Anda di halaman 1dari 11

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang


Pertambangan Mineral Batubara

DISUSUN OLEH:

A Damanyanthi (200906001)

Rozi Al ghiffari Nasution (200906023)

Freddy Ovanik Purba (200906119)

Aldi Immanuel Siregar (200906087)

Alifah irba (200906099)

Sarah aziza ilman (200906115)

Dinda putri patricia (200906079)

Carol Ginting (200906039)

Jesly Alberto Saragih (200906051)

Dimas Aditya Pradana (200906081)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021/2022
BAB 1

1. Latar belakang

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa telah lahir undang-Undang nomor 3 tahun 2020
tentang perubahan atas undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral
batubara dimana menetapkan sumber daya mineral dan batubara adalah kekayaan nasional,
oleh karena itu pengelolaannya harus dibawah kendali pemerintah pusat, namun daerah akan
tetap mendapatkan keuntungan atau manfaat dari pengelolaan mineral dan batubara pasca
lahirnya undang-undang nomor 3 tahun 2020. Undang-undang mineral dan batubara yang
baru telah memberikan kepastian hukum bagi perpanjangan/konfersi KK/PKP2B menjadi
IUPK operasi produksi, dimana mengatur beberapa hal penting diantaranya mengenai
kewenangan pengelolaan mineral dan batubara yang dalam undang-undang terdahulu di
serahkan kepada pemerintah kota dan kabupaten saat ini telah dikembalikan kewenangannya
kepada pemerintah pusat. Kemudian dalam undang-undang mineral dan batubara tahun 2020
telah ditetapkan bahwa sumber daya mineral dan batubara adalah sumber kekayaan nasional
oleh karena itu pengelolaannya harus dibawah kendali pemerintah pusat. Daerah yaitu pemko
dan pemkab tetap mendapatkan manfaat dari ditariknya kewenangan pemerintah daerah ke
pemerintah pusat yang akan di atur dalam peraturan pemerintah sendiri. Undang-undang
nomor 3 tahun 2020 juga memperkenalkan suatu bentuk izin baru yaitu yang dikenal dengan
surat izin pertambangan batuan (SIPB) yang pendelegasian kewenangannya
(pengelolaannya) kepada pemerintah provinsi.

Perubahan di dalam undang-undang nomor 3 tahun 2020 atas undang-undang nomor 4


tahun 2009 memperkenalkan suatu istilah hukum baru yaitu definisi tentang pengelolaan dan
pemanfaatan batubara. Akan tetapi undang-undang nomor 3 tahun 2020 banyak mengatur
soal yang positif bagi pelaku usaha, penetapan sanksi pidana yang berat bagi pelanggar
mempunyai efek negative yaitu adanya keengganan pemodal untuk menanamkan investasi di
Indonesia. Disisi positifnya maka pengelolaan mineral dan batubara harus lebih hati-hati dan
efektif untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam proses pengelolaan mineral dan batubara.
Artinya peraturan pelaksanaan yang dibuat untuk menjalankan undang-undang harus dapat
mengakomodir best practices dan konsen dari pelaku usaha untuk dapat mengsinkronkan
dengan peraturan sector lainnya. Intinya undang-undang mineral dan batubara nomor 3 tahun
2020 harus dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik.

Hal ini penting sekali untuk mencegah pengelolaan mineral dan batubara yang salah oleh
para pengusaha dimana menggali sumber daya mineral dan batubara tanpa memperhitungkan
keselamatan lingkungan. Adanya pengelolaan tambang mineral dan batubara secara liar akan
membawa dampak buruk kepada lingkungan hidup. Kasus mafia tambang mineral dan
batubara yang liar atau tanpa izin di Kalimantan timur dan Kalimantan selatan menunjukkan
besarnya eksploitasi secara illegal sumber mineral dan batubara. Laporan masyarakat anti
korupsi Indonesia telah melaporkan banyaknya korupsi atau PNBP (pendapatan negara
bukan pajak), sebagai pengapalan dan penjualan illegal Batubara dengan tujuan satu negara
yang dilakukan oleh pengusaha tambang batu bara dikalimantan timur yang telah merugikan
negara mencapai 9,3 triliun. MAKI telah melaporkan kasus ini kepada pemerintah dan KPK.

2. Rumusan masalah

Adapun masalah yang akan dibahas ialah;

 Bagaimana pengelolaan pertambangan mineral batu bara menurut uu nomor 3 tahun


2020 ?
 Bagaimana Implikasi dari perubahan uu nomor 4 tahun 2009 ke uu nomor 3 tahun
2020 terhadap pemerintahan?

BAB II

Teori

1. Rumusan kebijakan publik

Perumusan kebijakan adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik secara
keseluruhan. Oleh karena itu apa yang terjadi pada fase ini akan sangat menentukan berhasil
tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu pada masa yang akan datang. Perlu diingat pula bahwa
perumusan kebijakan publik yang baik adalah perumusan yang berorientasi pada implemantasi
dan evaluasi, sebab sering kali para pengambil kebijakan beranggapan bahwa perumusan
kebijakan publik yang baik adalah sebuah konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan
normatif, namun tidak membumi ( Putra, 2001).

Dalam tataran konseptual perumusan kebijakan tidak hanya berisi cetusan pikiran atau
pendapat para pemimpin yang mewakili anggota, tetapi juga berisi opini publik (publik opinion)
dan suara publik (publik voice), seperti dijelaskan oleh Parson (1997). Hal ini disebabkan oleh
proses pembuatan kebijakan pada esensinya tidak pernah bebas nilai (value free) sehingga
berbagai kepentingan akan selalu mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.
Beberapa pakar menjelaskan bahwa proses perumusan kebijakan publik selalu dan harus
memperhatikan beberapa karakteristik penting agar dapat mencapai sasaran kebijakan yang
dituangkan dalam tahapan implementasi kebijakan. Berbagai peraturan dirumuskan oleh
pimpinan maupun eksekutif yang ditindaklanjuti oleh birokrasi terkait bekerja- sama dengan
masyarakat (stakeholders). Konsepsi itu membe- rikan petunjuk bahwa kegagalan implementasi
kebijakan merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab jajaran birokrasi.

Proses perumusan masalah kebijakan tidak mengikuti aturan-aturan yang definitif, karena
masalah kebijakan itu sendiri sedemi- kian kompleks. Karena itu, masalah kebijakan merupakan
tahap paling kritis dalam analisa kebijakan, karena analis lebih sering memecahkan masalah
yang salah dari pada menemukan pemecahan yang salah atas masalah yang benar. Kesalahan
fatal dalam analisa kebijakan adalah memecahkan rumusan masalah yang salah karena analis
dituntut untuk memecahkannya secara benar.

Kemampuan untuk mengenali perbedaan antara situasi problematis, masalah kebijakan dan
isu kebijakan sangat penting guna memahami pelbagai cara bagaimana pengalaman sehari-hari
diterjemahkan kedalam ketidak sepakatan mengenai arah tindakan pemerintah baik yang aktual
maupun potensial. Rumusan masalah sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi dari pelbagai
pelaku kebijakan–anggota parlemen, administra- tor, pemimpin bisnis dan kelompok-kelompok
konsumen– sebagai alat dalam memahami situasi problematis. Sebaliknya, setiap rumusan
(formulasi) masalah menentukan cara bagai- mana isu kebijakan didefinisikan.

2. Konflik dan konsensus

Teori konflik ialah sebuah pendekatan umum terhadap keseluruhan ruang lingkup sosiologi
dan merupakan teori dalam paradigma fakta sosial. Menurut Dahrendrof kemunculan teori
konflik pada awalnya merupakan reaksi atas munculnya teori struktural fungsional yang sangat
mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat bahwa di dalam
masyarakat tidak mungkin akan selamanya berada pada titik keteraturan. Hal tersebut terlihat di
dalam masyarakat manapun yang pasti pernah mengalami konflik atau ketegangan-ketegangan.
Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, paksaan, dan kekuasaan dalam
masyarakat.
Konflik berlatarbelakang dengan perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi masyarakat. Perbedaan-perbedaan yang sering terjadi salah satunya adalah menyangkut
ciri fisik, kepandaian, kekayaan, pengetahuan, adat istiadat daerah, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan adanya perbedaan setiap individu tersebut yang menjadikan situasi yang
wajar dalam masyarakat. Karena, tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya.

Ada sebuah konsep kunci lain dalam teori konflik Dahrendorf, yakni “kepentingan”.
Dahrendorf sendiri membagi kelompok sosial menjadi kelompok semu dan kelompok
kepentingan. Pertama kelompok semu. Kelompok semu ini adalah calon kelompok yang
nantinya pun akan menjadi kelompok kepentingan. Hanya saja kelompok semu saat itu belum
sadar akan kepentingan apa yang harus diperjuangkan atau dikatakan bersifat laten. Sedangkan
kelompok kepentingan ialah dimana kelompok ini telah sadar apa yang harus diperjuangkan dan
menjadi kepentingan asosiasi tersebut atau bersifat manifest. Perlu diketahui bahwa mode
perilaku yang berpindah ( belum sadar menjadi tersadar) ialah termasuk karakteristik dari
kelompok kepentingan atas peralihan dari kelompok semu yang pada akhirnya telah sadar.

Teori Konsensus berpendapat bahwa aturan kebudayaan suatu masyarakat, atau struktur,
menentukan perilaku anggotanya, menyalurkan tindakan-tindakan mereka dengan cara-cara
tertentu yang mungkin berbeda dari masyarakat yang lain. Hal ini seperti tata tertib yang
diterapkan diberbagai bidang salah satunya setiap sekolah yang mempunyai batasan- batasan
tertentu yang tidak boleh dilanggar. Begitupun Individu akan berperilaku yang sama dalam latar
sosial karena mereka dibatasi oleh aturan-aturan oleh kebudayaan yang sama. Meskipun hal ini
tidak nampak dalam hal struktur fisiknya, orang yang disosialisasikan dalam aturan ini
menemukan hal yang menentukan dan kepastian.

Menurut teori sosiologi, sosialisasi menjadi norma dan nilai menghasilkan kesepakatan, atau
konsensus. Salah satunya mengenai perilaku dan keyakinan orang-orang yang sesuai, tanpa
kedua hal ini masyarakat tidak dapat hidup. Itulah sebabnya cara pandang ini disebut teori
konsensus. Melalui sosialisasi, aturan-aturan kebudayaan menstrukturkan perilaku, menjamin
konsensus dalam hal perilku yang di harapkan,dan oleh karena itu menjamin keteraturan sosial.
Emil Durkheim membangun sebuah kesimpulan bahwa eksistensi masyarakat tergantung pada
konsensus moral. Ide bahwa konsensus moral adalah kondisi yang diperlukan bagi mewujudkan
keteraturan sosial adalah salah satu postulat teori sosial fungsional. Konsensus terkandung dalam
konsepnya yang terkenal yaitu kesadaran kolektif yang artinya sumber solidaritas yang
mendorong mereka untuk mau bekerja sama.

3. Teori lingkungan hidup

Teori lingkungan ini memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan
berharga pada dirinya sendiri. Tidak hanya manusia yang mempunyai nilai, alam juga
mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Biosentrisme menolak
argumen antroposentrisme, karena yang menjadi pusat perhatian dan yang dibela oleh teori ini
adalah kehidupan, secara moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini
mempunyai nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan diselamatkan.

Konsekuensinya alam semesta adalah sebuah komunitas moral baik pada manusia maupun
pada makhluk hidup lainnya. Manusia maupun bukan manusia sama-sama memiliki nilai moral,
dan kehidupan makhluk hidup apapun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap
keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung rugi bagi kepentingan
manusia.

BAB III

ISI

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral


Batubara

1. Alur & Kronologi Pembentukan nya

Pada tahun 2009 DPR telah mengsahkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang merupakan revisi dari UU No. 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan. Revisi dilakukan, terutama untuk
mengembalikan fungsi dan kewenangan negara terhadap penguasaan sumber daya alam yang
dimiliki, dan diharapkan dapat membawa perbaikan dalam pengelolaan sektor pertambangan di
Tanah Air. Dengan demikikian amanat Pancasila dan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, benar-benar dapat diwujudkan.

Jika dibandingkan dengan UU No 11 tahun 1967, UU Minerba memang telah memuat


beberapa perbaikan yang cukup mendasar. Yang paling penting di antaranya, adalah
ditiadakannya sistem kontrak karya bagi pengusahaan pertambangan yang digantikan dengan
sistem izin usaha pertambangan (IUP).

UU Mineral batubara juga mengakomodasi kepentingan daerah, dengan memberikan


kewenangan kepada pemerintah daerah untuk dapat menjalankan fungsi perencanaan,
pembatasan luas wilayah dan jangka waktu izin usaha pertambangan

2. Peran Masyarakat Sipil


 Birokrasi pelayanan pertambangan

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu


kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang
tertuang dalam rencana strategis suatu organisasi. Ada 5 (lima) indikator untuk mengukur kinerja
birokrasi pubik , yaitu sebagai berikut:

a) Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga
efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umunya difahami sebagai rasio antara input
dengan output.
b) Kualitas Layanan Banyak pandangan negatif muncul karena ketidakpuasan masyarakat
terhadap kualitas pelayanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian,
ketidakpuassan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi
publik.
c) Responsivitas responsivitas dimaksud sebagai salah satu indikator kinerja karena
responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organinsasi publik dalam
menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
d) Responsibilitas Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi
public itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar.
e) Akuntabilitas Akuntabilitas publik Menujuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
 Prosedur Izin Pertambangan Pemberian izin usaha pertambangan (IUP) batuan
Berdasarkan PP No 23 tahun 2010 dilakukan dengan permohonan wilayah.
Permohonan wilayah maksudnya adalah setiap pihak badan usaha, koperasi atau
perseorangan yang ingin memiliki IUP harus menyampaikan permohonan kepada mentri,
gubernur atau bupati atau walikota sesuai kewenangannya. UIP diberikan melalui 2
tahapan yaitu:
a) Pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP)
b) Pemberian izin usaha pertambangan (IUP)

a) PEMBERIAN WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN (WIUP)


Badan usaha, koperasi atau perseorangan mengajukan permohonan wilayah untuk
mendapatkan WIUP batuan kepada mentri, gubernur atau bupati/walikota sesuai
kewenangannya.Sebelum memberikan WIUP, mentri harus mendapatkan rekomendasi
dari gubernur dan bupati/walikota dan gubernur harus mendapat rekomendasi dari
bupati/walikotaMentri gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat 10 hari
kerja setelah diterima permohonan wajib memberikan keputusan menerima atau menolak
atas permohonan WIUP.Keputusan menerima disampaikan kepada pemohon WIUP
disertai dengan penyerahan peta WIUP berikut batas koordinat WIUP. Keputusan
menolak harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon WIUP disertai alasan
penolakan.
b) PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP)
IUP terdiri atas: IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi Persyaratan IUP
eksplorasi dan IUP operasi produksi meliputi persyaratan: administrative, teknis,
lingkungan, dan finansial.

 Jenis-jenis Perizinan Pertamabangan


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010, ada 3 (tiga) jenis izin yang
dikeluarkan oleh pemerintah (Mentri, Gubernur, Bupati/Walikota) sesuai dengan
kewenanganya, yaitu:Izin usaha pertambangan (IUP) Izin usaha pertambangan (IUP)
adalah legalitas pengelolaan dan pengusahaan bahan galian yang diperuntukkan bagi
badan usaha swasta nasional, maupun badan usaha asing, koperasi, dan perseorangan.
Izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Izin usaha pertambangan khusus, dikeluarkan
untuk melakukan pengusahaan pertambangan pada wilayah izin usaha pertambangan
(WIUPK). Izin pertambangan rakyat Pertambangan rakyat adalah salah satu persoalan
krusial bidang pertambangan saat ini. Meskipun diusahakan secara tradisional, tetapi
kadang meliputi wilayah yang cukup luas, karena diusahakan oleh masyarakat setempat,
dengan pelaku usaha yang banyak.
3. Dampak Perubahan UUD Terhadap Pengelolaan Pertambangan
UU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba Perubahan) baru disahkan pada
tanggal 20 Mei Tahun 2020, maka untuk mengukur ketercapaian dan efektivitasnya sulit
diukur karena belum terbitnya peraturan pelaksananya sebagai dasar pelaksanaannya.
Bila dikaitkan penjelasan umum UU Minerba Perubahan dengan Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan peraturan
pelaksanaannya diharapkan mampu menjadi solusi dari berbagai persoalan dibidang
pertambangan sebagaimana diatur sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. permasalahan serta kondisi
aktual dalam pelaksanaan pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, termasuk
permasalahan lintas sektoral antara sektor Pertambangan dan sektor nonpertambangan.
Beberapa dampak krusial yang diakibatkan oleh disahkannya Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu
Dari sisi ekonomi dan tata kelola, dari sisi sosial, dan sisi lingkungan. Kita
khawatir UU Minerba yang baru itu malah akan mendegradasi tujuan-tujuan yang akan
ingin dicapai dari 3 aspek besar tadi karena UU Minerba baru ini malah akan
menghadirkan resentralisasi kewenangan baik dari aspek perizinan maupun pengawasan.
Padahal, kewenangan yang sebelumnya dimiliki pemerintah daerah bisa memberikan
manfaat terhadap masyarakat di daerah sekitar wilayah pertambangan
Kemudian, dalam hal lingkungan dan pengelolaan tambang juga ada hal-hal yang
kita prihatin. Untuk urusan pengelolaan lingkungan itu, pemerintah terkesan sekarang ini
terlalu memihak kepada perusahaan tambang untuk tidak terlalu memaksakan untuk
melakukan reklamasi bagi pertambangan yang telah selesai, dan itu akan dialihkan
kepada pihak ketiga dalam UU Minerba baru ini juga batas waktu IUPK dinilai tidak
logis dan memberikan kesan keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan
besar. Bahkan, menghilangkan kesempatan perusahaan-perusahaan swasta pemain baru
di sektor pertambangan. Ini menunjukkan terjadinya oligarki yang dipelihara oleh negara.
Kemudian, negara atau pemerintah dengan sengaja menciptakan ketimpangan lintas
generasi. Jadi kalau misalkan wilayah tambang yang sebelumnya bisa dikelola dengan
jangka waktu yang relatif tidak terlalu panjang, dan bisa dilakukan lelang ulang, tetapi
dengan adanya UU Minerba yang baru ini dengan memberikan otomatisasi perpanjangan
yang sangat lama, bahkan bisa diperpanjang lagi ketika ada ketentuan hilirisasi
4. Mengapa UUD Pertambangan Mineral Dan Batubara di Revisi
UU 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Minerba adalah Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan permasalahan dan kebutuhan hukum dalam urusan minerba
Pemerintah dan DPR menilai perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020
merupakan upaya untuk memperbaiki sektor pertambangan mineral dan batubara serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah bersamasama dengan DPR memandang penting dan perlu untuk
melakukan perubahan terhadap UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 6 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai upaya untuk memperbaiki sektor
pertambangan mineral dan batubara agar dapat lebih memberikan kontribusi nyata bagi
negara dan kesejahteraan masyarakat, dimana dalam dalam pelaksanaannya tentu saja
mengacu pada asas manfaat, asas adil, dan merata, berkelanjutan, dan berwawasan
lingkungan, keberpihakan kepada kepentingan bangsa, kepastian hukum, keberpihakan
pada kepentingan bangsa, berpartisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.

Kesimpulan Berdasarkan Teori

Perubahan atas UUD Pertambangan mineral batubara didasari atas kepentingan bersama
termasuk kepada alamnya sendiri. Perubahan UUD tersebut didasari atas perkembangan
permasalahan dan kepastian hukum yang terjadi. Melakukan perubahan UUD tersebut untuk
memberikan kontribusi yang nyata bagi negara dan untuk kesejahteraan negara dan masyarakat.
Sesuai dengan teori perumusan kebijakan publik yang selalu dan harus memperhatikan beberapa
karakteristik penting agar dapat mencapai sasaran kebijakan yang dituangkan dalam tahapan
implementasi kebijakan dan juga memenuhi sasaran dan berpengaruh terhadap masyarakat
banyak bukan segelintir kepentingan saja.

Kesimpulan

Terkait kewenangan pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten kota
dibidang pertambangan mengalami perubahan yang signifikan, alam UU No. 3 Tahun 2020
setidaknya merevisi 135 pasal dari 217 pasal yang terdapat pada UU N0. 4 Tahun 2009, yang
secara rinci terdapat 73 pasal yang telah ditambahkan, 51 Pasal diubah, dan 11 pasal dihapuskan.
Sebanyak 19 pasal yang telah direvisi yang bertalian dengan kewenangan pemerintah daerah
hampir seluruh kewenangan pemerintah daerah ditarik menjadi kewenangan pusat menyisihkan
ruang pendelegasian terhadap sebagian kewenangan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah
provinsi untuk penerbitan IPR dan SIPB, sedangkan pemerintah kabupaten/kota tidak lagi
memiliki kewenangan dibidang pertambangan. Urusan pemerintah dibidang pertambangan
mineral dan batubara juga syogunnya mengikut sertakan pemerintah daerah. Pemberian
kewenangan terhadap pemerintah daerah dibidang pertambangan mineral dan batubara
diharapkan pertama, dalam penguatan desentralisasi dan otonomi daerah menjadikan rakyat
sebagai subjek pembangunan maka dari itu tercipta ruang partisipasi rakyat dan tertampungnya
aspirasi rakyat, sehingga dalam pengelolaan sumber daya alam dapat berkelanjutan dan
memenuhi semua pemangku kepentingan. Kedua pengelolaan SDA pada prinsipnya juga
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah, pemerintah daerah dan negara
serta tercipta lapangan pekerjaan untuk masyarakat didaerah. Langkah ini sekaligus juga
diarahkan untuk mengurangi potensi konflik di lapangan, memperkuat pengawasan, dan
menyederhanakan perizinan dalam skala dan luasan wilayah maupun golongan tertentu.
Memaknai Penguasaan ataupun kewenangan terhadap pertambangan mineral dan batubara dalam
rangka caracter state dan dapat diderivasi kepada daerah yang sifatnya kedaerahan (locality
state).

Anda mungkin juga menyukai