Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA : HALUSINASI


(Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II)
Dosen Pengampu: Ns. Sri Puji Lestari, M.Kep, Sp.Kep.J

Disusun Oleh :

Fitriana Noor Sabrina 2207008

Herlina Firda Arifia 2207009

Marantika Damayanti 2207010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KARYA HUSADA

SEMARANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan kondisi ketika seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa memiliki
rentang respon adaptif yang merupakan sehat jiwa, masalah psikososial, dan
respon maladaptif yaitu gangguan jiwa (UU No. 18 Tahun 2014).
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii
Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi
setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan
teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya
pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang
sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik
dan stres tersebut (Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik
Dapertemen Kesehatan, 2017).
Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam berpikir (cognitive), kemauan
(volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007). Menurut
Malim (2002) Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab. Umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental,
karakteristik dari pikiran dan persepsi, adanya afek yang tidak wajar atau tumpul
(Yusuf, dkk, 2015).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada
study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negaranegara
berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan
apapun pada tahun utama (Hardian, 2018).
Berdasarkan hasil survey World Healt Organization (WHO 2013) menyatakan
hampir 400 juta penduduk dunia menderita masalah gangguan jiwa. Satu dari
empat anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dan seringkali tidak
terdiagnosis secara tepat sehingga tidak memperoleh perawatan dan pengobatan
dengan tepat. Data Riset Kesehatan Dasar (2013) prevalensi gangguan jiwa berat
pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI
Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali
(2,3 per mil), Jawa Tengah (2,3 per mil), Bangka Belitung (2,2 per mil), Nusa
Tenggara Barat (2,1 per mil), Bengkulu (1,9 per mil) dan Sumatera Barat urutan
ke sembilan dengan jumlah (1,9 per mil) (Riskesdas, 2013).
Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan
pada fungsi mental, yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi,
kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam
proses hidup di masyarakat dan timbulah perasaan tertekan. Hal ini ditandai
dengan menurunnya kondisi fisik akibat gagalnya pencapaian sebuah keinginan
yang akan menurunnya semua fungsi kejiwaan. Perasaan tertekan atau depresi
akibat gagalnya seseorang dalam memenuhi sebuah tuntutan akan mengawali
terjadinya penyimpangan kepribadian yang merupakan awal dari terjadinya
gangguan jiwa (Nasir, 2011). Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut
hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu
gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental emosional yang berupa
kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan gangguan jiwa berat/kelompok
psikosa yaitu skizofrenia (Yusuf,dkk. 2015).
Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang ditandai dengan penurunan atau
ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realita (halusinasi dan waham), afek
yang tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berfikir abstrak)
dan mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat,2014). Seorang
yang mengalami skizofrenia terjadi kesulitan berfikir dengan benar, memahami
dan menerima realita, gangguan emosi atau perasaan, tidak mampu membuat
keputusan, serta gangguan dalam melakukan aktivitas atau perubahan perilaku.
Klien skizofrenia 70% mengalami halusinasi (Stuart, 2014).
Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu gejala negatif dan gejala positif.
Gejala negatif yaitu menarik diri, tidak ada atau kehilangan dorongan atau
kehendak. Gejala positif yaitu halusinasi, waham, pikiran yang tidak terorganisir,
dan perilaku yang aneh (Videbeck, 2008). Dari gejala tersebut, halusinasi
merupakan gejala yang paling banyak ditemukan, lebih dari 90% pasien
skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep, 2013).
Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan dalam pola
dan jumlah stimulasi yang diprakarsai secara internal atau eksternal disekitar
dengan pengurangan, berlebihan, distorsi, atau kelainan berespon terhadap setiap
stimulus (Townsend, 2009 dalam Pardede, Keliat, & Yulia, 2015). Halusinasi
pendengaran paling sering terjadi ketika klien mendengar suarasuara, suara
tersebut dianggap terpisah dari pikiran klien sendiri. Isi suarasuara tersebut
mengancam dan menghina, sering kali suara tersebut memerintah klien untuk
melakukan tindakan yang akan melukai klien atau orang lain (Nyumirah, 2015).

II. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini secara umum adalah mahasiswa dapat menjelaskan
dan melakukan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan Gangguan Persepsi
Sensori (Halusinasi).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. MASALAH UTAMA
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
II. PROSES TERJADINYA HALUSINASI
A. Definisi
Halusinasi adalah perubahan persepsi sensori dimana pasien
merasakan sensasi yang tidak ada berupa suara, penglihatan, pengecapan,dan
perabaan (Damaiyanti, 2012). Menurut Valcarolis dalam Yosep Iyus (2009)
mengatakan lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi,
halusinasi yang sering terjadi yaitu halusinasi pendengaran, halusinasi
penglihatan, halusinasi penciuman dan halusinasi pengecapan.
Menurut Valcarolis dalam Yosep Iyus (2009) mengatakan lebih dari
90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi, dan halusinasi yang
sering terjadi adalah halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan,
halusiansi penciuman dan halusinasi pengecapan.

B. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
Menurut stuart (2009) pada klien halusinasi dengar, tanda dan gejala
dapat dikateristik dengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk
suara. Rentang dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut
membicarakan tentang pasien,sampai percakapan yang komplet antara dua
orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi.
b. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa mencium aroma
atau bau tertentu sperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum
atau bau busuk atau bau yang tidak sedap ( cancro dan lehman, 2000
dalam videbeck, 2008 ).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh struat (2009) pada
halusinasi penciuman, klien dapat mencium busuk,jorok,dan bau tengik
seperti darah,urin, atau tinja, kadang-kadang bau bias menyenangkan,
halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, kejang dan
demens.
c. Halusinasi penglihatan
Pada halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat bayangan
yang sebenarnaya  tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang
telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuk nya  menakutkan
(cancro & lehman, 2000 dalam videbeck, 2008). Isi halusinasi penglihatan
klien adalah klien melihat cahaya, bentuk geometris, kartun atau campuran
antara gambaran bayangan yang komplek dan bayangan tersebut  dapat
menyenangkan klien atau juga sebaliknya yaitu mengerikan (Struat,2009).
d. Halusinasi pengecapan
Sementara itu pada halusnasi pengecapan, isi berupa klien mengecap
rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa
seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit
atau mungkin seperti rasa tertentu. Atau berupa rasa busuk, tak sedap dan
anyir seperti darah, urine atau feces (Stuart, 2009).
e. Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran
listrik yang menjalar keseluruh tubuh aatu binatang kecil yang merayap di
kulit ( cancro & lehman, 2000 dalam videbeck, 2008). Klien juga dapat
mengalami nyeri atau tidak nyaman tanpa adanya situmulus yang nyata,
seperti sensasi listrik dan bumi, benda mati ataupun dan orang lain
(Stuart,2009).
f. Halusinasi chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa fungsi tubuh seperti darah
berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan, atau bentuk urin
(videbeck, 2008 dalam stuart, 2009).
g. Halusinasi kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensai tubuh,
gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi
gerakan sambil berdiri tak bergeraak (videbeck, 2008 dalam stuart, 2009).
C. Fase Halusinasi
a.  Comforting ( halusinasi menyenangkan,cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intens seperti cemas,
kesepian, merasa bersalah dan takut dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan.seseorang
mengenal bahwa pikiran pengalaman sensori berada dalam kesadaran
control jika kecemasan tersebut bisa dikelola.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1.      Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tanpak tidak tepat
2.      Menggerakan bibir tanpa membuat suara
3.      Pergerkan mata yang tepat
4.      Respon verbal yang lambat seperti asyik
5.      Diam dan tampak asik
b. Comdeming ( halusinasi menjijikan, cemas sedang )
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang
berhalusinasi yang mulai merasa kehilangan control dan mungkin
berusaha  menjauh diri, sertra merasa malu karna adanya pengalaman
sensori tersebut dan menarik dari diri orang lain. Perilaku yang dapat
diobservasi :
1. Ditandai dengan peningkatan kerja syisem syraf autonomic yang
menunjukan kecemasan missal nya terdapat peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
2. Rentang perhatian menjadi sempit
3. Asik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realias
c. Controlling (pengalaman sensori berkuasa, cemas berat)
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan
pengalaman halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi menarik atau
memikat. Seseorang mungkin mengalami kesepian jika pengalaman
sensori berakhir :
1. Arahan yang disertai halusinasi tidak hanya dijadikan obyek saja
oleh klien tetapi mungkin  diikut atau dituruti
2. Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
3. Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
4. Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringtat, teremor, tidak
mampu mengikuti perintah.
d. Conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi, panik)
Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti
perintah dari halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat
jam atau sehari bila tidak ada itrvensi traupetik.
Perilaku yang dapat di observasi :

1. Perilaku klien tanpak seperti dihantui tremor dan panik


2. Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
3. Aktifitas fisik yang menggambarkan klien menunjukan isi dari
halusinasi misalnya kelien melakukan kekerasan, igatasi, menariik diri
atau katatonia.
4. Klien tidak dapat berespon pada arah kompleks
5. Klien tidak dapat berespon  pada lebih dari satu orang

D. Tanda dan Gejala


Ada beberapa tanda dan gejala dari klien dengan halusinasi :
1. Bicara, senyum dan tersenyum sendiri.
2. Menarik diri dan menghindari orang lain.
3. Tak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
4. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
6. Takut
7. Ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung.

