Anda di halaman 1dari 22

STASE KEPERAWATAN GERONTIK

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN


PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK)
DI BPSTW DINAS SOSIAL YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Disusun Oleh:

Srianida Puji Lestari


223203021

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
STASE KEPERAWATAN GERONTIK
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN PPOK
DI BPSTW DINAS SOSIAL YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Disusun Oleh:

Srianida Puji Lestari


223203021

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

Suwarno, S.Kep., Ns., MNS Srihartinnovmi,S.Pi,M.Si Srianida Puji Lestari


A. Profil BPSTW Dinas Sosial Yogyakarta Unit Budi Luhur
Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Yogyakarta adalah Panti
Sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi manusia
usia lanjut (manula) terlantar agar dapat hidup secara baik dan terawat dalam
kehidupan masyarakat. BPSTW sebagai lembaga pelayanan sosial usia lanjut dimiliki
pemerintah dan memiliki berbagai sumberdaya perlu mengembangkan diri menjadi
institusi yang progresif dan terbuka untuk mengantisipasi dan merespon kebutuhan
manula yang terus meningkat. BPSTW (Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha)
Yogyakarta Unit Budi Luhur merupakan salah satu balai pelayanan sosial yang fokus
menangani masalah kesejahteraan lanjut usia, baik dari segi ekonomi maupun sosial.
BPSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur bersama dengan unit lainnya yang sejenis,
yakni BPSTW Yogyakarta Unit Abiyoso berdiri di bawah naungan Dinas Sosial
DIY. BPSTW Unit Budi Luhur terletak di Jalan Kasongan, Kelurahan Bangunjiwo,
Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Yogyakarta berdiri dengan
dasar operasional Perda DIY No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Daerah DIY dan Pergub DIY No. 44 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan
Fungsi Dinas dan UPT pada Dinas Sosial DIY. BPSTW terdiri dari dua unit, yaitu
Unit Budi Luhur Kasongan dan Unit Abiyoso Pakem. BPSTW bertugas sebagai
pelaksana teknis bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial lanjut usia dalam hal
pelayanan, perlindungan, dan jaminan sosial. BPSTW Yogyakarta berdasarkan
Peraturan Gubernur Nomor 100 Tahun 2015 memiliki fungsi di antaranya sebagai
pusat pelayanan, pendampingan, dan perlindungan bagi lanjut usia, pusat informasi
tentang kesejahteraan sosial lanjut usia, dan sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan tentang lanjut usia.
1. Visi Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha
“Lanjut Usia Sejahtera dan Berguna”
2. Misi Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha
a. Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup penyandang masalah
kesejahteraan sosial lanjut usia.
b. Meningkatkan profesionalisme dan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial
lanjut usia.
c. Meningkatkan jangkauan pelayanan melalui progam pelayanan khusus.
B. Teori Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas, baik pria atau
wanita yang masih aktif dalam melakukan pekerjaan (Rozi & Siregar, 2022).
Lanjut usia (lansia) menurut World Health Organization (WHO) merupakan
seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun keatas. Lanjut usia disebut sebagai
tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia setelah mengalami
proses penuaan yang terjadi secara alami sejak awal kehidupan. Pada lansia,
tekanan darah tinggi atau Hipertensi apabila tekanan darahnya >160/95 mmHg.
(Virdianti, 2020).
Lansia merupakan keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap keadaan stres fisiologis, dimana
perubahan sistem tubuh seseorang lansia meliputi perubahan fisik, mental serta
psikososial (Ekasari & Hartini, 2019).
2. Batasan Lansia
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Ekasari & Hartini, (2019)
lansia dibagi menjadi empat kriteria, yaitu:
a) Usia pertengahan 45-59 tahun (middle age)
b) Lanjut usia 60-74 tahun (elderly)
c) Lanjut usia tua 75-90 (old)
d) Usia sangat tua 90 tahun keatas (very old).
3. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia dengan Hipertensi yang mempengaruhi
fisik dan mental yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit
dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit Hipertensi dan jantung. Pada
sistem kardiovaskuler terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada lansia yaitu
semakin bertambahnya massa pada jantung, ventrikel kiri yang mengalami
hipertrofi dan pada kemampuan peregangan jantung yang berkurang karena
terjadinya perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi
SA node juga akibat dari berubahnya jaringan konduksi menjadi jaringan ikat.
Perubahan yang terjadi lainnya yaitu pada asupan oksigen tingkat maksimal
berkurang akan mengakibatkan kapasitas pada paru kanan menurun (Khairunnisa,
2019).

4. Penyakit Yang Umum Terjadi Pada Lansia


a) Masalah Fisik Sehari-Hari Yang Sering Ditemukan Pada Lansia
1) Mudah jatuh
2) Mudah lelah, disebabkan oleh : Faktor psikologis, Gangguan organis,
Pengaruh obat
3) Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol, penyakit
metabolisme, dehidrasi, dsb
4) Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb
5) Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan jantung,
gangguan sistem respiratorius, overweight, anemia
6) Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis, psikologis
7) Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal jantung,
kurang vitamin B1, penyakit hati, penyakit ginjal, kelumpuhan, dsb
8) Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia, osteoporosis,
osteoartritis, batu ginjal, dsb.
9) Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis, fraktur/dislokasi, saraf
terjepit
10) Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan saluran cerna,
faktor sosio-ekonomi
11) Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih, saluran
kemih, kelainan syaraf, faktor psikologis
12) Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus besar, kelainan
rektum
13) Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa berkurang,
katarak, glaukoma, infeksi mata
14) Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian menyebabkan
kekacauan mental
15) Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan psikogenik
(depresi, irritabilitas)
16) Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit gigi, dsb
17) Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena ganguan
sirkulasi darah lokal, ggn syaraf umum dan lokal
18) Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal ginjal,
hepatitis kronis, alergi

b) Karakteristik penyakit lansia di Indonesia :


1) Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis,
osteoartritis
2) Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina,
cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia.
3) Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
4) Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal
Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
5) Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas
6) Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
7) Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker
8) Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson,
dan sebagainya (Buku & Terpadu, 2021).

C. Masalah Kesehatan Pasa Lansia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


1. Definisi PPOK
PPOK merupakan sebuah penyakit diakibatkan karena terdapatnya sebuah
penyumbatan pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh emfisema dan
bronchitis kronis. PPOK merupakan sebuah penyakit pada gangguan pernafsan
yang sering dijumpai. Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit ini terus
meningkat setiap tahunya. PPOK juga menjadi penyebab utama morbiditas dan
cacat. Diperkirakan penyakit paru obstruktif kronik menjadikan sebab paling besar
ke-3 dari korban jiwa diseluruh dunia (Publikasi, 2022).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah kelainan paru yang di tandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang di sebabkan
oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan
dalam masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit radang paru
kronik yang dapat menyebabkan saluran napas menyempit dan ditandai dengan
penurunan aliran udara yang persisten. (GOLD, 2019) Penderita PPOK memiliki
beberapa gejala, yaitu mengi, batuk, sesak napas serta produksi sputum yang
bertambah. Penyakit ini dapat dicegah dan diobati, tetapi apabila disertai dengan
seringnya eksaserbasi dan disertai komorbid maka kondisi pasien dapat
memburuk.

2. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) menurut
(Oemiati, 2018) ialah:
a) Pajanan dari partiker antara lain:
1) Merokok
Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan
napas kronik, ini berhubungan antara penurunan volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok.
Sedangan pada perokok pasif dapat mengalami kerusakan paru-paru akibat
menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Indonesia merupakan negara
terbesar ke-7 di dunia yang memproduksi tembakau, dan dari segi konsumen
menempati posisi ke-5 di dunia dengan prevalensi 31,5% merokok, 80%
mengkonsumsi rook kretek, dan lebih dari 60% berada di daerah pedesaan.
Asap rokok yang dihirup ke dalam paru-paru oleh prokoknya disebut asap
rokok utama (main stream smoke), sedangkan asap rokok yang berasal dari
ujung batang rokok yang terbakar disebut asap rokok sampingan (side
stream smoke). Polusi udara yang disebabkan oleh asap rokok utama yang
dihembuskan lagi oleh perokok dan asap rokok sampingan disebut asap
rokok lingkungan (ARL) atau Enviromenttal Tobacco Smoke (ETS).
Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata lebih
tinggi dibanding asap rokok utama, antara lain karena tembakau terbakar
pada temperature lebih rendah ketika rokok sedang tidak dihisap, membuat
pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan lebih banyak bahan
kimia. Terdapat 4.000 zat kimia berbahaya yang keluar melalui asap rokok,
diantaranya : aseton (bahan cat), ammonia (aki kendaraan), karbon
monoksida (asap knalpot), hydrogen sianida (gas beracun), arsen (racun).
b) Polusi indoor
Manusia banyak menghabiskan waktunya di rumah apalagi di jaman
covid-19 sehingga harus tetap dirumah. Memasak dengan bahan biomass
dengan ventilasi dapur yang jelek.

c) Polusi outdoor
Polusi udara mempunyai pengaruh yang buruk pada VEP1.
d) Polusi di tempat kerja : Debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau
racun-racun darijamur), debu kapas.
e) Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin)
Faktor resiko dari genetik memeberikan kontribusi 1-3% pada pasien PPOK.
f) Riwayat infeksi saluran pernapasan berulang: infeksi saluran nafas akut
adalah yang melibatkan organ salurn pernapasan, hidung, sinus, faring, atau
laring. Infeksi saluran napas akut adalah penyakit terbanyak yang diderita
anak-anak yang akan memberi dampak kecacatan sampai pada usia dewasa,
dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.
g) Gender
h) Usia
i) Konsumsi alkohol
j) Kurang aktivitas fisik

3. Klasifikasi
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan dari keduanya
(PDPI, 2018).
a) Bronkitis
Bronkitris kronis adalah penumpukan lendir dan sekresi yang sangat
banyak menumbat jalan napas yang menyebabkan peradangan jangka
panjang saluran napas bawah, umumnya dipicu oleh pajanan berulang asap
rokok, polutan udara, atau alergen. Sebagai respon terhadap iritasi pada
bronkitis kronis terjadi pembentukan mokus berlebih yang menyebabkan
saluran napas menyempit (Smeltzer & Bare, 2018).
Temuan patologi utama pada bronkitis kronik adalah hipertofi kelenjar
mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan
infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan mukus
yang meningkat mengakibatkan terjadinya batuk produktif, yang disertai
dengan peningkatan sekresi bronkus dan memengaruhi bronkiolus kecil
sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar (Price &
Wilson, 2018).
Faktor etiologi pertama adalah merokok dan polusi udara di daerah
industri, polusi tersebut merupakan predisposisi infeksi rekuren karena
polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan
mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanan sendiri melemah
(Price & Wilson, 2018).
b) Emfisema
Emfisema adalah suatu kondisi obstruksi pada pertukaran oksigen dan
karbon dioksioda akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh
overekstensi ruang udara dalam paru (Smeltzer & Bare, 2019). Emfisema
ditandai oleh terjadinya kolaps saluran napas halus dan kerusakan pada
dinding alveolus yang menyebabkan paru-paru kehilangan keelastisitasnya.
Emfisema paling sering terjadi karena pelepasan berlebihan enzim
perusak protein misalnya tripsin dan makrofag alveolus sebagai
mekanisme pertahanan terhadap pajanan kronik asap rokok atau iritan lain
(Sherwood, 2019).
Merokok merupakan penyebab utama emfisema (Smeltzer & Bare,
2020).Penyebab emfisema lainnya yang lebih jarang terjadi yaitu
ketidakmampuan tubuh secara genetis menghasilkan protein plasma,
defisiensi α1-antitripsin sehingga jaringan paru tidak terlindung dari tripsin
yang akan menyebabkan jaringan paru mengalami disintegrasi di bawah
pengaruh enzim-enzim makrofag, meskipun dalam jumlah kecil, tanpa
pajanan kronik ke iritan yang terhirup (Sherwood, 2018).

c) Manifestasi Klinik
Tanda gejala dari PPOK menurut mansjoer (2018) dan GOLD (2020)
yaitu: Malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang awalnya ditandai
dengan batuk-batuk dan terdapat dahak khususnya dipagi hari. Nafas 13
pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek, sesak nafas akut,
frekuensi nafas yang cepat, penggunaan otot bantu pernafasan dan
ekspirasi lebih lama daripada inspirasi. PPOK dapat berkembang secara
perlahan dan tidak menunjukkan gejala khusus. Gejalanya akan muncul
setelah bertahun-tahun, ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan
pada paru-paru. Berikut sejumlah gejala yang biasanya dialami oleh
penderita PPOK adalah: Batuk yang tak kunjung sembuh, kadang disertai
dengan dahak.
1) Napas tersengal-sengal/napas pendek, terutama saat melakukan aktivitas
fisik.
2) Berat badan menurun
3) Nyeri dada
4) Mengi.
5) Pembengkakan di tungkai dan kaki
6) Lemas.

4. Patofisiologi
PPOK merupakan penyakit obstruksi jalan napas yang bersifat ireversibel
yaitu terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan dari keduanya
(PDPI, 2019). Asap rokok yang mengiritasi jalan napas, mengakibatkan
hiperekskresi lendir dan inflamasi. Karena terjadinya irirtasi menyebabakan
kelenjar-kelenjar yang mengekskresi lendir dan sel-sel goblet meningkat
jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan
sehinggabronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Penyempitan bronkial
lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan
napas yang kemudian terjadi perubahan paru yang ireversibel dan 5
mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis (Smeltzer & Bare, 2020).
Pada emfisema, beberpa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu ;
inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan
rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli
yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan menyebabkan area
permukaan alveolar yang kontak langsung dengan paru berkurang sehingga akan
mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen ini akan
mengakibatkan terjadinya hipoksemia (Smeltzer & Bare, 2020).

