Dokter Bayu, sedang bertugas di klinik dokter keluarga Sehat Medika di kecamatan Panjang
Bandar Lampung, pada tanggal 7 Mei 2021 kedatangan seorang pasien, Tn. A, laki-laki, berusia
35 tahun, dengan keluhan sakit tenggorokan sejak 3 hari yang lalu. Keluhan lain tidak ada,
penyakit lain tidak ada, dan pasien baru saja pulang dari India untuk urusan pekerjaan. Dokter
Bayu segera melanjutkan wawancara dan PF serta melakukan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan hematologi, rontgen dan swab RT PCR pada pasien. Kemudian dr. Bayu melakukan
tatalaksana pada pasien diantaranya edukasi isolasi mandiri, mengecek kesiapan keluarga,
perilaku pencegahan dan penularan COVID-19, asupan gizi, obat-obatan dsb. Tak lupa dr. Bayu
mengisi family folder pasien yang berisikan diantaranya genogram, family maps, family APGAR,
SCREEM, diagnosis holistic pasien dan penatalaksanaan komprehensif bagi pasien dan
keluarganya. Kemudian dr. Bayu juga berkoordinasi dengan puskesmas setempat untuk
pelaporan, proses tracing, tracking dll.
Kata kunci: covid-19, kedokteran keluarga
1. apa saja indikasi isolasi mandiri dan bagaimana edukasi terkait isolasi mandiri tersebut?
2. bagaimana koordinasi pelaporan tracking tracing dan penatalaksanaan dengan
puskesmas?
3. Apa itu kedokteran keluarga dan apa fungsi kedokteran keluarga?
4. Bagaimana penegakan diagnosis baik secara klinis maupun holistic pada scenario ini?
5. Bagaimana cara tatalaksana komprehensif pada pasien di scenario ini?
6. Bagaimana pengkategorian pasien covid-19?
STEP 3: BRAINSTORMING
1. Indikasi isolasi mandiri: dilakukan selama 10 hari sejak muncul gejala dan 3 hari setelah
bebas gejala, jika masih bergejala lebih dari 10 hari tetap dilanjutkan dan ditambah 3 hari
setelah bebas gejala. jika untuk gejala ringan, terpapar kasus covid atau bepergian ke
daerah endemis covid. Edukasi: memisahkan diri dari anggota keluarga lain, etika batu
dan bersin, hindari penggunaan alat bersamaan, sampah tisu dll dibuang secara khusus,
membersihkan alat yang sudah dipakai pasien dengan sabun, detergen atau desinfektan.
Alat2 yang perlu disediakan: thermometer, oximeter. Kegiatan harian: selalu membuka
jendela kamar, berjemur di bawah matahari 10-15 menit, cuci tangan dengan sabun dan
air mengalir, menggunakan APD, edukasi untuk mendesinfeksi bagian rumah yang sering
dipegan seperti gagang pintu atau saklar lampu dll.
2. Koordinasi: tiap puskesmas punya tim surveilans, pasien yang punya gejala atau faktor
risiko akan langsung ditracing dan tracking. Ketika ada info dari dinas tim surveilans
mendatangi pasien jika terkonfirmasi positif penatalaksanaan dan pemantauan
Alur manajemen : Find (pasien yang terindikasi dikategorikan suspek/probable)
Isolate (isolasi mandri pada pasien) Trace (identifikais kasus, kontak Testing
(pemeriksaan specimen dengan swab rapid antigen atau RT PCR) hasil positif
pasien terkonfirmasi Treat (sesuai protocol yaitu tergantng gejala) Quarantine
dilakukan juga pemantauan dan isolasi mandiri bekerja sama dengan pihak surveilans dan
satgas covid dan bides untuk menilai dan melaporkan gejala-gejala dari pasiien
terkonfirmasi tersebut
3. Dokter keluarga adalah dokter generalis yang dapat memberikan pelaayanan kesehatan
berorientasi pada komunitas dengan titik berat kepada keluarga, tidak hanya memandang
penderita sebagai individu sakit tetapi merupakan bagian dari unit keluarga tanpa
memperhatikan latar belakang pasien, pengendalian bersifat proaktif. Diemensi
keterlibatab keluarga : 1. Dimensi peran keluarga identifikasi dukungan keluarga, dan
perna keluarga sebagai key person 2. Aktivasi dan pemberdayaan inisiasi pertemuan
keluarga, konseling, meningkatkan keterampilan keluarga untuk meanajemen kesehatan,
menilai coping mechanism keluarga, dan menilai dampak pasien terhadap keluarga 3.
Diemnsi komunitas dokter keluarga menyampaikan aspek medis, menjelaskan
komplikasi penyakit thdp keluarga, menyampaikan rencana manajemen 4. Dimensi
lingkungan dan gaya hidup mengidentifikasi pola hidup keluarga, family life cycle,
mengidentifikasi bahaya potensial di keluarga 5. Dimensi profil keluarga informasi
demografi keluarga, eksplorasi riwayat penyakit keluarga, nilai fungsi keluarga, 6.
dimensi pevecgahan bertingkat (5 level prevention) 7. Kunjungan rumah/home visit
ANAMNESIS
STEP 4 : MIND MAPPING
HOLISTIK
EVALUASI HASIL
PEMERIKSAAN FISIK
PASIENKU DARI
DAN PEMERIKSAAN
INDIA
PENUNJANG
TRACING DAN
TRAKING
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Petunjuk teknis pelayanna puskesmas pada masa pandemi
covid 19. Kementerian Kesehatan RI: Direktorat Pelayanan Primer.
Kementrian Kesehatan RI. 2020. Panduan Singkat Pelacakan Kontak (Contact Tracing) untuk
Kasus COVID-19. Jakarta : Kemnkes RI
Larasati, T., Lipoeto, N. I., Mudjiran, Masrul, Hardisman, & Sutomo, A. H. (2020).
"GENOGRAM Physician Involvement Model" New Approach for Indonesian Physician
Involvement with Family. Korean journal of family medicine, 41(5), 325–331.
https://doi.org/10.4082/kjfm.19.0017
STEP 7 :
1. SOP penanganan Covid-19 di Puskesmas?
2) Deteksi
a. Surveilans Influenza Like Illness (ILI) dan pneumonia melalui Sistem Kewaspadaan
Dini dan Respon (SKDR).
b. Surveilans aktif/pemantauan terhadap pelaku perjalanan dari wilayah/ negara
terjangkit.
c. Membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan pemangku kewenangan,
lintas sektor dan tokoh masyarakat.
d. Surveilans contact tracing pada orang dekat kasus, PDP dan pelaku perjalanan serta
kontaknya.
3) Respon
a. Tata laksana klinis sesuai kondisi pasien
b. Melakukan rujukan ke RS sesuai indikasi medis
c. Memperhatikan prinsip PPI
d. Notifikasi kasus 1x24 jam secara berjenjang
e. Melakukan penyelidikan epidemiologi berkoordinasi dengan dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota
f. Mengidentifikasi kontak erat yang berasal dari masyarakat dan petugas kesehatan
g. Melakukan pemantauan Kesehatan PDP ringan, ODP dan OTG menggunakan formulir
sesuai dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)
pada revisi 4/terakhir
h. Mencatat dan melaporkan hasil pemantauan secara rutin
i. Edukasi pasien untuk isolasi diri di rumah
j. Melakukan komunikasi risiko kepada keluarga dan masyarakat
k. Pengambilan spesimen dan berkooordinasi dengan dinas kesehatan setempat terkait
pengiriman spesimen
2) Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial diberikan kepada orang sehat, OTG, ODP,
PDP, kasus konfirmasi, kelompok rentan, dan petugas yang bekerja di garda terdepan
dengan kerja sama lintas sektor yang mengacu pada pedoman yang berlaku.
1. Warna merah adalah alur pelayanan untuk pasien terkait kasus COVID-19 tanpa
kegawatdarutan atau kasus COVID-19 dengan kegawatdaruratan atau kasus gawat
darurat bukan kasus COVID-19, Terdiri dari jalur : a. Kasus bukan gawat darurat: nomor
1→2→4→6→7→6→8→10→8→11, dilanjutkan ke nomor: 1) →13→15 (untuk pasien
pulang), atau; 2) →14 (untuk pasien dirujuk) b. Kasus gawat darurat: nomor
1→3→10→3, dilanjutkan ke nomor: 1) →13→15 (untuk pasien pulang), atau; 2) →14
(untuk pasien dirujuk)
2. Warna hijau adalah alur pelayanan untuk pasien tidak terkait kasus COVID-19, yaitu
pasien dengan keluhan lain selain ISPA pada semua kelompok umur, Ibu hamil yang
memerlukan kontrol kehamilan (ANC), bayi atau balita yang memerlukan Imunisasi,
Pasangan Usia Subur (PUS) yang akan melakukan KB, pelayanan gigi, pelayanan gizi,
pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan TBC, IMS, HIV, pemeriksaan khusus, konsultasi,
dan lain-lain.
3. Puskesmas harus mengkondisikan SOP awal dan akhir pelayanan yang dilaksanakan.
4. Ruang tunggu untuk pasien ISPA dan bukan ISPA dikondisikan terpisah, dengan
ventilasi cukup agar sirkulasi udara dalam ruang runggu tersebut dalam keadaan baik.
6. Ruang farmasi untuk pengambilan obat terkait kasus COVID-19 dan bukan terkait
kasus COVID-19 dikondisikan harus tetap memperhatikan prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi.
2) Bila hasil pertama rapid test reaktif → karantina mandiri sesuai dengan protokol
isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19 → dilakukan pengambilan spesimen
(swab nasofaring-orofaring, sputum) untuk dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
RT-PCR 2 kali berturut-turut di laboratorium yang dapat melakukan RT-PCR.
Bila OTG yang terkonfirmasi positif kemudian menunjukkan gejala selama masa
karantina:
1) Gejala ringan → isolasi diri di rumah
2) Gejala sedang → isolasi di RS darurat
3) Gejala berat → isolasi di RS rujukan
b. ODP:
1) Bila hasil pertama rapid test non reaktif → isolasi diri di rumah, sesuai dengan
protokol isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19 → pemeriksaan ulang rapid test
dilakukan pada hari ke-10.
2) Bila hasil pertama rapid test reaktif → isolasi diri di rumah sesuai dengan protokol
isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19 → dilakukan pengambilan spesimen
(swab nasofaring-orofaring, sputum) untuk dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
RT-PCR 2 kali berturut-turut di laboratorium yang dapat melakukan RT-PCR.
c. PDP:
1) Bila hasil rapid test pertama non reaktif:
a) Gejala ringan → isolasi diri di rumah
b) Gejala sedang → isolasi di RS darurat
c) Gejala berat → isolasi di RS rujukan Pemeriksaan ulang rapid test hari ke 10
2) Bila hasil rapid test pertama reaktif → dilakukan pengambilan spesimen (swab
nasofaring-orofaring, sputum) untuk dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR
2 kali berturut-turut di laboratorium yang dapat melakukan RT-PCR.
d. Saat pasien atau pengunjung didiagnosis terkait kasus COVID-19, Puskesmas bersama
dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pemantauan dan kegiatan-kegiatan lain terkait
COVID-19, yaitu:
1. Notifikasi kasus 1x24 jam ke dinkes
2. Penyelidikan Epidemiologi (PE)
3. Pengambilan dan pengiriman spesimen
4. Melakukan pemantauan harian, mencatat dan melaporkan pemantauan harian
5. Pelacakan kontak erat
6. Identifikasi kontak erat, pendataan kontak erat
7. Edukasi pasien
8. Komunikasi risiko, keluarga dan masyarakat
-Kesehatan Keluarga
1. Pelayanan bayi baru lahir dari ibu ODP, PDP, OTG dan kasus konfirmasi COVID-19:
a. Bayi baru lahir dari ibu ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19:
- Tidak dilakukan penundaan penjepitan tali pusat (Delayed Chord Clamping). - Bayi
dikeringkan seperti biasa.
- Bayi baru lahir segera dimandikan setelah kondisi stabil, tidak menunggu setelah 24 jam
- Tidak dilakukan IMD.
Sementara pelayanan neonatal esensial lainnya tetap diberikan.
b. Bayi baru lahir dari Ibu dengan HbSAg reaktif dan terkonfirmasi COVID-19 positif
diberikan HbIG. Pemberian vaksin Hepatitis B diberikan bagi bayi dengan klinis baik.
Bagi bayi dengan klinis tidak baik, pemberian vaksin Hepatitis B ditunda sampai klinis
bayi baik.
c. Bayi lahir dari ibu ODP dapat rawat gabung, disusui secara langsung dari payudara
ibunya dengan menerapkan upaya pencegahan COVID-19 yaitu cuci tangan,
membersihkan area payudara dan ibu menggunakan masker.
d. Bayi yang lahir dari Ibu PDP atau terkonfirmasi COVID-19 positif, dirawat terpisah,
diberikan ASI perah, ibu memompa ASI sendiri, dan jaga kebersihan
f. Menganjurkan kepada Lansia agar tidak berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit,
kecuali mengalami tanda-tanda kegawatdaruratan sebagai berikut:
1) Perubahan kesadaran (bicara meracau, tidak nyambung, lebih sering mengantuk, tiba-
tiba mengompol)
2) Nyeri dada yang memberat
3) Diare, muntah-muntah, tidak mau makan, lemas yang memberat, demam tinggi ≥ 380
C)
4) Jatuh yang menyebabkan nyeri hebat/ kecurigaan patah tulang/ pingsan
5) Nyeri yang memberat
6) Perdarahan yang sukar berhenti
7) Sesak napas yang memberat
8) Gangguan saraf mendadak (kelemahan anggota badan, sakit kepala hebat, bicara pelo,
kejang)
d. Untuk kasus yang merupakan rujukan dari jejaring penanganan (rujukan dari
kepolisian, P2TP2A, dll) sebaiknya sudah membuat janji terlebih dahulu.
e. Dukungan psikososial dan konseling lanjutan dapat dilakukan secara daring lewat
telepon atau media sosial lainnya.
apabila ada pasien yang terkonfirmasi positif dari lapkesda atau RS abdul moeloek maka
tim survailens dari puskesmas akan melaporkan ke bidan desa lalu bidan desa yang akan
bertanya terkit kronologi selama 14 hari kebelakang lalu kontak erat dengan siapa saja
terkait tracing dan di bantu dengan satgas desa yaitu aparat desa seperti RT dan apabila
membutuhkan pelaksanaan lebih lanjut atau perburukan selama isolasi bidan desa akan
melapor ke puskesmas lalu pihak dari puskesms yang akan mencarikan RS yang kosong
dan merujuknya.
Ketika ada info dari dinas tim surveilans mendatangi pasien jika terkonfirmasi
positif penatalaksanaan dan pemantauan
Alur manajemen : Find (pasien yang terindikasi dikategorikan suspek/probable)
Isolate (isolasi mandri pada pasien) Trace (identifikais kasus, kontak Testing
(pemeriksaan specimen dengan swab rapid antigen atau RT PCR) hasil positif
pasien terkonfirmasi Treat (sesuai protocol yaitu tergantng gejala) Quarantine
dilakukan juga pemantauan dan isolasi mandiri bekerja sama dengan pihak surveilans dan
satgas covid dan bides untuk menilai dan melaporkan gejala-gejala dari pasiien
terkonfirmasi tersebut
EN → Environment and lifestyle a. mengidentifikasi gaya hidup sehat dan tidak sehat
anggota keluarga
4. Pencegahan COVID-19
PENCEGAHAN COVID-19 (FIVE LEVEL PREVENTION)
Covid-19 merupakan virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan sampai
berat. Tanda dan gejala umum infeksi Covid-19 antara lain gejala gangguan pernapasan
akut seperti demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak napas, letih, dan lesu. Masa
inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus Covid-19
yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan
bahkan kematian.
Dengan meningkatnya kasus positif korona di Indonesia dari waktu ke waktu maka perlu
adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan tindakan
pencegahan terhadap persebaran Covid-19. Menurut Leavel dan Clark ada 5 level upaya
pencegahan penyakit.
1. Promosi Kesehatan
2. Perlindungan Khusus
Penyakit korona dapat menyerang siapa saja, dan kapan saja, tetapi kelompok yang paling
berisiko dari persebaran Covid-19 adalah para tenaga kesehatan, dimana tenaga kesehatan
bekerja sebagai garda terdepan dalam penanganan virus Covid-19. Bentuk proteksi
khusus kepada tenaga kesehatan adalah dengan menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD), APD digunakan ketika tenaga kesehatan sedang menangani pasien positif korona.
Selain Alat Pelindung Diri (APD), Bentuk perlindungan khusus kepada kelompok yang
beresiko dapat berupa vaksinasi.
3. Diagnosis Dini dan Pengobatan yang Cepat dan Tepat
Tahapan ketiga dalam Five Level Prevention adalah Early Diagnosis And Prompt
Treatmen atau Diagnosis Dini dan Pengobatan Yang Cepat Dan Tepat. Dalam tahapan ini
merupakan tahapan pertama ketika seseorang telah jatuh sakit. Tentu saja sasaranya
merupakan orang-orang yang telah jatuh sakit, agar sakit yang dideritanya dapat segera di
identifikasi dan secepatnya pula diberikan pengobatan yang tepat. Perlu kita ketahui
bahwa penularan virus Covid-19 ini sangat cepat, maka semakin cepat diagnosis dan
pengobatan yang diberikan maka semakin besar pula kemungkinan untuk sembuh
sehingga dapat mengurangi biaya pengobatan dan dapat mencegah dari pada kematian.
Gejala umum penyakit korona yang disebabkan oleh virus Covid-19 pada umumnya yaitu
demam, flu, batuk, dan sesak napas, maka apabila kita telah memiliki gejala tersebut
segera periksakan kepada pelayanan kesehatan terdekat. akan tetapi banyak kasus orang
yang sudah positif terkena Covid-19 tidak menyebabkan atau menunjukan adanya gejala
klinik yang jelas atau Asimtomatik Carrier. Penyakit korona memiliki faktor resiko, yaitu
orang yang telah bepergian dari negara yang terdampak, atau kontak langsung dengan
orang yang positif korona. maka diperlukanya adanya pemeriksaan laboratorium secara
massal atau dikenal dengan Rapid Tes.
4. Pembatasan Kecacatan
Tahap keempat dalam Five level Prevention, yaitu Disability Limitation atau Pembatasan
Kecacatan. Inti dari tahapan keempat ini yaitu membatasi agar orang yang sudah sakit
tidak semakin parah (cacat) atau bahkan mengakibatkan kematian. Pembahasan
kecacatan di sini, yaitu membiarkan penyakit menyerang dan membuat pasien sakit
penderita, baru kemudian diambil tindakan.
Masa Inkubasi atau masa masuknya virus korona kedalam tubuh seseorang sampai
dengan menimbulkan gejala berlangsung selama 2-14 hari. Setelah itu virus akan
menyerang sistem saluran pernapasan atas atau (ISPA). Selanjutnya, Virus akan bergerak
kebawah menyebabkan faringitis, laringitis, dan bronkitis. Virus korona terus bergerak
kebawah secara progresif menuju saluran pernapasan bawah dan menyebabkan
pneumonia atau radang paru-paru. Saat terjadi pneumonia, asupan oksigen berkurang dan
mengakibatkan kegagalan pernapasan. Kegagalan pernapasan tubuh mengalami disfungsi
organ sehingga menyebabkan kematian. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang yang
sudah positif terkena virus Covid-19 adalah dengan dikarantina. orang yang positif
korona harus dikarantina di Rumah sakit yang dirujuk sebagai rumah sakit Covid-19.
Selain itu dengan cara meningkatkan sistem imunitas dirinya. Banyak hal yang dapat
dilakukan untuk dapat meningkatkan sistem imun didalam tubuh kita seperti makan-
makanan dengan gizi seimbang, berolahraga secara teratur, minum rampah-rempah dan
masih banyak lagi.
Selain pembatasan kecacatan pada orang yang sakit, perlu adanya pembatasan juga dari
orang yang sehat agar orang yang sehat tidak terpapar dengan orang yang positif korona.
Dapat dilakukan dengan cara melakukan aktivitas di dalam rumah atau Social
Distancing. Hal ini berfungsi untuk menekan persebaran virus korona dimasyarakat.
5. Rehabilitasi
Tahap kelima dan terakhir pada Five Level Prevention adalah Rehabilitation atau
rehabilitasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Rehabilitasi adalah
perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu, supaya menjadi
manusia yang berguna, dan memiliki tempat dalam masyarakat. intinya Rehabilitasi
merupakan tahapan yang sifatnya pemulihan ditunjukan kepada kelompok masyarakat
yang dalam masa penyembuhan sehingga dapat benar-benar pulih dari penyakit korona
dan dapat beraktifitas kembali secara produktif.
Rahabilitasi yang harus dilakukan setidaknya meliputi Tiga Aspek. Pertama yaitu
pemulihan fisiknya, seseorang yang sudah positif terkena penyakit korona, harus benar-
benar sembuh dan tidak terkena kembali virus Covid-19. Kedua yaitu pemulihan
mentalnya seseorang yang sudah terkena penyakit korona harus dikuatkan mentalnya,
agar kembali bersemangat menjalani aktivitasnya sehari hari secara produktif. Ketiga
adalah pemulihan status sosialnya, seseorang yang sudah terkena penyakit korona harus
diterima kembali di lingkungan masyarakat jangan sampai ada pengasingan atau
pengucilan terhadap orang-orang yang sudah terkena penyakit korona di Masyarakat.