E. Predisposisi
Menurut stuart  dan lansia (2005 : Stuart 2009), faktor presdisposisi yang
dapat mengakibatkan terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia meliputi
faktor biologi,psikologi dan juga sosialkultural.
a. Faktor biologi
Menurut videback (2008), faktor biologi yang dapat menyebabkan
terjadinya skizofrenia adalah faktor genetik, neurotomi, neurokimia
serta imunovirologi.
1. Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6
yang mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (copel,
2007). Sedangkan Buchanan dan carpeter (2000) dalam dalam
stuart (2009) menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam
menurunkan skizofrenia adalah kromosom6.sedangkan kromosom
lain yang juga berperan adalah kromosoni 4, 8, 15, dan 22,
cracdock et al (2006 dalam stuart, 2009). Penelitian lain juga
menemukan gen GAD 1 yang tanggung jawab memproduksi
GABA, dimana pada klien skizofrenia tidak dapat  meningkat
secara normal sesuai perkembangan pada daerah frontal,dimana
bagian ini berfungsi dalam proses berfikir dan pengambilan
keputusan hung et al (2007) dalam stuart (2009).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian
anak kembar yang menujukan anak kembar identik beresiko
mengalami skizofrenia sebesar 50% sedangkan pada kembar non
identik/fraternal beresiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini
meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita
skizofrenia videback (2008) dalam stuart (2009) semua penelitian
ini menunjukan bahwa faktor genetic hanya sebagian kecil
penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada faktor lain
yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skizofrenia.

2. Neuroanatomi
Keadaan patologis yang terjuadi pada lobus temporalis dan
frontalis berkorelasi dengan terjadinya tanda-tanda positif  negative
dan skizofrenia. Copel (2007) menyebutkan bahwa tanda-tanda
positif skizofrenia.seperti psikosis disebabkan karena fungsi otak 
yang abnormal  pada lobus temporalis .sedangkankan tanda-tanda
negatif seperti tidak ada kemauan  atau motivasi dan anhedonia
disebabkan oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai sadock dan sadock (2007 dalam towsen, 2009)
yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis adalah
aktivasi motorik, intelektual, perencanaan konseptual, aspek
kepribadian, aspek produksi bahasa, sehingga apabila terjadinya
gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada
aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan
juga emosi yang tidak stabil.sedangkan fungsi utama dan lobus
temporalis adalah pengaturan bahasa, ingatan dan juga emosi.
Sehingga gangguan yang terjadi pada kortek temporalis dan
nucleus-nukleus limbic yang berhubungan pada lobus temporalis
akan menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.
3. Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotesis
disregulasi pada skizorfenia, gangguan terus menerus dalam satu 
atau lebih neurotrasmiter dan neuromodulator mekanisme
pengaturan homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil
atau tidak menentu.teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik
overaktif terhadap  dopamine,sedangkan apa area prefrontal
mengalami hipoaktif sehingga terjadio keseimbangan antara system
neurotransmitter dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart,
2009) pernyataan memberi arti bahwa neurotransmitter mempunyai
peranan yang penting menyebabkan terjadinya skizofrenia.
4. Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menerntukan “Virus Skizofrenia” telah
berlangsung (Torrey et al, 2007 Dalam et al, 2008). Bukti campuran
menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus influenza
terutama selama trimester pertama, mungkinn menjadi salah satu
faktor penyebab skizofren pada beberapa orang tetapi tidak pada
orang lain. Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat-tempat
keramaian dan musim dingin dan awal musim semi dan dapat
terjadi inutero atau pada anak usia dini pada beberapa orang yang
rentan (Stuart, 2009).
b.  Faktor Psikologis
Awal terjadinya skizofren difokuskan pada hubungan dalam
keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal
menunjukkan kurangnya hubungan antara orang tua dan anak, serta
disfungsi system keluarga sebagai penyebab skizofren (Townsen,
2009).  Penelitian lain menyebutkan beberapa dengan skizofren
menunjukkan selain kelainan halus yang meliputi perhatian,
koordinasi, kemampuan social, fungsin neuromotor dan respon
emosional jauh sebelum mereka menunjukkan gejala yang jelas dari
skizofren (Schiffman et al, 2004 dalam Stuart, 2009). Sinaga (2007)
menyebutkan bahwa lingkungan emosional yang tidak stabil
mempunyai resiko  yang besar pada perkembangan skizofren, pada
masa kanak disfungsi situasi social seperti trauma masa kecil,
kekerasan, hostilitas dan hubungan interpersonal yang kurang hangat
diterima oleh anak sangat mempengaruhi perkembangan neurogikal
anak sehingga lebih rentan mengalami skizofrenia di kemudian hari.
c. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial kultural meliputi disfungsi dalam keluarga,
konflik keluarga. Masalah keluarga dapat menjadi pencetus terjadinya
skizofrenia, hal ini ditunjukan oleh penelitian yang mengatakan bahwa
skizofrenia ditemukan pada 24 responden (33.33%) yang hidup sendiri
dan 78 responden tidak mempunyai pendidikan ataupun keahlian
(91%). Hal ini menunjukan bahwa memang kehidudan perkawinan
dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia jika terjadi akumulasi
masalah yang tidak dapat diselesaikan (Hawari,2001 dalam Corolina,
2008).

