Anda di halaman 1dari 25

SKENARIO 1

“Pasienku Dari India”

Dokter Bayu, sedang bertugas di klinik dokter keluarga Sehat Medika di kecamatan Panjang
Bandar Lampung, pada tanggal 7 Mei 2021 kedatangan seorang pasien, Tn. A, laki-laki, berusia
35 tahun, dengan keluhan sakit tenggorokan sejak 3 hari yang lalu. Keluhan lain tidak ada,
penyakit lain tidak ada, dan pasien baru saja pulang dari India untuk urusan pekerjaan. Dokter
Bayu segera melanjutkan wawancara dan PF serta melakukan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan hematologi, rontgen dan swab RT PCR pada pasien. Kemudian dr. Bayu melakukan
tatalaksana pada pasien diantaranya edukasi isolasi mandiri, mengecek kesiapan keluarga,
perilaku pencegahan dan penularan COVID-19, asupan gizi, obat-obatan dsb. Tak lupa dr. Bayu
mengisi family folder pasien yang berisikan diantaranya genogram, family maps, family APGAR,
SCREEM, diagnosis holistic pasien dan penatalaksanaan komprehensif bagi pasien dan
keluarganya. Kemudian dr. Bayu juga berkoordinasi dengan puskesmas setempat untuk
pelaporan, proses tracing, tracking dll.
Kata kunci: covid-19, kedokteran keluarga

STEP 1 : IDENTIFIKASI ISTILAH ASING

1. Genogram  suatu pohon keluarga yang menggambarkan biopsikososial keluarga dalam


3 generasi, bisa menggambarkan riwayat penyakit dalam keluarga tersebut.
2. family maps  merupakan peta keluarga yang menggambarkan sistem hubungan dari
suatu keluarga, pola interaksi dan hubungn, batas generasi, atau onflik suatu keluarga
3. family APGAR  alat untuk melakukan skrining, apakah keluarga mengalami disfungsi
dan menilai kepuasan individu dalam keluarga meliputi 5 poin Adaptation Partership
Growth Affection Resolve satu poin berjumlah 0-2 skor
4. SCREEM  menggambarkan ketersediaan sumber , penilaian kapasitas keluarga dalam
berpartisipasi pada kettentuan pelayanan kesehatan
5. diagnosis holistic  pelayanan yang mempertimbangkan pasien bagian dari keluarga
maupun komunitas, yang terdiri dari 5 aspek yaitu personal (alasan kedatangn,
kekhawatrian, persepsi, harapan), aspek klinis, risiko internal, risiko eksternal, derajat
fungsional
6. penatalaksanaan komprehensif  terdiri dari beberapa aspek yaitu preventif kuratif
rehabilitative, psikososial dan komunitas
7. isolasi  merupakan salah satu bentuk pencegahan agar enyebaran virus tidak semakin
bertambah, sperti memakai masker, tidak membuang masker sembarangan, diam di
rumah, memeriksa ttv, tidak berkontak dengan orang serumah atau di kamar saja
8. tracing  suatu proses penelusuran terhadap subjek
9. tracking  pelacakan yang terdiri dari identifikasi penilaian pengelolaan seseorang yang
terpapar penyakit dengan tujuan memutus rantai penularan

STEP 2: IDENTIFIKASI MASALAH

1. apa saja indikasi isolasi mandiri dan bagaimana edukasi terkait isolasi mandiri tersebut?
2. bagaimana koordinasi pelaporan tracking tracing dan penatalaksanaan dengan
puskesmas?
3. Apa itu kedokteran keluarga dan apa fungsi kedokteran keluarga?
4. Bagaimana penegakan diagnosis baik secara klinis maupun holistic pada scenario ini?
5. Bagaimana cara tatalaksana komprehensif pada pasien di scenario ini?
6. Bagaimana pengkategorian pasien covid-19?

STEP 3: BRAINSTORMING

1. Indikasi isolasi mandiri: dilakukan selama 10 hari sejak muncul gejala dan 3 hari setelah
bebas gejala, jika masih bergejala lebih dari 10 hari tetap dilanjutkan dan ditambah 3 hari
setelah bebas gejala. jika untuk gejala ringan, terpapar kasus covid atau bepergian ke
daerah endemis covid. Edukasi: memisahkan diri dari anggota keluarga lain, etika batu
dan bersin, hindari penggunaan alat bersamaan, sampah tisu dll dibuang secara khusus,
membersihkan alat yang sudah dipakai pasien dengan sabun, detergen atau desinfektan.
Alat2 yang perlu disediakan: thermometer, oximeter. Kegiatan harian: selalu membuka
jendela kamar, berjemur di bawah matahari 10-15 menit, cuci tangan dengan sabun dan
air mengalir, menggunakan APD, edukasi untuk mendesinfeksi bagian rumah yang sering
dipegan seperti gagang pintu atau saklar lampu dll.
2. Koordinasi: tiap puskesmas punya tim surveilans, pasien yang punya gejala atau faktor
risiko akan langsung ditracing dan tracking. Ketika ada info dari dinas  tim surveilans
mendatangi pasien  jika terkonfirmasi positif  penatalaksanaan dan pemantauan
Alur manajemen : Find (pasien yang terindikasi dikategorikan suspek/probable) 
Isolate (isolasi mandri pada pasien)  Trace (identifikais kasus, kontak  Testing
(pemeriksaan specimen dengan swab rapid antigen atau RT PCR)  hasil positif 
pasien terkonfirmasi Treat (sesuai protocol yaitu tergantng gejala) Quarantine
dilakukan juga pemantauan dan isolasi mandiri bekerja sama dengan pihak surveilans dan
satgas covid dan bides untuk menilai dan melaporkan gejala-gejala dari pasiien
terkonfirmasi tersebut
3. Dokter keluarga adalah dokter generalis yang dapat memberikan pelaayanan kesehatan
berorientasi pada komunitas dengan titik berat kepada keluarga, tidak hanya memandang
penderita sebagai individu sakit tetapi merupakan bagian dari unit keluarga tanpa
memperhatikan latar belakang pasien, pengendalian bersifat proaktif. Diemensi
keterlibatab keluarga : 1. Dimensi peran keluarga  identifikasi dukungan keluarga, dan
perna keluarga sebagai key person 2. Aktivasi dan pemberdayaan  inisiasi pertemuan
keluarga, konseling, meningkatkan keterampilan keluarga untuk meanajemen kesehatan,
menilai coping mechanism keluarga, dan menilai dampak pasien terhadap keluarga 3.
Diemnsi komunitas  dokter keluarga menyampaikan aspek medis, menjelaskan
komplikasi penyakit thdp keluarga, menyampaikan rencana manajemen 4. Dimensi
lingkungan dan gaya hidup mengidentifikasi pola hidup keluarga, family life cycle,
mengidentifikasi bahaya potensial di keluarga 5. Dimensi profil keluarga  informasi
demografi keluarga, eksplorasi riwayat penyakit keluarga, nilai fungsi keluarga, 6.
dimensi pevecgahan bertingkat (5 level prevention) 7. Kunjungan rumah/home visit

4. Penegakkan diagnosis secara klinis: Anamnesis  tanyakan gejala selama 2 minggu


terakhir : riwayat perjalanan ke luar negeri (Pasien baru pulang dari India), riwayat
riwayat mengunjungi failitasi kesehatan, riwayat kontak dengan kasus terkonfirmasi dan
probable, gejala ISPA berat, demam, batuk, anosmia, ageusia. PF  mengarah ke ISPA,
demam, menilai komplikasi misalnya pneumonia pada paru2. PP swab rapid antigen
(reaktif dilanjutkan PCR), jika ada gejala covid tapi antigen non reaktif lakukan rapid
antigen ulang 3 hari kemudian sampai 3 kali non reaktif.
Penegakan diagnosis holistic : 1. Aspek personal  alasan kedatangan sakit tenggorokan,
kekhawatiran: semakin memberat, harpan: ingin sembuh, persepsi : tertular covid-19 dari
negara yang dikunjungi 2. Aspek Klinis  suspek COVID-19 3. Risiko internal 
imunitas sedang menurun, 4. risiko eksternal  riwayat perjalanan ke luar negeri 5.
Derajat fungsional  1
5. Tatalaksana komprehensif pada pasien : berdasarkan sudah terkonfirmasi ata belum.
Kalau sudah terkonfirmasi  tanpa gejala (isolasi dan pemantauan selama 10 hari di
rumah dan dipantau oleh fasyankes, kontrol setelah 10 hari di fasyankes terdekat. Non
farmakologis: edukasi pasien selalu menggunakan masker, ctps, jaga jarak, upayakan
memisahkan diri, etika batuk, alat makan dicuci setalah dipakai, berjemur di bawah
matahri pada pukl 8- 10 atau diatas jam 3 sore, jika ada komorbid lanjutkan pengobatan
dengan rutin, jika mengonsumsi ACEi harus dikontrol dengan dokter penyakit dalam,
suplementasi vit C D dan obat-obat lain dari pemebrintah), ringan (isolasi dan
pemantauan selama 10+3 bebas gejala serta obat2 an berupa azitromicin 1x500 mg,
antivirus oseltamivir/Tamiflu ada indikasi pemberiannya yaitu ketika kecurigaan infeksi
influenza, favipiravir/avigan hari 1 600 mg, hari 2 600 mg, hari 345 400 mg), sedang
(rujuk ke RS), berat (perawatan di RS)
6. Kategori pasien covid-19
Kasus suspek  Seseorang disebut suspek COVID-19 jika memiliki salah satu atau
beberapa kriteria berikut ini: 1. Mengalami gejala infeksi saluran pernapasan (ISPA),
seperti demam atau riwayat demam dengan suhu di atas 38 derajat Celsius dan salah satu
gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, dan pilek, 2.
Memiliki riwayat kontak dengan orang yang termasuk kategori probable atau justru
sudah terkonfirmasi menderita COVID-19 dalam waktu 14 hari terakhir, 3. Menderita
infeksi saluran pernapasan (ISPA) dengan gejala berat dan perlu menjalani perawatan di
rumah sakit tanpa penyebab yang spesifik
Kasus probable Kasus probable adalah orang yang masih dalam kategori suspek dan
memiliki gejala ISPA berat, gagal napas, atau meninggal dunia, namun belum ada hasil
pemeriksaan yang memastikan bahwa dirinya positif COVID-19.
Untuk memastikan atau mengonfirmasi kasus COVID-19, seseorang perlu menjalani
pengambilan sampel dahak atau swab tenggorokan.
Kasus konfirmasi  Kasus konfirmasi COVID-19 adalah orang yang sudah dinyatakan
positif terinfeksi virus Corona berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium berupa PCR.
Kasus konfirmasi bisa terjadi pada orang dengan gejala virus Corona atau orang yang
tidak mengalami gejala sama sekali.
Kontak erat Kontak erat adalah kondisi ketika seseorang melakukan kontak dengan
orang yang termasuk ke dalam kategori konfirmasi dan probable, baik kontak fisik secara
langsung, bertatap muka dengan jarak kurang dari 1 meter setidaknya selama 15 menit,
atau merawat orang dengan status konfirmasi dan probable.
Pelaku perjalanan  Setiap orang yang melakukan perjalanan dari wilayah dengan angka
kasus COVID-19 yang tinggi, baik dalam maupun luar negeri, dalam waktu 14 hari
terakhir.
Discarded  Istilah ini digunakan untuk menggambarkan seseorang dengan status
suspek, tetapi hasil pemeriksaan PCR menunjukkan hasil negatif dan telah dilakukan
sebanyak 2 kali secara berturut-turut dengan jeda waktu 2 hari.
Istilah discarded juga digunakan untuk menggambarkan kondisi seseorang dengan status
kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14 hari.
Selesai isolasi  Seseorang termasuk kategori selesai isolasi apabila memenuhi salah
satu dari beberapa syarat berikut ini: 1. Terkonfirmasi menderita COVID-19, tetapi tanpa
gejala dan telah menjalani isolasi mandiri selama 10 hari terhitung sejak tes PCR
menunjukkan hasil positif COVID-19, 2. Kasus probable atau konfirmasi dengan gejala
COVID-19 yang tidak dilakukan tes PCR, tetapi telah selesai menjalani isolasi mandiri
selama 10 hari sejak hari pertama gejala COVID-19 muncul dan telah sembuh dari gejala
tersebut selama minimal 3 hari, 3. Kasus probable atau konfirmasi dengan gejala
COVID-19 yang telah menjalani pemeriksaan sebanyak 1 kali dan hasilnya negatif serta
tidak menunjukkan gejala demam atau gangguan pernapasan setidaknya selama 3 hari
Kematian  Kasus kematian akibat COVID-19 adalah kondisi ketika orang yang
termasuk dalam kategori probable atau sudah dikonfirmasi COVID-19 meninggal dunia.

ANAMNESIS
STEP 4 : MIND MAPPING
HOLISTIK

EVALUASI HASIL
PEMERIKSAAN FISIK
PASIENKU DARI
DAN PEMERIKSAAN
INDIA
PENUNJANG

TRACING DAN
TRAKING

DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PELAPORAN


PELAYANAN DOKTER KELUARGA PASIEN KE FASKES
TERDEKAT
TATALAKSANA KOMPREHENSIF
PASIEN

STEP 5 : LEARNING OBJECTIVES

1. SOP penanganan Covid-19 di Puskesmas?


2. SOP tracing dan tracking di Puskesmas?
3. Fungsi dan peran kedokteran keluarga?
4. Pencegahan COVID-19?

STEP 6 : BELAJAR MANDIRI


Kementrian Kesehatan, 28 Januari 2020, Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Korona
Virus (2019-nCov).

Kementrian Kesehatan, 17 Februari 2020, Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Korona


Virus (2019-nCov).

Kementrian Kesehatan, 16 Maret 2020, Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Korona


Virus (2019-nCov).

Kementerian Kesehatan RI. 2020. Petunjuk teknis pelayanna puskesmas pada masa pandemi
covid 19. Kementerian Kesehatan RI: Direktorat Pelayanan Primer.

Kementrian Kesehatan RI. 2020. Panduan Singkat Pelacakan Kontak (Contact Tracing) untuk
Kasus COVID-19. Jakarta : Kemnkes RI

Larasati, T., Lipoeto, N. I., Mudjiran, Masrul, Hardisman, & Sutomo, A. H. (2020).
"GENOGRAM Physician Involvement Model" New Approach for Indonesian Physician
Involvement with Family. Korean journal of family medicine, 41(5), 325–331.
https://doi.org/10.4082/kjfm.19.0017

STEP 7 :
1. SOP penanganan Covid-19 di Puskesmas?

1. Penanganan Covid Di Puskesmas


Pada masa pandemi COVID-19 ini, fokus Puskesmas adalah pada prevensi, deteksi, dan
respon terhadap kasus COVID-19 tanpa mengesampingkan kegiatan pencegahan dan
pengendalian penyakit lainnya.

-Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 Puskesmas harus mempertimbangkan


penunjukan sementara tenaga tambahan surveilans khusus untuk menangani pandemi
COVID 19 dan bekerja sama dengan jejaringnya seperti klinik pratama dan tempat
praktik mandiri dokter.
1) Prevensi
a. Melakukan komunikasi risiko termasuk penyebarluasan media KIE COVID-19 kepada
masyarakat.
b. Pemantauan ke tempat-tempat umum bersama lintas sektor dan tokoh masyarakat.

2) Deteksi
a. Surveilans Influenza Like Illness (ILI) dan pneumonia melalui Sistem Kewaspadaan
Dini dan Respon (SKDR).
b. Surveilans aktif/pemantauan terhadap pelaku perjalanan dari wilayah/ negara
terjangkit.
c. Membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan pemangku kewenangan,
lintas sektor dan tokoh masyarakat.
d. Surveilans contact tracing pada orang dekat kasus, PDP dan pelaku perjalanan serta
kontaknya.

3) Respon
a. Tata laksana klinis sesuai kondisi pasien
b. Melakukan rujukan ke RS sesuai indikasi medis
c. Memperhatikan prinsip PPI
d. Notifikasi kasus 1x24 jam secara berjenjang
e. Melakukan penyelidikan epidemiologi berkoordinasi dengan dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota
f. Mengidentifikasi kontak erat yang berasal dari masyarakat dan petugas kesehatan
g. Melakukan pemantauan Kesehatan PDP ringan, ODP dan OTG menggunakan formulir
sesuai dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)
pada revisi 4/terakhir
h. Mencatat dan melaporkan hasil pemantauan secara rutin
i. Edukasi pasien untuk isolasi diri di rumah
j. Melakukan komunikasi risiko kepada keluarga dan masyarakat
k. Pengambilan spesimen dan berkooordinasi dengan dinas kesehatan setempat terkait
pengiriman spesimen

- Pelayanan Kesehatan Jiwa


1) Pengendalian COVID-19 memerlukan Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psiko Sosial
(DKJPS) atau Mental Health and Psychosocial Support (MHPSS) untuk mengurangi
masalah kesehatan jiwa yang muncul akibat pandemi ini guna melindungi atau
meningkatkan kesejahteraan psikologis dan/atau mencegah serta mengendalikan masalah
kesehatan jiwa yang dijumpai.

2) Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial diberikan kepada orang sehat, OTG, ODP,
PDP, kasus konfirmasi, kelompok rentan, dan petugas yang bekerja di garda terdepan
dengan kerja sama lintas sektor yang mengacu pada pedoman yang berlaku.

-Alur pelayanan puskesmas pada masa pandemi

1. Warna merah adalah alur pelayanan untuk pasien terkait kasus COVID-19 tanpa
kegawatdarutan atau kasus COVID-19 dengan kegawatdaruratan atau kasus gawat
darurat bukan kasus COVID-19, Terdiri dari jalur : a. Kasus bukan gawat darurat: nomor
1→2→4→6→7→6→8→10→8→11, dilanjutkan ke nomor: 1) →13→15 (untuk pasien
pulang), atau; 2) →14 (untuk pasien dirujuk) b. Kasus gawat darurat: nomor
1→3→10→3, dilanjutkan ke nomor: 1) →13→15 (untuk pasien pulang), atau; 2) →14
(untuk pasien dirujuk)

2. Warna hijau adalah alur pelayanan untuk pasien tidak terkait kasus COVID-19, yaitu
pasien dengan keluhan lain selain ISPA pada semua kelompok umur, Ibu hamil yang
memerlukan kontrol kehamilan (ANC), bayi atau balita yang memerlukan Imunisasi,
Pasangan Usia Subur (PUS) yang akan melakukan KB, pelayanan gigi, pelayanan gizi,
pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan TBC, IMS, HIV, pemeriksaan khusus, konsultasi,
dan lain-lain.

3. Puskesmas harus mengkondisikan SOP awal dan akhir pelayanan yang dilaksanakan.

4. Ruang tunggu untuk pasien ISPA dan bukan ISPA dikondisikan terpisah, dengan
ventilasi cukup agar sirkulasi udara dalam ruang runggu tersebut dalam keadaan baik.

5. Ruang laboratorium untuk pemeriksaan penunjang terkait kasus COVID-19


dikondisikan terpisah dengan pemeriksaan laboratorium/penunjang lainnya untuk
meminimalkan risiko penularan antar pasien. Pemeriksaan laboratorium di Puskesmas
yang dapat dilakukan pada kasus terkait kasus COVID-19 adalah pemeriksaan rapid test,
bila pada kasus terkait COVID-19 diperoleh hasil pemeriksaan rapid test pertama adalah
reaktif, Puskesmas melakukan pengambilan spesimen (swab nasofaring- orofaring atau
sputum) untuk dikirim guna pemeriksaan RT-PCR ke laboratorium yang dapat
melakukan pemeriksaan RT-PCR.

6. Ruang farmasi untuk pengambilan obat terkait kasus COVID-19 dan bukan terkait
kasus COVID-19 dikondisikan harus tetap memperhatikan prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi.

7. Untuk kasus terkait kasus COVID-19, dilakukan tata laksana:


a. OTG:
1) Bila dengan rapid test pertama hasilnya non reaktif → dilakukan karantina mandiri
sesuai dengan protokol isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19 → pemeriksaan
ulang rapid test dilakukan pada hari ke-10. Bila pada pemeriksaan rapid test kedua
hasilnya positif, dilakukan pengambilan spesimen (swab nasofaring-orofaring, sputum)
untuk dilakukan pemeriksaan RT-PCR 2 kali berturut-turut di laboratorium yang dapat
melakukan RT-PCR.

2) Bila hasil pertama rapid test reaktif → karantina mandiri sesuai dengan protokol
isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19 → dilakukan pengambilan spesimen
(swab nasofaring-orofaring, sputum) untuk dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
RT-PCR 2 kali berturut-turut di laboratorium yang dapat melakukan RT-PCR.

Bila OTG yang terkonfirmasi positif kemudian menunjukkan gejala selama masa
karantina:
1) Gejala ringan → isolasi diri di rumah
2) Gejala sedang → isolasi di RS darurat
3) Gejala berat → isolasi di RS rujukan

b. ODP:
1) Bila hasil pertama rapid test non reaktif → isolasi diri di rumah, sesuai dengan
protokol isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19 → pemeriksaan ulang rapid test
dilakukan pada hari ke-10.

2) Bila hasil pertama rapid test reaktif → isolasi diri di rumah sesuai dengan protokol
isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19 → dilakukan pengambilan spesimen
(swab nasofaring-orofaring, sputum) untuk dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
RT-PCR 2 kali berturut-turut di laboratorium yang dapat melakukan RT-PCR.

-Bila ODP yang terkonfirmasi positif mengalami gejala perburukan:


1.Gejala sedang → isolasi di RS darurat
2.Gejala berat → isolasi di RS rujukan Isolasi di RS darurat dapat juga dilakukan pada
pasien dengan usia > 60 tahun atau pada pasien yang kondisi rumahnya tidak
memungkinkan untuk dilakukan isolasi mandiri.

c. PDP:
1) Bila hasil rapid test pertama non reaktif:
a) Gejala ringan → isolasi diri di rumah
b) Gejala sedang → isolasi di RS darurat
c) Gejala berat → isolasi di RS rujukan Pemeriksaan ulang rapid test hari ke 10

2) Bila hasil rapid test pertama reaktif → dilakukan pengambilan spesimen (swab
nasofaring-orofaring, sputum) untuk dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR
2 kali berturut-turut di laboratorium yang dapat melakukan RT-PCR.

Bila PDP terkonfirmasi positif mengalami gejala perburukan:


1) Gejala ringan menjadi sedang → isolasi di RS darurat
2) Gejala sedang menjadi berat → isolasi di RS rujukan.

d. Saat pasien atau pengunjung didiagnosis terkait kasus COVID-19, Puskesmas bersama
dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pemantauan dan kegiatan-kegiatan lain terkait
COVID-19, yaitu:
1. Notifikasi kasus 1x24 jam ke dinkes
2. Penyelidikan Epidemiologi (PE)
3. Pengambilan dan pengiriman spesimen
4. Melakukan pemantauan harian, mencatat dan melaporkan pemantauan harian
5. Pelacakan kontak erat
6. Identifikasi kontak erat, pendataan kontak erat
7. Edukasi pasien
8. Komunikasi risiko, keluarga dan masyarakat

-Kesehatan Keluarga
1. Pelayanan bayi baru lahir dari ibu ODP, PDP, OTG dan kasus konfirmasi COVID-19:
a. Bayi baru lahir dari ibu ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19:
- Tidak dilakukan penundaan penjepitan tali pusat (Delayed Chord Clamping). - Bayi
dikeringkan seperti biasa.
- Bayi baru lahir segera dimandikan setelah kondisi stabil, tidak menunggu setelah 24 jam
- Tidak dilakukan IMD.
Sementara pelayanan neonatal esensial lainnya tetap diberikan.

b. Bayi baru lahir dari Ibu dengan HbSAg reaktif dan terkonfirmasi COVID-19 positif
diberikan HbIG. Pemberian vaksin Hepatitis B diberikan bagi bayi dengan klinis baik.
Bagi bayi dengan klinis tidak baik, pemberian vaksin Hepatitis B ditunda sampai klinis
bayi baik.

c. Bayi lahir dari ibu ODP dapat rawat gabung, disusui secara langsung dari payudara
ibunya dengan menerapkan upaya pencegahan COVID-19 yaitu cuci tangan,
membersihkan area payudara dan ibu menggunakan masker.

d. Bayi yang lahir dari Ibu PDP atau terkonfirmasi COVID-19 positif, dirawat terpisah,
diberikan ASI perah, ibu memompa ASI sendiri, dan jaga kebersihan

2. KIE Pada Lansia dan pendamping lansia (caregiver lansia) meliputi:


a. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), konsumsi makanan bergizi seimbang, dan
risiko terinfeksi COVID-19.

b. Menganjurkan lansia untuk tetap di rumah/panti wreda/senior living sambil melakukan


kegiatan rutin sehari-hari, berjemur di bawah sinar matahari secukupnya dan menjaga
jarak minimal satu meter dengan yang lainnya.
c. Menjauhi keramaian, perkumpulan atau kegiatan sosial seperti arisan, rekreasi, reuni,
dan lain-lain.
d. Hanya orang yang sehat dan tidak ada riwayat terpapar dengan lingkungan yang
beresiko penularan yang dapat menemui/mendampingi lansia.

e. Menjaga kesehatan mental lansia dengan meningkatkan kegiatan ibadah di rumah,


tetap bersilahturahmi dengan saudara/kerabat/teman melalui teknologi komunikasi jarak
jauh, mengembangkan hobi tanpa harus keluar dari rumah/ pantiwreda, serta menghindari
berita hoax di media atau di handphone.

f. Menganjurkan kepada Lansia agar tidak berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit,
kecuali mengalami tanda-tanda kegawatdaruratan sebagai berikut:
1) Perubahan kesadaran (bicara meracau, tidak nyambung, lebih sering mengantuk, tiba-
tiba mengompol)
2) Nyeri dada yang memberat
3) Diare, muntah-muntah, tidak mau makan, lemas yang memberat, demam tinggi ≥ 380
C)
4) Jatuh yang menyebabkan nyeri hebat/ kecurigaan patah tulang/ pingsan
5) Nyeri yang memberat
6) Perdarahan yang sukar berhenti
7) Sesak napas yang memberat
8) Gangguan saraf mendadak (kelemahan anggota badan, sakit kepala hebat, bicara pelo,
kejang)

3. Tatalaksana kekerasan terhadap perempuan dan anak:


a. Petugas kesehatan harus lebih jeli dalam mendeteksi secara dini adanya kasus
kekerasan dalam rumah tangga, terutama pada klien/pasien yang pernah mendapatkan
kekerasan dalam rumah tangga sebelumnya. Kekerasan dalam rumah tangga pada masa
pandemi COVID-19 sangat mungkin terulang kembali karena masih adanya stigma
negatif terhadap kasus COVID-19, situasi stay at home selama masa pandemi, penerapan
kebijakan PSBB yang menimbulkan kesulitan ekonomi, keterbatasan bersosialisasi, dan
dampak psikologis lainnya, atau alasan lainnya.
b. Dalam memberikan pelayanan tetap memperhatikan kerahasiaan identitas klien dan
pencegahan penularan COVID-19. Petugas kesehatan menggunakan APD sesuai
pedoman.

c. Pelayanan kesehatan dan layanan Visum et Repertum (VeR) dilakukan di ruangan


terpisah dari pasien sakit ataupun IGD.

d. Untuk kasus yang merupakan rujukan dari jejaring penanganan (rujukan dari
kepolisian, P2TP2A, dll) sebaiknya sudah membuat janji terlebih dahulu.

e. Dukungan psikososial dan konseling lanjutan dapat dilakukan secara daring lewat
telepon atau media sosial lainnya.

f. Tingkatkan koordinasi dengan jejaring penanganan kasus kekerasan, seperti


P2TP2A/UPTD PPA, Dinas Sosial, Kepolisian dan LSM untuk dapat memberikan
pelayanan yang optimal kepada korban.

2. SOP tracing dan tracking di Puskesmas?


Koordinasi: tiap puskesmas punya tim surveilans, pasien yang punya gejala atau faktor
risiko akan langsung ditracing dan tracking.

apabila ada pasien yang terkonfirmasi positif dari lapkesda atau RS abdul moeloek maka

tim survailens dari puskesmas akan melaporkan ke bidan desa lalu bidan desa yang akan

bertanya terkit kronologi selama 14 hari kebelakang lalu kontak erat dengan siapa saja

terkait tracing dan di bantu dengan satgas desa yaitu aparat desa seperti RT dan apabila

membutuhkan pelaksanaan lebih lanjut atau perburukan selama isolasi bidan desa akan

melapor ke puskesmas lalu pihak dari puskesms yang akan mencarikan RS yang kosong

dan merujuknya.
Ketika ada info dari dinas  tim surveilans mendatangi pasien  jika terkonfirmasi
positif  penatalaksanaan dan pemantauan
Alur manajemen : Find (pasien yang terindikasi dikategorikan suspek/probable) 
Isolate (isolasi mandri pada pasien)  Trace (identifikais kasus, kontak  Testing
(pemeriksaan specimen dengan swab rapid antigen atau RT PCR)  hasil positif 
pasien terkonfirmasi Treat (sesuai protocol yaitu tergantng gejala) Quarantine
dilakukan juga pemantauan dan isolasi mandiri bekerja sama dengan pihak surveilans dan
satgas covid dan bides untuk menilai dan melaporkan gejala-gejala dari pasiien
terkonfirmasi tersebut

IDENTIFIKASI KONTAK ERAT


Orang-orang yang berkontak dengan kasus konfirmasi atau probable sejak 2 hari sebelum
hingga 14 hari setelah timbul gejala klinis, yaitu:
1. Orang yang memiliki kontak fisik atau berada kurang dari 1 meter selama 15 menit
atau lebih.
2. Orang yang berada di lingkungan tertutup yang sama untuk jangka waktu lama,
seperti orang yang tinggal satu rumah, rekan kerja, teman sekolah, hadir di
pertemuan, atau menggunakan alat transportasi/ kendaraan yang sama.
3. Orang yang mengunjungi kasus, baik di rumah ataupun di fasilitas layanan kesehatan,
seperti kerabat, dll.
4. Orang atau fasilitas umum yang dikunjungi kasus.
5. Petugas kesehatan yang kontak tanpa menggunakan APD standar.
6. Orang yang berkontak dengan jenazah kasus konfirmasi/probable tanpa menggunakan
APD yang sesuai.
3. Fungsi dan peran kedokteran keluarga?
Fungsi Dokter Keluarga :
1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna, efektif dan efisien, sesuai ketentuan yang
berlaku
2. Meningkatkan peranserta keluarga dan masyarakat peserta agar berperilaku hidup
sehat
3. Menjalin kerjasama dengan semua fasilitas kesehatan dalam rangka rujukan
4. Menjaga agar sumberdaya yang terbatas digunakan seefisien mungkin
5. Menjaga hubungan baik dan terbuka dengan para pelaku jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat lainnya

Peran Dokter Keluarga (GENOGRAM Physician Involvement Model)

G → Family profile a. menilai informasi demografi (nama, tanggal lahir,


pekerjaan, agama, pendidikan) setiap anggota keluarga

b. mengeksplorasi riwayat penyakit anggota keluarga inti


c. menyusun genogram keluarga (3 generasi)

d. menilai fungsi keluarga

EN → Environment and lifestyle a. mengidentifikasi gaya hidup sehat dan tidak sehat
anggota keluarga

b. menilai tahapan siklus kehidupan keluarga

c. mengidentifikasi bahaya potensial lingkungan keluarga


(fisik, kimia, biologis, psikologis dan ergonomis)

O → Role of family a. mengidentifikasi dukungan keluarga kepada pasien

b. menilai anggota keluarga yang berperan sebagai family


health advisor/key person

c. mendengarkan dan menghargai pendapat family health


advisor/key person

d. menilai keluarga berkelanjutan


e. bekerja sama dengan keluarga untuk meningkatkan
peran dan dukungan keluarga pada pasien

G → Go to patient’s home a. melakukan kunjungan rumah (home visit)

R → Relay/communication a. menyampaikan informasi medis kepada keluarga


(dengan mempertimbangkan aspek etik)

b. menjelaskan prognosis dan komplikasi penyakit pasien


kepada keluarga

c. menjelaskan rencana penatalaksanaan pasien kepada


keluarga

A → Activating and empowering a. menginisiasi pertemuan keluarga untuk menyelesaikan


masalah kesehatan pasien

b. melakukan konseling keluarga untuk menyelesaikan


masalah kesehatan pasien

c. meningkatkan keterampilan keluarga untuk manajemen


kesehatan pasien

d. meningkatkan pengetahuan keluarga untuk manajemen


masalah kesehatan pasien

e. menilai koping keluarga

f. menilai dampai penyakit pasien pada keluarga

M → Multilevel prevention a. merencanakan dan melaksanakan pencegahan penyakit


(comprehensive care)

b. menginisiasi keluarga untuk turut berperan pada upaya


pembatasan kecacatan pada penyakit yang diderita pasien

c. menginisiasi keluarga agar berperan dalam rehabilitasi


penyakit

4. Pencegahan COVID-19
PENCEGAHAN COVID-19 (FIVE LEVEL PREVENTION)

Covid-19 merupakan virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan sampai
berat. Tanda dan gejala umum infeksi Covid-19 antara lain gejala gangguan pernapasan
akut seperti demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak napas, letih, dan lesu. Masa
inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus Covid-19
yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan
bahkan kematian.

Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang


tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Tanggal 7 Januari
2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai
jenis baru coronavirus (coronavirus disease, Covid-19). Tanggal 30 Januari 2020, WHO
telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan
Dunia/ Public Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC).
Penambahan jumlah  kasus Covid-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi
penyebaran antar negara. (Kemenkes, 2020)

Dengan meningkatnya kasus positif korona di Indonesia dari waktu ke waktu maka perlu
adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan tindakan
pencegahan terhadap persebaran Covid-19. Menurut Leavel dan Clark ada 5 level upaya
pencegahan penyakit.
1. Promosi Kesehatan

Health Promotion atau Promosi Kesehatan Adalah segala bentuk kombinasi pendidikan


kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang
dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi
kesehatan (Lawrence Green, 1984). Promosi kesehatan adalah tahapan yang paling
pertama, dalam upaya pencegahan penyakit korona di Indonesia. Intinya perlu adanya
persamaan persepsi, bahwa promosi kesehatan merupakan proses memberikan informasi
kesehatan agar masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatanya.
Tujuan dari promosi kesehatan adalah agar masyarakat mau merubah prilakunya yang
tadinya berperilaku tidak sehat menjadi berperilaku sehat.

Fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia, masyarakat seringkali malas melakukan


perilaku hidup bersih dan sehat. Seperti halnya mencuci tangan menggunakan sabun
dengan air yang mengalir, atau Hand Sanitizer, sebelum dan sesudah melakukan
aktivitas. Dengan adanya kasus wabah korona ini masyarakat harus diberikan informasi
mengenai cara mencuci tangan yang benar dengan meggunakan sabun dan air yang
mengalir atau Hand Sanitizer. Selain upaya untuk memaukan masyarakat mencuci
tangan, Masyarakat juga harus dimampukan agar perilaku mencuci tanganya dapat
dijalankan, dengan cara diberikan fasilitas tempat mencuci tangan di Sekolah, Rumah
Sakit, Gedung Perkantoran, dll, dan tersedia sabunya atau Hand Sanitizernya, sehingga
memampukan masyarakat untuk dapat mencuci tangan.

Health Promotion yang lainya, dengan adanya wabah korona di Indonesia, masyarakat


Indonesia menjadi sadar untuk menggunakan masker, dimana fungsinya agar terhindar
dari virus korona. Tetapi fenomena yang terjadi di masyarakat adalah masyarakat
berbondong-bondong membelinya dengan skala besar bahkan menimbun masker,
fenomena ini  disebut juga Panic Buying, tentu harus ada upaya dari kita semua
memberitahukan kepada masyarakat bahwa masker diprioritaskan untuk orang yang
sedang sakit, atau untuk para tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam
penanganan kasus korona di Indonesia.

2. Perlindungan Khusus

Tahap yang kedua pada Five level prevention adalah Specific Protection atau


perlindungan khusus. Perlindungan khusus yang dimaksud dalam tahapan ini adalah
perlindungan yang diberikan diberikan kepada orang-orang atau kelompok yang berisiko
terkena penyakit korona. Perlindungan khusus ini dimaksudkan agar kelompok yang
berisiko dapat bertahan dari serangan penyakit.

Penyakit korona dapat menyerang siapa saja, dan kapan saja, tetapi kelompok yang paling
berisiko dari persebaran Covid-19 adalah para tenaga kesehatan, dimana tenaga kesehatan
bekerja sebagai garda terdepan dalam penanganan virus Covid-19. Bentuk proteksi
khusus kepada tenaga kesehatan adalah dengan menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD), APD digunakan ketika tenaga kesehatan sedang menangani pasien positif korona.
Selain Alat Pelindung Diri (APD), Bentuk perlindungan khusus kepada kelompok yang
beresiko dapat berupa vaksinasi.
3. Diagnosis Dini dan Pengobatan yang Cepat dan Tepat
Tahapan ketiga dalam Five Level Prevention adalah Early Diagnosis And Prompt
Treatmen atau Diagnosis Dini dan Pengobatan Yang Cepat Dan Tepat. Dalam tahapan ini
merupakan tahapan pertama ketika seseorang telah jatuh sakit. Tentu saja sasaranya
merupakan orang-orang yang telah jatuh sakit, agar sakit yang dideritanya dapat segera di
identifikasi dan secepatnya pula diberikan pengobatan yang tepat. Perlu kita ketahui
bahwa penularan virus Covid-19 ini sangat cepat, maka semakin cepat diagnosis dan
pengobatan yang diberikan maka semakin besar pula kemungkinan untuk sembuh
sehingga dapat mengurangi biaya pengobatan dan dapat mencegah dari pada kematian.

Gejala umum penyakit korona yang disebabkan oleh virus Covid-19 pada umumnya yaitu
demam, flu, batuk, dan sesak napas, maka apabila kita telah memiliki gejala tersebut
segera periksakan kepada pelayanan kesehatan terdekat. akan tetapi banyak kasus orang
yang sudah positif terkena Covid-19 tidak menyebabkan atau menunjukan adanya gejala
klinik yang jelas atau Asimtomatik Carrier. Penyakit korona memiliki faktor resiko, yaitu
orang yang telah bepergian dari negara yang terdampak, atau kontak langsung dengan
orang yang positif korona.  maka diperlukanya adanya pemeriksaan laboratorium secara
massal atau dikenal dengan Rapid Tes.

4. Pembatasan Kecacatan
Tahap keempat dalam Five level Prevention, yaitu Disability Limitation atau Pembatasan
Kecacatan. Inti dari tahapan keempat ini yaitu membatasi agar orang yang sudah sakit
tidak semakin parah (cacat) atau bahkan mengakibatkan kematian. Pembahasan
kecacatan di sini, yaitu membiarkan penyakit menyerang dan membuat pasien sakit
penderita, baru kemudian diambil tindakan.

Masa Inkubasi atau masa masuknya virus korona kedalam tubuh seseorang sampai
dengan menimbulkan gejala berlangsung selama 2-14 hari. Setelah itu virus akan
menyerang sistem saluran pernapasan atas atau (ISPA). Selanjutnya, Virus akan bergerak
kebawah menyebabkan faringitis, laringitis, dan bronkitis. Virus korona terus bergerak
kebawah secara progresif menuju saluran pernapasan bawah dan menyebabkan
pneumonia atau radang paru-paru. Saat terjadi pneumonia, asupan oksigen berkurang dan
mengakibatkan kegagalan pernapasan. Kegagalan pernapasan tubuh mengalami disfungsi
organ sehingga menyebabkan kematian. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang yang
sudah positif terkena virus Covid-19 adalah dengan dikarantina. orang yang positif
korona harus dikarantina di Rumah sakit yang dirujuk sebagai rumah sakit Covid-19.
Selain itu dengan cara meningkatkan sistem imunitas dirinya. Banyak hal yang dapat
dilakukan untuk dapat meningkatkan sistem imun didalam tubuh kita seperti makan-
makanan dengan gizi seimbang, berolahraga secara teratur, minum rampah-rempah dan
masih banyak lagi.

Selain pembatasan kecacatan pada orang yang sakit, perlu adanya pembatasan juga dari
orang yang sehat agar orang yang sehat tidak terpapar dengan orang yang positif korona.
Dapat dilakukan dengan cara melakukan aktivitas di dalam rumah atau Social
Distancing. Hal ini berfungsi untuk menekan persebaran virus korona dimasyarakat.

5. Rehabilitasi
Tahap kelima dan terakhir pada Five Level Prevention adalah Rehabilitation atau
rehabilitasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Rehabilitasi adalah
perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu, supaya menjadi
manusia yang berguna, dan memiliki tempat dalam masyarakat. intinya Rehabilitasi
merupakan tahapan yang sifatnya pemulihan ditunjukan kepada kelompok masyarakat
yang dalam masa penyembuhan sehingga dapat benar-benar pulih dari penyakit korona
dan dapat beraktifitas kembali secara produktif.

Rahabilitasi yang harus dilakukan setidaknya meliputi Tiga Aspek. Pertama yaitu
pemulihan fisiknya, seseorang yang sudah positif terkena penyakit korona, harus benar-
benar sembuh dan tidak terkena kembali virus Covid-19. Kedua yaitu  pemulihan
mentalnya seseorang yang sudah terkena penyakit korona harus dikuatkan mentalnya,
agar kembali bersemangat menjalani aktivitasnya sehari hari secara produktif. Ketiga
adalah pemulihan status sosialnya, seseorang yang sudah terkena penyakit korona harus
diterima kembali di lingkungan masyarakat jangan sampai ada pengasingan atau
pengucilan terhadap orang-orang yang sudah terkena penyakit korona di Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai