Anda di halaman 1dari 101

INs'ITUT TEKNOIOGI PIN

SKRIPSI

ANALISIS STABILITAS TRANSIEN DAN DISTORSI


HAR]VIONISA SAAT PENAMBAIIAN PEMBANGKIT
PLTS 50 MWAC PADA SISTEM KELISTRIKAN
20 KV BATAM

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD ILHAMSYAH
NIM: 201811172

PROGRAM 51 TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS KETENAGALISTRIKAN DAI{ ENERGI TERBARUKAN
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
2022
ANALISIS STABILITAS TRANSIEN DA}I DISTORSI
HARMONISA SAAT PENAMBAIIAN PEMBANGKIT
PLTS 50 MWAC PADA SISTEM KELISTRIKAN
20 KV BATAM

tNslfiut lEKNolocl Pr"N

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Guna Memperoleh Gelar Sarjana

DISUSUNOLEH:

MUHAMMAD ILHAMSYAH
NIM: 201811172

PROGRAM 51 TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS KETENAGALISTRIKAN DAI\I ENERGI TERBARUKAN
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
JAKARTA 2022
PERJYYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Nama Muhammad llhamsyah


NIM 20t8ttt72
Program Studi Sl Teknik Elektro
Fakultas Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Judul Skripsi Analisis Stabilitas Transien dan Distorsi Harmonisa Saat
Penambahan Pembangkit PLTS 50 MWAC pada Sistem
Kelistrikan 20 kV Batam
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang
pemah diajukan untuk memperoleh gelar Sa{ana baik di lingkungan lnstitut Teknologi
PLN maupun di suatu Perguruan Tinggr, .tan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya ataupendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar putaka.
Pernyataanini dibuat denagn penuh kesadaran dan rasa tanggungjawab serta bersedia
memikul segala risiko jika ternyata pernyataan ini tidak benar.

5 Agustus 2022

'^
Muhammad Ilhamsvah
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

SKRIPSI

ANALISIS STABILITAS TRANSIEN DAN DISTORSI


HARMONISA SAAT PENAMBAHAN PEMBANGKIT
PLTS 50 MWAC PADA SISTEM KELISTRIKAN
20 KV BATAM

Disusun Oleh:

MUIIAMMAD ILIIAMSYAH
NIM:201811172

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

PROGRAM STUDI SI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS KETENAGALISTRIKAN DAN ENERGI TERBARUKAN
INSTITT]T TEKNOLOGI PLN

Jakarta, l5 Agustus 2022

Mengetahui, Disetujui,

Kepala Program Studi

Sl Teknik Elektro

Adri Senen. S.T.. M.T.

NIDN: 0325018402 NIDN:000604E101

ll
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

SKRIPSI

ANALISIS STABILITAS TRANSIEN DAN DISTORSI


HARMONISA SAAT PENAMBAIIAN PEMBANGKIT
PLTS 50 MWAC PADA SISTEM KELISTRIKAN
20 KV BATAM

Disusun Oleh:

MUHAMMAD ILHAMSYAH
NIM: 20181ll72

Telah disidangkan dan dinyatakan LULUS/TIDAK LULUS pada sidang Skripsi


Pada Program Studi Sl Teknik Elektro Fakultas Ketenagalistrikan dan Energi
Terbarukan lnstitut Teknologi PLN pada l5 Agustus 2022

TINI PENGUJI
Nama Jabatan Tanda Tangan

Zico Alaia Akbar Junior, S.Si,, M.Sc, Ph.D Ketua Sidang

Muchamad Nur Qosim, S.T., M.T.

Samsurizal, S.T., M.T.


Sekretaris Sidang

Anggota Sidang
Zh*
/
dY t

Mengetahui,
Kepala Program Studi
Sl Teknik Elektro

NIDN: 0325018402

iii
UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan ini saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat :

Adri Senen, S.T., M.T. Selaku Dosen Pembimbing

Yang telah memberikan petunjuk, saran-saran serta bimbingannya sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.

Jakarta, 15 Agustus 2022

Penulis,

Muhammad Ilhamsyah
201811172

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Institut Teknologi PLN, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Muhammad Ilhamsyah
NIM : 201811172
Program Studi : S1 Teknik Elektro
Fakultas : Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, meyetujui untuk memberikan kepada Institut
Teknologi PLN Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right)
atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Stabilitas Transien dan Distorsi Harmonisa Saat Penambahan
Pembangkit PLTS 50 MWAC Pada Sistem Kelistrikan 20 kV Batam
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaltiti Non eksklusif
ini Institut Teknologi PLN berhak meyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkaln data (database), merawat, dan mempublikasikan Skripsi saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Jakarta Barat


Pada tanggal: 15 Agustus 2022

Yang menyatakan,

(Muhammad Ilhamsyah)

v
ANALISIS STABILITAS TRANSIEN DAN DISTORSI
HARMONISA SAAT PENAMBAHAN PEMBANGKIT
PLTS 50 MWAC PADA SISTEM KELISTRIKAN
20 kV BATAM
Muhammad Ilhamsyah, 201811172
Di bawah bimbingan Adri Senen, S.T., M.T.
ABSTRAK
Beban sistem kelistrikan batam tiap tahun naik terus-menerus, sehingga pembangkit
seharusnya meningkatkan pasokan energi listrik agar terciptanya keseimbangan daya
antara supply dan demand. Maka dari itu PT. Brigth PLN Batam berencana melakukan
pemasangan PLTS 50 MWAC pada sistem kelistrikan 20 kV batam. Pemasangan PLTS
dilakukan karena tidak menghasilkan polusi dan energinya diperoleh secara gratis.
Dengan adanya penambahan PLTS, dapat mempengaruhi stabilitas transien sistem
kelistrikan batam. Oleh karena itu disimulasikan gangguan pelepasan pembangkit,
saluran sirkuit tunggal dan ganda yang kemudian dilakukan kajian bagaimana stabilitas
frekuensi sistem, tegangan GI Muka Kuning dan sudut rotor PLTU Tanjung Kasam. Pada
studi kasus tersebut tetap stabil walaupun sempat mengalami ayunan beberapa detik.
Selain itu, penambahan PLTS ini juga dapat mempengaruhi THD. Didapatkan nilai THD
mengalami kenaikan menjadi 11,77% sehingga melewati toleransi yaitu maksimal 5%
untuk level tegangan <66 kV. Oleh karena itu digunakan metode filter single tuned
harmonisa untuk mengurangi nilai THD. Setelah diterapkan metode tersebut, nilai THD
mengalami penurunan menjadi 4,27%.

Kata Kunci: Stabilitas Transien, Total Harmonic Distortion, Single Tuned Harmonisa

vi
TRANSIENT STABILITY ANALYSIS AND HARMONIC
DISTORTION WHEN ADDING 50 MWAC SOLAR
POWER PLANT ON BATAM'S 20 kV
ELECTRICITY SYSTEM
Muhammad Ilhamsyah, 201811172
Under guidance Adri Senen, S.T., M.T.
ABSTRACT
Batam's electricity Load continues to increase every year, so power plants should
increase the supply of electrical energy to create a power balance between supply and
demand. Therefore PT. Brigth PLN Batam plans to install PLTS 50 MWAC on Batam's
20 kV electricity system. The installation of PLTS is conducted because it doesn’t produce
pollution and the energy is obtained free of charge. With the addition of PLTS, it can
affect the transient stability of the Batam’s electricity. Therefore, a generator lost, single
and double circuit lines were simulated, which was then studied on the stability of the
system frequency, Muka Kuning GI voltage and the rotor angle of the Tanjung Kasam
PLTU. In that study case, it remained stable even though it had swing a few second.
Beside that, the addition of this PLTS can also affect THD. It was obtained that the THD
value increased to 11.77% so that it passed the tolerance, which is a maximum of 5% for
voltage levels <66 kV. Therefore, a single tuned harmonic filter method is used to reduce
the THD value. After the method was applied, the THD value decreased to 4.27%.

Keyword: Transient Stability, Total Harmonic Distortion, Single Tuned Harmonic

vii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................................ iii
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
1.5 Ruang Lingkup Masalah .................................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 5
2.1 Penelitian Yang Relevan .................................................................................... 5
2.2 Landasan Teori ................................................................................................... 6
2.2.1 Sistem Tenaga Listrik ..................................................................................... 6
2.2.2 Stabilitas Sistem Tenaga Listrik ..................................................................... 9
2.2.3 Jenis Stabilitas Sistem Yang Bergantung Pada Sifat Dan Besarnya
Gangguan ................................................................................................................. 16
2.2.4 Faktor Penyebab Yang Mempengaruhi Stabilitas Sistem Tenaga Listrik .... 17
2.2.5 Metode Untuk Meningkatkan Stabilitas Transien Sistem Tenaga................ 18
2.2.6 Distorsi Harmonisa ....................................................................................... 19
2.2.7 Total Harmonic Distortion (THD) ................................................................ 20

viii
2.2.8 Point Of Common Coupling (PCC) .............................................................. 21
2.2.9 Solusi Mengatasi Harmonisa ........................................................................ 22
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 23
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ......................................................................... 23
3.2 Desain Penelitian .............................................................................................. 23
3.3 Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 24
3.4 Metode Analisis Data ....................................................................................... 24
3.4.1 Memodelkan SLD dan menginput data sistem kelistrikan batam ................ 24
3.4.2 Simulasi dan Analisis Aliran Daya ............................................................... 24
3.4.3 Simulasi Dan Analisis Gangguan Stabilitas Transien .................................. 25
3.4.4 Simulasi Dan Analisis Distorsi Harmonisa .................................................. 25
3.4.5 Perhitungan Total Voltage Harmonic Distortion (THDV) ........................... 25
3.4.6 Perhitungan Filter Single Tuned Harmonisa ................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 28
4.1 Data Kondisi Eksisting Sistem Kelistrikan Batam ........................................... 28
4.2 Kondisi Eksisting Aliran Daya Sistem Kelistrikan Batam Tahun 2022 .......... 31
4.3 Kondisi Eksisting Stabilitas Transien Sistem Kelistrikan Batam Tahun 2022 32
4.4 Studi Kasus Stabilitas Transien Saat Penambahan Pembangkit PLTS Pada
Tahun 2023 .................................................................................................................. 34
4.4.1. Pelepasan Pembangkit .................................................................................. 34
4.4.1.1. Pelepasan Pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II ............................ 35
4.4.2. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal ................................................................... 38
4.4.2.1. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line1 Panaran-Muka Kuning ........ 39
4.4.2.2. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line2 Panaran-Muka Kuning ........ 42
4.4.2.3. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line1 Muka Kuning-Tanjung
Kasam…… .............................................................................................................. 45
4.4.2.4. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line2 Muka Kuning-Tanjung
Kasam…… .............................................................................................................. 48
4.4.3. Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda ..................................................................... 51
4.4.3.1. Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda Line1 & Line2 Panaran-Muka
Kuning…… ............................................................................................................. 52

ix
4.4.3.2. Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda Line1 & Line2 Muka Kuning-Tanjung
Kasam…… .............................................................................................................. 55
4.5. Kondisi Eksisting Distorsi Harmonisa Sistem Kelistrikan Batam Tahun
2022… ......................................................................................................................... 58
4.6. Studi Kasus Distorsi Harmonisa Saat Penambahan Pembangkit PLTS Pada
Tahun 2023 .................................................................................................................. 61
4.6.1. Penambahan Pembangkit .............................................................................. 62
4.6.2. Penambahan Filter Single Tuned Harmonisa ................................................ 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 72
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 72
5.2 Saran ................................................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

x
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Batasan tegangan sistem berdasarkan aturan jaringan ................................... 15
Tabel 2. 2 Standar distorsi tegangan harmonik berdasarkan pemakaian level tegangan 20
Tabel 2. 3 Standar distorsi arus harmonik berdasarkan rasio arus hubung singkat dan
arus beban........................................................................................................................ 21
Tabel 4. 1 Data eksisting kapasitas pembangkit sistem kelistrikan batam ..................... 29
Tabel 4. 2 Data penambahan pembangkit di sistem kelistrikan batam ........................... 29
Tabel 4. 3 Data eksisting saluran sistem kelistrikan batam ............................................ 29
Tabel 4. 4 Data eksisting beban sistem kelistrikan batam .............................................. 30
Tabel 4. 5 Aliran daya antar gardu induk ........................................................................ 31
Tabel 4. 6 Studi kasus pelepasan pembangkit ................................................................. 35
Tabel 4. 7 Studi kasus pelepasan saluran sirkuit tunggal ................................................ 38
Tabel 4. 8 Studi kasus pelepasan saluran sirkuit ganda .................................................. 51
Tabel 4. 9 Studi kasus penambahan pembangkit ............................................................ 62
Tabel 4. 10 Studi kasus penambahan Filter Single Tuned Harmonisa ........................... 66
Tabel 4. 11 Nilai THD untuk kondisi eksisting, penambahan pembangkit dan
penambahan filter single tuned harmonisa ...................................................................... 70
Tabel 4. 12 Nilai tegangan yang hilang untuk kondisi eksisting, penambahan
pembangkit dan penambahan filter single tuned harmonisa ........................................... 71
Tabel 4. 13 Nilai rugi-rugi daya aktif trafo GI Muka Kuning untuk kondisi eksisting,
penambahan pembangkit dan penambahan filter single tuned harmonisa ...................... 71

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Klasifikasi Stabilitas Sistem Tenaga Berdasarkan Jangka Waktu ............. 10
Gambar 2. 2 Respon Sudut Rotor Saat Terjadi Gangguan.............................................. 10
Gambar 2. 3 Sistem Penggerak Mula Generator ............................................................. 11
Gambar 2. 4 Tanggapan Generator Terhadap Penurunan Frekuensi .............................. 13
Gambar 2. 5 Rangkaian Ekivalen Generator Sinkron ..................................................... 16
Gambar 2. 6 Bentuk gelombang harmonisa per orde ...................................................... 19
Gambar 2. 7 Point Of Common Coupling Pada Sistem Distribusi ................................. 22
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian ............................................................................. 23
Gambar 4. 1 Single Line Diagram Sistem Kelistrikan Batam ........................................ 28
Gambar 4. 2 Report hasil aliran daya sistem kelistrikan batam tahun 2022 ................... 31
Gambar 4. 3 Grafik kondisi eksisting respon sudut rotor tanpa gangguan ..................... 33
Gambar 4. 4 Grafik kondisi eksisting respon frekuensi tanpa gangguan ........................ 33
Gambar 4. 5 Grafik kondisi eksisting respon tegangan tanpa gangguan ........................ 34
Gambar 4. 6 Lokasi Pelepasan Pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II di GI Muka
Kuning ............................................................................................................................. 35
Gambar 4. 7 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya PLTS
Muka Kuning I dan II...................................................................................................... 36
Gambar 4. 8 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya PLTS Muka Kuning I dan II
......................................................................................................................................... 37
Gambar 4. 9 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya PLTS Muka
Kuning I dan II ................................................................................................................ 38
Gambar 4. 10 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line1 Panaran-Muka Kuning
......................................................................................................................................... 39
Gambar 4. 11 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit tunggal Line1 Panaran-Muka Kuning ..................................................... 40
Gambar 4. 12 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit tunggal Line1
Panaran-Muka Kuning .................................................................................................... 41
Gambar 4. 13 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
tunggal Line1 Panaran-Muka Kuning ............................................................................. 42
Gambar 4. 14 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line2 Panaran-Muka Kuning
......................................................................................................................................... 43

xii
Gambar 4. 15 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit tunggal Line2 Panaran-Muka Kuning ..................................................... 43
Gambar 4. 16 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit tunggal Line2
Panaran-Muka Kuning .................................................................................................... 44
Gambar 4. 17 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
tunggal Line2 Panaran-Muka Kuning ............................................................................. 45
Gambar 4. 18 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line1 Muka Kuning-Tanjung
Kasam .............................................................................................................................. 46
Gambar 4. 19 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit tunggal Line1 Muka Kuning-Tanjung Kasam......................................... 46
Gambar 4. 20 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit tunggal Line1
Muka Kuning-Tanjung Kasam ........................................................................................ 47
Gambar 4. 21 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
tunggal Line1 Muka Kuning-Tanjung Kasam ................................................................ 48
Gambar 4. 22 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line2 Muka Kuning-Tanjung
Kasam .............................................................................................................................. 49
Gambar 4. 23 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit tunggal Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam......................................... 49
Gambar 4. 24 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit tunggal Line2
Muka Kuning-Tanjung Kasam ........................................................................................ 50
Gambar 4. 25 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
tunggal Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam ................................................................ 51
Gambar 4. 26 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda Line1& Line2 Panaran-Muka
Kuning ............................................................................................................................. 52
Gambar 4. 27 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit ganda Line1 dan Line2 Panaran-Muka Kuning ...................................... 53
Gambar 4. 28 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit ganda Line1
dan Line2 Panaran-Muka Kuning ................................................................................... 54
Gambar 4. 29 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
ganda Line1 dan Line2 Panaran-Muka Kuning .............................................................. 55
Gambar 4. 30 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda Line1& Line2 Muka Kuning-
Tanjung Kasam ............................................................................................................... 56

xiii
Gambar 4. 31 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit ganda Line1 dan Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam .......................... 56
Gambar 4. 32 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit ganda Line1
dan Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam....................................................................... 57
Gambar 4. 33 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
ganda Line1 dan Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam .................................................. 58
Gambar 4. 34 Kondisi eksisting kontribusi distorsi harmonisa tiap orde pada GI Muka
Kuning ............................................................................................................................. 59
Gambar 4. 35 Kondisi eksisting total harmonic distortion (THD) di bus Outgoing 20 kV
Muka Kuning .................................................................................................................. 60
Gambar 4. 36 Kondisi eksisting gelombang tegangan GI Muka Kuning yang mengalami
Distorsi ............................................................................................................................ 61
Gambar 4. 37 Nilai rugi-rugi daya aktif trafo GI Muka Kuning ..................................... 61
Gambar 4. 38 Lokasi Penambahan Pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II di GI Muka
Kuning ............................................................................................................................. 62
Gambar 4. 39 Besar kontribusi distorsi harmonisa tiap orde pada GI Muka Kuning saat
penambahan pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II .................................................. 63
Gambar 4. 40 Besar total harmonic distortion (THD) di bus Outgoing 20 kV Muka
Kuning saat penambahan pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II .............................. 64
Gambar 4. 41 Gelombang tegangan GI Muka Kuning yang mengalami distorsi saat
penambahan pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II .................................................. 65
Gambar 4. 42 Nilai rugi-rugi daya aktif trafo GI Muka Kuning ..................................... 65
Gambar 4. 43 Besar kapasitas filter single tuned harmonisa .......................................... 67
Gambar 4. 44 Lokasi Penambahan Filter Single Tuned Harmonisa di GI Muka Kuning
......................................................................................................................................... 67
Gambar 4. 45 Besar kontribusi distorsi harmonisa tiap orde pada GI Muka Kuning
setelah pemasangan filter single tuned harmonisa .......................................................... 68
Gambar 4. 46 Besar total harmonic distortion (THD) di bus Outgoing 20 kV Muka
Kuning setelah pemasangan filter single tuned harmonisa ............................................. 69
Gambar 4. 47 Gelombang tegangan GI Muka Kuning yang mengalami distorsi setelah
pemasangan filter single tuned harmonisa ...................................................................... 70
Gambar 4. 48 Nilai rugi-rugi daya aktif trafo GI Muka Kuning ..................................... 70

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Batam merupakan salah satu kota penting dan strategis, merupakan pintu
gerbang internasional di wilayah barat Indonesia, terletak dekat dengan singapura dan
menjadi kawasan yang sangat strategis baik dari aspek sosial ekonomi, maupun
pertahanan keamanan. Batam memiliki banyak waduk alam, baik yang besar maupun
yang kecil, yaitu di antaranya waduk duriangkang, tembesi, muka kuning, harapan, nogsa
dan ladi. Waduk-waduk tersebut mempunyai potensi untuk dipasang PLTS Apung
(Floating PV System) dalam jumlah dan kapasitas yang cukup signifikan dengan mengacu
pada permen PUPR No. 6 tahun 2020, yang menginjinkan luas permukaan danau dapat
digunakan untuk PLTS Apung.
Sistem kelistrikan batam saat ini memiliki gardu induk berjumlah 15 dengan
beban puncak sebesar 364,27 MW. Untuk unit pembangkit berjumlah 12 unit dengan total
ketersediaan Daya Pembangkitan sebesar 368,12 MW. Beban sistem kelistrikan batam
tiap tahun naik secara terus-menerus, sehingga pembangkit sudah seharusnya
meningkatkan pasokan energi listrik agar terciptanya keseimbangan daya antara supply
dan demand. Umumnya, pembangkit berenergi fosil yang dilakukan pengembangan atau
penambahan karena pembangkit tersebut yang investasinya terbilang murah untuk
memperoleh kapasitas pembangkit yang besar. Akan tetapi, semakin banyaknya
pembangkit berenergi fosil dapat berdampak buruk kepada lingkungan, sehingga
sebaiknya mengganti pembangkit bernergi fosil dengan pembangkit energi baru
terbarukan seperti PLTS karena tidak menghasilkan polusi, energinya dapat diperoleh
secara gratis dalam jumlah yang besar, tidak dapat habis dan berpotensi digunakan dalam
jangka waktu yang panjang. Maka dari itu PT. Brigth PLN Batam berencana melakukan
pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau biasa disingkat PLTS pada sistem
kelistrikan batam.
Dengan adanya penambahan PLTS pada sistem kelistrikan batam, dapat
mempengaruhi stabilitas transien sistem kelistrikan batam. Stabilnya sistem dapat dilihat
dari beberapa parameter yaitu frekuensi, tegangan dan sudut rotor. Ketiga parameter ini
yang menjadi acuan stabilnya sistem tenaga listrik karena sudah dapat merepresentasikan

1
parameter lainnya. Gangguan sering terjadi pada sistem tenaga listrik yang dapat
mengganggu stabilitas frekuensi, tegangan dan sudut rotor. Gangguan yang sering terjadi
yaitu lepasnya pembangkit, saluran transmisi sirkuit tunggal dan sirkuit ganda. Selain
itu, penambahan PLTS ini juga dapat mempengaruhi kualitas daya dalam hal ini
harmonisa. PLTS merupakan pembangkit energi terbarukan dengan sumbangsih
harmonisa cukup besar dengan contoh peralatannya yaitu inventer. Peralatan tersebut
merupakan peralatan elektronika daya yang menghasilkan harmonisa yang sangat besar.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian terkait bagaimana stabilitas
frekuensi, stabilitas tegangan dan stabilitas sudut rotor saat penambahan pembangkit
PLTS berkapasitas 50 MW pada sistem kelistrikan batam. Masuknya Pembangkit PLTS
50 MW pada sistem kelistrikan batam dapat mengganggu stabilitas frekuensi, stabilitas
tegangan dan stabilitas sudut rotor yang membuat nilainya di bawah standar yang
diizinkan, sehingga nantinya akan dilakukan simulasi gangguan saat penambahan
pembangkit tersebut untuk mengetahui apakah sistem tetap stabil saat diberi gangguan.
Kemudian akan dibahas juga terkait nilai total harmonic distortion saat penambahan
PLTS 50 MWAC pada sistem kelistrikan batam. Dengan masuknya pembangkit PLTS
50 MWAC pada sistem kelistrikan batam, maka akan membuat nilai total harmonic
distortion-nya melewati batas toleransi yang diizinkan. Oleh karena itu akan digunakan
metode filter single tuned harmonisa untuk mengurangi nilai total harmonic distortion-
nya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana kondisi stabilitas transien sistem kelistrikan batam saat penambahan
pembangkit PLTS berkapasitas 50 MWAC setelah disimulasikan gangguan
pelepasan pembangkit, saluran sirkuit tunggal dan sirkuit ganda ?
2. Bagaimana nilai total harmonic distortion saat penambahan pembangkit PLTS 50
MWAC pada sistem kelistrikan batam ?
3. Bagaimana penerapan metode filter single tuned harmonisa dapat mengurangi
nilai total harmonic distortion saat penambahan pembangkit PLTS 50 MWAC
pada sistem kelistrikan batam ?

2
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi stabilitas transien sistem kelistrikan batam saat penambahan
pembangkit PLTS berkapasitas 50 MWAC setelah disimulasikan gangguan
pelepasan pembangkit, saluran sirkuit tunggal dan sirkuit ganda
2. Mengetahui nilai total harmonic distortion saat penambahan pembangkit PLTS
50 MWAC pada sistem kelistrikan batam
3. Menganalisis penerapan metode filter single tuned harmonisa dalam mengurangi
nilai total harmonic distortion saat penambahan pembangkit PLTS 50 MWAC
pada sistem kelistrikan batam

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui penyebab terganggunya stabilitas transien sistem kelistrikan batam.
2. Mengetahui penyebab tingginya nilai Total Harmonic Distortion (THD) pada
sistem kelistrikan batam
3. Mengetahui cara mengurangi nilai Total Harmonic Distortion (THD) pada sistem
kelistrikan batam
4. Mengetahui apakah penanggulangan yang dilakukan dapat mengurangi nilai Total
Harmonic Distortion (THD) pada sistem kelistrikan batam

1.5 Ruang Lingkup Masalah


Adapun ruang lingkup masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:
1. Simulasi ini menggunakan perangkat lunak DIgSILENT Powerfactory 15.1
2. Hanya melakukan simulasi gangguan pelepasan pembangkit, saluran sirkuit
tunggal dan saluran sirkuit ganda
3. Tidak membahas perancangan sistem PLTS

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab. Dimana pada BAB I
Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, ruang
lingkup masalah, dan sistematika penulisan; Bab II Tinjauan Pustaka yang berisi
penelitian yang relevan dan landasan teori; Bab III Metode Penelitian yang berisi tempat
dan waktu penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis
3
data; Bab IV Hasil dan Pembahasan yang berisi hasil dan pembahasan; Bab V Penutup
yang berisi kesimpulan dan saran.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Yang Relevan


(Ahmad, 2016) Dalam jurnalnya yang berjudul “Transient Stability Analysis of
Generation and Transmission System Of A Thermal Power Plant Of Pakistan.” Dalam
jurnal ini membahas tentang respon frekuensi, sudut rotor, tegangan, suplai daya aktif,
kecepatan rotor dan suplai arus generator saat terjadi gangguan hubung singkat pada
gardu induk tegangan ekstra tinggi dan saluran transmisi.
(Friansah, 2018) Dalam penelitiannya yang berjudul “Studi Stabilitas Transien
Akibat Perubahan Konfigurasi Jaringan Transmisi JAMALI 500 kV dengan Penambahan
Kapasitas Pembangkit 5200 MW Tahun 2025.” Dalam jurnal ini membahas tentang
respon sudut rotor, frekuensi dan tegangan pada generator saat diberikan gangguan
pelepasan pembangkit, pelepasan saluran transmisi dan hubung singkat pada saluran
transmisi setelah dilakukan penambahan kapasitas pembangkit 5200 MW tahun 2025.
Dalam jurnal ini juga membahas mitigasi yang dilakukan untuk meningkatkan stabilitas
sistem saat terjadi gangguan hubung singkat yaitu critical clearing time dan single pole
auto reclosing.
(Yudhantomo et al., 2019) Dalam jurnalnya yang berjudul “Transient Stability
Analysis in Grid Integrated Solar Farm.” Dalam jurnal ini membahas tentang dampak
dari integrasi Solar PV terhadap respon sudut rotor dan tegangan yang dihasilkan.
Dampak buruk yang dihasilkan seperti memperburuk stabilitas sistem dan mempercepat
critical clearing time-nya. Untuk mengatasi dampak buruk yang dihasilkan, dengan
memasang kompensator daya reaktif.
(Rezky et al., 2016) Dalam jurnalnya yang berjudul “Studi Analisa Stabilitas
Transien Sistem Jawa-Madura-Bali (Jamali) 500kV Setelah Masuknya Pembangkit
Paiton 1000 MW Pada Tahun 2021”. Dalam jurnal ini membahas tentang bagaimana
respon sudut rotor, frekuensi dan tegangan generator ketika disimulasikan gangguan trip
generator, saluran lepas dan hubung singkat pada saluran transmisi. Dalam jurnal ini pun
membahas bagaimana menentukan waktu kerja paling bagus untuk critical clearing time
dan single pole auto reclosing.

5
(Sinvula, Abo-al-ez and Kahn, 2019) Dalam jurnalnya yang berjudul “Total
Harmonics Distortion (THD) with PV System Integration in Smart Grids: Case Study”.
Dalam jurnal ini membahas tentang bagaimana penambahan pembangkit PLTS pada
jaringan distribusi di titik point of common coupling (PCC) dapat menaikkan nilai Total
Harmonic Distortion (THD).
(Ayub et al., 2014) Dalam jurnalnya yang berjudul “The Impact of Grid-
Connected PV Systems on Harmonic Distortion”. Dalam jurnal ini membahas dampak
yang timbulkan oleh interkoneksi Solar PV terhadap nilai Total Harmonic Distortion arus
dan tegangan yang dihasilkan. Yang menjadi concern utama yaitu pengaruh dari solar
irradiance pada Solar PV.
(Fatkhurrohman, 2015) Dalam penelitiannya yang berjudul “Desain Filter Pasif
Harmonisa Pada Sistem Kelistrikan Cpa Petrochina Tuban”. Dalam penelitian ini
membahas tentang bagaimana menentukan desain filter pasif untuk mengurangi nilai
Total Harmonic Distortion (THD). Sebelumnya disimulasikan kondisi existing untuk
mengetahui selisih nilai Total Harmonic Distortion (THD) sebelum dan sesudah
pemasangan.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik terdiri dari tiga subsistem yaitu sistem pembangkit, sistem
transmisi dan sistem distribusi, dimana sistem tenaga listrik merupakan sistem yang
terintegrasinya sistem pembangkit, sistem transmisi dan sistem distribusi yang berfungsi
menyediakan energi listrik ke konsumen. Energi listrik dimulai dibangkitkan oleh sistem
pembangkit yang berlokasi di pelosok-pelosok jauh dari pemukiman. Kemudian energi
listrik disalurkan ke sistem transmisi yang beroperasi pada tegangan tinggi atau ekstra
tinggi. Digunakannya tegangan tinggi atau ekstra tinggi untuk mengurangi rugi-rugi daya
dan jatuh tegangan dikarenakan saluran transmisi yang sangat panjang. Selanjutnya
energi listrik disalurkan ke sistem distribusi yang berfungsi menyalurkan energi listrik ke
pelanggan.

1. Pembangkit

Pembangkit berfungsi menghasilkan energi listrik dari konversi energi primer


(Lewerissa, 2018). Setelah listrik dihasilkan oleh pembangkit, barulah disalurkan ke

6
transmisi. Pembangkit terdiri dari generator dan prime mover. Jenis-jenis prime mover
bermacam-macam, sesuai dengan sumber energi listrik yang dihasilkan oleh gerak
tersebut antara lain :
a. Mesin Diesel untuk PLTD
b. Turbin Uap untuk PLTU
c. Turbin Gas untuk PLTG
d. Turbin Air untuk PLTA
e. Kincir Angin untuk PLTB
f. Tenaga Surya untuk PLTS

2. Transmisi
Transmisi berfungsi menyalurkan energi listrik dari gardu induk ke gardu induk
lainnya yang dioperasikan pada tegangan tinggi atau ekstra tinggi (Aucla, 2019). Arus
yang mengalir pada penghantar transmisi sangat besar yang membuat rugi-rugi daya dan
jatuh tegangan sangat besar, oleh karena itu digunakan tegangan tinggi untuk mengurangi
besar arus yang mengalir, sehingga rugi-rugi daya dan jatuh tegangan dapat berkurang.
Selain itu, tegangan tinggi juga dapat mengecilkan luas penampang kabel agar
mengurangi biaya kabel dan andongan kabel. Hal itu karena arus dan tegangan
berbanding terbalik dengan daya yang konstan.
Klasifikasi level tegangan transmisi berdasarkan SPLN T6.001 Th. 2013 sebagai
berikut:

a. Tegangan tinggi
Berdasarkan SPLN 1: 1995 menyebutkan bahwa batas Tegangan Tinggi adalah dari
35000 volt sampai dengan 245000 volt (PT. PLN, 1995). Jenis-jenis saluran transmisi
tegangan tinggi yaitu:
1) Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang pemasangannya di udara dan tanpa
isolasi. Saat ini di Indonesia yang sudah diimplementasikan yaitu 70 kV dan 150
kV.
2) Saluran Kabel Bawah Tanah Tegangan Tinggi (SKTT) yang pemasangannya di
bawah tanah dan berisolasi, dimana tujuannya untuk memperindah perkotaan dan
menghindari gangguan eksternal seperti terkena ranting pohon dan layang-layang.
Saat ini di Indonesia yang sudah diimplementasikan yaitu 150 kV.

7
b. Tegangan Ekstra Tinggi
Berdasarkan SPLN 1: 1995 menyebutkan bahwa batas Tegangan Ekstra Tinggi
adalah di atas 245000 volt (PT. PLN, 1995). Jenis-jenis saluran transmisi tegangan ekstra
tinggi yaitu: Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang pemasangannya di
udara dan tanpa isolasi. Saat ini di indonesia yang sudah diimplementasikan yaitu 275 kV
dan 500 kV.
c. Tegangan Tinggi Arus Searah
Berdasarkan SPLN 1: 1995 menyebutkan bahwa batas Tegangan Tinggi Arus
Searah mencapai 1000 kilovolt (PT. PLN, 1995).

3. Distribusi
Distribusi berfungsi membagi energi listrik yang besar dari gardu induk atau
transmisi menuju konsumen. Distribusi terbagi menjadi dua yaitu distribusi primer dan
distribusi sekunder. Distribusi primer adalah jaringan distribusi yang menyalurkan energi
listrik dari gardu induk ke gardu distribusi atau dari gardu induk ke pelanggan yang
dioperasikan pada tegangan menengah. Distribusi sekunder adalah jaringan distribusi
yang menyalurkan energi listrik dari gardu distribusi ke pelanggan yang dioperasikan
pada tegangan rendah.
Klasifikasi level tegangan distribusi berdasarkan SPLN sebagai berikut:
a. Tegangan Rendah
Berdasarkan SPLN 1: 1995 menyebutkan bahwa batas Tegangan Rendah adalah
dari 0 volt hingga 1000 volt (PT. PLN, 1995). Jenis-jenis distribusi tegangan rendah
yaitu:
1) Saluran Kabel Bawah Tanah Tegangan Rendah (SKTR) yang pemasangannya di
bawah tanah dan berisolasi, dimana tujuannya untuk memperindah instalasi rumah-
rumah. Saat ini di Indonesia yang sudah diimplementasikan yaitu 0,4 kV.
2) Saluran Kabel Udara Tegangan Rendah (SKUTR) yang pemasangannya di udara
dan berisolasi, dimana tujuannya untuk memperindah perkotaan dan menghindari
gangguan eksternal seperti terkena ranting pohon dan layang-layang. Saat ini di
Indonesia yang sudah diimplementasikan yaitu 0,4 kV.
b. Tegangan menengah

8
Berdasarkan SPLN 1: 1995 menyebutkan bahwa batas Tegangan Menengah adalah
dari 1000 volt sampai dengan 35000 volt (PT. PLN, 1995). Jenis-jenis saluran distribusi
tegangan menengah yaitu:
1) Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) yang pemasangannya di udara dan
tanpa isolasi. Saat ini di Indonesia yang sudah diimplementasikan yaitu 20 kV dan
12 kV.
2) Saluran Kabel Bawah Tanah Tegangan Menengah (SKTM) yang pemasangannya
di bawah tanah dan berisolasi, dimana tujuannya untuk memperindah perkotaan.
Saat ini di Indonesia yang sudah diimplementasikan yaitu 20 kV.
3) Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM) yang pemasangannya di
udara dan berisolasi, dimana tujuannya untuk memperindah perkotaan dan
menghindari gangguan eksternal seperti terkena ranting pohon dan layang-layang.
Saat ini di Indonesia yang sudah diimplementasikan yaitu 20 kV.

2.2.2 Stabilitas Sistem Tenaga Listrik


Stabilitas sistem tenaga listrik merupakan kemampuan sistem tenaga listrik
untuk mencapai titik stabilitas setelah terjadi gangguan yang membuat sistem sempat
kehilangan stabilitasnya. Sistem tenaga listrik dapat dikatakan baik jika dapat
menyediakan energi listrik secara terus-menerus atau kontinyu dengan kualitas pada
range yang diizinkan. Kualitas pasokan energi listrik dapat dilihat dari beberapa
parameter yaitu frekuensi, tegangan dan sudut rotor. Ketiga parameter ini yang menjadi
acuan kualitas pasokan energi listrik karena sudah dapat merepresentasikan parameter-
parameter lainnya. Gangguan sering terjadi pada sistem tenaga listrik yang dapat
mengganggu stabilitas frekuensi, tegangan dan sudut rotor. Contoh gangguan yang sering
terjadi yaitu hilangnya pembangkit dan beban dari sistem dengan skala yang besar,
hubung singkat pada saluran transmisi, dan lepasnya interkoneksi antar dua sub sistem
(Prabha Kundur, 1994).

9
Gambar 2. 1 Klasifikasi Stabilitas Sistem Tenaga Berdasarkan Jangka Waktu
Sumber: (Calle & Calle, 2016)

2.2.2.1 Stabilitas Sudut Rotor


Stabilitas sudut rotor merupakan kemampuan beberapa mesin sinkron untuk
mempertahankan sinkronisasinya baik saat operasi normal maupun setelah terjadi
gangguan pada sistem. Sudut rotor dapat stabil jika torsi mekanik yang dihasilkan turbin
seimbang dengan torsi elektris yang dihasilkan oleh beban. Sudut rotor juga dapat
dikatakan stabil jika dapat mempertahankan stabilitasnya saat terjadi gangguan yang
menyebabkan perubahan antara torsi mekanik atau torsi elektris. Adanya perubahan nilai
torsi mekanik atau torsi elektris dapat mempengaruhi sudut rotor, dimana sudut rotor yang
berubah-ubah dapat pula mempengaruhi daya output generator.

Gambar 2. 2 Respon Sudut Rotor Saat Terjadi Gangguan


Sumber: (Lackovic, 2017)

10
Pada gambar 2. 2 dijelaskan bahwa pada kasus utility generator, generator
berusaha mempertahankan kestabilan sudut rotor saat terjadi gangguan transien, dan
akhirnya dapat diredam pada beberapa ayunan berikutnya. Pada kasus co-generation unit,
generator berusaha mempertahankan kestabilan sudut rotornya, namun kehilangan
sinkronisasi pada ayunan pertama.
➢ Persamaan ayunan dan dinamika rotor

𝑑2 𝜃𝑚
𝐽 = 𝑇𝑎 = 𝑇𝑚 − 𝑇𝑒 (2.1)
𝑑𝑡 2

dimana,

J = Momen Inersia rotor (kg.m2 )


θm = Pergeseran sudut dari rotor terhadap sumbu diam (Degree)
Ta = Torsi percepatan dari rotor generator (N.m)
Tm = Torsi input mekanis dari rotor generator (N.m)
Te = Torsi output listrik dari rotor generator (N.m)

Gambar 2. 3 Sistem Penggerak Mula Generator


Sumber: (Indrawanto, 2009)
1. Stabilitas Sudut Rotor Akibat Gangguan Kecil
Stabilitas ini merupakan kemampuan sudut rotor untuk mempertahankan
sinkronisasinya setelah mengalami gangguan kecil pada sistem. Faktor-faktor yang
mempengaruhi respon sudut rotor saat terjadi gangguan kecil adalah operasi awal,
kemampuan sistem transmisi dan sistem kontrol eksitasi generator (Maududi, 2021).
Untuk pengoperasian regulator tegangan secara kontinyu, penanggulangan persoalan
stabilitas sudut rotor akibat gangguan kecil dapat diatasi dengan torsi sinkronisasi yang
cukup untuk meredam osilasi (Noor Hidayat et al., 2018).
2. Stabilitas Sudut Rotor Akibat gangguan besar
Stabilitas ini merupakan kemampuan sudut rotor untuk mempertahankan
sinkronisasinya setelah mengalami gangguan besar pada sistem yang sebagai contoh

11
hubung singkat pada saluran transmisi, pelepasan pembangkit dan beban dengan skala
besar. Pada gangguan ini, biasanya sudut rotor menuju kondisi kestabilan steady state
yang baru karena torsi sinkronisasi yang belum cukup di awal untuk meredam osilasi.
➢ Konstanta inersia pembangkit
Inersia merupakan kemampuan benda yang berotasi (dalam hal ini pembangkit)
untuk mempertahankan posisinya saat diberikan gangguan pada benda tersebut. Semakin
besar konstanta inersia pembangkit, maka laju penurunan frekuensi semakin kecil. Hal
itu karena saat terjadi gangguan, pembangkit tidak langsung mati, tapi masih berputar
sehingga frekuensi tidak langsung turun drastis. Konstanta H bisa kita tuliskan dengan
rumus:

1
𝐽𝜔 2
2
𝐻= (2.2)
𝑆

Dimana:

H = Konstanta inersia mesin (kW.s/kVA)

1
𝐽𝜔2 = Energi kinetik tersimpan (kW.s)
2

𝑆 = Daya mesin (kVA)

Untuk sistem interkoneksi dengan banyak pembangkit, konstanta inersia bisa kita tuliskan
dengan rumus:

𝐻1 𝑀𝑉𝐴1 +𝐻2 𝑀𝑉𝐴2 +𝐻𝑛 𝑀𝑉𝐴𝑛


𝐻𝑛𝑒𝑡 = (2.3)
𝑀𝑉𝐴1 +𝑀𝑉𝐴2 +𝑀𝑉𝐴𝑛

2.2.2.2 Stabilitas Frekuensi


Stabilitas frekuensi merupakan kemampuan sistem untuk mempertahankan
nilai frekuensi baik saat operasi normal maupun setelah terjadi gangguan pada sistem.
Sistem tenaga listrik sudah seharusnya mampu memasok tenaga listrik dengan frekuensi
yang konstan dan berada di kisaran nominal. Frekuensi diperbolehkan menyimpang dari
nilai nominal jika masih di batas yang diizinkan. Frekuensi erat kaitannya dengan daya
aktif. Oleh sebab itu, frekuensi dapat dikatakan stabil jika daya aktif pembangkitan dapat
mencukupi kebutuhan daya aktif beban atau daya aktif pembangkitan seimbang dengan

12
daya aktif beban (Kundur et al., 2004). Jika daya aktif pembangkitan tidak mencukupi
kebutuhan daya aktif beban, maka akan terjadi deviasi atau penurunan frekuensi. Jika
daya aktif pembangkitan melebihi kebutuhan daya aktif beban, maka akan terjadi
kenaikan frekuensi, dimana ketika kedua hal tersebut terjadi secara mendadak atau tiba-
tiba pada sistem, maka akan menyebabkan frekuensi berayun dan terjadilah
ketidakstabilan frekuensi. Oleh karena itu, frekuensi juga dapat dikatakan stabil jika
mampu mempertahankan stabilitasnya saat terjadi gangguan yang menyebabkan
terjadinya perubahan antara daya aktif pembangkitan mekanik atau torsi elektris. Adanya
perubahan nilai daya aktif pembangkitan 𝑃𝑚 atau daya aktif beban 𝑃𝑒 dapat
mempengaruhi frekuensi 𝑓, dimana frekuensi 𝑓 yang berubah-ubah.
Frekuensi sistem harus dijaga lebih rendah 49,5 Hz atau lebih besar dari 50,5
Hz saat keadaan normal. Saat terjadi gangguan, frekuensi diizinkan turun hingga 47,5 Hz
atau naik hingga 52,5 Hz (Karyono, 2013).

Gambar 2. 4 Tanggapan Generator Terhadap Penurunan Frekuensi


Sumber: (Hadi & Ervianto, 2016)

Pada gambar 2. 4 menjelaskan bahwa pada titik A terjadi gangguan tripnya unit
pembangkit, sehingga adanya ketidakseimbangan antara pasokan daya aktif pembangkit
dan daya aktif yang dibutuhkan beban, dimana daya aktif memiliki kaitan erat dengan
frekuensi. Hal itu mengakibatkan terjadinya penurunan frekuensi dari titik A ke titik B.
Namun laju penurunan frekuensi dari titik B ke titik C tidak mengikuti titik A ke titik B
atau tidak linier terhadap garis putus-putus yang sejajar dengan garis titik A ke titik B.
Hal tersebut disebabkan oleh adanya aksi governor. Governor mulai merasakan adanya

13
penurunan frekuensi sehingga governor akan melakukan aksi berupa perintah kepada
control valve, yang membuat pasokan bahan bakar menuju turbin semakin besar,
sehingga keluaran daya aktif makin besar pula dan frekuensi akan meningkat. Pada titik
C ke titik D maupun ke titik E, frekuensi naik secara tajam dikarenakan aksi governor
tadi. Pada titik E ke titik F, frekuensi sudah konstan atau mencapai stabilitasnya. Akan
tetapi, nilai frekuensi pada titik F masih di bawah range yang diizinkan. Maka dari itu,
pada titik F ke titik G dilakukan pelepasan beban untuk mengimbangi daya aktif
pembangkitan sehingga frekuensi akan naik kembali sesuai range yang diizinkan atau di
nilai nominal.

2.2.2.3 Stabilitas Tegangan


Stabilitas tegangan merupakan kemampuan sistem untuk mempertahankan
tegangan pada semua bus dalam sistem baik saat operasi normal maupun setelah terjadi
gangguan pada sistem. Tegangan dapat dikatakan stabil jika dapat menampung daya
reaktif dari sistem (Efthymiadis & Guo, 1996). Adanya perubahan daya reaktif sistem
dapat mempengaruhi tegangan. Jika daya reaktif sistem tidak mencukupi atau di bawah
kebutuhan daya reaktif beban, maka akan terjadi penurunan tegangan. Jika daya reaktif
sistem melebihi kebutuhan daya reaktif beban, maka akan terjadi kenaikan tegangan,
dimana apabila kedua hal tersebut terjadi secara tiba-tiba atau mendadak, maka akan
menyebabkan ketidakstabilan tegangan. Dampak yang ditimbulkan dari ketidakstabilan
tegangan adalah bekerjanya relay over voltage dan under voltage yang berakibat pada
pelepasan beban atau pemadaman. Hubung singkat merupakan gangguan yang dapat
mempengaruhi stabilitas tegangan. Hal itu karena saat hubung singkat terjadi, arus
melonjak naik sehingga tegangan akan turun dengan daya yang konstan berdasarkan
hukum ohm.

1. Stabilitas Tegangan akibat gangguan kecil


Stabilitas ini merupakan kemampuan tegangan untuk mempertahankan
sinkronisasinya setelah mengalami gangguan kecil pada sistem. Stabilitas ini ditentukan
bergantung oleh karakteristik beban, kontrol kontinu dan kontrol diskrit pada waktu
tertentu (Kundur et al., 2004). Konsep stabilitas ini berguna dalam menentukan
bagaimana respon stabilitas tegangan saat terdapat perubahan kecil pada sistem. Sebagai
contoh kasus stabilitas tegangan akibat gangguan kecil adalah terjadinya perubahan beban

14
secara kontinyu karena mengikuti kebutuhan konsumen yang berubah-rubah tiap saat,
dimana akan menyebabkan adanya ripple tegangan pada sistem. Sehingga suplai daya
reaktif sistem harus mengikuti perubahan kebutuhan yang ada agar terciptanya stabilitas
tegangan.

2. Stabilitas Tegangan akibat gangguan besar


Stabilitas ini merupakan kemampuan tegangan untuk mempertahankan
sinkronisasinya setelah mengalami gangguan besar pada sistem yang contohnya adalah
hubung singkat, kehilangan pembangkit dan kontingensi saluran. Dampak yang
dihasilkan oleh contoh gangguan besar tersebut adalah ayunan tegangan akan sangat
besar dan berpotensi terjadinya ketidakstabilan tegangan. Tegangan erat kaitannya
dengan daya reaktif. Maka dari itu, respon terhadap suplai daya reaktif sistem harus lebih
cepat untuk menghasilkan daya reaktif dengan skala yang besar agar tegangan bisa cepat
stabil. Adapun standar jatuh tegangan dan tegangan lebih yang diperbolehkan
berdasarkan tegangan bus sistem yaitu sesuai gambar di bawah ini:

Tabel 2. 1 Batasan tegangan sistem berdasarkan aturan jaringan

Sumber: (Karyono, 2013)

➢ Persamaan Tegangan Internal Generator


Persamaan yang menjelaskan tegangan internal generator dan tegangan terminal
sebagai berikut:

𝐸𝑠 = 𝑉𝑠 + 𝐼𝑠 (𝑅𝑠 + 𝑗𝑋𝑠𝑙 ) (2.4)

dimana,

𝐸𝑠 = Electromotive force (EMF)

𝑉𝑠 = Tegangan terminal generator

15
𝐼𝑠 = Arus stator

𝑋𝑠𝑙 , 𝑅𝑠 = Reaktansi & Resistansi stator

Gambar 2. 5 Rangkaian Ekivalen Generator Sinkron


Sumber: (Azis et al., 2019)

Generator memiliki tegangan internal 𝐸𝑠 , sehingga apabila dilakukan sinkronisasi


generator ke sistem, generator akan menghasilkan tegangan terminal 𝑉𝑠 yang kemudian
mengalirkan arus 𝐼𝑠 menuju sistem interkoneksi. Tegangan 𝑉𝑠 akan mengalami jatuh
tegangan dikarenakan adanya arus 𝐼𝑠 . Hal tersebut akan mempengaruhi stabilitas
tegangan.

2.2.3 Jenis Stabilitas Sistem Yang Bergantung Pada Sifat Dan Besarnya Gangguan
2.2.3.1 Stabilitas Keadaan Tetap (Steady State Stability)
Stabilitas keadaan tetap merupakan kemampuan sistem tenaga listrik untuk
mempertahankan stabilitasnya saat terjadi gangguan yang relatif kecil yang berosilasi di
sekitar titik keseimbangannya. Contoh stabilitas keadaan tetap adalah beban yang lepas
pada sistem, dimana kapasitanya relatif kecil.
2.2.3.2 Stabilitas Dinamis (Dynamic stability)
Stabilitas dinamis merupakan kemampuan sistem tenaga listrik untuk
mempertahankan stabilitasnya saat terjadi gangguan yang relatif kecil/sedang yang
berosilasi setiap saat. Contoh stabilitas dinamis adalah beban yang berfluktuasi tiap detik
pada sistem.
2.2.3.3 Stabilitas Peralihan (Transient Stability)
Stabilitas peralihan merupakan kemampuan sistem tenaga listrik untuk
mempertahankan stabilitasnya saat terjadi gangguan yang relatif besar yang berosilasi

16
jauh dari titik keseimbangannya. Contoh stabilitas peralihan adalah tripnya unit
pembangkit, pelepasan saluran transmisi, pelepasan beban dan hubung singkat di saluran
transmisi.

2.2.4 Faktor Penyebab Yang Mempengaruhi Stabilitas Sistem Tenaga Listrik


Seperti yang telah dijelaskan di atas, stabilitas sistem tenaga listrik dapat
dikatakan baik apabila dapat kembali beroperasi dengan normal, setelah mengalami
gangguan. Stabilitas sistem dapat terganggu apabila terjadi beberapa beberapa gangguan
seperti di bawah ini:
2.2.4.1 Tripnya unit pembangkit
Saat terjadi trip pembangkit, daya aktif pada pembangkitan berkurang,
sehingga daya aktif pembangkitan lebih kecil dari daya aktif beban. Sehingga akan
menyebabkan ketidak seimbangan atau terjadi osilasi pada sistem untuk sementara
sebelum akhirnya menuju kondisi kestabilan yang lama atau baru.
2.2.4.2 Pelepasan beban
Ketika terjadi pelepasan beban, daya aktif pada beban berkurang, maka daya
aktif pembangkitan lebih besar dari daya aktif beban. Sehingga akan menyebabkan
ketidakseimbangan antara daya aktif pembangkitan dan daya aktif beban. Hal ini akan
membuat terjadinya osilasi untuk beberapa ayunan sebelum akhirnya menuju kondisi
kestabilan yang lama atau baru.
2.2.4.3 Pelepasan Saluran Transmisi Sirkuit Tunggal
Ketika terjadi pelepasan saluran transmisi sirkuit tunggal, maka daya aktif
saluran tersebut dibackup oleh saluran lain. Sehingga akan menyebabkan perubahan
aliran daya dan terjadinya osilasi untuk sementara sebelum akhirnya menuju kondisi
kestabilan yang baru.
2.2.4.4 Pelepasan Saluran Transmisi Sirkuit Ganda
Ketika terjadi pelepasan saluran transmisi sirkuit ganda, maka dua saluran
lepas yang membuat antra gardu induk saling tidak terhubung. Sehingga akan
menyebabkan perubahan aliran daya dan terjadinya osilasi untuk sementara sebelum
akhirnya menuju kondisi kestabilan yang baru.
2.2.4.5 Starting Pada Motor
Umumnya, perusahaan industri mempunyai motor-motor untuk membantu
produksi mereka. Motor-motor tersebut biasanya berkapasitas besar. Sehingga apabila

17
motor itu dioperasikan atau dilakukan starting untuk penyalaannya, maka motor akan
menyerap arus yang besar. Hal itu akan menyebabkan ayunan pada tegangan sistem untuk
beberapa cycle karena arus yang besar hanya pada saat starting saja.

2.2.5 Metode Untuk Meningkatkan Stabilitas Transien Sistem Tenaga


1. Penggunaan high speed circuit breaker
Suatu sistem kelistrikan dikatakan baik jika dapat melokalisir gangguan secepat
mungkin, maka dari itu dibutuhkan pemutus tenaga dengan kecepatan memutus yang
baik. High speed circuit breaker ini berpengaruh terhadap stabilitas sistem tenaga,
dimana dapat meningkatkan stabilitas sistem tenaga.
2. Pelepasan beban
Ketika terjadi penurunan frekuensi yang diakibatkan hilangnya unit pembangkit,
sistem tenaga akan mengalami collapse karena daya aktif pembangkitan di bawah
kebutuhan daya aktif beban. Oleh karena itu dilakukan pelepasan beban untuk
menyeimbangkan daya aktif pembangkitan dan daya aktif beban.
3. Mengurangi reaktansi seri pada saluran
Berdasarkan hukum ohm, reaktansi penghantar berbanding terbalik dengan arus
yang mengalir pada penghantar. Begitupun dengan saluran, semakin kecil nilai reaktansi
saluran, maka semakin besar arus yang mengalir pada saluran. Oleh sebab itu, daya yang
mampu disalurkan semakin besar sehingga stabilitas sistem tenaga dapat lebih
ditingkatkan.
4. Meningkatkan konstanta inersia generator
Apabila terjadi gangguan pada sistem kelistrikan, sudut rotor akan naik terus
menerus yang membuat pemutus tenaga seharusnya memutus lebih cepat atau bisa
dikatakan memiliki waktu pemutusan kritis yang cepat. Dengan menaikkan nilai
konstanta inersia generator, maka kenaikan sudut rotor dapat diredam sehingga waktu
pemutusan kritis pemutus tenaga bisa lebih lama yang membuat stabilitas sistem tenaga
dapat lebih baik.
5. Penggunaan Auto Reclose
Saat terjadi gangguan hubung singkat yang sifatnya temporer, maka PMT akan trip.
PMT akan close kembali secara otomatis untuk menjaga keseimbangan pasokan daya dari
sisi saluran dengan kebutuhan daya konsumen dan mempertahakan stabilitas sistem,
maka digunakanlah metode auto reclose ini. Auto reclose merupakan relai yang berfungsi

18
mengirimkan sinyal perintah ke PMT untuk menutup setelah sebelumnya trip
dikarenakan gangguan yang sifatnya temporer.

2.2.6 Distorsi Harmonisa


Harmonisa menjadi salah satu masalah kualitas daya yang mempengaruhi
performa peralatan sistem tenaga listrik. Harmonisa adalah gangguan yang terjadi pada
sistem tenaga listrik yang disebabkan oleh beban non-linear dan peralatan energi
terbarukan berupa komponen elektronik. Harmonisa tidak dapat dihindari karena semakin
berkembangnya zaman, maka peralatan semakin canggih, dimana peralatan canggih
tersebut memiliki tingkat harmonisa yang tinggi. Harmonisa adalah terdistorsinya
gelombang sinusoidal murni seperti tegangan, arus atau daya secara periodik, dimana
frekuensinya merupakan kelipatan dari frekuensi fundamentalnya (Hadi, 2015). Dampak
yang ditimbulkan oleh harmonisa adalah derating trafo, losses, pengukuran kWh
kemungkinan menjadi tidak akurat untuk harmonisa tinggi dan mengalirnya arus urutan
nol.

Gambar 2. 6 Bentuk gelombang harmonisa per orde


Sumber: (Indrakoesoema et al., 2014)

Pada gambar 2. 6 dijelaskan bahwa pada grafik fundamental, merupakan grafik


tegangan sebelum adanya timbulnya dampak harmonisa pada sistem, dimana grafiknya
berbentuk sinusoidal murni. Untuk grafik harmonisa ke-3, merupakan grafik yang
dihasilkan oleh komponen harmonisa peralatan pada frekuensi ke 150 Hz, dimana
bentuknya tidak sama dengan grafik fundamental. Untuk grafik fundamental + harmonisa
ke-3, merupakan grafik penjumlahan dari grafik fundamental dan harmonisa ke-3,

19
sehingga dihasilkan grafik yang berbentuk sinusoidal tidak murni, dimana akan
menghasilkan dampak buruk bagi tegangan sistem.

2.2.7 Total Harmonic Distortion (THD)


Total harmonic distortion adalah rasio nilai rms komponen harmonisa orde
tertentu terhadap nilai rms komponen fundamentalnya. Indeks ini dapat diartikan sebagai
perbandingan nilai rms komponen harmonisa terhadap komponen dasar dan umumnya
dinyatakan dalam persen. Indeks ini digunakan untuk mengukur penyimpangan atau
deviasi dari bentuk gelombang satu perioda yang mengandung harmonisa pada
gelombang sinusoidal murni (Andi Syofian & Anju Martulesi, 2008). Biasanya tingkat
harmonisa peralatan diukur di titik sambung bersama atau point of common coupling
(PCC). Oleh karena itu digunakan perhitungan THD untuk mengukur tingkat harmonisa
keseluruhan peralatan yang terhubung di PCC. THD dapat dinyatakan dalam rumus di
bawah ini:

√Σ𝑈𝑛
𝑇𝐻𝐷 = × 100% (2.5)
𝑈1

Dimana:
THD : Total Harmonic Distortion Seluruh Komponen
𝑈𝑛 : komponen harmonisa pada orde ke-n
𝑈1 : komponen fundamental pada orde ke-1

• Total Voltage Harmonic Distortion (THDV)


Total Voltage Harmonic Distortion (THDV) adalah total distorsi harmonisa
tegangan pada setiap komponen di sistem. Adapun standar batas total distorsi harmonisa
tegangan yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. 2 Standar distorsi tegangan harmonik berdasarkan pemakaian level tegangan

20
Sumber: (Kementrian ESDM, 2020)

• Total Current Harmonic Distortion (THDC)


Total Current Harmonic Distortion (THDC) adalah total distorsi harmonisa arus
pada setiap komponen di sistem. Adapun standar batas total distorsi harmonisa arus yaitu
sebagai berikut:
Tabel 2. 3 Standar distorsi arus harmonik berdasarkan rasio arus hubung singkat dan
arus beban

Sumber: (Indrakoesoema et al., 2014)

2.2.8 Point Of Common Coupling (PCC)


Point Of Common Coupling atau titik sambung bersama adalah titik dimana
konsumen dan utilitas saling terhubung oleh sebuah bus, dimana bus tersebut merupakan
titik pengukuran harmonisa yang dihasilkan oleh konsumen (Das, 2015). Berdasarkan
standar IEEE 519, harmonisa dibatasi pada titik sambung bersama (PCC).

21
Gambar 2. 7 Point Of Common Coupling Pada Sistem Distribusi
Sumber: (Blooming et al., 2015)

2.2.9 Solusi Mengatasi Harmonisa


1. Pemisahan peralatan yang menghasilkan harmonisa pada instalasi pelanggan
terpisah dari beban lainnya.
2. Pemasangan filter single tuned harmonisa.
3. Pemilihan hubungan belitan trafo (misalkan memakai belitan stabilizer delta atau
belitan zigzag).
4. Relokasi shunt capacitor banks.
5. Pemindahan sambungan instalasi pelanggan ke instalasi dengan level hubung
singkat yang lebih tinggi.

22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dan pengumpulan data dilakukan di PT. Bright PLN Batam yang
berlokasi di Jalan Engku Putri No. 3, Teluk Tering, Batam Kota, Tlk. Tering, Kec. Batam
Kota, Kota Batam, Kepulauan Riau 29461. Waktu penelitian dilaksanakan dalam kurun
waktu tiga bulan.

3.2 Desain Penelitian

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian

23
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data terkait dengan penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan
wawancara kepada pegawai PT. Bright PLN Batam. Wawancara dilakukan dengan cara
tanya jawab sambil bertatap muka. Data yang dikumpulkan adalah data primer berupa
data single line diagram sistem kelistrikan batam.

3.4 Metode Analisis Data


Analisis data terkait dengan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
perhitungan total harmonic distortion (THD) dan filter single tuned harmonisa melalui
simulasi software DIgSILENT Power Factory 15.1.
3.4.1 Memodelkan SLD dan menginput data sistem kelistrikan batam
Sistem kelistrikan batam yang mulai dari pusat-pusat listrik, gardu induk sampai
ke beban akan dimodelkan dengan bantuan perangkat lunak DIgSILENT Power Factory
15.1. Kemudian menginput data sistem kelistrikan batam.
DIgSILENT Power Factory 15.1 merupakan perangkat lunak yang berfungsi
untuk simulasi sistem kelistrikan untuk sistem pembangkitan, penyaluran, distribusi
hingga sistem kelistrikan industri. Akurasi dan validitas dari hasil yang diperoleh dengan
perangkat lunak ini telah dikonfirmasi dan diimplementasi oleh organisasi-organisasi
yang terlibat dalam perencanaan dan operasi sistem tenaga. Kelebihannya adalah mudah
dalam penggambaran dan manajemen data dengan skala yang besar.
Fitur-fitur yang bisa dilakukan DIgSILENT Power Factory 15.1 yaitu:
1. Load Flow Analysis (Analisis Aliran Daya)
2. Short Circuit Analysis (Analisis Hubung Singkat)
3. Contingency Analysis (Analisis Kontingensi)
4. RMS/EMT Simulation (Analisis Stabilitas Transien)
5. Harmonic Distortion (Distorsi Harmonisa)
6. Realibity Analysis (Analisis Keandalan)
7. Optimal Capacitor Placement (Optimasi Penempatan Kapasitor)
8. Protection System (Sistem Proteksi)
3.4.2 Simulasi dan Analisis Aliran Daya
Dilakukan simulasi aliran daya untuk memastikan SLD sistem kelistrikan batam
sudah dimodelkan dan diinput dengan benar. Jika benar, maka sistem dapat running.

24
Kemudian analisis aliran daya untuk melakukan evaluasi dan tracking error pada hasil
aliran daya. Perhitungan aliran daya ini menggunakan metode newton raphson.
3.4.3 Simulasi Dan Analisis Gangguan Stabilitas Transien
Dilakukan simulasi gangguan transien untuk mengetahui respon frekuensi,
tegangan dan sudut rotor setelah diberikan gangguan kehilangan pembangkit, hubung
singkat pada saluran transmisi dan pelepasan beban. Kemudian analisis gangguan
transien untuk mengetahui apakah respon frekuensi, tegangan dan sudut rotor stabil atau
tidak.
3.4.4 Simulasi Dan Analisis Distorsi Harmonisa
Dilakukan simulasi distorsi harmonisa untuk mengetahui besar Total Harmonic
Distortion (THD). Kemudian analisis distorsi harmonisa untuk mengetahui apakah besar
Total Harmonic Distortion (THD) masih sesuai standar yang diizinkan atau tidak.
3.4.5 Perhitungan Total Voltage Harmonic Distortion (THDV)
Ketika dilakukan interkoneksi sebuah pembangkit energi baru terbarukan (EBT)
yang memiliki komponen elektronika daya dengan kapasitas yang besar pada point of
common coupling, maka akan meningkatkan nilai Total Voltage Harmonic Distortion
(THDV) pada point of common coupling. Rumus perhitungan Total Voltage Harmonic
Distortion (THDV) dapat dituliskan sebagai berikut di persamaan (3.1):

𝑉5 2 +𝑉7 2 +𝑉11 2 +𝑉13 2 +𝑉17 2 +𝑉19 2 +𝑉23 2 +𝑉25 2 +


√ 2
𝑉29 2 +𝑉31 2 +𝑉35 2 +𝑉37 +𝑉41 2 +𝑉43 2 +𝑉47 2 +𝑉49 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100% (3.1)
𝑉1

Dimana:
THDV : Total Harmonic Distortion Tegangan Seluruh Komponen (%)
𝑉𝑛 : Tegangan komponen harmonisa pada orde ke-n (kV)
𝑉1 : Tegangan komponen fundamental pada orde ke-1 (kV)

Kemudian menghitung besar tegangan yang hilang disebabkan karena


terjadinya distorsi harmonisa dijelaskan pada persamaan (3.2):
𝑉𝑑 = 𝑇𝐻𝐷𝑉 × 𝑉1 (3.2)
Dimana:
𝑉𝑑 : Tegangan yang hilang (kV)
𝑇𝐻𝐷𝑉 : Total Harmonic Distortion Tegangan Seluruh Komponen (%)
𝑉1 : Tegangan komponen fundamental pada orde ke-1 (kV)

25
3.4.6 Perhitungan Filter Single Tuned Harmonisa
Jika nilai Total Harmonic Distortion (THD) berada melebihi batas yang
diizinkan, maka akan dilakukan pemasangan filter single tuned harmonisa yang bertujuan
untuk mengurangi nilai Total Harmonic Distortion (THD). Untuk menghitung kapasitas
filter single tuned harmonisa yang harus digunakan yaitu dinyatakan dalam persamaan
berikut:
Menentukan nilai kompensasi daya reaktif dari kapasitor berdasarkan besar
beban daya reaktif di titik point of common coupling seperti pada persamaan (3.3):
𝑄𝐶 = 𝑄𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 (3.3)
Dimana:
𝑄𝐶 : Kapasitas daya reaktif dari kapasitor (MVAR)
𝑄𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 : Besar daya reaktif dari beban (MVAR)

Menentukan nilai kapasitansi kapasitor seperti pada persamaan (3.4):


𝑄
𝐶 = 2𝜋𝑓𝑉𝐶 2 (3.4)
𝑏𝑢𝑠

Dimana:
𝐶 : Kapasitansi filter single tuned harmonisa (F)
𝑓 : Frekuensi sistem (Hz)
𝑉𝑏𝑢𝑠 : Tegangan bus di titik pemasangan filter (kV)

Menentukan nilai induktansi induktor berdasarkan orde perbaikan seperti pada


persamaan (3.5):
1
𝐿 = (2𝜋𝑓 2
(3.5)
𝑛) 𝐶

Dimana:
𝐿 : Induktansi filter single tuned harmonisa (H)
𝑓𝑛 : Orde frekuensi
𝐶 : Kapasitansi filter single tuned harmonisa (F)

Menghitung nilai reaktansi induktif filter seperti pada persamaan (3.6):


𝑋𝐿 = 2𝜋𝑓𝐿 (3.6)

Mensubtitusi hasil perhitungan 𝑋𝐿 ke persamaan (3.7) untuk menentukan nilai


resistansi resistor:

26
𝑋𝐿
𝑅= 𝑄
(3.7)

Dimana:
𝑋𝐿 : Reaktansi induktif induktor (Ω)
𝑓 : Frekuensi sistem (Hz)
𝐿 : Induktansi filter single tuned harmonisa (H)
𝑅 : Resistansi filter single tuned harmonisa (Ω)
𝑄 : Faktor kualitas filter single tuned harmonisa

27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Kondisi Eksisting Sistem Kelistrikan Batam


Dapat dilihat pada Gambar 4. 1, Sistem kelistrikan batam saat ini disuplai oleh 18
unit pembangkit, dimana hanya 12 unit pembangkit saja yang beroperasi yaitu PLTU,
PLTG, PLTGU dan PLTMG yang dapat dilihat pada Tabel 4. 1. Akan tetapi ada 8 unit
lainnya yaitu PLTD dalam kondisi stand by atau tidak beroperasi. Kemudian pembangkit
PLTS yang berkapasitas 50 MWAC akan ditambahkan dan dipasangkan di Gardu Induk
Muka Kuning seperti pada Tabel 4. 2.

Gambar 4. 1 Single Line Diagram Sistem Kelistrikan Batam

28
Tabel 4. 1 Data eksisting kapasitas pembangkit sistem kelistrikan batam

Nama Kapasitas Suplai Daya Suplai Daya


Unit pembangkit
pembangkit (MVA) Aktif (MW) Reaktif (MVAR)
PLTG Tanjung PLTG Tj Uncang 64 15,51
291,177
Uncang 1, 2, dan 3
PLTU Tanjung PLTU Tj Kasam 90 35,57
162,5
Kasam 1 dan 2
40 5,70
PLTG ELB PLTG ELB 1 dan 2 116,234

PLTG MEB 1 dan 44 8,93


PLTG MEB 78
2
46 10,43
PLTG DEB PLTG DEB 1 dan 2 75
16 3,58
PLTU CTI PLTU CTI 1 dan 2 40
PLTMG Kabil 1, 2, 15,3 3,58
PLTMG Kabil 27,36
3 dan ext 7
PLTGU Dalle CCPP Dalle 26,942 15 3,04
PLTGU Mitra CCPP Mitra 26,942 15 3,04
PLTMG TM PLTMG TM 2500 19,2 10 2,51

Tabel 4. 2 Data penambahan pembangkit di sistem kelistrikan batam

Nama Kapasitas
Unit pembangkit
pembangkit (MWAC)

PLTS MK I 25
PLTS Muka
Kuning
PLTS MK II 25

Dapat dilihat pada Tabel 4. 3, Saluran transmisi sistem kelistrikan batam terdiri
dari penghantar yang berjenis overhead line, underground line dan submarine line. Untuk
overhead line menggunakan penghantar ACSR ZEBRA, ACSR DRAKE, ACSR HAWK,
ACSR DOVE dan ACCC LISBON. Kemudian untuk underground line menggunakan
penghantar ACFR dan submarine line menggunakan penghantar VISCAS. Saluran-saluran
transmisi tersebut menyalurkan daya menuju beban-beban seperti pada Tabel 4. 4.
Tabel 4. 3 Data eksisting saluran sistem kelistrikan batam

Jarak
Dari GI Ke GI R (Ω) X (Ω) Y (𝜇S)
(km)

29
Panaran Sagulung 0,0397 0,272 4,173 15,56

Muka Tanjung
0,039 0,272 4,181 14,65
Kuning Kasam
Tanjung 0,0556 0,2755 4,093 4,225
Kabil
Kasam 0,078 0,154 47,12 5
0,078 0,154 47,12 3,4
Tanjung Tanjung 0,0397 0,272 4,173 3
Kasam Uban 0,078 0,154 47,12 5,6
0,29 0,4049 4,093 5,37
Tanjung
Sri Bintan 0,29 0,4049 4,093 16,237
Uban

Sri Bintan Air Raja 0,29 0,4049 4,093 38

Air Raja Kijang 0,29 0,4049 4,093 12,8

Batu Besar Nongsa 0,0397 0,272 4,173 8,7

Batu Besar Baloi 0,6312 0,4049 0 9,67

Harapan Sagulung 0,0397 0,272 4,173 8,96

Tabel 4. 4 Data eksisting beban sistem kelistrikan batam

Nama GI P (MW) Q (MVAR)

Batu Besar I 33,01203 6,602406


Sei Baloi I 31,911629 6,3823258
Sei Baloi IV 27,510025 5,502005
Sei Baloi II 23,108421 4,6216842
Sei Baloi III 23,108421 4,6216842
Sagulung I 18,706817 3,7413634
Air Raja I 17,606416 3,5212832
Air Raja II 17,606416 3,5212832
Kabil I 16,506015 3,301203
Sei Harapan II 12,104411 2,4208822

30
4.2 Kondisi Eksisting Aliran Daya Sistem Kelistrikan Batam Tahun 2022
Kondisi eksisting aliran daya sistem kelistrikan batam pada tahun 2022 memiliki
daya pembangkitan sebesar 368,12 MW dan 70,15 MVAR seperti pada Gambar 4. 2.
Besar daya yang dibutuhkan beban atau beban puncak sebesar 364,27 MW dan 78,17
MVAR serta rugi-rugi daya sebesar 3,85 MW dan -8,03 MW. Rugi-rugi daya reaktif
bernotasi negatif karena jaringan transmisi memiliki kapasitansi sehingga menyuplai
daya reaktif ke beban. Kemudian aliran daya antar gardu induk dapat dilihat pada Tabel
4. 5.

Gambar 4. 2 Report hasil aliran daya sistem kelistrikan batam tahun 2022

Tabel 4. 5 Aliran daya antar gardu induk

Dari GI Ke GI P (MW) Q (MVAR)

Panaran Sagulung 21,2 13,6

Muka
Panaran 100,2 3,2
Kuning
Muka Tanjung
49,2 5,4
Kuning Kasam
Tanjung
Kabil 52,8 13,4
Kasam
Tanjung Tanjung
44,9 20,8
Kasam Uban

31
Tanjung
Sri Bintan 37 1,6
Uban
Tanjung
Sagulung 110,8 2
Uncang

Sri Bintan Air Raja 30,2 0,2

Air Raja Kijang 5,2 1,2

Batu Besar Baloi 42,4 25,4

Harapan Sagulung 103,1 11,9

4.3 Kondisi Eksisting Stabilitas Transien Sistem Kelistrikan Batam Tahun 2022
Suatu sistem kelistrikan dikatakan stabil jika dapat beroperasi secara terus-
menerus adalam kondisi steady state walaupun terjadi gangguan yang menyebabkan
sistem sempat kehilangan stabilitasnya. Tiga parameter yang dijadikan acuan bahwa
stabilnya suatu sistem kelistrikan yaitu sudut rotor, frekuensi dan tegangan. Akan
dilakukan simulasi stabilitas transien pada sistem kelistrikan batam untuk mengetahui
apakah ketiga parameter tersebut stabil.
Ketika semua pembangkit yang berada di sisi hulu dioperasikan untuk menyuplai
energi listrik yang kemudian disalurkan menuju ke sisi hilir beban, sudut rotor PLTU Tj
Kasam1 pada Gambar 4. 3 berada pada nilai 29,547 derajat dengan kondisi steady state.
Lalu untuk frekuensi sistem pada Gambar 4. 4 steady state dengan nilai sebesar 50 Hz.
Kemudian untuk nilai tegangan pada Gambar 4. 5 sebesar 151,308 kV dengan kondisi
steady state. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kondisi eksisting sistem kelistrikan
batam tahun 2022 dalam kondisi yang stabil.

32
Gambar 4. 3 Grafik kondisi eksisting respon sudut rotor tanpa gangguan

Gambar 4. 4 Grafik kondisi eksisting respon frekuensi tanpa gangguan

33
Gambar 4. 5 Grafik kondisi eksisting respon tegangan tanpa gangguan

4.4 Studi Kasus Stabilitas Transien Saat Penambahan Pembangkit PLTS Pada
Tahun 2023
Adapun studi kasus stabilitas transien yang akan disimulasikan yaitu sebagai
berikut:
4.4.1. Pelepasan Pembangkit
Pada studi kasus ini, dilakukan simulasi pelepasan pembangkit PLTS
berkapasitas 50 MWAC pada t=1 s seperti pada Tabel 4. 6. Alasan pemilihan sampel
pada pembangkit PLTS karena merupakan pembangkit baru yang akan dipasangkan.
Kemudian akan diamati bagaimana respon sudut rotor di PLTU Tanjung Kasam 1,
frekuensi sistem dan tegangan di GI Muka Kuning. Alasan pemilihan sampel sudut rotor
di PLTU Tanjung Kasam 1 karena pembangkit PLTU merupakan pembangkit slow
respon yang kemungkinannya paling besar untuk mengalami ketidakstabilan dan
lokasinya paling dekat dengan pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II yang dilepas
dibanding pembangkit PLTU lainnya. Kemudian untuk sampel frekuensi di GI Muka
Kuning tidak menjadi masalah karena nilai frekuensi akan sama di tiap titik sistem selagi
masih terhubung satu sama lain. Selanjutnya pemilihan sampel tegangan di GI Muka
Kuning sisi 150 kV, bukan sisi 20 kV karena 150 kV merupakan backbone sistem
kelistrikan batam.

34
Tabel 4. 6 Studi kasus pelepasan pembangkit
Studi kasus Keterangan kasus CB Open

Pelepasan Pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II 1 s

4.4.1.1. Pelepasan Pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II


Dapat diamati pada Gambar 4. 6, ketika PLTS Muka Kuning I dan II yang
berkapasitas 50 MWAC atau 12,95% dari total daya pembangkitan mengalami outage
pada t=1 s sehingga lepas dari sistem kelistrikan batam, sudut rotor generator PLTU Tj
Kasam 1 seperti pada Gambar 4. 7 merespon dengan naik ke 37,816 derajat karena PLTU
Tj Kasam 1 menaikkan suplai daya aktif, dimana sudut rotor dan daya aktif berbanding
lurus berdasarkan persamaan daya maksimum generator. Kemudian berosilasi beberapa
detik karena generator PLTU Tj Kasam1 berusaha sinkron kembali dengan jaringan agar
mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju ke kondisi steady state di 36,873 derajat.
Namun, sudut rotor tidak kembali ke kondisi semula atau mengalami kenaikan karena
PLTS Muka Kuning outage secara permanen sehingga suplai daya aktif PLTU Tj Kasam1
mengalami kenaikan pula. Berdasarkan persamaan daya maksimum generator, suplai
daya aktif generator berbanding lurus dengan sudut rotor, sehingga sudut rotor juga
mengalami kenaikan.

Gambar 4. 6 Lokasi Pelepasan Pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II di GI Muka


Kuning

35
Gambar 4. 7 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya PLTS
Muka Kuning I dan II
Dapat diamati pada Gambar 4. 8, frekuensi sistem merespon dengan turun ke
49,523 Hz karena daya pembangkitan lebih kecil dari daya yang dibutuhkan beban.
Kemudian frekuensi naik lagi dan berosilasi beberapa detik karena aksi governor
generator yang ada di sistem kelistrikan batam untuk berusaha menstabilkan frekuensi.
Lalu menuju ke kondisi steady state pada 49,626 Hz. Frekuensi tidak kembali ke kondisi
semula atau mengalami penurunan karena PLTS Muka Kuning outage secara permanen
sehingga total daya aktif pembangkitan lebih kecil dari daya di sisi beban atau supply
lebih kecil dari demand. Berdasarkan standar frekuensi dari grid code bahwa nilai
frekuensi yang diizinkan saat operasi normal yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga
frekuensi sistem masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

36
Gambar 4. 8 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya PLTS Muka Kuning I dan II
Dapat diamati pada Gambar 4. 9, tegangan di GI Muka Kuning mengalami
penurunan ke 150,147 kV karena pembangkit yang terhubung dengan GI Muka kuning
menaikkan suplai arus untuk merespon pelepasan pembangkit, dimana arus dan tegangan
berbanding terbalik dengan daya yang konstan. Kemudian tegangan kembali naik dan
berosilasi beberapa detik karena generator di sistem batam merespon dengan menaikkan
suplai arus eksitasi berupa penggunaan AVR agar mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju
ke kondisi steady state di 150,703 kV. Namun tegangan tidak kembali ke kondisi semula
atau mengalami penurunan karena PLTS Muka Kuning outage secara permanen sehingga
pemberian tegangan ke GI Muka Kuning berkurang. Berdasarkan standar tegangan dari
grid code bahwa nilai tegangan yang diizinkan saat operasi normal untuk level tegangan
150 kV yaitu +5% atau 157,5 kV dan -10% atau 135 kV yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz.
Sehingga tegangan di GI Muka Kuning masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

37
Gambar 4. 9 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya PLTS Muka
Kuning I dan II

4.4.2. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal


Pada studi kasus ini, dilakukan simulasi pelepasan saluran sirkuit tunggal di jalur
GI Panaran-GI Muka Kuning dan GI Muka Kuning-GI Tanjung Kasam lepas pada t=1 s
seperti pada Tabel 4. 7, dimana hanya satu saluran saja yang lepas, sehingga satu saluran
lainnya tetap beroperasi. Alasan pemilihan sampel di jalur tersebut karena merupakan
saluran yang terdekat dengan lokasi pemasangan PLTS yaitu di GI Muka Kuning.
Kemudian akan diamati bagaimana respon sudut rotor di PLTU Tanjung Kasam 1,
frekuensi sistem dan tegangan di GI Muka Kuning. Alasan pemilihan sampel sudut rotor
di PLTU Tanjung Kasam 1 karena pembangkit PLTU merupakan pembangkit slow
respon yang kemungkinannya paling besar untuk mengalami ketidakstabilan dan
lokasinya paling dekat dibanding pembangkit PLTU lainnya. Kemudian untuk sampel
frekuensi di GI Muka Kuning tidak menjadi masalah karena nilai frekuensi akan sama di
tiap titik sistem selagi masih terhubung satu sama lain. Selanjutnya pemilihan sampel
tegangan di GI Muka Kuning sisi 150 kV, bukan sisi 20 kV karena 150 kV merupakan
backbone sistem kelistrikan batam.
Tabel 4. 7 Studi kasus pelepasan saluran sirkuit tunggal
Studi kasus Keterangan kasus CB Open

38
Line1 Panaran-Muka Kuning 1s

Line2 Panaran-Muka Kuning 1s


Pelepasan Saluran Sirkuit
Tunggal Line1 Muka Kuning-Tanjung Kasam 1s

Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam 1s

4.4.2.1. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line1 Panaran-Muka Kuning


Dapat diamati pada Gambar 4. 10, ketika saluran sirkuit tunggal line1 panaran-
muka kuning yang menyalurkan daya aktif sebesar 33,7 MW dan 0,8 MVAR lepas pada
t= 1 s, sudut rotor generator PLTU Tj Kasam 1 seperti pada Gambar 4. 11 merespon
dengan naik ke 29,052 derajat karena PLTU Tj kasam menaikkan suplai daya aktif,
dimana sudut rotor dan daya aktif berbanding lurus berdasarkan persamaan daya
maksimum generator. Kemudian berosilasi beberapa detik karena generator PLTU Tj
kasam berusaha sinkron kembali dengan jaringan agar mencapai titik stabilitasnya, lalu
menuju ke kondisi steady state di 28,940 derajat. Namun, sudut rotor tidak kembali ke
kondisi semula atau mengalami penurunan karena saluran sirkuit tunggal lepas secara
permanen sehingga suplai daya aktif PLTU Tj Kasam 1 mengalami penurunan. Menurut
persamaan daya maksimum generator, suplai daya aktif generator berbanding lurus
dengan sudut rotor, sehingga sudut rotor juga mengalami penurunan.

Gambar 4. 10 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line1 Panaran-Muka Kuning

39
Gambar 4. 11 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit tunggal Line1 Panaran-Muka Kuning
Dapat diamati pada Gambar 4. 12, frekuensi sistem merespon dengan naik ke ke
50,005 Hz karena aksi governor generator yang ada di sistem kelistrikan batam untuk
berusaha menstabilkan frekuensi. Kemudian frekuensi turun lagi dan berosilasi beberapa
detik. Lalu menuju ke kondisi steady state pada 50,001 Hz. Frekuensi tidak kembali ke
kondisi semula atau mengalami kenaikan karena saluran sirkuit tunggal melepas secara
permanen. Berdasarkan standar frekuensi dari grid code bahwa nilai frekuensi yang
diizinkan saat operasi normal yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga frekuensi sistem
masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

40
Gambar 4. 12 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit tunggal Line1
Panaran-Muka Kuning
Dapat diamati pada Gambar 4. 13, tegangan di GI Muka Kuning mengalami
penurunan ke 150,858 kV karena tegangan di GI Muka Kuning lebih kecil dari GI
Panaran. Kemudian tegangan kembali naik dan berosilasi beberapa detik karena generator
di sistem batam merespon dengan menaikkan suplai arus eksitasi berupa penggunaan
AVR agar mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju ke kondisi steady state di 150,950 kV.
Namun tegangan tidak kembali ke kondisi semula atau mengalami penurunan karena
tegangan di GI Muka Kuning lebih kecil dari GI Panaran. Berdasarkan standar tegangan
dari grid code bahwa nilai tegangan yang diizinkan saat operasi normal untuk level
tegangan 150 kV yaitu +5% atau 157,5 kV dan -10% atau 135 kV. Sehingga tegangan di
GI Muka Kuning masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

41
Gambar 4. 13 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
tunggal Line1 Panaran-Muka Kuning

4.4.2.2. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line2 Panaran-Muka Kuning


Dapat diamati pada Gambar 4. 14, ketika saluran sirkuit tunggal line2 panaran-
muka kuning yang menyalurkan daya aktif sebesar 33,7 MW dan 0,8 MVAR lepas pada
t= 1 s, sudut rotor generator PLTU Tj Kasam 1 seperti pada Gambar 4. 15 merespon
dengan naik ke 29,051 derajat karena PLTU Tj Kasam 1 menaikkan suplai daya aktif,
dimana sudut rotor dan daya aktif berbanding lurus berdasarkan persamaan daya
maksimum generator. Kemudian berosilasi beberapa detik karena generator PLTU Tj
Kasam 1 berusaha sinkron kembali dengan jaringan agar mencapai titik stabilitasnya, lalu
menuju ke kondisi steady state di 28,940 derajat. Namun, sudut rotor tidak kembali ke
kondisi semula atau mengalami penurunan karena saluran sirkuit tunggal lepas secara
permanen sehingga suplai daya aktif PLTU Tj Kasam 1 mengalami penurunan.
Berdasarkan persamaan daya maksimum generator, suplai daya aktif generator
berbanding lurus dengan sudut rotor, sehingga sudut rotor juga mengalami penurunan.

42
Gambar 4. 14 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line2 Panaran-Muka Kuning

Gambar 4. 15 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit tunggal Line2 Panaran-Muka Kuning
Dapat diamati pada Gambar 4. 16, frekuensi sistem merespon dengan naik ke
ke 50,005 Hz karena aksi governor generator yang ada di sistem batam untuk berusaha

43
menstabilkan frekuensi. Kemudian frekuensi turun lagi dan berosilasi beberapa detik.
Lalu menuju ke kondisi steady state pada 50,001 Hz. Frekuensi tidak kembali ke kondisi
semula atau mengalami kenaikan karena saluran sirkuit tunggal melepas secara
permanen. Berdasarkan standar frekuensi dari grid code bahwa nilai frekuensi yang
diizinkan saat operasi normal yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga frekuensi sistem
masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

Gambar 4. 16 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit tunggal Line2
Panaran-Muka Kuning
Dapat diamati pada Gambar 4. 17, tegangan di GI Muka Kuning mengalami
penurunan ke 150,861 kV karena tegangan di GI Muka Kuning lebih kecil dari GI
Panaran. Kemudian tegangan kembali naik dan berosilasi beberapa detik karena generator
di sistem batam merespon dengan menaikkan suplai arus eksitasi berupa penggunaan
AVR agar mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju ke kondisi steady state di 150,949 kV.
Namun tegangan tidak kembali ke kondisi semula atau mengalami penurunan karena
karena tegangan di GI Muka Kuning lebih kecil dari GI Panaran. Berdasarkan standar
tegangan dari grid code bahwa nilai tegangan yang diizinkan saat operasi normal untuk
level tegangan 150 kV yaitu +5% atau 157,5 kV dan -10% atau 135 kV. Sehingga
tegangan di GI Muka Kuning masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

44
Gambar 4. 17 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
tunggal Line2 Panaran-Muka Kuning

4.4.2.3. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line1 Muka Kuning-Tanjung Kasam


Dapat diamati pada Gambar 4. 18, ketika saluran sirkuit tunggal line1 muka
kuning-tanjung kasam yang menyalurkan daya aktif sebesar 52,8 MW dan 3,2 MVAR
lepas pada t= 1 s, sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 seperti pada Gambar 4. 19
merespon dengan naik ke 29,142 derajat karena PLTU Tj kasam menaikkan suplai daya
aktif, dimana sudut rotor dan daya aktif berbanding lurus berdasarkan persamaan daya
maksimum generator. Kemudian berosilasi beberapa detik karena generator PLTU Tj
kasam berusaha sinkron kembali dengan jaringan agar mencapai titik stabilitasnya, lalu
menuju ke kondisi steady state di 28,711 derajat. Namun, sudut rotor tidak kembali ke
kondisi semula atau mengalami penurunan karena saluran sirkuit tunggal lepas secara
permanen sehingga suplai daya aktif PLTU Tj Kasam 1 mengalami penurunan.
Berdasarkan persamaan daya maksimum generator, suplai daya aktif generator
berbanding lurus dengan sudut rotor, sehingga sudut rotor juga mengalami penurunan.

45
Gambar 4. 18 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line1 Muka Kuning-Tanjung
Kasam

Gambar 4. 19 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit tunggal Line1 Muka Kuning-Tanjung Kasam

46
Dapat diamati pada Gambar 4. 20, frekuensi sistem merespon dengan naik ke
ke 50,009 Hz karena aksi governor generator yang ada di sistem kelistrikan batam untuk
berusaha menstabilkan frekuensi. Kemudian frekuensi turun lagi dan berosilasi beberapa
detik. Lalu menuju ke kondisi steady state pada 50,002 Hz. Frekuensi tidak kembali ke
kondisi semula atau mengalami kenaikan karena saluran sirkuit tunggal melepas secara
permanen. Berdasarkan standar frekuensi dari grid code bahwa nilai frekuensi yang
diizinkan saat operasi normal yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga frekuensi sistem
masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

Gambar 4. 20 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit tunggal Line1
Muka Kuning-Tanjung Kasam
Dapat diamati pada Gambar 4. 21, tegangan di GI Muka Kuning mengalami
penurunan ke 150,828 kV. Kemudian tegangan kembali turun dan berosilasi beberapa
detik karena generator di sistem batam merespon dengan menaikkan suplai arus eksitasi
berupa penggunaan AVR agar mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju ke kondisi steady
state di 150,974 kV. Namun tegangan tidak kembali ke kondisi semula atau mengalami
kenaikan karena tegangan di GI Muka Kuning lebih besar dari GI Tanjung Kasam.
Berdasarkan standar tegangan dari grid code bahwa nilai tegangan yang diizinkan saat
operasi normal untuk level tegangan 150 kV yaitu +5% atau 157,5 kV dan -10% atau 135
kV yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga tegangan di GI Muka Kuning masih sesuai
dengan standar yang diizinkan.

47
Gambar 4. 21 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
tunggal Line1 Muka Kuning-Tanjung Kasam

4.4.2.4. Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam


Dapat diamati pada Gambar 4. 22, ketika saluran sirkuit tunggal line2 muka
kuning-tanjung kasam yang menyalurkan daya aktif sebesar 52,8 MW dan 3,2 MVAR
lepas pada t= 1 s, sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 seperti pada Gambar 4. 23
merespon dengan naik ke 29,146 derajat karena PLTU Tj kasam menaikkan suplai daya
aktif, dimana sudut rotor dan daya aktif berbanding lurus berdasarkan persamaan daya
maksimum generator. Kemudian berosilasi beberapa detik karena generator PLTU Tj
kasam berusaha sinkron kembali dengan jaringan agar mencapai titik stabilitasnya, lalu
menuju ke kondisi steady state di 28,711 derajat. Namun, sudut rotor tidak kembali ke
kondisi semula atau mengalami penurunan karena saluran sirkuit tunggal lepas secara
permanen sehingga suplai daya aktif PLTU Tj Kasam 1 mengalami penurunan.
Berdasarkan persamaan daya maksimum generator, suplai daya aktif generator
berbanding lurus dengan sudut rotor, sehingga sudut rotor juga mengalami penurunan.

48
Gambar 4. 22 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Tunggal Line2 Muka Kuning-Tanjung
Kasam

Gambar 4. 23 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit tunggal Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam

49
Dapat diamati pada Gambar 4. 24, frekuensi sistem merespon dengan naik ke
ke 50,009 Hz karena aksi governor generator yang ada di sistem batam untuk berusaha
menstabilkan frekuensi. Kemudian frekuensi turun lagi dan berosilasi beberapa detik.
Lalu menuju ke kondisi steady state pada 50,002 Hz. Frekuensi tidak kembali ke kondisi
semula atau mengalami kenaikan karena saluran sirkuit tunggal melepas secara
permanen. Berdasarkan standar frekuensi dari grid code bahwa nilai frekuensi yang
diizinkan saat operasi normal yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga frekuensi sistem
masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

Gambar 4. 24 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit tunggal Line2
Muka Kuning-Tanjung Kasam
Dapat diamati pada Gambar 4. 25, tegangan di GI Muka Kuning mengalami
penurunan ke 150,815 kV. Kemudian tegangan kembali naik dan berosilasi beberapa
detik karena generator di sistem batam merespon dengan menaikkan suplai arus eksitasi
berupa penggunaan AVR agar mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju ke kondisi steady
state di 150,974 kV. Namun, tegangan tidak kembali ke kondisi semula atau mengalami
kenaikan karena karena tegangan di GI Muka Kuning lebih besar dari GI Tanjung Kasam.
Berdasarkan standar tegangan dari grid code bahwa nilai tegangan yang diizinkan saat
operasi normal untuk level tegangan 150 kV yaitu +5% atau 157,5 kV dan -10% atau 135
kV. Sehingga tegangan di GI Muka Kuning masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

50
Gambar 4. 25 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
tunggal Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam

4.4.3. Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda


Pada studi kasus ini, dilakukan simulasi pelepasan saluran sirkuit ganda di jalur
GI Panaran- GI Muka Kuning dan GI Muka Kuning-GI Tanjung Kasam lepas pada t=1 s
seperti pada Tabel 4. 8, dimana dua saluran yang lepas, sehingga antar GI saling tidak
terhubung. Alasan pemilihan sampel di jalur tersebut karena merupakan saluran yang
terdekat dengan lokasi pemasangan PLTS yaitu di GI Muka Kuning. Kemudian akan
diamati bagaimana respon sudut rotor di PLTU Tanjung Kasam 1, frekuensi sistem dan
tegangan di GI Muka Kuning. Alasan pemilihan sampel sudut rotor di PLTU Tanjung
Kasam 1 karena pembangkit PLTU merupakan pembangkit slow respon yang
kemungkinannya paling besar untuk mengalami ketidakstabilan dan lokasinya paling
dekat dibanding pembangkit PLTU lainnya. Kemudian untuk sampel frekuensi di GI
Muka Kuning tidak menjadi masalah karena nilai frekuensi akan sama di tiap titik sistem
selagi masih terhubung satu sama lain. Selanjutnya pemilihan sampel tegangan di GI
Muka Kuning sisi 150 kV, bukan sisi 20 kV karena 150 kV merupakan backbone sistem
kelistrikan batam.
Tabel 4. 8 Studi kasus pelepasan saluran sirkuit ganda

51
Studi kasus Keterangan kasus CB Open

Line1 & Line2 Panaran-Muka Kuning 1s


Pelepasan Saluran Sirkuit
Ganda Line1 & Line2 Muka Kuning-Tanjung 1 s
Kasam

4.4.3.1. Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda Line1 & Line2 Panaran-Muka Kuning
Dapat diamati pada Gambar 4. 26, ketika saluran sirkuit ganda line1 dan line2
panaran-muka kuning yang menyalurkan daya aktif sebesar 33,7 MW dan 0,8 MVAR
lepas pada t= 1 s, sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 seperti pada Gambar 4. 27
merespon dengan naik ke 29,506 derajat karena PLTU Tj kasam menaikkan suplai daya
aktif, dimana sudut rotor dan daya aktif berbanding lurus berdasarkan persamaan daya
maksimum generator. Kemudian turun lagi ke 27,206 derajat dan berosilasi beberapa
detik karena generator PLTU Tj kasam berusaha sinkron kembali dengan jaringan agar
mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju ke kondisi steady state di 27,263 derajat.
Namun, sudut rotor tidak kembali ke kondisi semula atau mengalami penurunan karena
saluran sirkuit ganda lepas secara permanen sehingga suplai daya aktif PLTU Tj Kasam
1 mengalami penurunan. Berdasarkan persamaan daya maksimum generator, suplai daya
aktif generator berbanding lurus dengan sudut rotor, sehingga sudut rotor juga mengalami
penurunan.

Gambar 4. 26 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda Line1& Line2 Panaran-Muka


Kuning
52
Gambar 4. 27 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit ganda Line1 dan Line2 Panaran-Muka Kuning
Dapat diamati pada Gambar 4. 28, frekuensi sistem merespon dengan naik ke
ke 50,028 Hz karena aksi governor generator yang ada di sistem kelistrikan batam untuk
berusaha menstabilkan frekuensi. Kemudian frekuensi turun lagi dan berosilasi beberapa
detik. Lalu menuju ke kondisi steady state pada 50,004 Hz. Frekuensi tidak kembali ke
kondisi semula atau mengalami kenaikan karena saluran sirkuit ganda melepas secara
permanen. Berdasarkan standar frekuensi dari grid code bahwa nilai frekuensi yang
diizinkan saat operasi normal yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga frekuensi sistem
masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

53
Gambar 4. 28 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit ganda Line1
dan Line2 Panaran-Muka Kuning
Dapat diamati pada Gambar 4. 29, tegangan di GI Muka Kuning mengalami
penurunan ke 148,793 kV karena tegangan di GI Muka Kuning lebih kecil dari GI
Panaran. Kemudian tegangan kembali naik dan berosilasi beberapa detik karena generator
di sistem kelistrikan batam merespon dengan menaikkan suplai arus eksitasi berupa
penggunaan AVR agar mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju ke kondisi steady state di
149,511 kV. Namun tegangan tidak kembali ke kondisi semula atau mengalami
penurunan karena karena tegangan di GI Muka Kuning lebih kecil dari GI Panaran.
Berdasarkan standar tegangan dari grid code bahwa nilai tegangan yang diizinkan saat
operasi normal untuk level tegangan 150 kV yaitu +5% atau 157,5 kV dan -10% atau 135
kV yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga tegangan di GI Muka Kuning masih sesuai
dengan standar yang diizinkan.

54
Gambar 4. 29 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
ganda Line1 dan Line2 Panaran-Muka Kuning

4.4.3.2. Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda Line1 & Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam
Dapat diamati pada Gambar 4. 30, ketika saluran sirkuit ganda line1 dan line2
muka kuning-tanjung kasam yang menyalurkan daya aktif sebesar 52,8 MW dan 3,2
MVAR lepas pada t= 1 s, sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 seperti pada Gambar
4. 31 merespon dengan naik ke 29,842 derajat karena PLTU Tj kasam menaikkan suplai
daya aktif, dimana sudut rotor dan daya aktif berbanding lurus berdasarkan persamaan
daya maksimum generator. Kemudian turun ke 26,347 derajat dan berosilasi beberapa
detik karena generator PLTU Tj kasam berusaha sinkron kembali dengan jaringan agar
mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju ke kondisi steady state di 26,412 derajat.
Namun, sudut rotor tidak kembali ke kondisi semula atau mengalami penurunan karena
saluran sirkuit ganda lepas secara permanen sehingga suplai daya aktif PLTU Tj Kasam
1 mengalami penurunan. Berdasarkan persamaan daya maksimum generator, suplai daya
aktif generator berbanding lurus dengan sudut rotor, sehingga sudut rotor juga mengalami
penurunan.

55
Gambar 4. 30 Lokasi Pelepasan Saluran Sirkuit Ganda Line1& Line2 Muka Kuning-
Tanjung Kasam

Gambar 4. 31 Grafik respon sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 saat lepasnya
saluran sirkuit ganda Line1 dan Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam
Dapat diamati pada Gambar 4. 32, frekuensi sistem merespon dengan naik ke
ke 50,041 Hz karena aksi governor generator yang ada di sistem kelistrikan batam untuk
berusaha menstabilkan frekuensi. Kemudian frekuensi turun lagi dan berosilasi beberapa

56
detik. Lalu menuju ke kondisi steady state pada 50,005 Hz. Frekuensi tidak kembali ke
kondisi semula atau mengalami kenaikan karena saluran sirkuit ganda melepas secara
permanen. Berdasarkan standar frekuensi dari grid code bahwa nilai frekuensi yang
diizinkan saat operasi normal yaitu di kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga frekuensi sistem
masih sesuai dengan standar yang diizinkan.

Gambar 4. 32 Grafik respon frekuensi sistem saat lepasnya saluran sirkuit ganda Line1
dan Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam
Dapat diamati pada Gambar 4. 33, tegangan di GI Muka Kuning mengalami
kenaikan ke 151,384 kV karena tegangan di GI Tanjung Kasam lebih kecil dari GI Muka
Kuning, Kemudian tegangan kembali turun dan berosilasi beberapa detik karena
generator di sistem batam merespon dengan menaikkan suplai arus eksitasi berupa
penggunaan AVR agar mencapai titik stabilitasnya, lalu menuju ke kondisi steady state di
151,855 kV. Namun tegangan tidak kembali ke kondisi semula atau mengalami kenaikan
karena tegangan di GI Tanjung Kasam lebih kecil dari GI Muka Kuning. Berdasarkan
standar tegangan dari grid code bahwa nilai tegangan yang diizinkan saat operasi normal
untuk level tegangan 150 kV yaitu +5% atau 157,5 kV dan -10% atau 135 kV yaitu di
kisaran 49,0 Hz-51 Hz. Sehingga tegangan di GI Muka Kuning masih sesuai dengan
standar yang diizinkan.

57
Gambar 4. 33 Grafik respon tegangan GI Muka Kuning saat lepasnya saluran sirkuit
ganda Line1 dan Line2 Muka Kuning-Tanjung Kasam

4.5. Kondisi Eksisting Distorsi Harmonisa Sistem Kelistrikan Batam Tahun 2022
Kondisi eksisting sistem kelistrikan batam pada tahun 2022 memiliki daya
pembangkitan sebesar 368,17 dan daya yang dibutuhkan beban puncak sebesar 364,27
MW. Terdapat beberapa beban industri dan rumah tangga yang tersebar di beberapa gardu
induk yang akan menyebabkan terjadinya distorsi harmonisa. Oleh karena itu akan
dilakukan simulasi distorsi harmonisa untuk mengetahui nilai Total Harmonic Distortion
pada sistem kelistrikan batam, apakah nilainya melewati batas toleransi yang
diperbolehkan. Jika gelombang arus mengalami distorsi atau cacat gelombang sehingga
nilai Total Harmonic Distortion di Gardu Induk Muka Kuning mengalami kenaikan
melebihi batas toleransi yang diperbolehkan, maka mitigasi yang dilakukan untuk
mengembalikan gelombang arus menjadi gelombang sinusoidal murni dan mengurangi
nilai THD di Gardu Induk adalah dengan penerapan metode filter single tuned harmonisa.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kapasitas filter single tuned harmonisa berdasarkan
orde tertinggi harmonisa yang dihasilkan oleh peralatan. Kemudian dilakukan
pemasangan filter single tuned harmonisa di gardu induk.
Berdasarkan pada Gambar 4. 34, diperoleh nilai persentase harmonisa tiap orde,
dimana tingkat harmonisa tertinggi pada orde ke-5 yaitu bernilai 1,370%.

58
Gambar 4. 34 Kondisi eksisting kontribusi distorsi harmonisa tiap orde pada GI
Muka Kuning
Untuk mengetahui nilai total kontribusi harmonisa dari tiap ordenya, maka nilai
persentase tiap orde yang didapatkan dari Gambar 4. 34 disubtitusi pada persamaan (3.1)
untuk dilakukan perhitungan Total Voltage Harmonic Distortion yaitu sebagai berikut:

𝑉5 2 + 𝑉7 2 + 𝑉11 2 + 𝑉13 2 + 𝑉17 2 + 𝑉19 2 + 𝑉23 2 + 𝑉25 2 +


√ 2 2
𝑉29 + 𝑉31 2 + 𝑉35 2 + 𝑉37 + 𝑉41 2 + 𝑉43 2 + 𝑉47 2 + 𝑉49 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100%
𝑉1
[(19,55 𝑘𝑉 × 1,370%)2 + (19,55 𝑘𝑉 × 0,195%)2 +
(19,55 𝑘𝑉 × 0,328%)2 + (19,55 𝑘𝑉 × 0,426%)2 +
(19,55 𝑘𝑉 × 0,843%)2 + (19,55 𝑘𝑉 × 0,764%)2 +
(19,55 𝑘𝑉 × 0,031%)2 + (19,55 𝑘𝑉 × 0,339%)2 +
(19,55 𝑘𝑉 × 0,178%)2 + (19,55 𝑘𝑉 × 0,466%)2 +
(19,55 𝑘𝑉 × 0,672%)2 + (19,55 𝑘𝑉 × 0,024%)2 +
(19,55 𝑘𝑉 × 0,031%)2 + (19,55 𝑘𝑉 × 0,028%)2 +
(19,55 𝑘𝑉 × 0,025%)2 + (19,55 𝑘𝑉 × 0,029%)2 ]
𝑇𝐻𝐷𝑉 = √ × 100%
19,55 𝑘𝑉

[0,0717 + 0,00145 + 0,0041 + 0,0069 + 0,0272 +


0,0223 + 0,000037 + 0,00439 + 0,00121 + 0,0083 +

0,0172 + 0,000022 + 0,000037 + 0,00003 +
0,000024 + 0,000032] 𝑘𝑉 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100%
19,55 𝑘𝑉

59
√0,1649 𝑘𝑉 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100% = 2,07%
19,55 𝑘𝑉
Didapatkan nilai Total Voltage Harmonic Distortion (TVHD) untuk kondisi
eksisting yaitu sebesar 2,07%. Lalu dari hasil simulasi pada Gambar 4. 35, nilai THD
pada bus Outgoing 20 kV Muka Kuning sebesar 2,07826%. Terdapat perbedaan dari hasil
perhitungan dan simulasi karena faktor pembulatan, namun hal itu tidak menjadi masalah.
Berdasarkan standar THD dari grid code seperti pada Tabel 2. 2 bahwa nilai THD yang
diizinkan untuk level tegangan <66 kV adalah maksimal di 5%. Sehingga masih sesuai
standar yang diizinkan.

Gambar 4. 35 Kondisi eksisting total harmonic distortion (THD) di bus


Outgoing 20 kV Muka Kuning
Selanjutnya dilakukan perhitungan besar tegangan yang hilang disebabkan oleh
distorsi harmonisa dengan menggunakan persamaan (3.2) yaitu sebagai berikut:
𝑉𝑑 = 𝑇𝐻𝐷𝑉 × 𝑉1 = 2,07% × 19,55 𝑘𝑉 = 0,405 𝑘𝑉
Berdasarkan hasil perhitungan besar tegangan yang hilang, didapatkan nilainya
sebesar 0,405 kV. Kemudian pada Gambar 4. 36, gelombang tegangan pada bus 20 kV
GI Muka Kuning sedikit mengalami cacat gelombang atau terdistorsi karena penggunaan
peralatan elektronika daya yang menghasilkan switching berkali-kali oleh beban-beban
industri GI.

60
Gambar 4. 36 Kondisi eksisting gelombang tegangan GI Muka Kuning yang mengalami
Distorsi
Selanjutnya pada Gambar 4. 37, nilai rugi-rugi daya aktif pada trafo GI Muka
Kuning sebesar 0,006 MW.

Gambar 4. 37 Nilai rugi-rugi daya aktif trafo GI Muka Kuning

4.6. Studi Kasus Distorsi Harmonisa Saat Penambahan Pembangkit PLTS Pada
Tahun 2023
Adapun studi kasus distorsi harmonisa saat penambahan pembangkit PLTS yang
akan disimulasikan yaitu sebagai berikut:

61
4.6.1. Penambahan Pembangkit
Pada studi kasus ini, dilakukan simulasi penambahan pembangkit PLTS Muka
Kuning I dan II yang masing-masing berkapasitas 25 MWAC sehingga total 50 MWAC
yang terpasang pada GI Muka Kuning seperti pada Tabel 4. 9. Alasan pemilihan sampel
pada pembangkit PLTS karena merupakan pembangkit baru yang akan dipasangkan.
Kemudian akan diamati bagaimana gelombang tegangan GI Muka Kuning yang
mengalami distorsi, kontribusi distorsi harmonisa tiap orde dan total harmonic distortion.
Alasan pemilihan sampel di GI Muka Kuning karena GI tersebut merupakan lokasi
pemasangan PLTS.
Tabel 4. 9 Studi kasus penambahan pembangkit
Studi kasus Keterangan Kasus

Penambahan Pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II

Dapat diamati pada Gambar 4. 38, ketika PLTS Muka Kuning yang berkapasitas
50 MWAC dimasukkan ke sistem kelistrikan batam yaitu di bus Outgoing 20 kV Muka
Kuning, terjadi harmonisa pada tiap orde seperti pada Gambar 4. 39, dimana tingkat
harmonisa tertinggi pada orde ke-11 yaitu bernilai 8,267%.

Gambar 4. 38 Lokasi Penambahan Pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II di GI Muka


Kuning

62
Gambar 4. 39 Besar kontribusi distorsi harmonisa tiap orde pada GI Muka Kuning saat
penambahan pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II
Untuk mengetahui nilai total kontribusi harmonisa dari tiap ordenya, maka nilai
persentase tiap orde yang didapatkan dari Gambar 4. 39 disubtitusi pada persamaan (3.1)
untuk dilakukan perhitungan Total Voltage Harmonic Distortion yaitu sebagai berikut:

𝑉5 2 + 𝑉7 2 + 𝑉11 2 + 𝑉13 2 + 𝑉17 2 + 𝑉19 2 + 𝑉23 2 + 𝑉25 2 +


√ 2
𝑉29 2 + 𝑉31 2 + 𝑉35 2 + 𝑉37 + 𝑉41 2 + 𝑉43 2 + 𝑉47 2 + 𝑉49 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100%
𝑉1
[(19,51 𝑘𝑉 × 1,407%)2 + (19,51 𝑘𝑉 × 0,205%)2 +
(19,51 𝑘𝑉 × 8,267%)2 + (19,51 𝑘𝑉 × 5,399%)2 +
(19,51 𝑘𝑉 × 4,105%)2 + (19,51 𝑘𝑉 × 3,156%)2 +
(19,51 𝑘𝑉 × 3,051%)2 + (19,51 𝑘𝑉 × 0,732%)2 +
(19,51 𝑘𝑉 × 0,248%)2 + (19,51 𝑘𝑉 × 0,596%)2 +
(19,51 𝑘𝑉 × 1,351%)2 + (19,51 𝑘𝑉 × 0,266%)2 +
(19,51 𝑘𝑉 × 0,009%)2 + (19,51 𝑘𝑉 × 0,017%)2 +
(19,51 𝑘𝑉 × 0,079%)2 + (19,51 𝑘𝑉 × 0,103%)2 ]
𝑇𝐻𝐷𝑉 = √ × 100%
19,51 𝑘𝑉

[0,0753 + 0,0016 + 2,601 + 1,109 + 0,641 + 0,379 +


√0,354 + 0,0204 + 0,00234 + 0,0135 + 0,069 + 0,0027 +
0,000003 + 0,000011 + 0,00024 + 0,000403] 𝑘𝑉 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100%
19,51 𝑘𝑉

63
√5,269 𝑘𝑉 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100% = 11,765%
19,51 𝑘𝑉
Didapatkan nilai Total Voltage Harmonic Distortion (TVHD) untuk studi kasus
penambahan pembangkit yaitu sebesar 11,765 %. Lalu dari hasil simulasi pada Gambar
4. 40, nilai THD pada bus Outgoing 20 kV Muka Kuning sebesar 11,768 %. Terdapat
perbedaan dari hasil perhitungan dan simulasi karena faktor pembulatan, namun hal itu
tidak menjadi masalah. Berdasarkan standar THD dari grid code seperti pada Tabel 2. 2
bahwa nilai THD yang diizinkan untuk level tegangan <66 kV adalah maksimal di 5%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai distorsi harmonisa tidak sesuai standar dari grid
code.

Gambar 4. 40 Besar total harmonic distortion (THD) di bus Outgoing 20 kV Muka


Kuning saat penambahan pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II
Selanjutnya dilakukan perhitungan besar tegangan yang hilang disebabkan oleh
distorsi harmonisa dengan menggunakan persamaan (3.2) yaitu sebagai berikut:
𝑉𝑑 = 𝑇𝐻𝐷𝑉 × 𝑉1 = 11,765% × 19,51 𝑘𝑉 = 2,295 𝑘𝑉
Berdasarkan hasil perhitungan besar tegangan yang hilang, didapatkan nilainya
sebesar 2,295 kV. Kemudian pada Gambar 4. 41, gelombang tegangan pada bus 20 kV
GI Muka Kuning mengalami perubahan yang signifikan, dimana mengalami cacat
gelombang atau terdistorsi karena adanya penggunaan komponen elektronika daya pada
PLTS berupa inverter, dimana peralatan tersebut juga menghasilkan switching berkali-
kali.

64
Gambar 4. 41 Gelombang tegangan GI Muka Kuning yang mengalami distorsi saat
penambahan pembangkit PLTS Muka Kuning I dan II
Selanjutnya pada Gambar 4. 42, nilai rugi-rugi daya aktif pada trafo GI Muka
Kuning mengalami kenaikan menjadi sebesar 0,068 MW.

Gambar 4. 42 Nilai rugi-rugi daya aktif trafo GI Muka Kuning

4.6.2. Penambahan Filter Single Tuned Harmonisa


Pada studi kasus ini, dilakukan simulasi penambahan Filter Single Tuned
Harmonisa yang kapasitasnya berdasarkan orde tertinggi harmonisa yang dihasilkan oleh
peralatan seperti pada Tabel 4. 10. Kemudian dilakukan pemasangan filter single tuned
harmonisa di titik sambung bersama atau point of common coupling antara PLTS Muka

65
Kuning I dan II dengan beban GI Muka Kuning yaitu pada Bus Outgoing 20 kV Muka
Kuning.
Tabel 4. 10 Studi kasus penambahan Filter Single Tuned Harmonisa
Studi kasus Keterangan Kasus

Penambahan Filter Single Tuned Single Tuned Filter


Harmonisa

Untuk menentukan kapasitas filter Single Tuned Harmonisa yang akan


dipasangkan di sisi Outgoing 20 kV GI Muka Kuning, maka dilakukan perhitungan Filter
Single Tuned Harmonisa yaitu sebagai berikut:
Menentukan nilai kompensasi daya reaktif dari kapasitor berdasarkan besar
beban daya reaktif yaitu pada Gambar 4. 38 di titik point of common coupling
menggunakan persamaan (3.3):
𝑄𝐶 = 𝑄𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
𝑄𝐶 = 2,3 𝑀𝑉𝐴𝑅

Menentukan nilai kapasitansi kapasitor menggunakan persamaan (3.4):


𝑄𝐶
𝐶=
2𝜋𝑓𝑉𝑏𝑢𝑠 2
2,3 𝑀𝑉𝐴𝑅
𝐶= = 18,312 𝜇𝐹
2 × 3,14 × 50 ℎ𝑧 × (20 𝑘𝑉)2

Menentukan nilai induktansi induktor berdasarkan orde ke-11 menggunakan


persamaan (3.5):
1
𝐿=
(2𝜋𝑓𝑛 )2 𝐶
1
𝐿= = 0,00457 𝐻
(2 × 3,14 × (11 × 50 ℎ𝑧))2 × 18,312 𝜇𝐹

Menghitung nilai reaktansi induktif filter menggunakan persamaan (3.6):


𝑋𝐿 = 2𝜋𝑓𝐿 = 2 × 3,14 × 50 ℎ𝑧 × 0,00457 𝐻 = 1,435 Ω

Mensubtitusi hasil perhitungan 𝑋𝐿 ke persamaan (3.7) untuk menentukan nilai


resistansi resistor

66
𝑋𝐿
𝑅= 𝑄

1,435 Ω
𝑅= = 0,024 Ω
60
Didapatkan nilai kapasitansi sebesar 18,312 𝜇𝐹, induktansi sebesar 0,00457 𝐻
dan resistansi filter sebesar 0,024 Ω. Lalu dari hasil simulasi pada Gambar 4. 43, nilai
kapasitansi sebesar 18,151 𝜇𝐹, induktansi sebesar 0,00461 𝐻 dan resistansi filter sebesar
0,024 Ω. Terdapat perbedaan dari hasil perhitungan dan simulasi karena faktor
pembulatan, namun hal itu tidak menjadi masalah.

Gambar 4. 43 Besar kapasitas filter single tuned harmonisa


Dapat diamati pada Gambar 4. 44, dilakukan penerapan metode filter single tuned
harmonisa untuk mengurangi nilai THD pada bus 20 kV GI Muka Kuning. Setelah
dilakukan perhitungan kapasitas filter single tuned harmonisa berdasarkan orde tertinggi
yaitu pada orde ke-11 dan pemasangan filter single tuned harmonisa, nilai harmonisa pada
orde ke-11 mengalami penurunan menjadi 0,024% seperti pada Gambar 4. 45.

Gambar 4. 44 Lokasi Penambahan Filter Single Tuned Harmonisa di GI Muka Kuning

67
Gambar 4. 45 Besar kontribusi distorsi harmonisa tiap orde pada GI Muka Kuning
setelah pemasangan filter single tuned harmonisa
Untuk mengetahui nilai total kontribusi harmonisa dari tiap ordenya, maka nilai
persentase tiap orde yang didapatkan dari Gambar 4. 45 disubtitusi pada persamaan (3.1)
untuk dilakukan perhitungan Total Voltage Harmonic Distortion yaitu sebagai berikut:

𝑉5 2 + 𝑉7 2 + 𝑉11 2 + 𝑉13 2 + 𝑉17 2 + 𝑉19 2 + 𝑉23 2 + 𝑉25 2 +


√ 2
𝑉29 2 + 𝑉31 2 + 𝑉35 2 + 𝑉37 + 𝑉41 2 + 𝑉43 2 + 𝑉47 2 + 𝑉49 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100%
𝑉1
[(19,61 𝑘𝑉 × 1,732%)2 + (19,61 𝑘𝑉 × 0,208%)2 +
(19,61 𝑘𝑉 × 0,024%)2 + (19,61 𝑘𝑉 × 1,844%)2 +
(19,61 𝑘𝑉 × 2,037%)2 + (19,61 𝑘𝑉 × 1,844%)2 +
(19,61 𝑘𝑉 × 1,777%)2 + (19,61 𝑘𝑉 × 0,434%)2 +
(19,61 𝑘𝑉 × 0,149%)2 + (19,61 𝑘𝑉 × 0,361%)2 +
(19,61 𝑘𝑉 × 0,820%)2 + (19,61 𝑘𝑉 × 0,159%)2 +
(19,61 𝑘𝑉 × 0,005%)2 + (19,61 𝑘𝑉 × 0,011%)2 +
(19,61 𝑘𝑉 × 0,048%)2 + (19,61 𝑘𝑉 × 0,066%)2 ]
𝑇𝐻𝐷𝑉 = √ × 100%
19,61 𝑘𝑉

68
[0,1153 + 0,00166 + 0,000016 + 0,1307 + 0,159 +
0,1307 + 0,121 + 0,00724 + 0,000854 + 0,00501 +

0,0258 + 0,00097 + 0,0000009 + 0,0000046 +
0,000089 + 0,000167] 𝑘𝑉 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100%
19,61 𝑘𝑉
√0,698 𝑘𝑉 2
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100% = 4,26%
19,61 𝑘𝑉
Didapatkan nilai Total Voltage Harmonic Distortion (TVHD) untuk studi
kasus penambahan filter single tuned harmonisa yaitu sebesar 4,260 %. Lalu dari
hasil simulasi pada Gambar 4. 46, nilai THD pada bus Outgoing 20 kV Muka
Kuning sebesar 4,267%. Berdasarkan standar THD dari grid code seperti pada
Tabel 2. 2 bahwa nilai THD yang diizinkan untuk level tegangan <66 kV adalah
maksimal di 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai distorsi harmonisa
sesuai standar dari grid code.

Gambar 4. 46 Besar total harmonic distortion (THD) di bus Outgoing 20 kV Muka


Kuning setelah pemasangan filter single tuned harmonisa
Selanjutnya dilakukan perhitungan besar tegangan yang hilang dengan
menggunakan persamaan (3.2) yaitu sebagai berikut:
𝑉𝑑 = 𝑇𝐻𝐷𝑉 × 𝑉1 = 4,260% × 19,61 𝑘𝑉 = 0,835 𝑘𝑉
Berdasarkan hasil perhitungan besar tegangan yang hilang, didapatkan nilainya
mengalami penurunan menjadi 0,835 kV. Kemudian pada Gambar 4. 47, cacat

69
gelombang tegangan sudah diredam sehingga bentuk gelombang tegangan seperti
gelombang sinusoidal murni.

Gambar 4. 47 Gelombang tegangan GI Muka Kuning yang mengalami distorsi setelah


pemasangan filter single tuned harmonisa
Selanjutnya pada gambar 4. 47, nilai rugi-rugi daya aktif pada trafo GI Muka
Kuning mengalami penurunan menjadi sebesar 0,067 MW.

Gambar 4. 48 Nilai rugi-rugi daya aktif trafo GI Muka Kuning

Tabel 4. 11 Nilai THD untuk kondisi eksisting, penambahan pembangkit dan


penambahan filter single tuned harmonisa

70
No. Kondisi Penambahan Penambahan Filter
Eksisting (%) Pembangkit (%) Single Tuned (%)

1. 2,07 11,76 4,26

Berdasarkan pada Tabel 4. 11, saat penambahan pembangkit PLTS di Muka


Kuning, maka nilai THD mengalami kenaikan dari 2,07% menjadi 11,76%. Setelah
diterapkannya metode filter single tuned harmonisa, nilai THD turun menjadi 4,26%.

Tabel 4. 12 Nilai tegangan yang hilang untuk kondisi eksisting, penambahan


pembangkit dan penambahan filter single tuned harmonisa
No. Kondisi Penambahan Penambahan Filter
Eksisting (kV) Pembangkit (kV) Single Tuned (kV)

1. 0,405 2,295 0,835

Berdasarkan pada Tabel 4. 12, saat penambahan pembangkit PLTS di Muka


Kuning, maka nilai tegangan yang hilang mengalami kenaikan dari 0,405 kV menjadi
2,295 kV. Setelah diterapkannya metode filter single tuned harmonisa, nilai tegangan
yang hilang turun menjadi 0,835 kV.

Tabel 4. 13 Nilai rugi-rugi daya aktif trafo GI Muka Kuning untuk kondisi eksisting,
penambahan pembangkit dan penambahan filter single tuned harmonisa
No. Kondisi Penambahan Penambahan Filter
Eksisting (MW) Pembangkit (MW) Single Tuned (MW)

1. 0,06 0,068 0,067

Berdasarkan pada Tabel 4. 13, saat penambahan pembangkit PLTS di Muka


Kuning, maka nilai rugi-rugi daya aktif trafo GI Muka Kuning mengalami kenaikan dari
0,06 MW menjadi 0,068 MW. Setelah diterapkannya metode filter single tuned
harmonisa, nilai rugi-rugi daya aktif turun menjadi 0,067 MW.

71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil simulasi dan analisis dalam skripsi ini, maka penulis dapat
simpulkan dalam beberapa poin yaitu sebagai berikut:
1. Kondisi stabilitas transien sistem kelistrikan batam saat penambahan pembangkit
PLTS berkapasitas 50 MWAC yaitu:
a. Pelepasan pembangkit yaitu PLTS Muka Kuning I dan II, didapatkan bahwa
sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1 mengalami kenaikan dan menuju ke
kondisi steady state di 36,873 derajat. Kemudian untuk frekuensi sistem
mengalami penurunan dan menuju ke kondisi steady state di 49,626 Hz.
Selanjutnya untuk tegangan di GI Muka Kuning mengalami penurunan dan
menuju ke kondisi steady state di 150,703 kV
b. Pelepasan saluran sirkuit tunggal pada Line Panaran-Muka Kuning dan Muka
Kuning-Tanjung Kasam, didapatkan bahwa sudut rotor generator PLTU Tj
Kasam1 mengalami penurunan dan menuju kondisi steady state di rentang
28,711-28,940 derajat. Kemudian untuk frekuensi sistem mengalami
kenaikan dan menuju kondisi steady state di rentang 50,001-50,002 Hz.
Selanjutnya untuk tegangan di GI Muka Kuning mengalami penurunan di
rentang 150,949-150,974 kV
c. Pelepasan saluran sirkuit ganda yaitu Line Panaran-Muka Kuning dan Muka
Kuning-Tanjung, didapatkan bahwa sudut rotor generator PLTU Tj Kasam1
mengalami penurunan dan menuju kondisi steady state di rentang 26,412-
27,263 derajat. Kemudian untuk frekuensi sistem mengalami kenaikan dan
menuju kondisi steady state di rentang 50,004-50,005 Hz karena saluran
sirkuit tunggal melepas secara permanen. Selanjutnya untuk tegangan di GI
Muka Kuning mengalami penurunan dan menuju kondisi steady state di
rentang 149,511-151,885 kV
2. Penambahan pembangkit yaitu PLTS Muka Kuning I dan II, terjadi harmonisa
pada bus 20 kV Outgoing Muka Kuning, dimana tingkat harmonisa tertinggi pada
orde ke-11 yaitu bernilai 8,267%. nilai THD pada bus 20 kV GI Muka Kuning

72
berada pada 11,76863%. Berdasarkan standar THD dari grid code PLN bahwa
nilai THD yang diizinkan untuk level tegangan <66 kV adalah maksimal di 5%
3. Penerapan metode filter single tuned harmonisa mengurangi nilai THD pada bus
20 kV GI Muka Kuning, didapatkan bahwa nilai harmonisa bus 20 kV Outgoing
Muka Kuning pada orde ke-11 mengalami penurunan ke 0,024%. Kemudian nilai
THD pada bus 20 kV GI Muka Kuning mengalami penurunan ke 4,266009%.
Berdasarkan standar THD dari grid code PLN bahwa nilai THD yang diizinkan
untuk level tegangan <66 kV adalah maksimal di 5%

5.2 Saran
1. Untuk meningkatkan stabilitas transien sistem kelistrikan batam, dibutuhkan
pengaturan AVR dan Governor yang lebih optimal
2. Untuk studi kasus pelepasan pembangkit, diperoleh penurunan frekuensi yang
cukup signifikan, maka dari itu dibutuhkan pengaturan ulang speed droop tiap
pembangkit agar mengembalikan nilai frekuensi ke kondisi semula
3. Untuk studi kasus penambahan filter harmonisa, diperlukan filter dengan jenis
lebih baik dalam meredam harmonisa agar penurunan total harmonic distortion
lebih maksimal

73
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, I. (2016). Transient Stability Analysis of Generation and Transmission system of
a thermal power plant of Pakistan. 7(5), 1543–1560.

Andi Syofian & Anju Martulesi. (2008). Perencanaan dan Analisis Penentuan Letak
Filter Harmonik pada Sistem Tenaga Listrik. 1–8.

Aucla. (2019). No TitleΕΛΕΝΗ. Αγαη, 8(5), 55.

Ayub, M., Gan, C. K., Fazliana, A., & Kadir, A. (2014). The Impact of Grid-Connected
PV Systems on Harmonic Distortion. Disponível em:
<https://ieeexplore.ieee.org/stamp/stamp.jsp?tp=&arnumber=6873872&tag=1>.
Acessado em: 25 jul. 2018. 669–674.

Azis, H., Pawenary, P., & Sitorus, M. T. B. (2019). Simulasi Pemodelan Sistem Eksitasi
Statis pada Generator Sinkron terhadap Perubahan Beban. Energi & Kelistrikan,
11(2), 46–54. https://doi.org/10.33322/energi.v11i2.483

Blooming, T. M., Carolina, N., & Carnovale, D. J. (2015). Application of IEEE STD 519-
1992 Harmonic Limits Application Of IEEE STD 519-1992 Harmonic Limits.
August. https://doi.org/10.1109/PAPCON.2006.1673767

Calle, I. A., & Calle, I. A. (2016). Transient Stability Constrained Optimal Power Flow :
Improved Doctoral Thesis Optimal Power Flow : Improved Author : Department Of
Electrical Engineering. March 2015.

Das, J. C. (2015). Harmonic Distortion Limits According to Standards. Power System


Harmonics and Passive Filter Designs, 427–451.
https://doi.org/10.1002/9781118887059.ch10

Efthymiadis, A. E., & Guo, Y. H. (1996). Generator reactive power limits and voltage
stability. IEE Conference Publication, 421, 196–199.
https://doi.org/10.1049/cp:19960263

Fatkhurrohman, M. (2015). Desain Filter Pasif Harmonisa Pada Sistem Kelistrikan Cpa
Petrochina Tuban.

74
Friansah, F. R. (2018). Studi Stabilitas Transien Akibat Perubahan Konfigurasi Jaringan
Transmisi JAMALI 500kV dengan Penambahan Kapasitas Pembangkit 5200 MW
Tahun 2025 Studi Stabilitas Transien Akibat Perubahan Konfigurasi Jaringan
Transmisi JAMALI 500kV dengan Penambahan Kapas.

Hadi, A. (2015). Spektrum Harmonisa Arus Household Electronic Equipment Using.

Hadi, A., & Ervianto, E. (2016). Studi Pelepasan Beban Dengan Menggunakan Relai
Frekuensi Kurang Pada Sistem Tenaga Listrik. Jom FTEKNIK, 3(2), 1–7.

Indrakoesoema, K., Andryant, & O, Y. (2014). Analisis Pengaruh Harmonisa Pada


Transformator BHT01 dan BHT02 RSG GA. Siwabessy. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Dan Aplikasi Reaktor Nuklir, 44–53. http://repo-
nkm.batan.go.id/id/eprint/1583

Indrawanto. (2009). Sistem Pembangkit Turbin Gas. 24(2), 182–202.

Karyono. (2013). Pedoman dan Petunjuk Sistem Proteksi Transmisi dan Gardu Induk
Jawa Bali. PT PLN (Persero), 1(September), 513.

Kundur, P., Paserba, J., Ajjarapu, V., Andersson, G., Bose, A., Canizares, C.,
Hatziargyriou, N., Hill, D., Stankovic, A., Taylor, C., Van Cursem, T., & Vittal, V.
(2004). Definition and classification of power system stability. IEEE Transactions
on Power Systems, 19(3), 1387–1401. https://doi.org/10.1109/TPWRS.2004.825981

Lackovic, V. (2017). Power System Transient Stability Study Fundamentals. 877.

Lewerissa, Y. J. (2018). Analisis Energi Pada Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga


Uap (Pltu) Dengan Cycle Tempo. Jurnal Voering, 3(1), 23.
https://doi.org/10.32531/jvoe.v3i1.85

Maududi, Y. M. (2021). Penentuan Generator Kritis Pada SIstem Multimesin


Menggunakan Modal Analysis.
https://repository.its.ac.id/86402/%0Ahttps://repository.its.ac.id/86402/1/07111740
000123-Undergraduate_Thesis.pdf

Noor Hidayat, M., Izza, S., & Ika Putri, R. (2018). Analysis of Transient Stability in

75
Synchronous Generator Using Nyquist Method. International Journal of
Engineering & Technology, 7(4.44), 22. https://doi.org/10.14419/ijet.v7i4.44.26856

Prabha Kundur. (1994). Power System Stability and Control - Prabha Kundur - McGraw-
Hill Education (p. 1176).
https://www.mheducation.co.in/html/9780070635159.html

PT. PLN. (1995). Standar-Standar Tegangan. Standar Perusahaan Listrik Negara, 5.

Rezky, P. P., Penangsang, O., & Aryani, N. K. (2016). Studi Analisa Stabilitas Transien
Sistem Jawa-Madura-Bali (Jamali) 500kV Setelah Masuknya Pembangkit Paiton
1000 MW Pada Tahun 2021. Jurnal Teknik ITS, 5(2).
https://doi.org/10.12962/j23373539.v5i2.16114

Rosalina, F. U. (2010). Analisis Kestabilan Sistem Tenaga Listrik. Teknik EEektro, 25(1),
1–14.

Sinvula, R., Abo-al-ez, K. M., & Kahn, M. T. (2019). Total Harmonics Distortion ( THD
) with PV System Integration in Smart Grids : Case Study. 2019 International
Conference on the Domestic Use of Energy (DUE), 102–108.

Yudhantomo, T. K., Putranto, L. M., Sugiyantoro, B., & Tiyono. (2019). Transient
stability analysis in grid integrated solar farm. Proceedings - 2019 5th International
Conference on Science and Technology, ICST 2019, 1–6.
https://doi.org/10.1109/ICST47872.2019.9166213

Rochibi, M., Supratno, S., & Sikki, M. I. (2018). Analisa Perancangan Filter Pasif untuk
Meredam Harmonisa dan Perbaikan Faktor Daya pada Beban Area Welding.
Seminar Nasional Teknik Elektro,
Kementrian ESDM. (2020). Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code). Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, 3, 417–607.
https://jdih.esdm.go.id/storage/document/PM ESDM No 20 Tahun 2020.pdf

76
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Bimbingan Skripsi

LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI


Nama Mahasiswa : Muhammad Ilhamsyah

NIM : 201811172

Program Studi : S1 Teknik Elektro

Jenjang : Sarjana

Fakultas : Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan

Pembimbing Utama (Materi) : Adri Senen, S.T., M.T.

Judul Skripsi Analisis Stabilitas Transien dan Distorsi Harmonisa


: Saat Penambahan Pembangkit PLTS 50 MWAC
Pada Sistem Kelistrikan 20 kV Batam

Tanggal Materi Bimbingan Paraf Pembimbing


18 Februari 2022 Pengajuan Judul Skripsi
23 Februari 2022 Revisi BAB I
1 Maret 2022 Revisi BAB II
7 Maret 2022 Konsultasi Proposal BAB I – III
22 Maret 2022 Bimbingan Sidang Proposal
7 Juni 2022 Konsultasi BAB IV
24 Juni 2022 Revisi BAB IV
30 Juni 2022 Konsultasi BAB IV
5 Juli 2022 Revisi BAB IV
9 Juli 2022 Revisi BAB V
12 Juli 2022 Revisi Skripsi Final BAB I – V
15 Juli 2022 Revisi Skripsi Final (Penulisan)
Lampiran 2 Data Pembangkit Sistem Kelistrikan Batam

Nama Kapasitas Suplai Daya Suplai Daya


Unit pembangkit
pembangkit (MVA) Aktif (MW) Reaktif (MVAR)

PLTU Tj Kasam1 81,25 45 17,785


PLTU Tanjung
Kasam PLTU Tj Kasam2 81,25 45 17,785
PLTG Tj Uncang 22 4,467
97,059
1
PLTG Tanjung
PLTG Tj Uncang 22 3,135
Uncang 97,059
2
STG Tj Uncang 97,059 20 7,904
PLTG DEB 1 37,5 23 5,764
PLTG DEB
PLTG DEB 2 37,5 23 4,670
PLTG ELB 1 58,117 20 2,849
PLTG ELB
PLTG ELB 2 58,117 20 2,849
PLTG MEB 1 39 22 4,467
PLTG MEB
PLTG MEB 2 39 22 4,467
PLTGU Dalle CCPP Dalle 26,942 15 3,046
PLTGU Mitra CCPP Mitra 26,942 15 3,046
PLTMG Panaran 7 1,754
10,663
1
PLTMG Panaran 6,8 0,969
PLTMG Panaran 10,663
2
PLTMG Panaran 5,8 0,826
10,663
3
PLTMG Kabil 1 6,84 5,3 1,546
PLTMG Kabil 2 6,84 5 1,015
PLTMG Kabil PLTMG Kabil 3 6,84 5 1,015
PLTMG Kabil 7 4,3 1,078
6,84
Ext
PLTMG TM 10 2,51
PLTMG TM 19,2
2500
PLTMG Tekojo PLTMG Tekojo 10 3 0,986
PLTU CTI 1 20 12 3,007
PLTU CTI
PLTU CTI 2 20 4 0,570
Lampiran 3 Data Saluran Sistem Kelistrikan Batam

Dari GI Ke GI R (Ω) X (Ω) Y (𝜇S) Jarak (km)

Panaran I Muka Kuning I 0,039 0,272 4,181 5,97


Panaran II Muka Kuning II 0,039 0,272 4,181 5,97
Panaran I Sagulung I 0,0397 0,272 4,173 15,56
Panaran II Sagulung II 0,0397 0,272 4,173 15,56
Muka Kuning I Tanjung Kasam I 0,039 0,272 4,181 14,65
Muka Kuning II Tanjung Kasam II 0,039 0,272 4,181 14,65
0,0556 0,2755 4,093 4,225
Tanjung Kasam I Kabil I
0,078 0,154 47,12 5
Tanjung Kasam I Batu Besar I 0,0556 0,2755 4,093 8,45
0,0556 0,2755 4,093 4,225
Kabil I Batu Besar I
0,078 0,154 47,12 1
0,078 0,154 47,12 3,4
0,0397 0,272 4,173 3
Tanjung Kasam I Tanjung Uban I
0,078 0,154 47,12 5,6
0,29 0,4049 4,093 5,37
0,078 0,154 47,12 3,4
0,0397 0,272 4,173 3
Tanjung Kasam I Tanjung Uban I
0,078 0,154 47,12 5,6
0,29 0,4049 4,093 5,37
Tanjung Uban I Sri Bintan I 0,29 0,4049 4,093 16,237
Tanjung Uban II Sri Bintan II 0,29 0,4049 4,093 16,237
Sri Bintan I Air Raja I 0,29 0,4049 4,093 38
Sri Bintan II Air Raja I I 0,29 0,4049 4,093 38
Air Raja I Kijang I 0,29 0,4049 4,093 12,8
Air Raja II Kijang II 0,29 0,4049 4,093 12,8
Batu Besar I Nongsa I 0,0397 0,272 4,173 8,7
Batu Besar II Nongsa II 0,0397 0,272 4,173 8,7
Batu Besar I Baloi I 0,6312 0,4049 0 9,67
Batu Besar II Baloi II 0,6312 0,4049 0 9,67
Baloi I Sengkuang I 0,0397 0,272 4,173 8,32
Baloi II Sengkuang II 0,0397 0,272 4,173 8,32
Baloi I Harapan I 0,6312 0,4049 0 7,05
Baloi II Harapan II 0,6312 0,4049 0 7,05
Harapan I Sagulung I 0,0397 0,272 4,173 8,96
Harapan II Sagulung II 0,0397 0,272 4,173 8,96
Sagulung I Tanjung Uncang I 0,0397 0,272 4,173 6,453
Sagulung II Tanjung Uncang II 0,0397 0,272 4,173 6,453
Lampiran 4 Data Beban Sistem Kelistrikan Batam

Nama GI P (MW) Q (MVAR)

Muka Kuning 11,00401 2,200802


Sagulung I 18,706817 3,7413634
Sagulung II 9,903609 1,9807218
Sei Harapan I 9,903609 1,9807218
Sei Harapan II 12,104411 2,4208822
Kabil I 16,506015 3,301203
Kabil II 7,702807 1,5405614
Batu besar I 33,01203 6,602406
Batu besar II 22,00802 4,401604
Sei Baloi I 31,911629 6,3823258
Sei Baloi II 23,108421 4,6216842
Sei Baloi III 23,108421 4,6216842
Sei Baloi IV 27,510025 5,502005
Sri Bintan 6,602406 1,3204812
Tanjung Uban I 4,401604 0,8803208
Tanjung Uban II 3,301203 0,6602406
Ngenang 0,04181524 0,008363048
Trafo PS Mitra
5,502005 2,664742066
Dalle
Tanjung uncang 5,502005 1,100401
Tanjung kasam 8,803208 1,7606416
Tanjung kasam I 6,602406 3,197688278
Tanjung kasam II 6,602406 3,197688278
Kijang 6,602406 1,3204812
Sengkuang I 9,903609 1,9807218
Sengkuang II 6,602406 1,3204812
Air Raja I 17,606416 3,5212832
Air Raja II 17,606416 3,5212832
Panaran 12,104411 2,4208822
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

a. Data personal
NIM : 201811172
Nama : Muhammad Ilhamsyah
Tempat/Tgl. Lahir : Makassar, 29 April 2000
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Program Studi : S-1 Teknik Elektro
Alamat Rumah : Jalan Pajjaiang Perum Griya Nuansa Alam
Blok B No. 12, Kec. Biringkanaya, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan
No. Telepon : 0881025502197
Email : muhammad1811172@itpln.ac.id
b. Pendidikan
Jenjang Nama Lembaga Jurusan Tahun Lulus
SD SDIT Wihdatul Ummah - 2012
SMP SMPN 12 Makassar - 2015
SMA SMAN 21 Makassar IPA 2018

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya

Jakarta, 15 Agustus 2022

Mahasiswa ybs

(Muhammad Ilhamsyah)

Anda mungkin juga menyukai