F. Presipitasi
Kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam meregulasi
sejumlah informasi. Informasi normal diproses melalui aktifitas neoron.
Situmulus visual dan audiotory dideteksi dan di saring oleh kan pada kelien
skizoferinia terjadi mekanisme yang abnormal dalam memperoses informasi
adalah faktor kesehehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu (Stuart &
laria, 2005 dalam stuart, 2009 ).
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik diotak
yang mengatur jumlah dan waktu dalam peroses informasi. Stimuli
penglihatan dan pendengaran pada awal nya disaring oleh hipoyalamus dan
dikirim untuk diperoses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
disampaikan terllu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah,
lobus frontal mengirimkan pesan operload ke ganglia basal dan diingatkan lagi
hipotalamus untuk memperlambat tranmisi kelobus frontal. Penurunan fungsi
lobus frontal menyebabkan ganguan pada peroses umpan balik dalam
penyampaian informasi yang menghasilkan peroses informasi overload
(Stuart, 2009). Setresor persipitasi yang lain adanya abnormal pada pintu
mekanisme pada klien skizofrenia, pintu mekanisme adalah peroses elektrik
yang melibatkan elektolit, hal ini memicu penghambatan saraf dan rangsang
aksi dan umpan balik yang terjadi pada sistem saraf. Penurunan pintu
mekanisme atau gating proses ini ditujukan dengan ketidakmampuan individu
dalam memilih sitimuli secara selektif (Stuart, 2009).

G. Rentang respon
Respon Adaptif Respon
Maladaptif

- Pikiran logis - Kadang- kadang - Waham


- Persepsi akurat proses pikir terganggu - Halusinasi
- Emosi konsisten (distorsi pikiran) - Sulit berespon
dengan pengalaman - Ilusi - Perilaku
- Perilaku sesuai - Menarik diri disorganisasi
- Hubungan sosial - Reaksi emosi >/< - Isolasi sosial
Harmonis - Perilaku tidak biasa

H. Pohon masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Akibat.

Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Core


Problem.

Isolasi diri: Menarik diri. Penyebab.


I. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi.
2. Isolasi sosial : Menarik Diri.
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

J. Mekanisme koping
Pada klien skizofrenia , klien berusaha untuk melindungi dirinya dalam
pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya . klien akan melakukan regresi
untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya , melakukan proyeksi sebagai
usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yhang berhubungan
dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan terhadap pengalaman
internal (Stuart, 2009).

III. STRATEGI PELAKSANAAN (SP)


1. SP-1 Pasien: Halusinasi Pertemuan Ke-1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Ibu R berbicara sendiri, gelisah dan pernah melakukan tindakan
kekerasan (memukul temannya)
2. Diagnosis Keperawatan:
Gangguan sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan:
Klien mampu untuk mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
menontrol halusinasi dengan cara pertama menghardik.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi Jenis Halusinasi
b. Mengidentifikasi Isi Halusinasi
c. Mengidentifikasi Waktu Halusinasi
d. Mengidentifikasi Frekuensi Halusinasi
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan Halusinasi
f. Mengidentifikasi respon pasien terhadap Halusinasi
g. Mengajarkan klien menghardik Halusinasi
B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Perkenalkan saya perawat Sinta. Saya Mahasiswa
Keperawatan UPH yang akan dinas di ruangan Mangga ini dari jam
7 pagi sampai jam 3 sore nanti”
“Saya boleh tau nama Ibu siapa? Oh Ibu R. senang dipanggil apa
bu?
Oke , panggil Ibu R saja ya bu”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa yang ibu keluhkan saat ini?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, sekarang kita berbincang-bincang tentang suara-
suara yang selama ini ibu dengar tapi tidak kelihatan wuujudnya ya
bu?”
Tempat : “ibu maunya kita ngobrol dimana? Oh oke, diruangan ini
saja ya bu”
Waktu : “Berapa lama kita akan ngobrol nya bu? 15 menit saja
bagaimana menurut ibu?”

2. Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)


“Apakah ibu mendengar suara tanpa dengan wujud?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu?”
“Berapa kali sehari ibu alami?”
“Pada keadaan seperti apa suara itu terdengar bu?”
“Apakah pada saat ibu sedang sendirian?”
“Apa yang ibu rasakan saat mendengar suara-suara itu?”
“Apakah yang ibu lakukan saat mendengar suara-suara itu?”
“Apakah dengan cara tersebut suara-suara itu hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara
itu muncul?”
“Ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul bu. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara berbincang-
bincang dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah
terjadwal dan keempat, minum obat dengan teratur”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu yaitu dengan cara
menghardik, apakah ibu setuju? Baik bu. Caranya seperti ini: Saat
suara-suara itu muncul, ibu langsung bilang pergi! Saya tidak mau
dengar! Saya tidak mau dengar kamu suara palsu! Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu praktekkan bu.
Nah, begitu bu. Bagus sekali bu, bisa ibu coba lagi bu? Iya bagus bu,
ibu bisa melakukan nya sekarang”.

3. Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1. Evaluasi klien/Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu sekarang setelah melakukan latihan
tadi?” Bagus sekali, sekarang ibu sudah bisa melakukannya.
2. Evaluasi perawta/Objektif
“Apa yang Ibu R lakukan jika suara-suara itu muncul?” Nah,
lakukan terus ya bu kemampuan ibu ini saat suara-suara itu
muncul lagi.
b. Rencana tindak lanjut
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Apa yang Ibu
R lakukan jika suara-suara itu muncul? Bagus. Beri tanda M
(mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau
diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak melakukan”
c. Kontrak yang akan datang
Topik: “Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan
latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua, apakah
ibu setuju?”
Waktu: “Bagaimana kalau nanti siang bu? Oke baik bu. Kita
latihannya mau berapa lama bu? 15 menit cukup bu? Oh oke, 15
menit ya bu”
Tempat: “Dimana kita akan melakukan latihan nya bu? Diruangan
ini saja bagaimana menurut ibu?”
2. SP-2 pasien: Halusinasi Pertemuan Ke-2
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien terlihat berbicara sendiri, mara-marah dan tertawa sendiri di
sudut kamarnya.
2. Diagnosis Keperawatan:
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan
Klien mampu untuk mengenal Halusinasi, cara-cara mengontrol
Halusinasi dengan cara kedua yaitu berbincang-bincang dengan orang
lain.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan Halusinasi dengan cara berbincang-
bincang dengan orang lain.
c. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu R, masih kan dengan saya? Iya ibu benar. Saya
perawat Sinta”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana Perasaan ibu saat ini? Apakah suara-suara yang biasa
ibu dengar masih muncul?”
“Apakah ibu sudah pakai cara yang telah kita latih tadi pagi bu?
“Apakah berkurang suara-suaranya bu?”
c. Kontrak
Topik: “Baiklah, sekarang kita akan berbincang-bincang mengenai
cara yang kedua yaitu mengontrol halusinasi dengan berbicara
kepada orang lain”
Tempat: “Dimana kita bisa ngobrol-ngobrol nya bu? Ok baiklah
kalau ibu mau nya kita di tempat ini saja”
Waktu: “kira-kira kita butuh berapa lama bu untuk berbincang-
bincang nya? 15 menit saja cukup bu? Oke baik, 15 menit ya bu”

2. Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)


“ Jadi cara kedua untuk mengontrol Halusinasi yaitu dengan berbicara
kepada orang lain. Kalau ibu mendengar suara-suara itu lagi, langsung
saja ibu mencari orang untuk diajak berbicara. Contoh nya begini bu:
“tolong, saya mulai dengar suara-suara itu lagi, bisa ngobrol dengan
saya?” coba ibu lakukan seperti yang saya contoh kan tadi? Iya bagus
bu. Coba sekali lag bu? Wahh ibu bisa melakukannya. Ibu harus sering
latihan terus ya bu?”
3. Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1. Evaluasi klien/subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah latihan tadi?”
2. Evaluasi perawat /Objektif
“Jadi sudah berapa cara yang ibu pelajari hari ini untuk
mencegah suara-suara itu bu? Iya ibu benar.
b. Rencana tindak lanjut
“Cobalah kedua cara ini ibu lakukan saat suara-suara itu muncul
lagi”
“Bagaimana kalau kita masukkan kedalam jadwal kegiatan harian
ibu? Nah, nanti lakukan secara teratur dan gunakan sewaktu-waktu
suara itu muncul lagi ya bu”
c. Kontrak yang akan datang
Topik: “Bagaimana kalau kita latihan cara yang ketiga yaitu
melakukan aktifitas yang terjadwal?”
Waktu: “Kapan ibu bersedia untuk melakukan latihan cara yang
ketiga? Oh baiklah bu, besok pagi jam 9 kita akan latih cara yang
ketiga ya bu”
Tempat: “Kita melakukan nya di tempat ini saja bagaimana
menurut ibu?” baik bu, sampai ketemu besok ya bu”.
3. SP-3 Pasien: Halusinasi Pertemuan Ke-3
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien terlihat marah-marah, berbicara sendiri dan gelisah.
2. Diagnosis keperawatan
Gangguan sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan
Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu
melakukan kegiatan yang biasa dilakukan dirumah.
4. Tindakan keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan yang biasa dilakukan dirumah.
c. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam daftar kegiatan harian.

B. Strategi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu R, masih ingat dengan saya? Iya benar, ibu ingat
saya”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?”
“Apakah ibu sudah mandi dan sarapan?”
“Apakah suara-suara yang ibu dengar masih muncul?”
“Apakah ibu sudah melakukan cara yang kita sudah latih kemarin
bu? Bagaimana hasilnya? Wah bagus sekali ibu sudah bisa
melakukannya”
c. Kontrak
Topik: “Sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan belajar cara
yang ketiga untuk mencegah halusinasi dengan melakukan
kegiatan yang terjadwal ya bu”
Tempat: “Bagaimana kalau mita berincang-bincang nya disini saja
bu?”
Waktu: “Berapa lama kita akan latihan? Oke baik bu, kita akan
latihan selama 15 menit ya bu”

2. Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)


“Kegiatan apa saja yang biasa ibu lakukan dipagi hari?”
“Lalu jam berapa kegiatan selanjutnya?”
“Wah, cukup banyak ternyata kegiatannya ya bu”
“Sekarang kita akan melatih cara ketiga yaitu melakukan kegiatan-
kegiatan yang ibu sebutkan tadi untuk mencegah halusinasi”
“Coba ibu ulangi sekali lagi bu?”
“Wah bagus sekali ibu”
“Ibu bisa lakukan kegiatan ini ya bu. Kegiatan ini dapat ibu lakukan
untuk mencegah suara-suara yang muncul. Kegiatan yang lain akan
kita latih agar dari pagi sampai malam ada kegiatan yang ibu lakukan”

3. Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1. Evaluasi klien/subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelahkita berbincang-bincang
tentang cara yang ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus
sekali bu”
2. Evaluasi perawat/objektif
“Coba ibu sebutkan kembali cara-cara yang telah kita latih dari
kemarin bu?” Iya bagus sekali, ibu masih mengingat dan bisa
melakukannya”
b. Rencana tindak lanjut klien
“Mari kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian ibu. Ibu
coba lakukan sesuai jadwal ya bu”
c. Kontrak yang akan datang
Topik: “Kita akan membahas cara minum obat yang baik serta
kegunaan obat”
Waktu: “Jam berapa ibu bersedia untuk berbincang-bincang bu?
Kalau 20 menit bagaimana menurut ibu?”
Tempat: “Dimana ibu mau kita berbicang-bincang? Bagaimana
kalau diruangan sana saja bu?”

4. SP-4 pasien: Halusinasi Pertemuan Ke-4


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Keluarga terlihat sedih melihat keadaan ibu R
2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan
Keluarga mampu mengenal masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat klien, mengetahui pengertian halusinasi, tanda dan gejala
halusinasi, jenis halusinasi serta proses terjadinta halusinasi dan cara
merawat klien halusinasi.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawta
klien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, jenis
halusinasi dan cara proses terjadinya halusinasi.
c. Menjelaskan cara merawat klien halusinasi

B. Strategi Komunikasi dalam Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi bapak/ibu, perkenalkan saya perawat Sinta. Saya
Mahasiswa Keperawatan UPH yang sedang merawat anak
bapak/ibu”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana keadaan semua(keluarga) hari ini pak/bu?”
c. Kontrak
Topik: “Hari ini kita akan berbincang-bincang dan belajar masalah
yang dirasakan keluarga dalam merawat klien, mengetahui
pengertian, tanda dan gejala, jenis halusinasi serta proses terjadi
halusinasi dan cara merawat klien halusinasi dalam keluarga”
2. Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)
“Apa masalah keluarga dalam merawat klien?”
“Saya akan menjelaskan pengertian halusinasi, tanda dan gejala, jenis,
serta proses terjadinya dan cara merawat pasien halusinasi. Apakah
bapak/ibu setuju?”
“Pertama-tama apa itu halusinasi? Halusinasi yaitu penerapan
(persepsi) tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra seseorang
yang terjadi pada keadaan sadar atau bangun dasarnya mungkin
organic, fungsional, psikotik atau histerik?”
“Apa tanda dan gejalanya? Yaitu berbicara sendiri, mendengar suara-
suara yang tidak terlihat wujudnya, marah-marah dan melakukan
perilaku kekerasan pada orang disekitarnya”
“ Jenis-jenis halusinasi? Yaitu:
a. Halusinasi penglihatam: yang dilihat seolah-olah berbentuk
orang, binatang atau benda
b. Halusinasi pendengaran: seolah-olah mendengar suara
manusia, suara hewan, suara mesin, suara music dan suara
kejadian alami
c. Halusinasi penciuman: seolah-olah mencium bauan tertentu.
d. Halusinasi pengecap: seolah-olah mengecap suatu zat atau rasa
tentang sesuatu yang dimakan
e. Halusinasi perabaan: seolah-olah merasa diraba, disentuh,
dicolek, ditiup, dsb”

“Proses terjadinya halusinasi adalah pada waktu klien lagi sendiri, dia
biasanya bicara sendiri, marah-marah dan juga tertawa sendiri”

“Bagaimana cara merawat pasien halusinasi? Yaitu pertama-tama kita


ajak berbicara klien dan berkenalan setelah itu kita tanyakan klien apa
yang biasa klien dengar, terus kita dengar dan kita bilang suara-suara
itu palsu atau tidak nyata. Ibu R bisa mengontrol dengan menghardik
suara-suara itu. Setelah ibu R bisa mengontrol halusinasi nya, kita ajak
ibu R untuk merawat diri sendiri secara perlahan-lahan, kita ajarkan
cara makan, mandi, mencuci tangan dan menyisir rambut. Apakah
semua bisa dimengerti pak/bu?”
3. Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1. Evaluasi klien atau subjektif
“Bagaimana perasaannya setelah kita berbincang-bincang?”
2. Evaluasi perawat atau objektif
“Coba ulangi kembali apa saja yang telah kita bicarakan tadi
pak/bu?”
3. Rencana tindak lanjut
“Baiklah pak/bu, kalau begitu saya harap apa yang sudah saya
ajarkan dapat diulang”
4. Kontrak yang akan datang
Topik: “Baiklah Ibu R dan keluarga sekarang kita akhiri
pertemuan ini, kalau Ibu R masih ada yang ingin ditanyakan
atau ada masalah yang ingin dibicarakan boleh kepada perawat
lain yang dinas diruangan ini. Saya permisi dulu ya Ibu R.
Selamat siang”.

IV. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN : HALUSINASI


A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa, dapat
berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal dirawat,
nomor rekam medis.
2. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,
mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting
peralatan dirumah, menarik diri.
3. Faktor predisposisi
a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil
dalam pengobatan
b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga
c) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter
d) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu
4. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya riwayat
penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak, kekerasan dalam
keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam hidup, kemiskinan,
adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau masyarakat yang sering
tidak sesuai dengan klien serta konflik antar masyarakat.
5. Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik
6. Psikososial
a) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun
dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya,
ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri :
klien biasanya mampu menilai identitasnya, peran diri klien menyadari
peran sebelum sakit, saat dirawat peran klien terganggu, ideal diri
tidak menilai diri, harga diri klien memilki harga diri yang rendah
sehubungan dengan sakitnya.
c) Hubungan sosial
Klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.
d) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak
sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien biasanya
menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu
atau sangat berlebihan.
7. Mental
a) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan
berubah dari biasanya
b) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan,
tidak logis, berbelit-belit
c) Aktifitas motoric
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan yang
abnormal.
d) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi
misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
e) Afek
Afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
f) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak komat-
kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
g) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik
diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata
atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga,
bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan mudah
tersinggung.
h) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut dan
merasa aneh terhadap klien.
i) Isi piker
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus internal
dan eksternal melalui proses informasi dapat menimbulkan waham.
j) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
k) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek,
mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah
disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan
waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan baik,
permisi untuk satu hal.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas eksternal,
sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau
pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian, mengalami masalah
dalam memberikan perhatian.
m) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Sering tidak merasa
yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
n) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan
dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan
keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama seklai tidak dapat
mengambil keputusan merasa kehidupan sangat sulit, situasi ini sering
mempengaruhi motivasi dan insiatif klien.
8. Kebutuhan persiapan klien pulang
a) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
b) BAB atau BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta kemampuan
klien untuk membersihkan diri.
c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama
sekali.
d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam : biasanya
istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.
f) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan sistem
pendukung sangat menentukan.
9. Aspek medis
a) Diagnosa medis : Skizofrenia
b) Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan
antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu
perazin (TFZ), dan anti parkinson trihenski phenidol (THP),
triplofrazine arkine.

B. Analisa Data

DIAGNOSA DATA FOKUS ETIOLOGI


Gangguan DS : Gangguan penglihatan
Persepsi a. Mendengar suara bisikan atau Gangguan pendengaran
Sensori melihat bayangan Gangguan penghiduan
(D.0085) b. Merasakan sesuatu melalui indera Gangguan perabaan
perabaan, penciuman, perabaan,
pengecapan
c. Menyatakan kesal
DO :
a. Distori sensori
b. Respons tidak sesuai
c. Bersikap seolah melihat,
mendengar, mengecap, meraba,
atau mencium sesuatu
d. Menyendiri
e. Melamun
f. Konsentrasi buruk
g. Disorientasi waktu, tempat, orang
atau situasi
h. Curiga
i. Melihat ke satu arah
j. Mondar-mandir
k. Bicara sendiri
C. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori (D.0085) b/d Gangguan penglihatan, Gangguan
pendengaran, Gangguan penghiduan, Gangguan perabaan

D. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KRITERIA HASIL
Gangguan Persepsi Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN
Sensori (D.0085) b/d keperawatan selama …x 24 HALUSINASI (I.09288)
Gangguan penglihatan, jam diharapkan persepsi Observasi
Gangguan sensori (L.09083) membaik, a. Monitor perilaku yang
pendengaran, dengan kriteria hasil : mengindikasikan
Gangguan penghiduan, a. Verbalisasi mendengar halusinasi
Gangguan perabaan bisikan menurun b. Monitor dan sesuaikan
b. Verbalisasi melihat tingkat aktivitas dan
bayangan menurun stimulasi lingkungan
c. Verbalisasi merasakan c. Monitor isi halusinasi
sesuatu melalui indera (mis: kekerasan atau
perabaan menurun membahayakan diri)
d. Verbalisasi merasakan
sesuatu melalui indera Terapeutik
penciuman menurun a. Pertahankan
e. Verbalisasi merasakan lingkungan yang aman
sesuatu melalui indera b. Lakukan Tindakan
pengecapan menurun keselamatan Ketika
f. Distorsi sensori sensori tidak dapat mengontrol
menurun perilaku (mis: limit
g. Perilaku halusinasi setting, pembatasan
menurun wilayah, pengekangan
h. Menarik diri menurun fisik, seklusi)
i. Melamun menurun c. Diskusikan perasaan
j. Curiga menurun dan respons terhadap
k. Mondar-mandir halusinasi
menurun d. Hindari perdebatan
l. Respons sesuai stimulus tentang validitas
membaik halusinasi
m. Konsentrasi membaik
n. Orientasi membaik Edukasi
a. Anjurkan memonitor
sendiri situasi
terjadinya halusinasi
b. Anjurkan bicara pada
orang yang dipercaya
untuk memberi
dukungan dan umpan
balik korektif terhadap
halusinasi
c. Anjurkan melakukan
distraksi (mis:
mendengarkan music,
melakukan aktivitas
dan Teknik relaksasi)
d. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengontrol halusinasi

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik dan
antiansietas, jika perlu

E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart, W. Gail. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier


2. Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku
Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
3. Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN
(Basic Course). Jakarta: EGC
4. Keliat B, dkk. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC.
5. Keliat, B.A & Akemat. (2015). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta : EGC
6. Rahada, 2016. Bab 1 Pendahuluan diakses dari
http://repository.wima.ac.id/7701/2/BAB%201.pdf
7. Wijanarko, Wahyu,.2016. LP dan Askep Halusinasi diakses dari
https://www.academia.edu/30128967/LP_dan_ASKEP_Halusinasi
8. Rahmah, Mutia,.2018. Laporan Pendahuluan Halusinasi diakses dari
https://www.academia.edu/11032316/LP_
9. Anung, Kurniawan,.2018. Laporan Pendahuluan diakses dari
https://www.academia.edu/7603066/LAPORAN_PENDAHULUAN_I._MAS
ALAH_UTAMA_Perubahan_persepsi_sensori_halusinasi_II._PROSES_TER
JADINYA_MASALAH
10. Indriatin, Irma,.2017. LP SP Halusinasi Pendengaran diakses dari
https://id.scribd.com/document/349625745/LP-SP-HALUSINASI-
PENDENGARAN
11. Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, & Deden. (2015). Kajian Asuhan
Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula
Rsjd Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.
12. Stuart, G. W. (2014). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.
13. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
14. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
15. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai