Anda di halaman 1dari 27

PENDUDUKAN JEPANG

NAMA : NI NYOMAN AYU MAS PUSPITA DEWI


NO : 30
KELAS : XI TB 1
TUGAS TRAINING SEJARAH INDONESIA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Pendudukan Jepang ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas mata pelajaran Sejarah
Indonesia. Saya juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi
internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi
bahan makalah.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang 1
B.Rumusan Masalah 2
C.Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN iii
A. Masuknya Jepang ke Indonesia
B. Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang
C. Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang
D. Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia
BAB III PENUTUP iv
A.Kesimpulan 11
B.Saran 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak pada kehidupan
masyarakat Indonesia, baik di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya,
pendidikan maupun di bidang birokrasi dan militer. Keberadaan RT masa
pendudukan Jepang untuk mematai-matai pribumi dalam kerja romusa atau
dalam upaya menyerahkan hasil pertanian dan barang lain dari rakyat ke pada
Jepang. Dengan demikian RT dan RW mempunyai peranan yang cukup
penting pada masa pendudukan Jepang.
Saat itu Jepang membuat suatu kebijakan mengerahkan massa untuk
bekerja lebih giat. Kerja itu kemudian menjurus ke arah kerja paksa, atau yang
kita kenal dengan romusa. Untuk melaksanakan tugas pengerahan massa
dengan baik, maka dibentuklah tonarigumi (RT), merupakan organisasi sosial
yang efektif untuk mengawasi pengerahan tenaga kerja rakyat. Karena tenaga
sepenuhnya disediakan untuk kepentingan Jepang, rakyat sendiri menjadi
tidak terurus, ditambah lagi harus melakukan kerja paksa, maka kehidupan
rakyat semakin menderita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah tentang Akibat Pendudukan Jepang di Indonesia ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana awal masuknya Jepang ke Indonesia?
2. Bagaimana pendudukan Jepang di bidang ekonomi?
3. Bagaimana pendudukan Jepang di bidang sosial?
4. Bagaimana akibat pendudukan Jepang di bidang militer?
5. bagaimana perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang?

1
2

6. Apa dampak positif dan negatif pendudukan Jepang di Indonesia?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Pendudukan Jepang
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pendudukan Jepang di bidang politik.
2. Untuk mengetahuipendudukan Jepang di bidang sosial-budaya dan
ekonomi.
3. Untuk mengetahui pendudukan Jepang di bidang pendidikan.
4. Untuk mengetahui pendudukan Jepang di bidang birokrasi dan militer.
5. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif pendudukan Jepang di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Masuknya Jepang Ke Indonesia
Tentu, kalian masih ingat bahwa Jepang dengan mudah berhasil menguasai
daerah-daerah Asia
Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Mengapa demikian? Karena:
1. Jepang telah berhasil menghancurkan pangkalan Angkatan Laut Amerika
Serikat di Pearl
Harbour, Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941;
2. Negeri-negeri induk (Inggris, Perancis, dan Belanda) sedang menghadapi
peperangan di Eropa
melawan Jerman;
3. Bangsa-bangsa di Asia sangat percaya dengan semboyan Jepang (Jepang
pemimpin Asia, Jepang
cahaya Asia, dan Jepang pelindung Asia) sehingga tidak memberi perlawanan.
Bahkan, kehadiran
Balatentara Jepang disambut dengan suka cita karena Jepang dianggap sebagai
‘saudara tua’ yang
akan membebaskan bangsa-bangsa Asia dari belenggu penjajahan negara-negara
Barat.
Secara resmi Jepang telah menguasai Indonesia sejak tanggal 8 Maret 1942,
ketika Panglima
Tertinggi Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Bandung,.
Jepang tanpa
banyak menemui perlawanan yang berarti berhasil menduduki Indonesia.
Bahkan, bangsa Indonesia
menyambut kedatangan balatentara Jepang dengan perasaan senang, perasaan
gembira karena akan
membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan bangsa Belanda.