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mendiagnosis PPOK antara lain:
a. Radiologi (foto thoraks)
b. Laboratorium darah rutin (untuk mengetahui timbulnya polisemia yang
menunjukkan terjadinya hipoksia kronik)
c. Analisa gas darah
d. Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotic bila terjadi
eksaserbasi)
e. Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan
diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa.
Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif aanya
obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat. Spirometri harus digunakan
untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelahinspirasi
maksimal, atau disebut Forced vital capacity 14 (FVC). Spirometri juga harus
digunakan untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik
pertama saat melakukan manuver diatas, atau di sebut dengan Forced
Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Pengukuran ini juga sebagai
parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit (Kristian, 2019).
Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis
ditemukan adanya riwayat pajanan faktor resiko yang disertai batuk kronik dan
berdahak dengan adanya sesak napas terutama pada saat beraktivitas apalagi
pada seseorang yang berusia pertengahan atau lansia.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PPOK dengan bronkritis kronis dan emfisema obstruktif
berupa berupa tindakan-tindakan untuk menghilangkan obstruksi saluran napas
kecil. Meskipun kolpas saluran napas akibat emfisema bersifat ireversibel,
banyakpasien yang mengalami bronkospasme, retensi sekret dan edema mukosa
dalam derajat tertentu yang masih dapat ditanggulangi dengan pengobatan yang
sesuai (Price & Wilson, 2018).
Tindakan lain yaitu mencakup penghentian merokok, imunisasi terhadap
influenza, vaksin pneumokokus, pemberian antibiotik, bronkodilator dan
kortikosteroid, terapi oksigen, pengontrolan sekresi, serta latihan dan rehabilitasi
yang berupa latihan fisik, serta latihan napas khusus (Djojodibroto, 2019).
Latihan pernapasan juga dapat membantu, pasien diajarkan untuk mengeluarkan
napas dengan perlahan dan tenang melalui bibir yang dikerutkan. Latihan ini dapt
mencegah kolaps bronkiolus-bronkiolus kecil serta mengurangi jumlah udara
yang terperangkap (Price & Wilson, 2018).
Menurut PDPI ( 2021 ) penatalaksanaan PPOK meliputi : 7
a. Obat- obatan :
Obat-obatan diberikan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan
mempertahankan keadaan stabil yang telah tercapai dengan mempertahankan
bronkodilatasi dan penekanan inflamasi.Obat – obatan yang digunakan yaitu,
bronkodilator yang diberikan dalam bentuk oral masing-masing dalam dosis
suboptimal, sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit. Misal untuk
dosis pemeliharaan, aminofillin/teofillin 100-150 mg kombinasi dengan
salbutamol 1 mg atau terbutalin 1 mg. Kemudian dapat diberikan
Kortikosteroid dalam bentuk inhalasi. Diberikan juga Ekspektoran seperti
OBH (Obat Batuk hitam). Pada kondisi sputum yang mukoid dapat diberikan
Mukolitik, sedangkan obat Antitusif seperti kodein hanya diberikan bila batuk
kering dan iritatif.
b. Edukasi
Karena keterbatasan obat-obatan yang tersedia dan masalah sosiokultural
lainnya, seperti keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan ,
keterbatasan ekonomi dan sarana kesehatan, maka edukasi di Puskesmas
ditujukan untuk mencegah bertambah beratnya penyakit dengan cara
mengunakan obat yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan
aktiviti serta mencegah ekserbasi.
c. Pengurangan pajanan faktor risiko
Pengurangan paparan asap rokok, debu pekerjaan, bahan kimia dan polusi
udara indoor maupun outdoor, termasuk asap dari memasak merupakan tujuan
penting untuk mencegah timbul dan perburukan PPOK. Dalam sistem
pelayanan kesehatan, praktisi pelayanan primer secara aktif terlibat dalam
kampanye kesehatan masyarakat diharapkan mampu memainkan peran
penting dalam menyampaikan pesan-pesan tentang mengurangi pajanan
faktor risiko. Praktisi pelayanan primer juga dapat mengkampanyekan
pengetahuan mengenai bahaya merokok pasif dan pentingnya menerapkan
lingkungan kerja yang bebas rokok.
d. Berhenti merokok
Berhenti Merokok merupakan intervensi yang paling efektif untuk
mengurangi risiko pengembangan PPOK, maka nasehat berhenti merokok
dari para profesional bidang kesehatan membuat pasien lebih yakin untuk
berhenti merokok. Praktisi pelayanan primer memiliki banyak kesempatan 8
kontak dengan pasien untuk mendiskusikan berhenti merokok, meningkatkan
motivasi untuk berhenti merokok dan mengidentifikasi kebutuhan obat atau
farmakologi yang mendukung. Hal ini sangat penting untuk menyelaraskan
saran yang diberikan oleh praktisi individu dengan kampanye kesehatan
publik.
e. Nutrisi
Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat diberikan dalam
porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan
meningkatnya derajat sesak.
f. Rehabilitasi
Latihan bernapas dengan pursed-lips, Latihan ekspektorasi, Latihan otot
pernapasan.
g. Penatalaksanaan
PPOK eksaserbasi Eksaserbasi PPOK terbagi menjadi derajat ringan, sedang
dan berat. Penatalaksanaan derajat ringan diatasi di poliklinik rawat jalan.
Derajat sedang dapat diberikan obat-obatan per injeksi kemudian dilanjutkan
dengan peroral. Pada eksaserbasi derajat berat obat-obatan diberikan intra
vena untuk kemudian bila memungkinkan dirujuk ke rumah sakit yang lebih
memadai setelah kondisi daruratnya teratasi.
Obat-obatan pada eksaserbasi akut:
1) Penambahan dosis bronkodilator dan frekuensi pemberiannya. Bila terjadi
eksaserbasi berat obat diberikan secara injeksi, subkutan,intravena atau
per drip, misalnya :
i. Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap 1 jam
dan dapatdilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam
ii. Adrenalin 0,3 mg subkutan, digunakan hati-hati
iii. Aminofillin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran ana) dilanjutkan
dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam
iv. Pemberian aminofillin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam
1 botol cairan perinfus. Cairan infus yang digunakan adalah Dektrose
5 %, Na Cl 0,9% atau Ringer laktat.
7. Kortikosteroid diberikan dalam dosis maksimal, 30mg/hari dalam 2 9
minggu bila perlu dengan dosis turun bertahap
8. Antibiotik diberikan bila eksaserbasi
9. Diuretika diberikan pada PPOK derajat sedang-berat dengan gagal
jantung kanan atau kelebihan cairan
10. Cairan Pemberian cairan harus seimbang, pada PPOK sering disertai kor
pulmonal sehingga pemberian cairan harus hati-hati Konsep teori 2022.

D. Proses Keperawatan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)


1. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, nomor registrasi,
diagnosa medis, dan tanggal.
b) Keluhan utama
Keluhan utamam yang sering muncul adalah gejala sesak napas atau peningkatan
frekuensi napas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh
apakah pasien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah pasien mengalami
kesukaran dalam bernapas. Perlu diperhatiakan juga apakah pasien berubah menjadi
sensitif dan cepat marah (iritability), tampak bingung (confusion) atau mengantuk
(somnolen). Yang tak kalah pentingnya yaitu kemampuan orientasi pasien terhdap
tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena setiap gangguan pada fungsi paru
sering direfeksikan dalam bentuk perubahan status mental. Selain itu riwayat penyakit
masa lalu, riwayat penyakit keluarga, lingkungan serta kebiasaan.
c) Riwayat
1) Adanya faktor pencetus
2) Adanya manifestasi klinik
d) Airway
1) Adanya peningkatan sekresi pernapasan
2) Adanya bunyi suara napas tambahan ronki atau mengi 5)
e) Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipnea/bradipnea retraksi
2) Menggunakan otot pernapasan
3) Kesulitan bernapas: lapar udara, diaphoresis, sianosis
f) Circulation
1) Penurunan curah jantung
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran 16
4) Papiledema
5) Penurunan haluan urine
2. Keadaan umum
Kaji tentang kesadaran pasien, kecemasan pasien , kegelisahan pasien, kelemahan suara
saat berbicara. Denyut nadi, frekuensi napas yang meningkat, penggunaan otot bantu
pernapsan, sianosis.
a) B1 (Breathing)
Inpeksi Kesulitan bernapas tampak dalam perubahan irama dan freakuensi pernapasan.
Keadaan normal frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dengan amplitude yang cukup
besar. Jika seseorang bernapas lambat dan dangkal, itu menunjukkan adanyadepresi
pusat penapasan. Penyakit paru sering menunjukkan frekuensi pernapasan > 20
x/menit atau karena penyakit sistemik seperti diabetes melitus. Palpasi Perawat harus
memperhatikan pelebaran ICS pada pasien. Perkusi Perkusi yang dilakukan dengan
seksama dan cermat dapat ditemukan adanya bagian yang redup sampai daerah dengan
nafas melemah yang disebabkan oleh penebalan pleura, efusi pleura, yang cukup
banyak, dan jipersonor bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema. Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah adanya bunti nafas tambahan seperti wheezing dan
ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari kelainan yang ada
b) B2 (Blood) Monitor dampak PPOK pada status kardiovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
c) B3 (Brain) 17 Mengkaji perubahan status mental penting dilakukan oleh perawat guna
unntu mencari tahu gejala sekunder yang terjadi akibat ganggun pertukaran gas.
Diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran.
d) B4 (Bladder) Pengukuran volume cairan urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake dan output cairan. Oleh karena itu, perlu monitor adanya oliguria, karen hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok
e) B5 (Bowel) Pengkajian terhadap status nutrisi pasien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
f) B6 (Bone) Pengkajian ini guna melihat apakah pasien terdapat edema ektremitas,
tremor, tanda-tanda infeksi, turgor kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersisik pada
dermis/integumen.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
menurut (PPNI, 2017) adalah:
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Proses infeksi
b) Gangguan pertukaran gas b/d Perubahan membrane alveolus-kapiler
c) Gangguan pola tidur b/d Kurang control tidur
d) Defisit Perawatan Diri b/d Penurunan Motivasi/minat
e) Harga Diri Rendah Kronis b/d Ketidakefektifan mengatasi masalah kehilangan

4. Intervensi Keperawatan

No Dx Keperawatan (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan Tindakan asuhan Latihan batuk efektif [I.01006]
efektif b/d Proses infeksi keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi kemampuan
diharapkan Bersihan jalan nafas batuk
tidak efektif b/d Proses infeksi 2. Monitor adanya retensi
dapat menurun dengan kriteria hasil : sputum
Bersihan jalan nafas [L.01001] 3. Monitor tanda dan gejala
- Produksi skutum dari cukup infeksi saluran napas
memburuk (2) menjadi cukup 4. Atur posisi semi-fowler
membaik (4) 5. Jelaskan tujuan dan
- Gelisah dari cukup memburuk (2) prosedur batuk efektif
menjadi cukup membaik (4) 6. Anjurkan Tarik nafas dalam
- Frekuensi nafas dari cukup melalui hidung selama 4
memburuk (2) menjadi cukup detik
membaik (4) 7. Anjurkan mengulangi Tarik
- Pola nafas dari cukup memburuk nafas dalam hingga 3 kali
(2) menjadi cukup membaik (4)
2 Gangguan pertukaran gas b/d Setelah dilakukan Tindakan asuhan Pemantauan Respirasi [I.01014]
Perubahan membrane keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor frekuensi irama
alveolus-kapiler diharapkan gangguan pertukaran gas kedalaman dan upaya nafas
b/d Perubahan membrane alveolus- 2. Monitor pola nafas
kapiler dapat menurun dengan 3. Monitor kemampuan batuk
kriteria hasil : efektiff
Pertukaran gas [L.01003] 4. Monitor adanya sumbatan
- Bunyi nafas tambahan dari Cukup jalan nafas
meningkat (2) menjadi Cukup 5. Jelaskan tujuan dan proses
menurun (4) pemantauan
- Pusing dari Cukup meingkat (2) Informasikan hasil pemantauan
menjadi cukup menurun (4)
- Gelisah dari cukup meningkat (2)
menjadi cukup menurun (4)
Pola nafas dari cukup menburuk (2)
menjadi cukup membaik (4)
3 Gangguan pola tidur b/d Setelah dilakukan Tindakan asuhan Dukungan tidur [I.09265]
Kurang control tidur keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi pola aktivitas
diharapkan gangguan pola tidur b/d dan tidur
Kurang control tidur 2. Identifikasi faktor
dapat menurun dengan kriteria pengganggu tidur
hasil : 3. Identifikasi obat tidur yang
Pola tidur [L.05045] dikonsumsi
- Keluhan sulit tidur dari sedang (3)
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
menjadi cukup meningkat (4)
5. Jelaskan pentingnya tidur
- Keluhan sering berjaga dari sedang
(3) menjadi cukup meningkat (4) cukup selama sakit
- Keluhan tidak puas tidur dari 6. Anjurkan menepati
sedang (3) menjadi cukup kebiasaan waktu tidur
meningkat (4) 7. Ajarkan relaksasi otot
- Keluhan pola tidur berubah dari autogenic atau cara
sedang (3) menjadi cukup nonfarmakologi lainnya
meningkat (4)
- Keluhan istirahat tidak cukup dari
sedang (3) menjadi cukup
meningkat (4)
4 Defisit Perawatan Diri b/d Setelah dilakukan Tindakan asuhan Dukungan Perawatan Diri
Penurunan Motivasi/minat keperawatan selama 3x24 jam [I.11348]
diharapkan defisit perawatan diri b/d 1. Identifikasi kebiasaan
Penurunan Motivasi/minat dapat aktivitas perawatan diri
menurun dengan kriteria hasil : sesuai usia
Perawatan diri [L.11103] 2. Monitor tingkat
- Kemampuan mandi dari sedang (3) kemandirian
menjadi cukup meningkat (4) 3. Identifikasi kebutuhan alat
- Verbalisasi keinginan melakukan bantu kebersihan
perawatan diri dari sedang (3) 4. Dampingi dalam melakukan
menjadi cukup meningkat (4) perawatan diri
- Minat melakukan perawatan diri 5. Anjurkan konsisten
dari sedang (3) menjadi cukup
perawatan diri
meningkat (4)
- Mempertahankan kebersihan diri
dari sedang (3) menjadi cukup
meningkat (4)
- Mempertahankan kebersihan mulut
dari sedang (3) menjadi cukup
meningkat (4)
5 Harga Diri Rendah Kronis Setelah dilakukan Tindakan asuhan Manajemen Perilaku
b/d Ketidakefektifan keperawatan selama 3x24 jam [I.12463]
mengatasi masalah diharapkan harga diri rendah kronis 1. Identifikasi harapan untuk
kehilangan b/d Ketidakefektifan mengatasi mengendalikan perilaku
masalah kehilangan 2. Diskusikan
dapat menurun dengan kriteria hasil tanggungjawab terhadap
: perilaku
Harga diri [L.09069]
3. Jadwalkan kegiatan
- Penilaian diri positif dari cukup
terstruktur
menurun (2) menjadi cukup
meningkat (4) 4. Tingkatkan aktivitas fisik
- Perasaan memiliki kelebihan atau sesuai kemampuan
kemampuan positif dari cukup 5. Hindari bersikap
menurun (2) menjadi cukup menyudutkan dan
meningkat (4) menghentikan
- Postur tubuh menampakkan tubuh pembicaraan
dari cukup menurun (2) menjadi
cukup meningkat (4)
- Konsentrasi dari cukup menurun
(2) menjadi cukup meningkat (4)
- Kontak mata dari cukup menurun
(2) menjadi cukup meningkat (4)
- Perasaan bersalah dari sedang (3)
menjadi cukup menurun (4)
- Perasaan kemampuan tidak mampu
melakukan apapun dari sedang (3)
menjadi cukup menurun (4)
Daftar Pustaka

Buku, P., & Terpadu, T. (2021). * Universitas Muhammadiyah Magelang, Indonesia. 10(2),
701–709.

Ii, B. A. B. (2022). Bab ii konsep teori 2.1. 5–18.

Publikasi, N. (2022). Pengaruh Pemberian Pursed Lip Breathing Terhadap Peningkatan


Peak Exspiratory Flow Pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( Ppok ):
Narrative Review Pengaruh Pemberian Pursed Lip Breathing Flow Pada Penderita
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( Ppok ): Narrative Review.

Rozi, F., & Siregar, P. P. (2022). PENGABDIAN MASYARAKAT Laporan Kunjungan Rumah
Pada Pasien Lansia Gout Athritis : Suatu Kegiatan Stase PH. 2(4), 365–373.

Anda mungkin juga menyukai