Anda di halaman 1dari 2

LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL SKRIPSI MAHASISWA TINGKAT IV SEMESTER VII

PROGRAM STUDI PROMOSI KESEHATAN PROGRAM SARJANA TERAPAN JURUSAN


PROMOSI KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN AJARAN 2022/ 2023

NAMA : TERA MILIA DIANA


NIM : P05170019082

NO JUDUL MASALAH KETERANGAN

1 Pengaruh Media Game Data WHO menggambarkan 35% anak meninggal EDUKASI
ROTAN(Roda Putar akibat kekurangan gizi. Salah satu faktor yang (CTPS DAN
Kesehatan ) terhadap menyebabkan gizi kurang adalah sulit makan. Sulit BATUK) DAN
makan adalah masalah yang sering dijumpai pada
pengetahuan dan sikap TANYA
balita . Sulit makan adalah suatu kondisi yang
Anak Prasekolah tentang ditandai dengan memainkan makanan, tidak tertarik JAWAB
kurangnya konsumsi buah pada makanan dan bahkan penolakan terhadap
dan sayur di TK X Kota makanan. Jika balita ingin terpenuhi asupan gijinya
Bengkulu maka konsumsi makanan sesuai dengan porsinya
(Putri Widita Muharyani,2014)
Angka tersebut masih jauh dari anjuran konsumsi
sayur di Indonesia yang seharusnya sebanyak 150-
200 gram sayur per orang per hari. Rendahnya
konsumsi tersebut menjadikannya masuk dalam 10
besar penyebab kematian di dunia (Kementrian
Kesehatan RI, 2019).
Konsumsi sayur Sayuran yang paling banyak
dikonsumsi oleh penduduk Indonesia menurut Studi
Diet Total tahun 2016 adalah sayuran daun dengan
persentaser 79,1% (Kementrian Kesehatan RI, 2020).

2 Pengaruh Media Buku Data prevalensi anak balita pendek (stunting) EDUKASI DAN
Pengetahuan Stunting yang dikumpulkan World Health Organization PERTANYAAN
(BUNTING) Terhadap (WHO) yang dirilis pada tahun 2019 menyebutkan
bahwa wilayah South- East Asia masih merupakan
Pengetahuan Dan Sikap
wilayah dengan angka prevalensi stunting yang
Tentang Stunting tertinggi (31,9%) di dunia setelah Afrika (33,1%).
Di SMP X Kota Bengkulu Indonesia termasuk ke dalam negara keenam di
Tahun 2022 wilayah South-East Asia setelah Bhutan, Timor
Leste, Maldives, Bangladesh, dan India, yaitu sebesar
36,4%.
Balita pendek (stunting) diketahui mempunyai
nilai rata-rata IQ 11 poin lebih rendah jika
dibandingkan dengan anak yang normal (UNICEF
2005). Berdasarkan data PSG tahun 2015 diketahui
bahwa prevalensi balita pendek mencapai 22,6%,
kemudian meningkat menjadi 24,8% pada tahun
2016, dan menjadi 31,6% pada tahun 2017
(Kemenkes 2016; 2018).
Hasil studi longitudinal pada anak-anak di Brazil,
Guatemala, India, Filipina, dan Afrika Selatan
tentang reduction in schooling membuktikan bahwa
anak yang mengalami stunting pada usia dua tahun
akan mengalami keterlambatan dalam menyelesaikan
sekolahnya selama hampir satu tahun (Martorell dkk.
2010; Adair dkk. 2013).
Prevalensi stunting di Provinsi Bengkulu
mencapai 27,98% (Riskesdas, 2018).

Mahasiswa yang mengajukan

( TERA MILIA DIANA )

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Darwis, S.Kp.,M.Kes ISMIATI, SKM.,M.Kes


NIP. 19630133198312002 NIP. 197807212001122001

Anda mungkin juga menyukai