3
4

Sebenarnya, semboyan Gerakan 3A dan pengakuan sebagai ‘saudara tua’ yang


disampaikan
Jepang merupakan tipu muslihat agar bangsa Indonesia dapat menerima
kedatangan Balatentara
Jepang. Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan hangat oleh
bangsa Indonesia.
Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan negara imperialis
lainnya. Jepang
termasuk negara imperialis baru, seperti Jerman dan Italia. Sebagai negara
imperialis baru, Jepang
membutuhkan bahan-bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan industrinya
dan pasar bagi barangbarang industrinya. Oleh karena itu, daerah jajahan
menjadi sangat penting artinya bagi kemajuan
industri Jepang. Apalah arti kemajuan industri apabila tidak didukung dengan
bahan mentah (baku)
yang cukup dengan harga yang murah dan pasar barang hasil industri yang luas.
Dengan demikian, jelas bahwa tujuan kedatangan Balatentara Jepang ke
Indonesia adalah
untuk menanamkan kekuasaannya, untuk menjajah Indonesia. Artinya,
semboyan Gerakan 3A dan
pengakuan sebagai ‘saudara tua’ merupakan semboyan yang penuh kepalsuan.
Hal itu dapat
dibuktikan dari beberapa kenyataan yang terjadi selama pendudukan Balatentara
Jepang di
Indonesia. Bahkan, perlakuan pasukan Jepang lebih kejam sehingga bangsa
Indonesia mengalami
kesengsaraan. Sumber-sumber ekonomi dikontrol secara ketat oleh pasukan
Jepang untuk
kepentingan peperangan dan industri Jepang, melalui berbagai cara berikut:
5

a. Tidak sedikit para pemuda yang ditangkap dan dijadikan romusha. Romusha
adalah tenaga kerja
paksa yang diambil dari para pemuda dan petani untuk bekerja paksa pada
proyek-proyek yang
dikembangkan pemerintah pendudukan Jepang. Banyak rakyat kita yang
meninggal ketika
menjalankan romusha, karena umumnya mereka menderita kelaparan dan
berbagai penyakit
b. Para petani diawasi secara ketat dan hasil-hasil pertanian harus diserahkan
kepada pemerintah
Balatentara Jepang.
c. Hewan peliharaan penduduk dirampas secara paksa untuk dipotong guna
memenuhi kebutuhan
konsumsi perang.

2. Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang


Setelah menduduki Indonesia Jepang mengambil berbagai kerbijakan. Kebijakan
Pemerintah
Balatentara Jepang, meliputi berbagai bidang, diantaranya.
● Bidang Ekonomi
1) Perluasan areal persawahan. Setelah menduduki Indonesia, Jepang melihat
bahwa produksi beras
tidak akan mampu memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
perluasan areal
persawahan guna meningkatkan produksi beras. Meskipun demikian produksi
pangan antara
tahun 1941-1944 terus menurun.
2) Pengawasan pertanian dan perkebunan. Pelaksanaan pertanian diawasi secara
ketat dengan
6

tujuan untuk mengendalikan harga barang, terutama beras. Hasil pertanian


diatur sebagai
berikut: 40% untuk petani, 30% harus dijual kepada pemerintah Jepang dengan
harga yang
sangat murah, dan 30% harus diserahkan ke ‘lumbung desa’. Ketentuan itu sangat
merugikan
petani dan yang berani melakukan pelanggaran akan dihukum berat. Badan yang
menangani
masalah pelanggaran disebut Kempetai (Korps Polisi Militer), suatu badan yang
sangat ditakuti
rakyat.
Pengawasan terhadap produksi perkebunan dilakukan secara ketat. Jepang hanya
mengizinkan dua jenis tanaman perkebunan yaitu karet dan kina. Kedua jenis
tanaman itu
berhubungan langsung dengan kepentingan perang. Sedangkan tembakau, teh,
kopi harus dihentikan
penanamannya karena hanya berhubungan dengan kenikmatan. Padahal, ketiga
jenis tanaman itu
sangat laku di pasaran dunia. Dengan demikian, kebijakan pemerintah Jepang di
bidang ekonomi
sangat merugikan rakyat.
Pengerahan sumber daya ekonomi untuk kepentingan perang. Untuk menguasai
hasil-hasil
pertanian dan kekayaan penduduk, Jepang selalu berdalih bahwa untuk
kepentingan perang. Setiap
penduduk harus menyerahkan kekayaannya kepada pemerintah Jepang. Rakyat
harus menyerahkan
barang-barang berharga (emas dan berlian), hewan, bahan makanan kepada
pemerintah Jepang.
7

Untuk memperlancar usaha usahanya, Jepang membentuk Jawa Hokokai


(Kebaktian Rakyat Jawa)
dan Nogyo Kumiai (Koperasi Pertanian).
Kebijakan-kebijakan pemerintah Jepang di bidang ekonomi telah mengakibatkan
kehidupan
rakyat Indonesia semakin sengsara dan penuh penderitaan. Penderitaan dan
kesengsaraan rakyat
Indonesia selama pendudukan Jepang lebih buruk apabila dibandingkan dengan
penderitaan dan
kesengsaraan pada masa penjajahan Belanda. Padahal, Jepang menduduki
Indonesia hanya tiga
setengah tahun, sedangkan Belanda menjajah Indonesia selama tiga setengah
abad.
● Bidang Pemerintahan
Pada dasarnya pemerintahan pendudukan Jepang adalah pemerintahan militer
yang sangat
diktator. Untuk mengendalikan keadaan, pemerintahan dibagi menjadi beberapa
bagian. Jawa dan
Madura diperintah oleh Tentara ke 16 dengan pusatnya di Jakarta (dulu Batavia).
Sumatera
diperintah oleh Tentara ke 25 dengan pusatnya di Bukittinggi (Sumbar).
Sedangkan Indonesia bagian
Timur diperintah oleh Tentara ke 2 (Angkatan Laut) dengan pusatnya di Makasar
(Sulsel).
Pemerintahan Angkatan Darat disebut Gunseibu, dan pemerintahan Angkatan
Laut disebut
Minseibu.
Masing-masing daerah dibagi menjadi beberapa wilayah yang lebih kecil. Pada
awalnya, Jawa
8

dibagi menjadi tiga provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) serta dua
daerah istimewa,
yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Pembagian ini diang-gap tidak efektif sehingga
dihapuskan.
Akhirnya, Jawa dibagi menjadi 17 Karesidenan (Syu) dan diperintah oleh seorang
Residen
(Syucokan). Keresidenan terdiri dari kotapraja (Syi), kabupaten (Ken), kawedanan
atau distrik (Gun),
kecamatan (Son), dan desa (Ku).
Sumatera dibagi menjadi 10 karesidenan dan beberap sub-karesidenan (Bunsyu),
distrik, dan
kecamatan. Sedangkan daerah Indonesia Timur yang dikuasai Angkatan Laut
Jepang dibagi menjadi
tiga daerah kekuasaan, yaitu: Kalimantan, Sulawesi, dan Seram (Maluku dan
Papua).
Masing-masing daerah itu dibagi menjadi beberapa karesidenan, kabupaten,
sub-kabupaten
(Bunken), distrik, dan kecamatan.
Pembagian daerah seperti di atas dimaksudkan agar semua daerah dapat diawasi
dan
dikendalikan untuk kepentingan pemerintah balatentara Jepang. Namun, untuk
menjalankan
pemerintahan yang efektif dibutuhkan jumlah personil (pegawai) yang banyak
jumlahnya. Sedangkan
jumlah orang Jepang yang ada di Indonesia tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tenaga dalam
bidang pemerintahan. Untuk mengawai dan menjalankan pemerintahan secara
efektif merupakan
9

