Anda di halaman 1dari 66

LABORATORIUM KONVERSI ENERGI ELEKTRIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
LEMBAR ASISTENSI PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DAYA

Judul Percobaan : Penyearah tak terkendali


Nama Asisten : Richard Sabera (1815031007)
Rizky Akbar Dwi Azka (1815031061)
Nama Praktikan : Muhamad Mirza (1915031023)
Kelompok :1
No Catatan Tanggal TTD
1. Praktikum 21-11-2021

2. Asistensi 1 2-12-2021
Perbaiki yang ditandai

3. Asistensi 2 6-12-2021
Perbaiki yang ditandai

4. Asistensi 3 7-12-2021
Perbaiki yang ditandai

5. Asistensi 4 9-12-2021
Perbaiki yang ditandai

6. ACC 9-12-2021

Bandar Lampung, 9 Desember 2020


Asisten,

_____________________
NPM. 1815031007
I. JUDUL PERCOBAAN

PENYEARAH TAK TERKENDALI

II. TUJUAN PERCOBAAN

Adapun tujuan dari percobaan ini sebagai berikut :

1. Memahami rangkaian penyearah satu fasa setengah gelombang dan gelombang

penuh tak terkendali

2. Memahami karakteristik penyearah satu fasa setengah gelombang dan

gelombang tak terkendali dengan berbagai variasi beban

3. Memahami bentuk gelombang input dan output penyearah satu fasa setengah

gelombang dan gelombang penuh tak terkendali pada beban yang bervariasi

4. Memahami rangkaian penyearah tiga fasa tidak terkendali setengah gelombang


dan gelombang penuh
5. Memahami karakteristik penyearah tiga fasa tidak terkendali setengah gelombang
dan gelombang penuh dengan berbagai variasi beban.
6. Menggambarkan bentuk gelombang arus dan tegangan penyearah tiga fasa tidak
terkendali setengah gelombang dan gelombang penuh pada berbagai variasi
beban.

III. TEORI DASAR

Penyearah Setengah Gelombang Tak Terkendali Satu Fasa Penyearah tak terkendali

pada umumnya menggunakan dioda sebagai saklarnya. Untuk penyearah satu fasa
setengah gelombang tak terkendali menggunakan satu buah dioda, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar

Gambar 3.1 Penyearah satu fasa setengah gelombang tak terkendali dengan beban

resistif dan gelombang outputnya

Dioda hanya mengalirkan arus saat tegangan sumber Vs bernilai positif saja. Saat

tegangan sumber negatif dioda pada kondisi tertahan (blocking condition) dan

tegangan keluarannya nol.

III.1. Penyearah Dengan Beban Tahanan Murni (Resistor)

Pada beban resistif, sudut pemadaman diode terjadi pada sudut konduksi  = .

Bentuk gelombang arus dan tegangan outputnya sama tanpa ada pergeseran fasa.

Besarnya tegangan dan arus rata-rata output

Sedangkan tegangan dan arus rms output :


3.2. Penyearah Dengan Beban Resistor dan Induktor.

Gambar 3.2 Penyearah setengah gelombang dengan beban resistif dan induktif

Pada beban resistif dan induktif, sudut pemadaman dioda terjadi pada sudut konduksi

 =  + σ . Bentuk gelombang arus dan tegangan outputnya terjadi beda fasa sebesar σ

. Ini dikarenakan adanya induktor dalam rangkaian. Pada periode positif, induktor di

charge. Saat ωt = , arus di induktor masih tersisa, sehingga diode tetap menyala.

Diode off setelah arus Io turun mencapai 0 pada ωt =  =  +σ . Tegangan output

rata-rata :

3.3. Penyearah Satu Fasa Tak Terkendali Gelombang Penuh


Gambar 3.3 Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan 4 dioda

Pada gambar 3. merupakan rangkaian penyearah gelombang- penuh satu fasa

jembatan dengan beban R. Jumlah dioda dalam rangkaian penyearah ini sebanyak

empat buah, yaitu: D1, D2, D3, dan D4. Pada setengah siklus pertama dengan

polaritas positif, dioda D1 dan D2 pada rangkaian penyearah akan ON sedangkan

dioda D3 dan D4 dalam kondisi OFF. Selanjutnya, pada setengah siklus kedua

dengan polaritas negatif, dioda D3 dan D4 pada rangkaian penyearah akan ON

sedangkan D1 dan D2 dalam kondisi OFF. Tegangan luaran searah dihasilkan ketika

dioda D1 dan D2, serta D3 dan D4 dalam kondisi ON yang memiliki nilai tegangan

searah rerata dan efektif. Tetapi, ketika dioda D1 dan D2, serta D3 dan D4 dalam

kondisi OFF, nilai tegangan pada dioda D1 dan D2 sebesar –Vm.

3.4. Penyearah Dengan Beban Tahanan Murni (Resistor)

Pada beban resistif, sudut pemadaman diode terjadi pada sudut konduksi β = π.

Bentuk gelombang arus dan tegangan outputnya sama tanpa ada pergeseran

fasa. Besarnya tegangan dan arus rata-rata output :

3.5. Penyearah Dengan Filter L

Filter L berfungsi untuk meratakan arus. Saat arus input pada perioda positif,

induktor dalam kondisi charge, dan saat prioda negative induktor menjadi
discharge. Pada nilai L tak terhingga, arus output menjadi rata dan arus input

menjadi persegi. Pada penyearah dengan beban R dan L, tegangan rata-rata output

dirumuskan dengan :

dengan

VR merupakan tegangan saat beban murni.

3.6. Penyearah Dengan Filter C


Filter C berfungsi untuk meratakan tegangan output . Saat diode 1 ON, kapasitor

charging. Saat tegangan menuju minimum, kapasitor menjadi discharging dan

mencatu beban. Begitu seterusnya, sehingga tegangan output tidak pernah

menjadi nol.

3.7. Penyearah Dengan Filter LC
Pada   penyearah   dengan   filter   LC,   komponen   tegangan   ac   dan   harmonisan
ya dirumuskan dengan :

Jenis jenis penyearah gelombang :

3.8. Half Wave Rectifier


Half Wave Rectifier atau Penyearah Setengah Gelombang merupakan Penyearah

yang paling sederhana karena hanya menggunakan 1 buah Dioda untuk menghambat

sisi sinyal negatif dari gelombang AC dari Power supply dan melewatkan sisi sinyal

Positif-nya.

Gambar 3.4 penyearah setengah gelombang

Pada prinsipnya, arus AC terdiri dari 2 sisi gelombang yakni sisi positif dan sisi

negatif yang bolak-balik. Sisi Positif gelombang  dari arus AC yang masuk ke Dioda

akan menyebabkan Dioda menjadi bias maju (Forward Bias) sehingga

melewatkannya, sedangkan sisi Negatif gelombang arus AC yang masuk akan

menjadikan Dioda dalam posisi Reverse Bias (Bias Terbalik) sehingga menghambat

sinyal negatif tersebut.

3.9. Full Wave Rectifier

Terdapat 2 cara untuk membentuk Full Wave Rectifier atau Penyearah Gelombang

Penuh. Kedua cara tersebut tetap menggunakan Dioda sebagai Penyearahnya namun

dengan jumlah Dioda yang berbeda yaitu dengan menggunakan 2 Dioda dan 4 Dioda.

Penyearah Gelombang Penuh dengan 2 Dioda harus menggunakan Transformer CT


sedangkan Penyearah 4 Dioda tidak perlu menggunakan Transformer CT,

Penyearahnya namun dengan jumlah Dioda yang berbeda yaitu dengan menggunakan

2 Dioda dan 4 Dioda.

3.10. Penyearah gelombang penuh dua dioda

Penyearah Gelombong Penuh 2 Dioda memerlukan Transformer khusus yang

dinamakan dengan Transformer CT (Centre Tapped). Transformer CT memberikan

Output (Keluaran) Tegangan yang berbeda fasa 180° melalui kedua Terminal Output

Sekundernya. Di saat Output Transformer CT pada Terminal Pertama memberikan

sinyal Positif pada D1, maka Terminal kedua pada Transformer CT akan memberikan

sinyal Negatif (-) yang berbeda fasa 180° dengan Terminal Pertama. D1 yang

mendapatkan sinyal Positif (+) akan berada dalam kondisi Forward Bias (Bias Maju)

dan melewatkan sisi sinyal Positif (+) tersebut sedangkan D2 yang mendapatkan

sinyal Negatif (-) akan berada dalam kondisi Reverse Bias (Bias Terbalik) sehingga

menghambat sisi sinyal Negatifnya. Sebaliknya, pada saat gelombang AC pada

Terminal Pertama berubah menjadi sinyal Negatif maka D1 akan berada dalam

kondisi Reverse Bias dan menghambatnya. Terminal Kedua yang berbeda fasa 180°

akan berubah menjadi sinyal Positif sehingga D2 berubah menjadi kondisi Forward

Bias yang melewatkan sisi sinyal Positif tersebut.


Gambar 3.5 Penyearah gelombang penuh 2 dioda

IV. ALAT DAN BAHAN

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini sebagai berikut :

1. Power supply

2. Dioda silikon

3. Resistor load

4. Induktor

5. Kapasitor

6. Voltmeter

7. Amperemeter

8. Osiloskop

9. Kabel jumper
V. RANGKAIAN PERCOBAAN

Adapun rangkaian percobaan ini sebagai berikut :

V.1. Rangkaian penyearah tak terkendali satu fasa

V.1.1. Rangkaian penyearah tak terkendali satu fasa setengah gelombang dengan

beban R

Gambar 5.1.1 Rangkaian penyearah tak terkendali satu fasa setengah gelombang

dengan beban R
V.1.2. Rangkaian penyearah satu fasa tak terkendali setengah gelombang dengan

beban RL

Gambar 5.1.2 Rangkaian penyearah satu fasa tak terkendali setengah gelombang

dengan beban RL

V.1.3. Rangkaian penyearah satu fasa tak terkendali gelombang penuh dengan beban

R
Gambar 5.1.3 Rangkaian penyearah satu fasa tak terkendali gelombang penuh

dengan beban R

V.1.4. Rangkaian penyearah satu fasa tak terkendali gelombang penuh dengan filter

RL

Gambar 5.1.4 Rangkaian penyearah satu fasa tak terkendali gelombang penuh dengan

filter RL

VI. PROSEDUR PERCOBAAN

Adapun prosedur percobaan yang dilakukan sebagai berikut :

VI.1. Percobaan penyearah tak terkendali satu fasa

VI.1.1. Percobaan penyearah tak terkendali satu fasa setengah gelombang dengan

beban resistor

1. Merakit alat dan bahan seperti pada gambar 5.1.1

2. Mengkalibrasi osiloskop

3. Menghubungkan rangkaian dengan sumber


4. Menyesuaikan volt/div dan time/div pada osiloskop

5. Mencatat hasil pengukuran dalam tabel dan menggambarkan bentuk gelombang

input dan outputnya

6. Memvariasikan nilai resistor dan memasukan hasilnya dalam tabel

6.1.2. Percobaan penyearah tak terkendali satu fasa setengah gelombang dengan

beban resistor dan induktor

1. Merakit alat dan bahan, menambahkan beban induktor seperti gambar 5.1.2

2. Mengkalibrasi osiloskop

3. Menghubungkan rangkaian dengan sumber

4. Menyesuaikan volt/div dan time/div pada osiloskop

5. Mencatat hasil pengukuran dalam tabel dan menggambarkan bentuk gelombang

input dan outputnya

6. Memvariasikan nilai induktor dan memasukan hasilnya dalam tabel

6.1.3. Percobaan penyearah tak terkendali satu fasa gelombang penuh dengan beban

resistor

1. Merakit alat dan bahan seperti gambar 5.1.3

2. Mengkalibrasi osiloskop

3. Menghubungkan rangkaian dengan sumber

4. Menyesuaikan volt/div dan time/div pada osiloskop

5. Mencatat hasil pengukuran dalam tabel dan menggambarkan bentuk gelombang

input dan outputnya


6. Memvariasikan nilai resistor dan memasukan hasilnya dalam tabel

6.1.4. Percobaan penyearah tak terkendali satu fasa gelombang penuh dengan filter

RL

1. Merakit alat dan bahan seperti pada gambar 5.1.4

2. Mengkalibrasi osiloskop

3. Menghubungkan rangkaian dengan sumber

4. Menyesuaikan volt/div dan time/div pada osiloskop

5. Mencatat hasil pengukuran dalam tabel dan menggambarkan bentuk gelombang

input dan outputnya

6. Memvariasikan nilai resistor dan induktor dan memasukan hasilnya dalam tabel

VII. DATA HASIL PERCOBAAN

Adapun data hasil percobaan yang didapat sebagai berikut :

7.1. Data Hasil Percobaan

7.1.1. Penyearah satu fasa setengah gelombang pada beban R

Tabel 7.1.1 Penyearah satu fasa setengah gelombang pada beban R

R Vin Output
Vrms Vm Vdc Idc

100 10 6,18 13,2 4,1 0,056

100 20 12,7 26,4 8,4 0,121

100 30 21,5 43,6 13,8 0,14

100 40 26,8 54 17,3 0,235

7.1.2. Penyearah satu fasa setengah gelombang pada beban RL

Tabel 7.1.2 Penyearah satu fasa setengah gelombang pada beban RL

output
R L Vin Vrms Vm Vdc Idc
100 50 10 6,13 15,6 3,94 0,054
100 50 20 13,3 32,8 8,37 0,121
100 50 30 20,1 49,2 12,6 0,183
100 50 40 26,8 66,4 17,03 0,223

7.1.3. Penyearah satu fasa gelombang penuh pada beban R

Tabel 7.1.3 Penyearah satu fasa gelombang penuh pada beban R

Input Vin Beban R (ohm)


(Volt) Output

Vrms Vm Vdc Idc

10 100 18,6 26,3 8,37 0,083

20 100 20,6 29,13 9,27 0,092


30 100 28,4 40,16 12,71 0,127

40 100 28,7 40,58 12,92 0,129

7.1.4. Penyearah satu fasa gelombang pada beban RL

Tabel 7.1.4 Penyearah satu fasa gelombang penuh pada beban RL

Input Vin
(Volt) Beban Output
L
R (ohm) (mH) Vrms Vm Vdc Idc

10 100 50 8,7 12,3 3,91 0,0391

20 100 50 18,4 26,02 8,28 0,0828

30 100 50 29 41,01 13,06 0,13

40 100 50 38,2 54,02 17,2 0,172

7.2. Data hasil perhitungan

7.2.1. Penyearah satu fasa setengah gelombang pada beban R

Tabel 7.2.1 Penyearah satu fasa setengah gelombang pada beban R

Output

R Vin Vrms Vm Vdc Idc

100 10 6,18 8,73 2,78 0,0278


100 20 12,7 17,96 5,71 0,0571

100 30 21,5 30,4 9,68 0,0968

100 40 26,8 37,9 12,07 0,1207

7.2.2. Penyearah satu fasa setengah gelombang pada beban RL

Tabel 7.2.2 Penyearah satu fasa setengah gelombang pada beban RL

output

R L Vin Vrms Vm Vdc Idc

100 50 10 6,13 8,66 2,75 0,0275

100 50 20 13,3 18,8 5,98 0,0598

100 50 30 20,1 28,42 9,05 0,0905

100 50 40 26,8 38,32 12,2 0,122

7.2.3. Penyearah satu fasa gelombang penuh pada beban R

Tabel 7.2.3 penyearah satu fasa gelombang penuh pada beban R

Input Vin Beban R (ohm)


(Volt) Output

Vrms Vm Vdc Idc

10 100 18,6 26,304 8,377 0,08377


20 100 20,6 29,132 9,277 0,09277

30 100 28,4 40,163 12,79 0,1279

40 100 28,7 40,587 12,925 0,1292

7.2.4. Penyearah satu fasa gelombang penuh pada beban RL

Tabel 7.2.4 Penyearah satu fasa gelombang penuh pada beban RL

Input Vin
(Volt)
Beban Output
L
R (ohm) (mH) Vrms Vm Vdc Idc

10 100 50 8,7 12,303 3,918 0,03918

20 100 50 18,4 26,021 8,28 0,08286

30 100 50 29 41,012 13,061 0,13061

40 100 50 38,2 54,022 17,204 0,17204

VIII. ANALISA DAN PEMBAHASAN

VIII.1. Perhitungan

VIII.1.1. Penyearah satu fasa setengah gelombang

VIII.1.1.1. Penyerah satu fasa setengah gelombang pada beban R


8.1.1.1.a Saat Vin = 10 V

Diketahui :

Vin = 10 V

Vrms = 6,18 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 6,18√ 2

=8,73 V

Vm
Vdc =
π

8,73
= ¿ 2,78 V
π

Vdc
Idc =
R

2,78
= = 0,0278 V
100

8.1.1.1.b saat Vin = 20 V

Diketahui :

Vin = 20 V

Vrms = 12,7 V
Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 12,7√ 2

=17,96 V

Vm
Vdc =
π

17,96
=
π

¿ 5,71V

Vdc
Idc =
R

5,71
=
100

=0,0571 V

8.1.1.1.c saat Vin = 30 V

Diketahui :

Vin = 30 V
Vrms = 21,5 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 21,5√ 2

=30,40 V

Vm
Vdc =
π

30,4
=
π

¿ 9,68 V

Vdc
Idc =
R

9,68
=
100

=0,0968 V

8.1.1.1.d saat Vin = 40 V

Diketahui :
Vin = 40 V

Vrms = 26,8 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 26,8√ 2

=37,9 V

Vm
Vdc =
π

37,9
=
π

¿ 12,07 V

Vdc
Idc =
R

12,07
=
100

=0,1207 V

VIII.1.1.2. Penyearah satu fasa setengah gelombang beban RL


8.1.1.2.a saat Vin = 10 V

Diketahui :

Vin = 10 V

Vrms = 6,13 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 6,13√ 2

=8,66 V

Vm
Vdc =
π

8,66
=
π

¿ 2,75 V

Vdc
Idc =
R

2,75
=
100

=0,0275 V
8.1.1.2.b saat Vin = 20 V

Diketahui :

Vin = 20 V

Vrms = 13,3 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 13,3√ 2

=18,8 V

Vm
Vdc =
π

18,8
=
π

¿ 5,98 V

Vdc
Idc =
R

5,98
=
100

=0,0598 V
8.1.1.2.c saat Vin = 30 V

Diketahui :

Vin = 30 V

Vrms = 20,1 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 20,1√ 2

=28,42 V

Vm
Vdc =
π

28,42
=
π

¿ 9,05 V

Vdc
Idc =
R

9,05
=
100

=0,0905 V
8.1.1.2.d saat Vin = 40 V

Diketahui :

Vin = 40 V

Vrms = 27,1 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 27,1√ 2

=38,32 V

Vm
Vdc =
π

38,32
=
π

¿ 12,2V

Vdc
Idc =
R

12,2
=
100

=0,122 V
VIII.1.2. Penyearah satu fasa gelombang penuh

VIII.1.2.1. Penyerah satu fasa gelombang penuh dengan beban R

8.1.2.1.a saat Vin = 10 V

Diketahui :

Vin = 10 V

Vrms = 18,6 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 18,6√ 2

=26,304 V

Vm
Vdc =
π

26,304
=
π

¿ 8,377 V

Vdc
Idc =
R
8,37
=
100

=0,08377 V

8.1.2.1.b saat Vin = 20 V

Diketahui :

Vin = 20 V

Vrms = 20,6 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 20,6√ 2

=29,132 V

Vm
Vdc =
π

29,132
=
π

¿ 9,277 V

Vdc
Idc =
R

9,277
=
100
=0,09277 V

8.1.2.1.c saat Vin = 30 V

Diketahui :

Vin = 30 V

Vrms = 28,4 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 28,4√ 2

=40,163 V

Vm
Vdc =
π

40,163
=
π

¿ 12,79 V

Vdc
Idc =
R
12,79
=
100

=0,1279 V

8.1.2.1.d saat Vin = 40 V

Diketahui :

Vin = 40 V

Vrms = 28,7 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 28,7√ 2

=40,587 V

Vm
Vdc =
π

40,587
=
π

¿ 12,925 V
Vdc
Idc =
R

12,925
=
100

=0,1292 V

VIII.1.2.2. Penyearah satu fasa gelombang penuh beban RL

8.1.2.2.a saat Vrms = 10 V

Diketahui :

Vin = 10 V

Vrms = 8,7 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 8,7√ 2

=12,303 V

Vm
Vdc =
π
12,303
=
π

¿ 3,918 V

Vdc
Idc =
R

3,918
=
100

=0,03918 V

8.1.2.2.b saat Vin = 20 V

Diketahui :

Vin = 20 V

Vrms = 18,4 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 18,4√ 2

=26,021 V

Vm
Vdc =
π
26,021
=
π

¿ 8,28 V

Vdc
Idc =
R

8,286
=
100

=0,08286 V

8.1.2.2.c saat Vin = 30 V

Diketahui :

Vin = 30 V

Vrms = 29 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 29√ 2

=41,012 V
Vm
Vdc =
π

41,012
=
π

¿ 13,061V

Vdc
Idc =
R

13,061
=
100

=0,13061 V

8.1.2.2.d saat Vin = 40 V

Diketahui :

Vin = 40 V

Vrms = 38,2 V

Ditanya :

Vm=….

Vdc=….

Idc=…..

Jawab :

Vm = Vrms√ 2

= 38,2√ 2
=54,022 V

Vm
Vdc =
π

54,022
=
π

¿ 17,204 V

Vdc
Idc =
R

17,204
=
100

=0,17204 V

VIII.2. Grafik dan pembahasan

VIII.2.1. Penyearah satu fasa setengah gelombang

VIII.2.1.1. Penyerah satu fasa setengah gelombang dengan beban R

8.2.1.1.a Hubungan antara Vm dan Vin


60

50

40

30
Vm

20

10

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.1.1.a Hubungan Antara Vm dan Vin pada penyearah satu fasa gelombang

penuh dengan beban R

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Vm sebesar 13,2 V saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Vm sebesar 16,4 V saat Vin

sebesar 30 V menghasilka Vm sebesar 43,6 V saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Vm sebesar 54 V sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Vm sebesar 8,73 V saat Vin sebesar 20V menghasilkan Vm sebesar

17,96 V saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vm sebesar 30,4 V saat Vin sebesar 40

V menghasilkan Vm sebesar 37,9 V dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Vm dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding

lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Vm yang dihasilkan.
8.2.1.1.b Hubungan antara Vdc dengan Vin
20
18
16
14
12
10
Vdc

8
6
4
2
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan

Grafik 8.2.1.1.b Hubungan Antara Vdc dan Vin pada penyearah satu fasa gelombang

penuh dengan beban R


Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Vdc sebesar 4,1 V saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Vdc sebesar 8,4 V saat Vin

sebesar 30 V menghasilka Vdc sebesar 13,8 V saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Vdc sebesar 17,3 V sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Vdc sebesar 2,78 V saat Vin sebesar 20V menghasilkan Vdc sebesar

5,71 V saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vdc sebesar 9,68 V saat Vin sebesar 40

V menghasilkan Vdc sebesar 12,07 V dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Vdc dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah

berbanding lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Vdc yang

dihasilkan.

8.2.1.1.c Hubungan antara Idc dan Vin

Chart Title
0.25

0.2

0.15
Idc

0.1

0.05

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.1.1.c Hubungan Antara Idc dan Vin pada penyearah satu fasa gelombang

penuh dengan beban R

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Idc sebesar 0,056 A saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Idc sebesar 0121 A saat Vin

sebesar 30 V menghasilka Idc sebesar 0,14 A saat Vin sebesar 40 V menghasilkan Idc

sebesar 0,235 A sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Idc sebesar 0,0278 A saat Vin sebesar 20V menghasilkan Idc sebesar

0,0571 A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Idc sebesar 0,0968 A saat Vin sebesar

40 V menghasilkan Idc sebesar 0,1207 A dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Idc dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding

lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Idc yang dihasilkan.

VIII.2.1.2. Penyearah setengah gelombang dengan beban RL

8.2.1.2.a Hubungan antara Vm dengan Vin


70

60

50

40
Vm

30

20

10

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.1.2.a Hubungan antara Vm dan Vin pada penyearah setengah gelombang

dengan beban RL

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Vm sebesar 15,6 V saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Vm sebesar 32,8 V saat Vin

sebesar 30 V menghasilka Vm sebesar 49,2V saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Vm sebesar 66,4 V sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Vm sebesar 8,66 V saat Vin sebesar 20V menghasilkan Vm sebesar

18,8 V saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vm sebesar 28,42 V saat Vin sebesar 40

V menghasilkan Vm sebesar 38,32 V dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Vm dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding

lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Vm yang dihasilkan.

8.2.1.2.b Hubungan antara Vdc dan Vin


20
18
16
14
12
10
Vdc

8
6
4
2
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.1.2.b Hubungan antara Vdc dan Vin pada penyearah setengah gelombang

dengan beban RL

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Vdc sebesar 5,91 V saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Vdc sebesar 8,28 V saat Vin

sebesar 30 V menghasilka Vdc sebesar 13,06 V saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Vdc sebesar 17,2 V sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Vdc sebesar 2,75 V saat Vin sebesar 20V menghasilkan Vdc sebesar

5,98 V saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vdc sebesar 9,05 V saat Vin sebesar 40

V menghasilkan Vdc sebesar 12,2 V dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Vdc dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah

berbanding lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Vdc yang

dihasilkan.

8.2.1.2.c Hubungan antara Idc dan Vin


0.25

0.2

0.15
Idc

0.1

0.05

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.1.2.c Hubungan antara Idc dan Vin pada penyearah setengah gelombang

dengan beban RL

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Idc sebesar 0,054 A saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Idc sebesar 0,121 A saat Vin

sebesar 30 V menghasilka Idc sebesar 0,183 A saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Idc sebesar 0,223 A sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Idc sebesar 0,0275 A saat Vin sebesar 20V menghasilkan Idc sebesar

0,0598 A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Idc sebesar 0,0905 A saat Vin sebesar

40 V menghasilkan Idc sebesar 0,122 A dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Idc dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding

lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Idc yang dihasilkan

VIII.2.2. Penyearah satu fasa gelombang penuh

VIII.2.2.1. Penyearah satu fasa gelombang penuh dengan beban R

8.2.2.1.a Hubungan antara Vm dan Vin


45
40
35
30
25
Vm

20
15
10
5
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.2.1.a Hubungan antara Vm dan Vin pada penyearah gelombang penuh

dengan beban R

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Vm sebesar 26,3 V saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Vm sebesar 29,13 V saat Vin

sebesar 30 V menghasilkan Vm sebesar 40,16 V saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Vm sebesar 40,58 V sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Vm sebesar 26,304 V saat Vin sebesar 20V menghasilkan Vm sebesar

29,132 V saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vm sebesar 40,163 V saat Vin sebesar

40 V menghasilkan Vm sebesar 40,587 V dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Vm dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding

lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Vm yang dihasilkan.

8.2.2.1.b Hubungan antara Vdc dan Vin


14

12

10

8
Vdc

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.2.1.b Hubungan antara Vdc dan Vin pada penyearah gelombang penuh

beban R

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Vdc sebesar 8,37 V saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Vdc sebesar 9,27 V saat Vin

sebesar 30 V menghasilka Vdc sebesar 12,71 V saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Vdc sebesar 12,92 V sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Vdc sebesar 8,377 V saat Vin sebesar 20V menghasilkan Vdc sebesar

9,277 V saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vdc sebesar 12,79 V saat Vin sebesar

40 V menghasilkan Vdc sebesar 12,925 V dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Vdc dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah

berbanding lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Vdc yang

dihasilkan.

8.2.2.1.c Hubungan antara Idc dan Vin


0.14

0.12

0.1

0.08
Idc

0.06

0.04

0.02

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.2.1.c Hubungan antara Idc dan Vin pada penyaerah gelombang penuh pada

beban R

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Idc sebesar 0,083 A saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Idc sebesar 0,092 A saat Vin

sebesar 30 V menghasilka Idc sebesar 0,127 A saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Idc sebesar 0,129 A sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Idc sebesar 0,08377 A saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Idc sebesar

0,09277 A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Idc sebesar 0,1279 A saat Vin sebesar

40 V menghasilkan Idc sebesar 0,1292 A dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Idc dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding

lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Idc yang dihasilkan

VIII.2.2.2. Penyearah satu fasa gelombang penuh dengan beban RL

8.2.2.2.a Hubungan antara Vm dan Vin


60

50

40

30
Vm

20

10

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.2.2.a Hubungan antara Vm dan Vin pada penyearah satu fasa gelombang

penuh dengan beban RL

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Vm sebesar 12,3 V saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Vm sebesar 26,02 V saat Vin

sebesar 30 V menghasilkan Vm sebesar 41,01 V saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Vm sebesar 54,02 V sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Vm sebesar 12,303 V saat Vin sebesar 20V menghasilkan Vm sebesar

26,021 V saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vm sebesar 41,012 V saat Vin sebesar

40 V menghasilkan Vm sebesar 54,022 V dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Vm dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding

lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Vm yang dihasilkan.

8.2.2.2.b Hubungan antara Vdc dan Vin


20
18
16
14
12
10
Vdc

8
6
4
2
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.2.2.b Hubungan antara Vdc dan Vin pada penyearah satu fasa gelombang

penuh dengan beban RL

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Vdc sebesar 3,91 V saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Vdc sebesar 8,28 V saat Vin

sebesar 30 V menghasilka Vdc sebesar 13,06 V saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Vdc sebesar 17,2 V sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V

menghasilkan Vdc sebesar 3,918 V saat Vin sebesar 20V menghasilkan Vdc sebesar

8,28 V saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vdc sebesar 13,061 V saat Vin sebesar

40 V menghasilkan Vdc sebesar 17,204 V dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara Vdc dan Vin pada percobaan alat dan perhitungan adalah

berbanding lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin pula nilai Vdc yang

dihasilkan.

8.2.2.2.c Hubungan antara Idc dan Vin


0.2
0.18
0.16
0.14
0.12
0.1
Idc

0.08
0.06
0.04
0.02
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Vin

percobaan alat perhitungan


Grafik 8.2.2.2.c Hubungan antara Idc dan Vin pada penyearah satu fasa gelombang

penuh dengan beban RL

Berdasarkan grafik terlihat pada saat percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan

Idc sebesar 0,0391 A saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Idc sebesar 0,0828 A saat

Vin sebesar 30 V menghasilka Idc sebesar 0,13 A saat Vin sebesar 40 V

menghasilkan Idc sebesar 0,172 A sedangkan pada saat perhitungan saat Vin sebesar

10 V menghasilkan Idc sebesar 0,03918 A saat Vin sebesar 20 V menghasilkan Idc

sebesar 0,08286 A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Idc sebesar 0,13061 A saat

Vin sebesar 40 V menghasilkan Idc sebesar 0,17204 A dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa hubungan antara Idc dan Vin pada percobaan alat dan

perhitungan adalah berbanding lurus karena semakin besar Vin maka akan semakin

pula nilai Idc yang dihasilkan

VIII.3. Pembahasan

dioda (diode) adalah komponen elektronika aktif yang terbuat dari bahan

semikonduktor dan mempunyai fungsi untuk menghantarkan arus listrik ke satu arah

tetapi menghambat arus listrik dari arah sebaliknya. dioda digunakan untuk

penyeimbang arah rangkaian elektronika. Elektronika memiliki dua terminal yaitu

anoda berarti positif dan katoda berarti negatif. Prinsip kerja dari anode berdasarkan
teknologi pertemuan positif dan negative semikonduktor. Sehingga anode dapat

menghantarkan arus litrik dari anoda menuju katoda, tetapi tika sebaliknya katoda ke

anoda.

Gambar 8.3.1 Dioda

Prinsip kerja dioda adalah dioda semikonduktor hanya bisa melewati satu arus yang

searah, pada saat dioda memperoleh arus akan maju satu arah (forward Bias). Karena

di dalam dioda ada junction yaitu pertemuan konduktor antara tipe p dan tipe n.

kondisi ini dapat dikatakan bahwa konduksi penghantar masih tergolong kecil.

Sedangkan bila dioda diberi satu arah/bias mundur (Reverse bias) maka dioda tidak

bekerja dan pada kondisi ini dioda mempunyai tahanan dalam yang tinggi sehingga

arus sulit mengalir. Apabila dioda silicon dialiri arus AC, maka yang mangalir hanya

satu arah saja sehingga arus output dioda berupa arus DC. Dari kondisi tersebut maka

dioda hanya digunakan pada beberapa pemakaian saja antara lain sebagai Penyearah

setengah gelombang (Half Wave Rectifier), penyearah gelombang penuh (Full Wave

Rectifier) 

Macam macam dioda :

Dioda LED

Dioda LED merupakan komponen elektronika yang dapat memancarkan  cahaya

monokromatik ketika diberikan tegangan maju. LED merupakan keluarga Dioda yang

terbuat dari bahan semikonduktor.


Gambar 8.3.2 simbol dioda LED

Dioda penyearah

Dioda penyearah merupakan dioda dengan konstruksi pertemuan P dan N (PN

Junction). Dioda ini berfungsi sebagai penyearah tegangan AC ke DC pada sebuah

power supply atau pencatu daya.

Gambar 8.3.3 simbol dioda penyearah

Dioda schottky
adalah jenis Dioda dengan tegangan jatuh (drop voltage) yang rendah jika

dibandingkan dengan dioda normal lainnya. Perbedaan yang paling mendasar antara

Dioda Schottky dengan Dioda Normal adalah penggunaan Logam-semikonduktor

(Metal-Semiconductor Junction) untuk persimpangan Dioda Schottky sedangkan

Dioda Normal pada umumnya menggunakan Persimpangan Semikonduktor-

semikonduktor (Semiconductor-semiconduction Junction).

Gambar 8.3.4 simbol dioda schottchy

Dioda zener
Dioda Zener (Zener Diode) adalah Komponen Elektronika yang terbuat dari

Semikonduktor dan merupakan jenis Dioda yang dirancang khusus untuk dapat

beroperasi di rangkaian Reverse Bias (Bias Balik). Pada saat dipasangkan pada

Rangkaian Forward Bias (Bias Maju), Dioda Zener akan memiliki karakteristik dan

fungsi sebagaimana Dioda Normal pada umumnya.

Gambar 8.3.5 simbol dioda zener

Dioda photo

Photodioda adalah suatu jenis dioda yang resistansinya berubah-ubah kalau cahaya

yang jatuh pada dioda berubahubah intensitasnya.Dalam gelap nilai tahanannya

sangat besar hingga praktis tidak ada arus yang mengalir.

Gambar 8.3.6 simbol dioda photo


Fungsi dioda antara lain :

 Untuk alat sensor panas, misalnya dalam amplifier.

 Sebagai sekering(saklar) atau pengaman.

 Untuk rangkaian clamper dapat memberikan tambahan partikel DC untuk sinyal

AC.

 Untuk menstabilkan tegangan pada voltage regulator

 Untuk penyearah

 Untuk indikator

 Untuk alat menggandakan tegangan.

 Untuk alat sensor cahaya, biasanya menggunakan dioda photo.

Penyearah Gelombang adalah suatu bagian dari Rangkaian Catu Daya atau Power

Supply yang berfungsi sebagai pengubah sinyal AC (Alternating Current) menjadi

sinyal DC (Direct Current). Rangkaian Rectifier atau Penyearah Gelombang ini pada

umumnya menggunakan Dioda sebagai Komponen Utamanya. Hal ini dikarenakan

Dioda memiliki karakteristik yang hanya melewatkan arus listrik ke satu arah dan

menghambat arus listrik dari arah sebaliknya. Jika sebuah Dioda dialiri arus Bolak-

balik (AC), maka Dioda tersebut hanya akan melewatkan setengah gelombang,

sedangkan setengah gelombangnya lagi diblokir. 

Jenis jenis rectifier diantaranya :


Penyearah setengah gelombang

Half Wave Rectifier atau Penyearah Setengah Gelombang merupakan Penyearah

yang paling sederhana karena hanya menggunakan 1 buah Dioda untuk menghambat

sisi sinyal negatif dari gelombang AC dari Power supply dan melewatkan sisi sinyal

Positif-nya. Pada prinsipnya, arus AC terdiri dari 2 sisi gelombang yakni sisi positif

dan sisi negatif yang bolak-balik. Sisi Positif gelombang  dari arus AC yang masuk

ke Dioda akan menyebabkan Dioda menjadi bias maju (Forward Bias) sehingga

melewatkannya, sedangkan sisi Negatif gelombang arus AC yang masuk akan

menjadikan Dioda dalam posisi Reverse Bias (Bias Terbalik) sehingga menghambat

sinyal negatif tersebut.

Gambar 8.3.7 rangkaian penyearah setengah gelombang

Penyearah gelombang penuh


Penyearah Gelombang Penuh dengan menggunakan 4 Dioda adalah jenis Rectifier

yang paling sering digunakan dalam rangkaian Power Supply karena memberikan

kinerja yang lebih baik dari jenis Penyearah lainnya. Penyearah Gelombang Penuh 4

Dioda ini juga sering disebut dengan Bridge Rectifier atau Penyearah Jembatan.

Berdasarkan gambar diatas, jika Transformer mengeluarkan output sisi sinyal Positif

(+) maka Output  maka D1 dan D2 akan berada dalam kondisi Forward Bias sehingga

melewatkan sinyal Positif tersebut sedangakan D3 dan D4 akan menghambat sinyal

sisi Negatifnya. Kemudian pada saat Output Transformer berubah menjadi sisi sinyal

Negatif (-) maka D3 dan D4 akan berada dalam kondisi Forward Bias sehingga

melewatkan sinyal sisi Positif (+) tersebut sedangkan D1 dan D2 akan menghambat

sinyal Negatifnya.

Gambar 8.3.8 rangkaian penyearah gelombang penuh

Pada penyearah setengah gelombang satu fasa dengan beban R dapat dilihat pada data

menggunakan resistor 100 ohm dengan Vin 10 V 20 V, 30 V, 40 V pada saat


percobaan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan Vrms sebesar 6,18 V ; Vm sebesar

13,2 V : Vdc sebesar 4,1 V : dan Idc sebesar 0,056 A saat Vin sebesar 20 V

menghasilkan Vrms sebesar 12,7 V ; Vm sebesar 26,4 V ; Vdc sebesar 8,4 V ; Idc

sebesar 0,121 A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vrms 21,5 V Vm sebesar 43,6

V ; Vdc sebesar 13,8 A ; Idc sebesar 0,14 A saat Vin sebesar 40 V menghasilkan

Vrms sebesar 26,8 V ; Vm sebesar 54 V ; Vdc sebesar 17,3 V ; Idc sebesar 0,235 A

pada saat perhitungan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan Vrms sebesar 6,18 V ; Vm

sebesar 8,73 V ; Vdc sebesar 2,78 V; dan Idc sebesar 0,0278 saat Vin sebesar 20 V

menghasilkan Vrms sebesar 12,7 V; Vm sebesar 17,96 V; Vdc sebesar 5,71 V; dan

Idc sebesar 0,0571 A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vrms sebesar 21,5 V; Vm

sebesar 30,4 V; Vdc sebesar; 9,68 V; dan Idc sebesar 0,0968 A saat Vin sebesar 40 V

menghasilkan Vrms sebesar 26,8 V; Vm sebesar 37,9 V; Vdc sebesar 12,07 V; dan

Idc sebesar 0,1207 dengan demikian Hubungan antara Vin dengan Vout pada

percobaan alat san perhitungan adalah berbanding lurus karena semakin besar Vin
maka akan semakin besar Vout yang dihasilkan baik pada Vrms, Vm, Vdc, dan Idc

berikut adalah foto gelombang yang dihasilkan pada penyearah setengah gelombang

satu fasa dengan beban R

Gambar 8.3.9 saat Vin sebesar 10 V

Gambar 8.3.10 saat Vin sebesar 20 V


Gambar 8.3.11 saat Vin sebesar 30 V

Gambar 8.3.12 saat Vin sebesar 40 V

Pada penyearah setengah gelombang satu fasa dengan beban RL dapat dilihat pada

data menggunakan resistor 100 ohm dan L sebesar 50 mH dengan Vin 10 V, 20 V, 30

V, 40 V pada percobaan alat saat Vin sebesar 10 V menghasilkan Vrms sebesar 6,13

V ; Vm sebesar 15,6 V : Vdc sebesar 3,94 V : dan Idc sebesar 0,054 A saat Vin

sebesar 20 V menghasilkan Vrms sebesar 13,3 V ; Vm sebesar 32,8 V ; Vdc sebesar

8,37 V ; Idc sebesar 0,121 A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vrms 20,1 V Vm

sebesar 49,2 V ; Vdc sebesar 12,6 V ; Idc sebesar 0,183 A saat Vin sebesar 40 V

menghasilkan Vrms sebesar 27,1 V ; Vm sebesar 66,4 V ; Vdc sebesar 17,03 V ; Idc

sebesar 0,223 A pada perhitungan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan Vrms sebsar

6,13 V; Vm sebesar 8,66 V; Vdc sebesar 2,75 V; dan Idc sebesar 0,0275 A saat Vin

sebesar 20 V menghasilkan Vrms sebesar 13,3 V; Vm sebesar 18,8 V; Vdc sebesar

5,98 V; Idc sebesar 0,0598 A saat Vin sebesar 30 V menghasikan Vrms sebesar 20,1

V; Vm sebesar 28,42 V; Vdc sebesar 9,05 V; dan Idc sebesar 0,0905 A saat Vin
sebesar 40 V menghasilkan Vrms sebesar 27,1 V; Vm sebesar 38,32 V; Vdc sebesar

12,2 V; dan Idc sebesar 0,122 A dengan demikian Hubungan antara Vin dengan Vout

pada percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding lurus karena semakin besar

Vin maka akan semakin besar Vout yang dihasilkan baik pada Vrms, Vm, Vdc, dan

Idc berikut adalah foto gelombang yang dihasilkan pada penyearah setengah

gelombang satu fasa dengan beban RL


Gambar 8.3.13 saat Vin sebesar 10 V

Gambar 8.3.14 saat Vin sebesar 20 V

Gambar 8.3.15 saat Vin sebesar 30 V


Gambar 8.3.16 saat Vin sebesar 40 V

Pada penyearah gelombang penuh satu fasa dengan beban R dapat dilihat pada data

menggunakan resistor 100 ohm dengan Vin 10 V, 20 V, 30 V, 40 V pada percoban

alat saat Vin sebesar 10 V menghasilkan Vrms sebesar 18,6 V ; Vm sebesar 26,3 V ;

Vdc sebesar 8,37 V ; dan Idc sebesar 0,083 A saat Vin sebesar 20 V menghasilkan

Vrms sebesar 20,6 V ; Vm sebesar 29,13 V ; Vdc sebesar 9,27 V ; Idc sebesar 0,092

A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vrms 28,4 V Vm sebesar 40,16 V ; Vdc

sebesar 12,71 A ; Idc sebesar 0,127 A saat Vin sebesar 40 V menghasilkan Vrms

sebesar 28,7 V ; Vm sebesar 40,58 V ; Vdc sebesar 12,92 V ; Idc sebesar 0,129 A

pada perhitungan saat Vin sebesar 10 V menghasikan Vrms sebesar 18,6 V; Vm

sebesar 26,304 V; Vdc sebesar 8,377 V; Idc sebesar 0,08377 A saat Vin sebesar 20 V

menghasilkan Vrms sebesar 20,6 kV; Vm sebesar 29,132 V; Vdc sebesar 9,277 V;

Idc sebesar 0,09277 A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vrms sebesar 28,4 V; Vm

sebesar 40,163 V; Vdc sebesar 12,79 V; Idc sebesar 0,1279 A saat Vin sebesar 40 V

menghasilkan Vrms sebesar 28,7 V; Vm sebesar 40,587 V; Vdc sebesar 12,925 V;


Idc sebesar 0,1292 A dengan demikian Hubungan antara Vin dengan Vout pada

percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding lurus karena semakin besar Vin

maka akan semakin besar Vout yang dihasilkan baik pada Vrms, Vm, Vdc, dan Idc

berikut adalah foto gelombang yang dihasilkan pada penyearah setengah gelombang

satu fasa dengan beban R

Pada penyearah setengah gelombang satu fasa dengan beban RL dapat dilihat pada

data menggunakan resistor 100 ohm dan L sebesar 50 mH dengan Vin 10 V, 20 V, 30

V, 40 V pada percobaan alat saat Vin sebesar 10 V menghasilkan Vrms sebesar 8,7 V

; Vm sebesar 12,3 V : Vdc sebesar 3,91 V : dan Idc sebesar 0,0391 A saat Vin sebesar

20 V menghasilkan Vrms sebesar 18,4 V ; Vm sebesar 26,02 V ; Vdc sebesar 8,28

V ; Idc sebesar 0,0828 A saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vrms 29 V Vm sebesar

41,01 V ; Vdc sebesar 13,06 V ; Idc sebesar 0,13 A saat Vin sebesar 40 V

menghasilkan Vrms sebesar 38,2 V ; Vm sebesar 54,02 V ; Vdc sebesar 17,2 V ; Idc

sebesar 0,172 A pada perhitungan saat Vin sebesar 10 V menghasilkan Vrms sebesar

8,7 V; Vm sebesar 12,303 V; Vdc sebesar 3,918 V; Idc sebesar 0,03918 A saat Vin

sebesar 20 V menghasilkan Vrms sebesar 18,4 V; Vm sebesar 26,201 V; Vdc sebesar

8,28 V; Idc sebesar 0,08286 saat Vin sebesar 30 V menghasilkan Vrms sebesar 29 V;

Vm sebesar 41,012 V; Vdc sebesar 13,061 V; Idc sebesar 0,13061 A saat Vin sebesar

40 V menghasilkan Vrms sebesar 38,2 V; Vm sebesar 54,022 V; Vdc sebesar 17,204

V; Idc sebesar 0,17204 A dengan demikian Hubungan antara Vin dengan Vout pada

percobaan alat dan perhitungan adalah berbanding lurus karena semakin besar Vin

maka akan semakin besar Vout yang dihasilkan baik pada Vrms, Vm, Vdc, dan Idc
berikut adalah foto gelombang yang dihasilkan pada penyearah setengah gelombang

satu fasa dengan beban RL

Pada jurnal yang berjudul “Particle Swarm Optimizition-Fuzzy Logic Controller

Untuk Penyearh Satu Fasa” berisi tentang Dalam penelitian ini, sebuah metode telah

diusulkan untuk menemukan fungsi keanggotaan optimal dari sebuah sistem fuzzy

menggunakan algoritma particle swarm optimization (PSO). Sebuah algoritma yang

menggabungkan kontrol logika fuzzy dan algoritma PSO digunakan untuk merancang

pengendali tegangan untuk sistem penyearah satu fasa. Untuk menunjukkan

keefektivitasan dari algoritma yang diusulkan, algoritma ini digunakan untuk

mengoptimalkan fungsi keanggotaan segitiga dari model fuzzy dari sebuah sistem

penyearah satu fasa nonlinier sebagai studi kasus. Hal ini jelas membuktikan bahwa

fungsi keanggotaan (MFs) yang dioptimalkan memberikan kinerja yang lebih baik

dari model fuzzy untuk sistem yang sama ketika MFs belum didefinisikan.
Gambar 8.3.17 Model penyearah satu fasa loop tertutup

IX. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapat dari percobaan ini sebagai berikut :

1. Berdasarkan data hasil percobaan Hubungan antara Vin dan Vout pada penyearah

satu fasa setengah gelombang tak terkendali dengan beban R adalah berbanding

lurus karena semakin besar Vin yang dihasilkan maka nilai Vout yang dihasilkan

semakin besar pula

2. Berdasarkan data hasil perhitungan Hubungan antara Vin dan Vout pada

penyearah satu fasa setengah gelombang tak terkendali dengan beban RL adalah

berbanding lurus karena semakin besar Vin yang dihasilkan maka nilai Vout yang

dihasilkan semakin besar pula

3. Berdasarkan data hasil percobaan Hubungan antara Vin dan Vout pada penyearah

satu fasa gelombang penuh tak terkendali dengan beban R adalah berbanding lurus

karena semakin besar Vin yang dihasilkan maka nilai Vout yang dihasilkan

semakin besar pula

4. Berdasarkan data hasil perhitungan Hubungan antara Vin dan Vout pada

penyearah satu fasa gelombang penuh tak terkendali dengan beban RL adalah

berbanding lurus karena semakin besar Vin yang dihasilkan maka nilai Vout yang

dihasilkan semakin besar pula


5. Berdasarkan gambar osiloskop penyearah satu fasa setengah gelombang dan

gelombang penuh hubungan antara Vin dan Vpp adalah berbanding lurus karena

semakin besar Vin maka akan semakin besar Vpp yang dihasilkan

DAFTAR PUSTAKA

[1] Pulungan. Ali Basrah, Implementasi Buck-Boost Converter Pada Proses

Pengereman Regeneratif Motor BLDC. Edisi ke 2. Padang : Universitas

Negeri Padang.

[2] Perdana. Pressa, Particle Swarm Optimization – Fuzzy Logic Controller

Untuk Penyearah Satu Fasa. Edisi ke 2. Surabaya : Institut Teknologi

Sepuluh Nopember.

[3] Soewono. Soetjipto, Harmonisa Akibat Variable Speed Drive Lift. Edisi ke 2.

Jakarta : STT – PLN.

Anda mungkin juga menyukai