emisi yang diperdagangkan adalah untuk emisi yang akan
dihasilkan di masa yang akan datang. Peserta dalam mekanisme pasar ini terdiri dari
organisasi, perusahaan, dan bahkan negara. 

Kewajiban pengurangan atau pembatasan emisi diterapkan dalam bentuk pengalokasian


kuota (allowance) di awal periode. Peserta yang terkena pembatasan emisi wajib melaporkan
emisi yang dihasilkan secara berkala (umumnya tahunan) kepada lembaga yang ditunjuk. 

Pada akhir periode peserta yang melewati batas dapat membeli tambahan allowance dari
peserta yang memiliki kuota yang tidak terpakai (emisi yang dihasilkan lebih rendah dari
batasan yang ditetapkan), dan sebaliknya. 

Skema Perdagangan Kredit Karbon

Dikenal juga dengan sistem baseline-and-crediting atau carbon offset. Skema ini tidak


membutuhkan kuota (allowances) di awal periode, karena yang dijadikan sebagai komoditi
(disebut sebagai kredit karbon) adalah hasil sertifikasi penurunan emisi karbon akibat
pelaksanaan atas proyek yang mereduksi emisi karbon. Satu unit kredit karbon biasanya
setara dengan penurunan emisi satu ton CO2. 

Pada skema kredit karbon, nilai kredit didapatkan di akhir suatu periode (ex-post) yang dapat
dijual dan digunakan oleh peserta untuk memenuhi target penurunan emisi atau menjadikan
posisi peserta menjadi carbon neutral atau zero emission.

Sedangkan untuk skema ETS, nilai kredit sudah ditentukan di awal (ex-ante), sehingga kredit
baru dapat diperjualbelikan tergantung pada aktivitas usaha yang dilakukan oleh penghasil
emisi.

Pada tahun 2015, tercatat nilai perdagangan karbon global sekitar US$ 50 milyar,
dimana 70% dari total tersebut dihasilkan dari Emission Trading System dan 30%
dihasilkan dari Carbon Tax. Indonesia memiliki cukup pengalaman dalam
perdagangan karbon, baik secara global maupun bilateral. Proyek CDM yang telah
mendapat endorsement DNA CDM Indonesia sebanyak 215 proyek dan yang
mendapat CER sebanyak 37 proyek. Proyek CDM telah menghasilkan penurunan
emisi GRK sekitar 10.097,175 ton CO2e (offset). Sementara proyek bilateral JCM
yang telah diimplementasikan di Indonesia sebanyak 106 proyek dengan
menurunkan sekitar 329,483 ton CO2e. Hasil penurunan emisi GRK pada proyek
bilateral JCM dapat dihitung sebagai capaian penurunan emisi GRK yang terbagi
antara pemerintah Indonesia, pihak swasta Jepang yang memiliki teknologi dan
pihak swasta Indonesia yang mengadopsi teknologi. Untuk itu, proyek bilateral JCM
merupakan mekanisme yang dapat mendukung pencapaian komitmen pemerintah
Indonesia dalam menurunkan emisi GRK sebagaimana dituangkan dalam INDC
Indonesia, khususnya dengan menggunakan dukungan internasional apabila
dirancang dengan hati-hati. Sementara proyek CDM hanya dapat diperhitungkan
sebagai capaian penurunan emisi GRK oleh pembeli.

Anda mungkin juga menyukai