Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Halusinasi
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Halusinasi
II. Etiologi
Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
(Biologis,Psikologis dan sosial)
a. Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan
gangguan seperti :
1) Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal dan
citim limbik .Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam
belajar,daya ingat dan berbicara
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal,perinatal
neonatus dan kanak kanak
b. Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi ganguan
orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup klien.
Penolakan dapat dirasakan dari keluarga,pengasuh atau teman yang bersikap
dingin,cemas,tidak peduli atau bahkan terlalu melindungi sedangkan
kekerasan dapat bisa berupa konflik dalam rumah tangga merupakan
lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c. Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi
gangguan orientasi realitas seperti kemiskinan,konflik
sosial,budaya,kehidupan yang terisolir disertai stres yang menumpuk.
III. Proses terjadinya masalah
A. Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren :
persepsi palsu.
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia
luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Rifa’i, 2020)
B. Jenis Halusinasi
a) Halusinasi pendengaran
Menurut stuart (2009) pada klien halusinasi dengar, tanda dan gejala
dapat dikateristik dengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk
suara. Rentang dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut
membicarakan tentang pasien,sampai percakapan yang komplet antara dua
orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi.
b) Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa mencium aroma
atau bau tertentu sperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum
atau bau busuk atau bau yang tidak sedap ( cancro dan lehman, 2000 dalam
videbeck, 2008 ).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh struat (2009) pada
halusinasi penciuman, klien dapat mencium busuk,jorok,dan bau tengik
seperti darah,urin, atau tinja, kadang-kadang bau bias menyenangkan,
halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, kejang dan
demens.
c) Halusinasi penglihatan
Pada halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat bayangan
yang sebenarnaya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang
telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuk nya menakutkan
(cancro & lehman, 2000 dalam videbeck, 2008). Isi halusinasi penglihatan
klien adalah klien melihat cahaya, bentuk geometris, kartun atau campuran
antara gambaran bayangan yang komplek dan bayangan tersebut dapat
menyenangkan klien atau juga sebaliknya yaitu mengerikan (Struat,2009).
d) Halusinasi pengecapan
Sementara itu pada halusnasi pengecapan, isi berupa klien mengecap
rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa
seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit
atau mungkin seperti rasa tertentu. Atau berupa rasa busuk, tak sedap dan
anyir seperti darah, urine atau feces (Stuart, 2009).
e) Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran
listrik yang menjalar keseluruh tubuh aatu binatang kecil yang merayap di
kulit ( cancro & lehman, 2000 dalam videbeck, 2008). Klien juga dapat
mengalami nyeri atau tidak nyaman tanpa adanya situmulus yang nyata,
seperti sensasi listrik dan bumi, benda mati ataupun dan orang lain
(Stuart,2009).
f) Halusinasi chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa pungsi tubuh seperti darah
berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan, atau bentuk urin
(videbeck, 2008 dalam stuart, 2009).
g) Halusinasi kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensai tubuh,
gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi
gerakan sambil berdiri tak bergeraak (videbeck, 2008 dalam stuart,
2009).(Yuni, n.d.)
C. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
2. Neuroanatomi
Keadaan patologis yang terjuadi pada lobus temporalis dan frontalis
berkorelasi dengan terjadinya tanda-tanda positif negative dan
skizofrenia. Copel (2007) menyebutkan bahwa tanda-tanda positif
skizofrenia.seperti psikosis disebabkan karena fungsi otak yang
abnormal pada lobus temporalis .sedangkankan tanda-tanda negatif
seperti tidak ada kemauan atau motivasi dan anhedonia disebabkan
oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai sadock dan sadock (2007 dalam towsen,2009) yang
menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis adalah aktivasi
motorik,intelektual,perencanaan konseptual, aspek kepribadian,aspek
produksi bahasa . sehingga apabila terjadinya gangguan pada lobus
frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas motorik,
gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan juga emosi yang
tidak stabil.sedangkan fungsi utama dan lobus temporalis adalah
pengaturan bahasa,ingatan dan juga emosi. Sehingga gangguan yang
terjadi pada kortek temporalis dan nucleus-nukleus limbic yang
berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan timbulnya
gejala halusinasi.
3. Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotesis
disregulasi pada skizorfenia,gangguan terus menerus dalam satu atau
lebih neurotrasmiter dan neuromodulator mekanisme pengaturan
homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak
menentu.teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif
terhadap dopamine,sedangkan apa area prefrontal mengalami
hipoaktif sehingga terjadio keseimbangan antara system
neurotransmitter dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart, 2009)
pernyataan memberi arti bahwa neurotransmitter mempunyai peranan
yang penting menyebabkan terjadinya skizofrenia.
4. Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menerntukan “Virus Skizofrenia” telah
berlangsung (Torrey et al, 2007 Dalam et al, 2008). Bukti campuran
menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus influenza
terutama selama trimester pertama, mungkinn menjadi salah satu
faktor penyebab skizofren pada beberapa orang tetapi tidak pada orang
lain. Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat-tempat keramaian
dan musim dingin dan awal musim semi dan dapat terjadi inutero atau
pada anak usia dini pada beberapa orang yang rentan (Stuart, 2009).
c. Faktor Psikologis
Awal terjadinya skizofren difokuskan pada hubungan dalam keluarga
yang mempengaruhi perkembangan ganggian ini, teori awal menunjukkan
kurangnya hubungan antara orang tua dan anak, serta disfungsi system
keluarga sebagai penyebab skizofren (Townsen, 2009). Penelitian lain
menyebutkan beberapa dengan skizofren menunjukkan selain kelainan
halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan social, fungsin
neuromotor dan respon emosional jauh sebelum mereka menunjukkan
gejala yang jelas dari skizofren (Schiffman et al, 2004 dalam Stuart, 2009).
Sinaga (2007) menyebutkan bahwa lingkungan emosional yang tidak stabil
mempunyai resiko yang besar pada perkembangan skizofren, pada masa
kanak disfungsi situasi social seperti trauma masa kecil, kekerasan,
hostilitas dan hubungan interpersonal yang kurang hangat diterima oleh
anak sangat mempengaruhi perkembangan neurogikal anak sehingga lebih
rentan mengalami skizofrenia di kemudian hari.
d. Faktor sosial Budaya
Faktor sosial kultural meliputi disfungsi dalam keluarga, konflik
keluarga. Masalah keluarga dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia,
hal ini ditunjukan oleh penelitian yang mengatakan bahwa skizofrenia
ditemukan pada 24 responden (33.33%) yang hidup sendiri dan 78
responden tidak mempunyai pendidikan ataupun keahlian (91%). Hal ini
menunjukan bahwa memang kehidudan perkawinan dapat menjadi
pencetus terjadinya skizofrenia jika terjadi akumulasi masalah yang tidak
dapat diselesaikan (Hawari,2001 dalam Corolina, 2008).
2) Faktor presipitasi
Kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam meregulasi
sejumlah informasi. Informasi normal diproses melalui aktifitas neoron.
Situmulus visual dan audiotory dideteksi dan di saring oleh kan pada kelien
skizoferinia terjadi mekanisme yang abnormal dalam memperoses informasi
adalah faktor kesehehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu (Stuart &
laria, 2005 dalam stuart, 2009 ).
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik diotak
yang mengatur jumlah dan waktu dalam peroses informasi. Stimuli
penglihatan dan pendengaran pada awal nya disaring oleh hipoyalamus dan
dikirim untuk diperoses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
disampaikan terllu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut
salah, lobus frontal mengirimkan pesan operload ke ganglia basal dan
diingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat tranmisi kelobus frontal.
Penurunan fungsi lobus frontal menyebabkan ganguan pada peroses umpan
balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan peroses informasi
overload (Stuart, 2009). Setresor persipitasi yang lain adanya abnormal pada
pintu mekanisme pada klien skizofrenia, pintu mekanisme adalah peroses
elektrik yang melibatkan elektolit, hal ini memicu penghambatan saraf dan
rangsang aksi dan umpan balik yang terjadi pada sistem saraf. Penurunanj
pintu mekanisme/gating proses ini ditujukan dengan ketidakmampuan
individu dalam memilih sitimuli secara selektif (Stuart, 2009).
F. Mekanisme koping
Pada klien skizofrenia , klien berusaha untuk melindungi dirinya
dalam pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya . klien akan melakukan
regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya , melakukan proyeksi
sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yhang
berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan terhadap
pengalaman internal (Stuart, 2009).
IV. Pohon masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Akibat.
3. Edukasi
Anjurkan
memonitor sendiri situasi
terjadinya halusinasi
Anjurkan bicara pada
orang yang orang yang
dipercaya untuk memberi
dukungan dan ngan dan
umpan balik
korektif balik korektif
terhadap terhadap
halusinasi
Anjurkan melakukan
distraksi (mis.
Mendengarkan
musik,melakukan
aktivitas, dan
teknik relaksasi)
Ajarkan pasien dan
keluarga cara mengntrol
halusinasi
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik dan
antiansietas, jika perlu.
(A.n, 2020)
VIII. Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Evaluasi keperawatan paraf
1. Gangguan persepsi sensori S : klien mengatakan sering
( D.0085 ) mendengar suara – suara tanpa ada
wujudnya
O : - klien nampak sering menutup
telinga
- Klien merasa gelisah
- Klien sering mondar –
mandir
A : halusinasi pendengaran ( + )
P : - latihan cara menghardik
halusinasi setiap hari
DAFTAR PUSTAKA