Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi

aspek bio, psiko, sosial dan spiritual pada Tn. J dengan gangguan isolasi sosial

yang dimulai dari pengkajian sampai evaluasi dan dilaksanakan dari tanggal 27

Mei 2015 sampai 03 April 2015 di Rumah Sakit Khusus Dharma Graha Serpong

Tangerang, maka dalam pembahasan ini penulis mencoba melihat kesenjangan

antara teori dengan keadaan di lapangan, yang mana dalam pelaksanaannya sesuai

dengan tahap- tahap proses keperwatan, yaitu : pengkajian, diagnosa,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pada tahap ini penulis menerapkan konsep pengkajian dengan

menggunakan sebagai metoda pengumpulan data. Untuk mendapatkan data

obyektif dengan cara pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, aulkutasi,

palpasi, dan perkusi, juga dengan mengobservasi respon verbal dan non

verbal yang ada pada klien. Data subyektif didapatkan melalui wawancara

dengan klien dan perawat ruangan.

Berdasarkan teori ( Yosep, 2013) tanda dan gejala pada klien dengan

isolasi sosial yaitu secara objektif klien banyak diam dan tidak mau bicara,

tidak mengikuti kegiatan, banyak berdiam diri di kamar, klien menyendiri

dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat, klien tampak sedih,

ekspresi datar dan dangkal, kontak mata kurang, kurang spontan, apatis(acuh

74
75

terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri, tidak merawat diri dan

tidak memperhatikan kebersihan diri, mengisolasi diri, tidak atau kurang

sadar terhadap lingkungan sekitarnya, masukan makanan dan minum

terganggu, retensi urine dan feces, aktivitas menurun, kurang energi(tenaga),

rendah diri dan postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/ janin(khususnya

pada posisi tidur).

Sedangkan data yang didapat dari pengkajian Tn. J hanya ditemukan

tanda- tanda antara lain klien juga jarang berkomunikasi dengan perawat

dalam kegiatan kelompok di rumah sakit, klien terlihat sering menyendiri dan

tidak berbaur dengan teman- temannya sesama klien, klien terlihat melamun

sendiri, klien terlihat cenderung menyendiri di kamar, klien terlihat lesu, klien

tidak akan berbicara banyak bila tidak ditanya oleh penulis dan klien harus

diberi motivasi terlebih dahulu baru mau melakukan kegiatan.

Setelah penulis badingkan antara teori dengan hasil pengumpulan data

dilapangan, ada kesenjengan dimana klien tidak terdapat gejala seperti klien

tampak sedih, kontak mata kurang, kurang spontan, apatis(acuh terhadap

lingkungan), tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri,

mengisolasi diri, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungannya, masukan

makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun,

postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/ janin( khususnya pada posisi

tidur).

Kesenjangan dengan tidak adanya gejala beberapa gejala di atas antara

lain di sebabkan yang ditemukan antara teori dan praktik bisa disebabkan
76

karena sifat manusia yang unik, mempunyai respon yang berbeda- beda

dalam menyelesaikan masalahnya. Faktor pendukung pada saat pengkajian

penulis dapat yaitu, klien cukup kooperatif, terbina hubungan saling percaya

antara perawat dan klien, selain itu perawat rumah sakit juga ikut membantu

dalam memberikan fasilitas dan keterangan yang berhubungan dengan klien.

Pada awal pertemuan, klien hanya berbicara pada saat di berikan

pertanyaan. Terkadang klien malas untuk menjawab pertanyaan dari penulis

mempunyai sedikit hambatan dalam mencari sumber referensi dalam

melengkapi studi kasus ini. Faktor penghambat pada saat pengkajian yaitu

klien lebih banyak diam.

2. Diagnosa keperawatan

Secara konsep diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan isolasi

sosial menurut teori meliputi (Yosep, 2013) :

1. Isolasi sosial.

2. Harga diri rendah kronis.

3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi.

4. Koping keluarga tidak efktif.

5. Koping individu tidak efektif.

6. Intoleran aktivitas.

7. Defisit perawatan diri.

8. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Sedangkan diagnosa yang didapatkan pada Tn. J adalah isolasi sosial :

menarik diri dan gangguan konsep diri : harga diri rendah( pada hari ke- 3
77

pengkajian ). Alasan penulis menegakkan diagnosa ini karena pada saat

pengkajian, penulis banyak mendapatkan hasil data klien jarang

berkomunikasi dengan perawat dalam kegiatan kelompok di Rumah Sakit,

klien terlihat sering menyendiri dan tidak berbaur dengan teman- temannya

sesama pasien, klien terlihat melamun sendiri, terlihat cenderung menyendiri

di kamar, klien terlihat lesu, klien tidak akan berbicara banyak bila tidak

ditanya oleh penulis dan klien harus di beri motivasi terlebih dahulu baru mau

melakukan kegiatan.

Setelah penulis bandingkan antara teori dengan hasil lapangan,

terdapat kesenjangan, yang didapatkan hanya isolasi sosial : menarik diri dan

gangguan konsep diri : harrga diri rendah, hal ini disebabkan karena klien

telah menjalani perawatan di rumah sakit selama beberapa bulan sebelum

pengkajian dan klien telah menjalani pengobatan

3. Perencanaan

Dalam perencanaan penulis tidak mengalami banyak kesulitan karena

sudah ada pedoman perencanaan dalam menentukan tujuan, kriteria evaluasi,

rencana tindakan keperawatan, dan rasional sesuai dengan teori yang didapat.

Perencanaan keperawatan pada Tn. J dengan isolasi sosial adalah

dengan bina dan pertahankan lingkungan saling percaya, identifikasi

penyebab, tanda dan gejala serta akibat dari gangguan isolasi sosial, bina

hubungan saling percaya, beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaan penyebab klien tidak mau bergaul, anjurkan klien mengungkapkan

dilema dan dirasakan saat tidak mau bergaul, diskusikan bersama klien
78

tentang gangguan isolasi sosial, diskusikan tentang kerugian dan keuntungan

dari berinteraksi dengan orang lain, diskusikan tentang kerugian dan

keuntungan dari tidak berinteraksi dengan oraang lain, latih berkenalan

dengan ajarkan klien cara berkenalan dan berbicara dengan orang lain, dorong

dan bantu klien untuk berkenalan dengan orang lain, anjurkan klien untuk

memasukkan cara berkenalan ke dalam jadwal harian kegiatan.

Hambatan yang penulis dapat pada proses perencanaan keperawatan

pada Tn. J adalah tidak pernah bertemu dengan keluarga klien. Dalam

perencanaan penulis ingin merencanakan bimbingan dengan keluarga tentang

pentingnya dukungan keluarga dalam proses penyembuhan pada klien dengan

isolasi sosial karena ke kambuhan pada pasien dengan gangguan jiwa bisa

disebabkan dari keluarga yang tidak tahu cara perawatan isolasi sosial di

rumah. Keluarga berperan penting dalam peristiwa gangguan jiwa dan proses

penyesuaian kembali pasien. Oleh karena itu, keluarga harus mampu

mengenal masalah kesehatan klien dan mampu mengambil keputusan untuk

tindakan keperawatan yang tepat, memberikan perawatan pada pasien jiwa

dirumah, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat dan

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat.

Upaya yang penulis lakukan dalam mengatasi masalah ini adalah

dengan bekerjasama dengan perawat ruangan agar dapat mendapatkan

perencanaan kepada keluarga klien sesuai dengan standar asuhan

keperawatan.
79

4. Implementasi

Implementasi merupakan tahap pelaksanaan lanjutan dari tahap

perencanaan tindakan keperawatan dengan tujuan membantu klien memenuhi

kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri dan membantu mengatasi

permasalahan yang sedang dihadapi klien. Tindakan keperawataan pada Tn. J

disesuaikan dengan perencanaan keperawatan yang telah ditetapkan yaitu,

dengan cara bina dan pertahankan lingkungan saling percaya, identifikasi

penyebab, tanda dan gejala serta akibat dari gangguan isolasi sosial, bina

hubungan saling percaya, beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaan penyebab klien tidak mau bergaul, anjurkan klien mengungkapkan

dilema dan dirasakan saat tidak mau bergaul, diskusikan bersama klien

tentang gangguan isolasi sosial, diskusikan tentang kerugian dan keuntungan

dari berinteraksi dengan orang lain, diskusikan tentang kerugian dan

keuntungan dari tidak berinteraksi dengan orang lain, latih berkenalan dengan

ajarkan klien cara berkenalan dan berbicara dengan orang lain, dorong dan

bantu klien untuk berkenalan dengan orang lain, anjurkan klien untuk

memasukkan caraa berkenalan ke dalam jadwal harian kegiatan. Serta

melaksanakan gangguan konsep diri : harga diri rendah seperti identifikasi

kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, dan menilai kemampuan

yang masih dapat dilakukan klien, bina hubungan saling percaya, identifikasi

tanda, gejala harga diri rendah dan akibat harga diri rendah, latih kemampuan

dan aspek positif yang masih dimiliki klien, melatih kemampuan pertama
80

yang dilatih, berikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien dan

masukkan kemampuan pertama ke dalam jadwal kegiatan harian.

Hambatan yang penulis alami saat melakukan tindakan keperawatan

pada SP 4, karena klien mengatakan sulit untuk berbicara sosial dengan cara

bertanya”nama kamu siapa ?”, sehingga pada saat melakukan SP 4 tidak

dapat tercapai dalam satu hari pelaksanaan. Upaya yang dilakukan perawat

yaitu perawat menganjurkan klien untuk berlatih berbicara berbicara sosial

dengan cara bertanya”nama kamu siapa ?” dan memasukkan ke dalam jadwal

kegiatan klien.

5. Evaluasi

Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dimana telah

melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan keperawatan

yang telah ditulis, maka penulis melakukan evaluasi terhadap klien dengan

melihat hal – hal dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan kepada

klien. Setelah melakukan tindakan keperawatan terhadap klien selama 6 hari

terlihat evaluasi kondisi klien sangat kooperatif dan mau berbicara dengan

temannya, kondisi klien tampak tenang, klien dapat mengikuti kegiatan

kelompok, klien dapat mendemonstrasikan cara berkenalan dengan orang

lain. Klien masih malas untuk melakukan kegiatan, maka penulis melanjutkan

tidak lanjut perencanaan harga diri rendah dengan bantuan perawat ruangan.

Anda mungkin juga menyukai