tantangan yang berat karena terbatasnya jumlah pegawai atau orang-orang yang
dapat dipercaya
untuk memegang jabatan penting dalam pemerintahan.
Untuk mengatasi kekurangan jumlah pegawai, pemerintah Jepang dapat
menempuh beberapa
pilihan, di antaranya:
1. Memanfaatkan orang-orang Belanda yang masih ada di Indonesia. Pilihan ini
sangat tidak
mungkin karena Jepang sedang menanamkan sikap anti Belanda di kalangan
pen-duduk
Indonesia.
2. Menggunakan tenaga Timur Asing (Cina). Pilihan ini juga sangat berat karena
Cina dianggap
sebagai lawan politik Jepang yang paling berbahaya untuk mewujudkan cita-cita
Jepang, yaitu
membangun Asia Timur Raya
3. Memanfaatkan penduduk Indonesia. Pilihan ini dianggap yang paling realistik
karena sesuai
dengan semboyan ‘Jepang sebagai saudara tua’ yang ingin membebaskan
suadara mudanya dari
belenggu penjajahan bangsa Eropa. Di samping itu, pemakaian bangsa Indonesia
sebagai dalih
agar bangsa Indonesia benar-benar bersedia membantu untuk memenangkan
perang yang sedang
dilakukan Jepang.
Sebenarnya, pilihan-pilihan di atas sama-sama tidak menguntungkan. Akhirnya,
dengan
berbagai pertimbangan (bahkan terpaksa) Jepang memilih penduduk Indonesia
untuk membantu
10

menjalankan roda pemerintahan. Jepang pun dengan berat harus menyerahkan


beberapa jabatan
kepada orang Indonesia. Misalnya, Departemen Urusan Agama dipimpin oleh
Prof. Husein
Djajadiningrat, serta Mas Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A. Surio sebagai
Residen Jakarta
dan Residen Bojonegoro. Di samping itu, beberapa tokoh nasional yang
mendapat kepercayaan untuk
ikut menjalankan roda pemerintahan adalah Ir. Soekarno, Mr. Suwandi, dr. Abdul
Rasyid, Prof. Dr.
Supomo, Mochtar bin Prabu Mangkunegoro, Mr. Muh, Yamin, Prawoto
Sumodilogo, dan sebagainya.
Bahkan, kesempatan untuk duduk dalam Badan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi
In), semacam
Volksraad pada zaman Belanda semakin terbuka.
Kesempatan untuk menduduki beberapa jabatan dalam pemerintahan Jepang
dan
menjalankan roda pemerintahan merupa-kan pengalaman yang berharga bagi
bangsa Indonesia,
terutama setelah Indonesia merdeka. Sebagai bangsa yang merdeka, bangsa
Indonesia harus mampu
menjalankan pemerintahan secara baik. Oleh karena itu, pengalaman pada masa
pemerin-tahan
Jepang merupakan modal yang sangat berguna karena bangsa Indonesia memiliki
kemampuan untuk
mengelola orga-nisasi besar seperti negara.
● Bidang Militer
Sejak awal pendudukannya, Jepang selalu berusaha menarik hati bangsa
Indonesia agar bersedia
11

membantu pemerintah Jepang dalam usaha untuk memenangkan peperangan


melawan Sekutu.
Bangsa Indonesia hampir selalu dilibatkan dalam berbagai organisasi militer
maupun organisasi semi
militer.
Beberapa organisasi militer yang dibentuk pemerintah Jepang, diantaranya:
1) Heiho (pembantu prajurit Jepang) adalah kesatuan militer yang dibentuk oleh
pemerintah
Jepang yang beranggotakan para pemuda Indonesia. Heiho menjadi bagian
Angkatan Darat
maupun Angkatan Laut Jepang. Anggota Heiho mendapat latihan kemiliteran
agar mampu
menggantikan prajurit Jepang di dalam peperangan. Para anggota Heiho
mendapat latihan untuk
menggunakan senjata (senjata anti pesawat, tank, artileri medan, mengemudi,
dan sebagainya).
Namun, tidak ada satupun anggota Heiho yang berpangkat perwira. Pangkat
perwira hanya
dipeuntukkan bagi orang-orang Jepang. Para anggota Heiho mendapat latihan
kemiliteran. Untuk
itu, pemerin-tah Jepang menugaskan seksi khusus dari bagian intelejen untuk
melatih para
anggota Heiho. Latihan dipimpin oleh Letnan Yana-gawa dengan tujuan agar para
pemuda
Indonesia dapat melak-sanakan tugas intelejen.
2) Pembela Tanah Air (PETA) dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943. Menjelang
berakhirnya latihan
kemiliteran angkatan ke 2, keluarlah surat perintah untuk membentuk PETA.
Namun, Letjen
12

Kamakici Harada memutuskan agar pembentukkan PETA bukan inisiatif


pemerintah Jepang, melainkan inisiatif bangsa Indonesia.
Adapun organiasi semi militer yang dibentuk Jepang antara lain;
1) Gerakan 3A (Jepang Pemimpin Asia, Jepang Cahaya Asia, dan Jepang Pelindung
Asia) merupakan
organisasi sosial yang bertujuan untuk mewadahi bangsa Indonesia agar lebih
mudah untuk
mengaturnya, terutama untuk mencapai tujuan Jepang. Gerakan 3A yang
dipimpin oleh Mr.
Syamsuddin, bertujuan:
a) Menghimpun bangsa indonesia untuk mengabdi kepada kepentingan Jepang.
b) Mempropagandakan kemenangan Jepang.
c) Menanamkan anti Barat, terutama Belanda, Inggris, dan USA.
2) Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Putera dibentuk untuk menggantikan Gerakan 3
A. Organisasi ini
dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan semangat bangsa Indonesia dalam
membantu
pemerintah Jepang dalam perang melawan Sekutu. Putera didirikan pada tanggal
1 Maret 1943
dipimpin oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan Kyai Haji
Mansyur.
Mengapa Jepang memilih tokoh-tokoh yang terkenal dan berpengaruh untuk
memimpin Putera?
Namun, para tokoh pergerakan nasional itu ingin menggunakan Putera sebagai
alat perjuangan.
Maksud tersebut diketahui oleh Jepang sehingga organisasi itu dibubarkan pada
tahun 1944.
Dengan demikian, maksud pembentukkan Putera tidak dapat mencapai hasil
yang diinginkan.
13

3) Jawa Hokokai (Kebaktian Rakyat Jawa). Organisasi ini dibentuk pada tahun
1944, setelah
kedudukan pasukan Jepang semakin terdesak. Tujuannya adalah untuk
menggerakan seluruh
rakyat Indonesia agar berbakti kepada Jepang. Sebagai tanda bahwa rakyat
benar-benar berbakti,
maka rakyat harus rela berkurban, baik harta benda maupun jiwa dan raga untuk
kepentingan
perang Jepang. Rakyat Indonesia harus menyerah-kan emas, intan, dan segala
harta benda
(terutama beras) untuk kepentingan perang.
Akibatnya, kemiskinan merajalela di mana-mana, rakyat hanya berpakaian karung
goni, rakyat
banyak yang mati karena kelaparan. Rakyat dididik/dilatih kemiliteran untuk
memperkuat
pertahanan Indonesia apabila diserang oleh Sekutu. Rakyat dipaksa untuk
melaksanakan kerja paksa
untuk membangun barak-barak militer. Rakyat dipaksa untuk menjadi romusha.
● Bidang Sosial
Salah satu kebijakan yang cukup penting dalam bidang sosial adalah pembagian
kelas
masyarakat seperti pada zaman Belanda. Masyarakat hanya dibedakan menjadi
‘saudara tua’
(Jepang) dan ‘saudara muda’ (Indonesia). Sedangkan penduduk Timur asing,
terutama Cina adalah
golongan masyarakat yang sangat dicurigai karena di negeri leluhurnya bangsa
Cina telah
mempersulit bangsa Jepang dalam mewujudkan cita-citanya. Hal ini sesuai
dengan propaganda
14

Jepang bahwa ‘Asia untuk bangsa Asia’. Namun dalam kenyataannya, Indonesia
bukan untuk bangsa
Asia, melainkan untuk bangsa Jepang. Untuk mencapai tujuannya, Jepang
mengeluarkan beberapa
kebijakan di bidang sosial, seperti:
1) Pembentukkan Rukun Tetangga (RT). Untuk mempermudah pengawasan dan
pengerahan
penduduk, pemerintah Jepang membentuk Tanarigumi (RT). Pada waktu itu,
Jepang membutuhkan tenaga yang sangat besar jumlahnya untuk membuat
benteng-benteng pertahanan,
lapangan pesawat terbang darurat, jalan, dan jembatan. Pengerahan masyarakat
sangat terasa
dengan adanya Kinrohoishi (kerja bakti yang menyerupai dengan kerja paksa).
Oleh karena itu,
pembentukkan RT dipandang sangat efektif untuk mengerahkan dan mengawasi
aktivitas
masyarakat.
2) Romusha adalah pengerahan tenaga kerja secara paksa untuk membantu
tugas-tugas yang harus
dilaksanakan oleh Jepang. Pada awalnya, romusha dilaksanakan dengan sukarela,
tetapi lama kelamaan dilaksanakan secara paksa. Bahkan, setiap desa diwajibkan
untuk menyediakan tenaga
dalam jumlah tertentu. Hal itu dapat dimaklumi karena daerah peperangan
Jepang semakin luas.
Tenaga romusha dikirim ke beberapa daerah di Indonesia, bahkan ada yang
dikirim ke Malaysia,
Myanmar, Serawak, Thailand, dan Vietnam. Para tenaga romusha diperlakukan
secara kasar oleh
15

Balatentara Jepang. Mereka dipaksa untuk bekerja berat tanpa mendapatkan


makanan,
minuman, dan jaminan kesehatan yang layak.
Kekejaman Jepang terhadap tenaga romusha menyebabkan para pemuda
berusaha
menghindar agar tidak dijadikan tenaga romusha. Akhirnya, Jepang mengalami
kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kasar.
3) Pendidikan. Pada zaman Jepang, pendidikan mengalami peru-bahan. Sekolah
Dasar (Gokumin
Gakko) diperuntukkan untuk semua warga masyarakat tanpa membedakan status
sosialnya.
Pendidikan ini ditempuh selama enam tahun. Sekolah menengah dibedakan
menjadi dua, yaitu:
Shoto Chu Gakko (SMP) dan Chu Gakko (SMA). Di samping itu, ada Sekolah
Pertukangan (Kogyo
Gakko), Sekolah Teknik Menengah (Kogyo Sermon Gakko), dan Sekolah Guru yang
dibedakan
menjadi tiga tingkatan. Sekolah Guru dua tahun (Syoto Sihan Gakko), Sekolah
Guru empat tahun
(Guto Sihan Gakko), dan Sekolah Guru dua tahun (Koto Sihan Gakko).
Seperti pada zaman Belanda, Jepang tidak menyelenggarakan jenjang pendidikan
universitas.
Yang ada hanya Sekolah Tinggi Kedokteran (Ika Dai Gakko) di Jakarta, Sekolah
Tinggi Teknik
(Kagyo Dai Gakko) di Bandung. Kedua Sekolah Tinggi itu meru-pakan kelanjutan
pada zaman
Belanda. Untuk menyiapkan kader pamong praja diselenggarakan Sekolah Tinggi
Pamongpraja
16

(Kenkoku Gakuin) di Jakarta.


4) Penggunaan Bahasa Indonesia. Menurut Prof. Dr. A. Teeuw (ahli Bahasa
Indonesia
berkebangsaan Belanda) bahwa pendu-dukan Jepang merupakan masa
bersejarah bagi Bahasa
Indonesia. Tahun 1942, pemerintah pendudukan Jepang melarang penggunaan
Bahasa Belanda
dan digantikan dengan Bahasa Indonesia. Bahkan, pada tahun 1943 semua
tulisan yang berbahasa Belanda dihapuskan diganti dengan tulisan berbahasa
Indonesia.
Dengan demikian, pemerintah pendudukan Jepang telah mem-berikan
kebebasan kepada
bangsa Indonesia untuk mengguna-kan dan mengembangkan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa
pengantar, bahasa komunikasi, bahasa resmi, bahasa penulisan, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia
pun berkembang ke seluruh pelosok Tanah Air.

3. Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang

● Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942


Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji
di Cot Plieng, Lhokseumawe. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak
sukses, sehingga Jepang melakukan agresi mendadak di pagi buta sewaktu rakyat
sedang melaksanakan salat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya
rakyat berusaha menahan agresi dan sukses memukul mundur pasukan Jepang
untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan agresi kedua, sukses
digagalkan oleh rakyat. Baru pada agresi terakhir (ketiga) Jepang sukses
membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil)
17

sukses meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhir-akhirnya tertembak


saat sedang salat.
● Peristiwa Singaparna
Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya,
Jawa Barat di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Dia menolak
dengan tegas ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan
Seikerei setiap pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan
kegiatan membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini
jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan
syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu beliaupun tidak tahan melihat penderitaan
rakyat dampak tanam paksa.

Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan
para santrinya yang telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan
mengeroyok tentara Jepang, yang akhir-akhirnya mundur ke Tasikmalaya.
Jepang memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk
mengakhiri pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944,
terjadilah pertempuran sengit sela rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat
Jumat. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal
Mustafa sukses juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya akhir dibawa ke
Jakarta untuk menerima hukuman mati dan dimakamkan di Ancol.
● Peristiwa Indramayu, April 1944
Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan hal telah tersedia
pemaksaan kewajiban menyetorkan beberapa hasil padi dan pelaksanaan kerja
rodi/kerja paksa/Romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang
berkepanjangan.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang
Ampel, Sindang, Kabupaten Indramayu.
● Pemberontakan Teuku Hamid
18

Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton
pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi
pada bulan November 1944.
● Pemberontakan Peta
Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari 1945)
Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr.
Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena masalah pengumpulan padi, Romusha
maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan.
Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat.

4. Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia


Masa Pendudukan Jepang di Indonesia adalah masa yang sangat
berpengaruh bagi perkembangan Indonesia, selain itu hampir tidak adanya
tantangan yang berarti kepada Belanda sebelumnya. Dalam masanya yang
singkat itu, Jepang membawa dampak yang positif dan juga membawa
dampak yang negatif bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Pada umumnya
kebanyakan beranggapan masa pendudukan Jepang adalah masa-masa yang
kelam dan penuh penderitaan. Akan tetapi tidak semuanya itu benar, ada
beberapa kebijakan pemerintah pendudukan Jepang yang memberikan
dampak positif, terutama dalam pembentukan nasionalisme Indonesia dan
pelatihan militer bagi pemuda Indonesia.
● Dampak Positif Pendudukan Jepang
Tidak banyak yang mengetahui tentang dampak positifnya Jepang
menduduki Indonesia. Ada pun dampak positif yang dapat dihadirkan
antara lain:
a. Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa
komunikasi nasional dan menyebabkan bahasa Indonesia dikukuhkan
sebagai bahasa nasional.
19

b. Jepang mendukung semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau


ikut mendukung semangat nasionalisme Indonesia. Antara lain
menolak pengaruh-pengaruh Belanda, misalnya perubahan nama
Batavia menjadi Jakarta.
c. Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati
pemimpin nasional Indonesia seperti Soekarno dengan harapan agar
Soekarno mau membantu Jepang memobilisasi rakyat Indonesia.
Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para pemimpin nasional
Indonesia dan memberikan mereka kesempatan memimpin rakyatnya.
d. Dalam bidang ekonomi, didirikannya Kumyai yaitu koperasi yang
bertujuan untuk kepentingan bersama.
e. Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan
SLTA.
f. Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu
rukun tetangga (RT) atau Tonarigumi.
g. Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line system
(sistem pengaturan bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan
untuk meningkatkan produksi pangan.
h. Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia. Dari sini muncullah ide Pancasila.
i. Jepang membuat program latihan dan mempersenjatai
pemuda-pemuda Indonesia demi kepentingan Jepang. Dan oleh para
pemuda Indonesia, hal ini dijadikan modal untuk berperang
menghadapi Jepang nantinya, serta melawan kembalinya pemerintah
kolonial Belanda.
j. Dalam pendidikan dikenalkannya sistem Nipon-sentris dan
diperkenalkannya kegiatan upacara dalam sekolah.
● Dampak Negatif Pendudukan Jepang
20

Selain membawa dampak positif, Jepang juga membawa dampak


negatif yang luar biasa antara lain:
a. Penghapusan semua organisasi politik dan pranata sosial warisan
Hindia Belanda yang sebenarnya banyak di antaranya yang
bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, dan
kesejahteraan warga.
b. Romusha, mobilisasi rakyat Indonesia (terutama warga Jawa) untuk
kerja paksa dalam kondisi yang tidak manusiawi.
c. Penghimpunan segala sumber daya seperti sandang, pangan, logam,
dan minyak demi kepentingan perang oleh Jepang. Akibatnya, banyak
rakyat yang menderita kelaparan.
d. Krisis ekonomi yang sangat parah karena pencetakan uang
pendudukan secara besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya
inflasi.
e. Kebijakan self sufficiency (kawasan mandiri) yang menyebabkan
terputusnya hubungan ekonomi antar daerah.
f. Kebijakan fasis pemerintah militer Jepang yang menyebar polisi
khusus dan intelijen di kalangan rakyat sehingga menimbulkan
ketakutan. Pemerintah Jepang bebas melanggar hak asasi manusia
dengan menginterogasi, menangkap, bahkan menghukum mati siapa
saja yang dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau anti-Jepang
tanpa proses pegadilan.
g. Pembatasan pers sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya
di bawah pengawasan Jepang.
h. Terjadinya kekacauan situasi dan kondisi keamanan yang parah seperti
maraknya perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.
i. Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang
menyebabkan pendidikan yang lebih tinggi terasa mustahil.
21

j. Banyak guru-guru yang dipekerjakan sebagai pejabat-pejabat pada


masa itu yang menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara
tajam.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kedatangan Jepang yang dianggap sebagai Saudara Tua pada mulanya
disambut dengan penuh harapan. Namun, perlakuan yang kejam terhadap
rakyat Indonesia menimbulkan kebencian rakyat Indonesia pada Jepang.
Dampak pendudukan Jepang di Indonesia menjadikan rakyat semakin
sengsara, serta kehidupan yang semakin sulit. Semua gerak dikontrol oleh
pemerintah Jepang. Selama itu pula, Jepang menerapkan kebijakan ekonomi
berdasarkan asas ekonomi perang, yaitu menerapkan berbagai peraturan,
pembatasan, dan penguasaan produksi oleh negara untuk kemenangan
perang.
Mobilisasi massa menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan,
bahkan korban jiwa, yaitu romusa yang kemudian oleh pemerintah Jepang
disebut sebagai prajurit pekerja. Pada masa pendudukan Jepang,
pembentukan organisasi massa dilakukan atas mobilisasi pemerintah militer
Jepang. Meskipun demikian pergerakan terus dilakukan oleh kaum nasionalis
baik secara terang-terangan maupun di bawah tanah.
Program militer pertama Jepang adalah Heiho, yaitu perekrutan
serdadu pembantu lapangan, yang melibatkan pemuda-pemuda Indonesia
dalam kegiatan militer. Keikutsertaan dalam pendidikan militer itu yang
kemudian menjadi bekal pemuda-pemuda Indonesia dalam perang revolusi
kemerdekaan..

B. Saran
Kita sebagai bangsa Indonesia harus dapat memahami peristiwa
sejarah mengenai Pendudukan Jepang di Indonesia. Selain itu agar kita tetap

22
23

menjaga dan melestarikan sumber kekayaan alam seperti rempah-rembah


dan yang lainya, yang mana dahulu bangsa Jepang memonopolinya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik dan A.B. Lapian. 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 6
(Perang dan Revolusi). Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.

Benda, Harry J., 1983. The Crescent and The Rising Sun: Indonesian Islam Under
The Japanese Occupation 1942–1945. Holland/USA: Faris Publications.

Isnaeni, Hendri F. 2015. Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Kesaksian, Penyiaran


dan Keterlibatan Jepang. Jakarta: Kompas.

Nasution, A.H. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia I. Bandung: Angkasa.

Notosusanto, Nugroho. 1979. Tentara Peta pada Jaman Pendudukan Jepang di


Indonesia. Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan.

Suhartono, 1994. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai


Proklamasi 1908–1945). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai