Anda di halaman 1dari 3

Nama :Bayu Canggih Budi Prakoso

NIM :A.111.21.0244

Kelas : D Hukum (pagi)

UTS HUKUM ADAT

1. Hukum adat sebagai aspek kebudayaan tentu bermakna bahwa hukum adat itu bersifat dinamis
sekaligus statis . Dinamis dia selalu ikut perkembangan suatu peradaban namun tetap statis pada nilai
nilai yg esensial. Misal didalam menjatuhkan hukuman bagi pelanggar adat, semakin tinggi statusnya
maka semakin berat hukuman nya. Bukan sama seperti hukum romawi. Malah kadang terbalik makin
berkuasa seseorang maka makin ringan hukumannya.

Statis bermakna bahwa walaupun hukum adat telah berkolaborasi ataupun berkonvergensi dengan
budaya luar dia tetap statis pada

centralnya. Kalau dalam bahasa politik tetap pada titik nilai nilai luhur Pancasila. Prof. Dr. Soeripto, SH
dalam pidato pengukuhan nya sebagai guru besar ditahun 1956 mengatakan hukum adat adalah hukum
Pancasila.

2. pendapat saya, Pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat memang penting, karena harus
diakui tradisional masyarakat hukum adat lahir dan telah ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbentuk. Namun dalam perkembangannya hak-hak tradisional inilah yang harus
menyesuaikan dengan prinsip-prinsip dan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui
persyaratan-persyaratan normatif dalam peraturan

perundang-undangan itu sendiri. Pada banyak sisi, persyaratan normatif tersebut menjadi kendala
keberadaan hak-hak masyarakat hukum adat, karena :

Pertama, dalam praktik penyelenggaran pembangunan, rumusan frasa “sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara.

Kesatuan Republik Indonesia” dimaknai bahwa kehadiran hak-hak masyarakat hukum adat sebagai
pranata yang diakui sepanjang tidak bertentangan dengan semangat pembangunan, sehingga ada kesan
pemerintah mengabaikan hak masyarakat hukum adat. Sementara secara faktual di masyarakat terjadi
semangat menguatkan kembali hak-hak masyarakat hukum adat.
Kedua, dalam UUD 1945 disebutkan bahwa hak-hak tradisional masyarakat hukum adat dihormati
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam UU. Dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 sebagai hasil
amandemen kedua menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak- hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-
undang.

3.Sistem kekerabatan parental ( bilateral) Konsekuensi sistem kekerabatan parental yaitu berlaku
peraturan yang sama mengenai perkawinan, kewajiban memberi nafkah, penghormatan, dan
pewarisan.

EX :Seseorang akan memperoleh semenda dari jalan perkawinan, baik perkawinan langsung atau
perkawinan sanak kandungnya. anak menghubungkan diri dengan kedua orangtuanya dan kerabat
ayah-ibunya secara bilateral. Sistem kekerabatan ini berlaku pada masyarakat Jawa, sunda, madura,
Kalimantan dan Sulawesi (Makasar).

• Sistem kekerabatan patrilineal

Konsekuensi sistem kekerabatan patrilineal adalah keturunan dari pihak bapak (lelaki) memiliki
kedudukan lebih tinggi. Hak-hak yang diterima juga lebih banyak.

EX : anak menghubungkan diri dengan ayahnya ( berdasarkan garis keturunan laki-laki). Sistem
kekerabatan ini berlaku pada masyarakat batak, ambon, asmat dan bali.

• Sistem kekerabatan Matrilineal

Konsekuensi sistem kekerabatan ini yaitu keturunan dari garis ibu dipandang sangat penting.

EX : orang dari garis keturunan ibu mendapatkan jatah lebih banyak dari garis bapak (anak
menghubungkan diri dengan ibunya berdasarkan garis keturunan perempuan). Sistem kekerabatan ini
bisa dijumpai pada masyarakat Minangkabau dan Semando.
4. Sejarah Singkat Hukum Adat di Indonesia

Dalam buku Pengantar Hukum Indonesia oleh Rahman Syamsuddin, keberadaan peraturan adat istiadat
sudah ada sejak zaman kuno yakni zaman pra hindu. Para ahli hukum adat berpendapat bahwa adat
istiadat yang saat itu dijadikan pedoman adalah adat-adat Melayu Polinesia. Seiring berjalannya waktu,
datanglah kultur dari berbagai agama, mulai Hindu, Islam hingga Kristen yang membawa pengaruh
kepada kultur asli tersebut hingga menguasai tata kehidupan masyarakat Indonesia sebagai suatu
hukum adat. Dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum adat di Indonesia yang kini masih bertahan
merupakan akulturasi antara peraturan-peraturan adat istiadat zaman pra-Hindu dan peraturan-
peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen. Setelah terjadi
akulturasi itu, maka hukum adat atau hukum pribumi atau inladsrecht menurut Van Vaollen Hoven
terdiri dari yang tidak ditulis (jus non scriptum) seperti hukum asli penduduk dan yang ditulis (jus
scriptum) seperti ketentuan hukum agama.

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hukum Adat di Indonesia

Di samping kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi alam hingga faktor-faktor
tradisional, ada banyak faktor lain turut mempengaruhi perkembangan hukum adat di Indonesia. Dikutip
dari Pengantar Hukum Indonesia oleh Rahman Syamsuddin, berikut faktor-faktornya:

1. Magis dan animisme

- Pengaruh faktor magis dan animisme di Indonesia berpengaruh besar dalam perkembangan hukum
adat.

2. Faktor agama:

- Pengaruh faktor agama juga merupakan salah satu yang cukup besar dalam perkembangan hukum
adat

3. Faktor kekuasaan yang lebih tinggi:

- Maksud dari kekuasaan yang lebih tinggi adalah kekuasaan raja, kepala kuria, nagari dan sejenisnya.

4. Adanya kekuasaan asing:

- pengaruh kekuasaan penjajah Belanda turut mempengaruhi perkembangan hukum adat di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai