Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN GANGGUAN RETINOBLASTOMA


Disusun guna memenuhi tugas Keperawatan Anak

Disusun Oleh :

1. Obinus Wamang (2207013)


2. Sofri Wahyuning Yulianti (2207014)
3. Herlina (22070…)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KARYA HUSADA SEMARANG
2023
BAB I
Konsep penyakit
A. Definisi

Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari

jaringan embrional retina. Retinoblastoma merupakan jenis kanker yang sangat

langka, kanker ini menyerang pada bagian mata. Retinoblastoma atau kanker

mata merupakan tumor ganas intaokular primer, artinya tumor yang tumbuh

atau berkembang pada bagian dalam retina akibat dari transformasi keganasan

sel primitive pada retina sebelum berdiferensiasi, kanker ini menyerang system

saraf embrionik pada retina. Retinoblasma dapat dikatakan sebagai kanker

langka yang menyerang satu mata (unilateral) atau menyeran dua mata

(bilateral), retinoblastoma dapat dikatakan sebagai kanker ganas yang

mematikan pada anak, lebih dari 90% kasus retinoblastoma sebelum usia 5

tahun. (American Cancer Society, 2014).

B. Etiologi dan/atau faktor risiko

Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadic. Namun dapat

juga diklasifikasikan menjadi dua sub kelompok yang berbeda, yaitu bilateral

dan unilateral dan diturunkan atau tidak diturunkan. Gen retinoblastoma (RBI)

diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur

pertumbuhansel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen

penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang

salah satumata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan

kelainan yang diturunkan secara autosom dominan. Kanker bisa menyebar ke


kantung mata dan keotak (melalui saraf penglihatan/nervus optikus) (Dina

2016).

Retinoblastoma dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Retinoblastoma mutasi genetic (gen RB1).

Retinoblastoma merupakan penyakit keganasan pertama yang

dapat diidentifikasi melalui genetik. Penyakit RB terjadi akibat mutasi

pada kedua buah alel gen RB1 yang terletak pada kromosom 13q14.

Mutasi tersebut dapat berupa perubahan jumlah regio kromosom 13q14

(delesi, translokasi), perubahan nukleotida (substitusi, delesi, insersi, dan

duplikasi), delesi ekson (tunggal atau jamak). Ketidakstabilan gen akibat

mutasi tersebut menyebabkan perkembangan progresif lebih lanjut dari

sel retina menjadi RB malignan. Progesifitas tersebut disebabkan oleh

hilangnya kedua buah alel gen RB1 pada retina yang diikuti dengan

perubahan jumlah sel onkogen. (Kandalam, M., dkk., 2010).

Gen cacat RB1 dapat diwariskan dari orang tua pada beberapa

anak, mutasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin. Tidak

diketahui apa yang menyebabkan kelainan gen, melainkan yang paling

mungkin menjadi kesalahan acak selama proses copy yang terjadi ketika

sel membelah.

2. Kelainan Kromosom

Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang

alel dominant protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa

karena mutasi atau diturunkan. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya


gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa

menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata

yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominant.

Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalui saraf

penglihatan/nervus optikus). (Friska mardianty 2017).

Faktor risiko RB dapat berupa mutasi gen RB1

yangmenyebabkan sel retinoblas membelah tidak terkontrol sehingga

membentuk tumor. Mutasi ini dapat terjadi secara sporadic (didapat)

yangbisa terjadi kapan saja selama hidupnya atau inherited (diwariskan)

dari orang tua ke anak. Faktor risiko selanjutnya adalah riwayat keluarga.

Anak dengan orang tua yang mempunyai riwayat RB bilateral

mempunyai risiko 45%, sedangkan anak dengan orang tua yang

mempunyai riwayat RB unilateral mempunyai risiko 7,5% untuk

mengalami RB. Anak dengan riwayat saudara kandung yang mengalami

RB bilateral mempunyai risiko5-7%, sedangkan untuk RB unilateral

mempunyai risiko 1%. Anak dengan saudara kandung yang mengalami

RB unilateral atau bilateral, disertai dengan riwayat orang tua yang juga

mengalami RB, memiliki risiko 45untuk mendapatkan RB (Canadian

Cancer Society, 2014).

Factor risiko selanjutnya adalah status gizi anak. Status gizi anak

menentukan diagnosis tingkat keparahan dan penatalaksanaan RB.

Kurangnya asupan folat selama kehamilan juga diprediksi berperan


dalam faktor risiko RB, terutama RB unilateral, pada negara berkembang

(Orjuela, M.A., dkk.,2012).

Selain itu, di negara berkembang, terdapat tingkat pendidikan

dan kondisi socialekonomi yang rendah, serta kurang memadainya sarana

kesehatan. Hal ini mengakibatkan tertundanya diagnosis dan

penatalaksanaan RB yang optimal. Hal ini turut berperan dalam

meningkatkan risiko RB dan dapat memperparah kondisi anak

(RodriguezGalindo, dkk., 2010).

C. Patofisiologi

Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RB1 yyang

terletak pada kromosom 13q14 (kromosom nomor 13 sequence ke 14) baik

terjadi karena faktor hereditas maupun karena faktor lingkungan seperti virus,

zat kimia, dan radiasi. Gen RB1 ini merupakan gen suppressor tumor, bersifat

alel dominan protektif, dan merupakan pengkode protein RB1 (P-RB) yang

merupakan protein yang berperan dalam regulasi suatu pertumbuhan sel

(Anwar, 2010:1). Apabila terjadi mutasi seperti kesalahan transkripsi,

tranlokasi, maupun delesi informasi genetic, maka gen RB1 (P-RB) menjadi

inactive sehingga protein RB1 (P-RB) juga inactive atau tidak diproduksi

sehingga memicu pertumbuahan sel kanker (Tomlinson, 2006).Retinoblastoma

biasa terjadi di bagian posterior retina. Dalam perkembangannya massa tumor

dapat tumbuh baik secara internal dengan memenuhi vitrous body (endofitik).

Maupun bisa tumbuh kearah luar menembus koroid, saraf optikus, dan sclera

eksofitik. (Anwar, Faten. 2015).


D. Manifestasi klinis

Gejala retinoblastoma dapat merupai penyakit lain di mata. Bila

letak tumor di makula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang

semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukocoria, tanda-tanda

peradangan di viterus (Vitreous Sedding) yang menyerupai endoftalmitis. Bila

sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan

glaucoma dan tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau hifema.

Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastis dengan invasi tumor

melalui nervus optikuskeotak, melalui sclera dan ke jaringan orbita dan sinus

paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah.

Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca.

Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan pendarahan. Warna iris tidak

normal, penyebaran secara limfogen, kekelenjar limfe preauricular dan sub

mandibula dan hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati (Dina

2016).

Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak

putih dibagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila

terkena cahaya. Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar,

penglihatan terganggu atau mata kelihatan juling. Tapi apabila stadium

berlanjut mata tampak berlanjut. Jadi apabila terlihat tanda-tanda berupa mata

merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi

gelap terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut bisa terindikasi

penyakit retinoblastoma.
Gejala dan tanda-tanda retinoblastoma ditentukan oleh luas dan

lokasi tumor pada waktu didiagnosis. Gejala yang paling sering ialah

leukokoria (refleks putih pada pupil), Ciri-ciri lain meliputi heterokromia,

hifema spontan, amauritic cat’ eye (bila mata kena sinar akan memantulkan

cahaya seperti mata kucing). Dalam perkembangan selanjutnya tumor dapat

tumbuh ke arah badan kaca (endofilik) dan kearah koroid (eksofilik). Pada

pertumbuhan endofilik tampak massa putih yang menembus melalui membran

limitan interna. Tumor eksofilik berwarna putih-kekuningan dan terjadi pada

ruang subretinal sehingga pembuluh darah retina yang terdapat di atasnya

sering bertambah ukurannya dan berkelok-kelok (Rares, L. 2016).

Gejala umum lainnya meliputi mata juling, mata merah,

buphthalmos, pupil midriasis dan proptosis.

1. Strabismus, ketidaksegarisan mata akibat ketidakeimbangan otot

ekstraokuler, kedua mata tidak terviksasi pada satu objek yang sedang

dilihat.

2. Mata merah sering terjadi akibat radang yang disebabkan oleh keberadaan

sel-sel tumor yang nekrosis (mati). Mata merah juga sering dikaitkan

dengan glaucoma sekunder yang terjadi akibat retinoblastoma, radang

jaringan uvea mata, atau pendarahan badan-kaca. Nyeri terkadang juga

menyertai mata merah.

3. Buphthalmos adalah tipe glaucoma kongenital (bawaan) yang didapatkan

saat pekembangan bayi dan berhubungan dengan peningkatan tekanan

intraokuler bola mata akibat tumor yang membesar


4. Pupil midriasis adalah melebarnya pupil mata akibat tumor yang

mengganggu system mata akibat tumor yang mengganggu system

sarafparasimpatis

5. Proptosis adalah menonjol atau keluarya bola mata akibat desakan dan

pembesaran tumor bola mata.

6. Leukokoria, reflek putih, sepeti mata kucing ketika terkena cahaya (Dito

Anurogo, 2016).

E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang

Evaluasi metastatic harus mencakup pemeriksaan sitologi cairan

serebrospinal serta aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Namun retinoblastoma

sangat jarang menyebar ke cairan spinal atau sumsum tulang tanpa penyebaran
ekstraokuler. Evaluasi metastatic harus meliput CT scan orbita untuk

menentukan perluasan ekstraokuler dan keterlibatan nervus optikus. CT scan

atau MRI kepala harus dikerjakan pada kasus-kasus bilateral untuk mencari

retinoblastoma yang mengenai kelenjar epifisi (retinoblastoma trilateral).

1. Pemeriksaan X foto: dengan pemeriksaan ini hampir 60-70% terdeteksi

adanya kalsifikasi di dalam tumor. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke

saraf optik, foramen optikum akan tampak melebar.

2. Pemeriksaan USG atau CT scan atau MRI: Pemeriksaan MRI

menggunakan magnet untuk menghasilkan potongan gambar jaringan

yang lebih spesifik dibandingkan CT scan. Tes MRI sangat berguna jika

ada kecurigaan metastasis ekstraokular (sering pada metastasis

intrakranial) dimana anak datang dengan tekanan intrakranial yang

meningkat dan dicurigai adanya trilateral retinoblastoma.

3. Pemeriksaan lactic acid dehydrogenase (LDH): dengan membanding-kan

kadar LDH dalam akuos humor dan serum darah dapat diperkirakan

adanya retinoblastoma intraokuler. Rasio normal ialah <1; bila rasio >1,5

dicurigai kemungkinan adanya retino-blastoma (Rares, L. 2016).

G. Penatalaksanaan (medis)

Retinoblastoma ialah enukleasi bulbi yang disusul dengan radiasi.

Apabila retinoblastoma sudah meluas sampai ke jaringan orbita maka

dilakukan eksenterasi orbita disusul dengan radiasi dan bila diberikan


kemoterapi. Enukleasi merupakan pilihan tata laksanauntuk intraokular

unilateral RB dengan klasifikasi grup E yang melibatkan neovaskularisasi dari

iris, glaukoma sekunder, tumor invasif anterior chamber, tumor >75% volum

vitreous, tumor nekrosis dengan inflamasi sekunder orbital, tumor terkait

hifema atau perdarahan vitreous, dimana karakteristik tumor tidak bisa dilihat,

dan melibatkan satu mata (unilateral). Metode enukleasi dilakukan dengan

mengangkat penuh mata hingga ke nervus optikus, kemudian dilakukan

pemeriksaan histopatologinya (Pandey, A N. 2014).

Menurut (Sinambela, 2017) pendekatan multidisiplin yang terdiri

dari dokter spesialis mata, onkologi anak, onkologi radiasi, patologi, dan

konselor genetika. Metode Terapi yang tersedia antara lain:

1. Kemoterapi

Chemotherapy merupakan pilihan tata laksana pada pasien dengan

tujuan mengurangi volum tumor sampai ukuran dimana terapi laser bisa

diberikan (chemoreduction). Terapi ini juga efektif untuk kelainan

vitreous dan subretinal, dan ekstraokular maupun metastasis RB.

Chemotherapy dilakukan sebanyak enam sesi selama 3-4 minggu. Dua

regimen obat untuk systemic chemotherapy adalah carboplatin dan

etoposide (Othman, I.S., 2012).

2. Pembedahan

a. Enukleasi : Dilakukan pada tumor yang masih terbatas pada

itraokuler ialah dengan mengangkat seluruh bola mata dan

meotong saraf optik sepanjang mungkin. Enukleasi merupakan


pilihan tata laksana untuk intraokular unilateral RB dengan

klasifikasi grup E yang melibatkan neovaskularisasi dari iris,

glaukoma sekunder, tumor invasif anterior chamber, tumor >75%

volum vitreous, tumor nekrosis dengan inflamasi sekunder

orbital, tumor terkait hifema atau perdarahan vitreous, dimana

karakteristik tumor tidak bisa dilihat, dan melibatkan satu mata

(unilateral) (Pandey, 2013). Metode enukleasi dilakukan dengan

mengangkat penuh mata hingga ke nervus optikus, kemudian

dilakukan pemeriksaan histopatologinya.

b. Eksentrasi Orbita : Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke

jaringan orbita ialah dgn mengangkat seluruh isi orbita dengan

jaringan periostnya

c. Sesudah operasi diberikan therapi radiasi untuk membunuh sisa–

sisa sel tumor

3. Krioterapi, yaitu menggunakan probe yang sangat dingin untuk

membekukan dan mematikan tumor, juga digunakan untuk tumor yang

kecil. Cryotherapy merupakan pilihan tata laksana untuk tumor kecil

pada garis ekuator atau retina perifer dengan ukuran diameter basal ≤

4mm dan ketebalan 2mm. Cryotherapy diaplikasikan pada RB dengan

interval 4-6 minggu sampai tumor mengalami regresi. Akan tetapi,

cryotherapy mempunyai kelemahan, yaitu meninggalkan jaringan parut

lebih besar dari tumor. Komplikasi lebih lanjut meliputi lepasnya retina
sementara, robekan retina, maupun rhegmatogenous retinal detachment

(Pandey, A.N., 2014).

4. Fotokoagulasi yaitu menggunakan laser untuk mematikan tumor,

digunakan untuk tumor yang kecil

5. Termoterapi, merupakan terapi panas yang menggunakan infra merah

untuk mematikan tumor, digunakan untuk tumor yang kecil.


BAB II

Knsep Asuhan keperawatan teoritis

A. Pengkajian

1. Biodata : identitas klien meliputi, Nama, umur, agama, jenis kelamin,

pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,

diagnose medis.

2. Keluhan utama :Keluhan dapat berupa perubahan persepsi penglihatan,

demam, kurang nafsu makan, gelisah, cengeng, nyeri pada luka post

operasi, terjadi infeksi pada luka post operasi, srta perawatan dan

pengobatan lanjutan dari tindakan operasi

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang:

Gejala awal yang muncul pada anak, bisa berupa bintik putih pada

mata tepatnya pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan besar.

b. Riwayat kesehatan lalu:

Riwayat kesehatan lalu kemungkinan memakan makanan/minuman

yang terkontaminasi, infeksi ditempat lain, missal pernafasan.

c. Riwayat kesehatan keluarga :

Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya

ada anggota keluarga menderita penyakit yang sama.


B. Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)

Tajam penglihatan pada kasus RB umumnya sangat menurun dan

tergantung tingkat keparahannya. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

menentukan tingkat keparahan dan tata laksana yang tepat. Penulis belum

menemukan jurnal mengenai tajam penglihatan awal sebelum dilakukan

intervensi dan tata laksana (Ilyas & Yulianti, 2011).

2. Pemeriksaan fundoskopi

Pemeriksaan funduskopi bertujuan untuk melihat gambaran normal

atau tidak normal pada bagian dalam mata atau fundus okuli. Gambaran

funduskopi pasien RB bermacam-macam tergantung pada tingkat

keparahannya. Stadium awal dengan keluhan leukokoria menghasilkan

gambaran funduskopi berupa daerah retina yang tampak memutih.

Gambaran lainnya dapat berupa neovaskularisasi, hifema, hipopion, atau

depresi sklera (Lin & O’brien, 2009).

3. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata

Pemeriksaan tekanan bola mata bertujuan untuk menilai perubahan

pada tekanan bola mata dengan alat tonometer. Terkadang pasien RB

datang dalam stadium berat dengan komplikasi berupa glaukoma sehingga

pengukuran tekanan bola mata penting untuk diagnosis awal (Ilyas &

Yulianti, 2011).
C. Analisis data

1. Data Subjektif

a. Mengeluh nyeri pada mata

b. Sulit melihat dengan jelas

c. Mengeluh sakit kepala

d. Merasa takut

2. Data objektif

a. Mata juling (strabismus)

b. Mata merah

c. Bola mata besar

d. Aktivitas kurang

e. Tekanan bola mata meningkat

f. Gelisah

g. Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)

h. Tajam penglihatan menurun

i. Sering meringis

j. Tak akurat mengikuti intruksi

k. Keluarga Nampak murung

l. Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi


D. Diagnosa keperawatan sesuai prioritas

1. D.0077 Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisiologis d/d mengeluh nyeri

2. D.0074 Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d/d aktifitas kurang,

gelisah, dan sering meringis

3. D.0085 Gangguan persepsi sensorik, b/d gangguan penglihatan d/d

menurunnya ketajaman penglihatan, mata juling, mata merah, boa mata

membesar

4. D.0136 Resiko cedera d/d terpapar agen nosokomial

E. Rencana keperawatan

Dx. Kep Luaran Intervensi


D.0077 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
Nyeri Akut intervensi keperawatan
selama 3 x 24 jam, maka Observasi
tingkat nyeri menurun,  Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
L.08066 frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun  Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun  Idenfitikasi respon nyeri
3. Sikap protektif non verbal
menurun  Identifikasi faktor yang
4. Gelisah menurun memperberat dan
5. Kesulitan tidur memperingan nyeri
menurun  Identifikasi pengetahuan
6. Frekuensi nadi dan keyakinan tentang nyeri
membaik  Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

D.0074 Setelah dilakukan Terapi relaksasi (I.09326)


Gangguan intervensi keperawatan Observasi
rasa selama 3 x 24 jam, maka  Identifikasi penurunan
nyaman status kenyamanan tingkat energi,
meningkat, dengan kriteria ketidakmampuan
hasil: L.08064 berkonsentrasi, atau gejala
1. Keluhan tidak lain yang mengganggu
nyaman menurun kemampuan kognitif
2. Gelisah menurun  Identifikasi Teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan
 Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan Teknik
sebelumnya
 Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum
dan sesudah Latihan
 Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau Tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
Batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis: musik,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
Teknik yang dipilih
 Demonstrasikan dan latih
Teknik relaksasi (mis: napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
D.0085 Setelah dilakukan Minimalisasi Rangsangan
Gangguan intervensi keperawatan (I.08241)
persepsi selama 3 x 24 jam, maka Observasi
sensorik persepsi sensori membaik,  Periksa status mental, status
dengan kriteria hasil: sensori, dan tingkat
L.09083 kenyamanan (mis: nyeri,
1. Verbalisasi kelelahan)
mendengar bisikan Terapeutik
menurun  Diskusikan tingkat toleransi
2. Distorsi sensori terhadap beban sensori
menurun (mis: bising, terlalu terang)
3. Perilaku halusinasi  Batasi stimulus lingkungan
menurun (mis: cahaya, suara,
4. Respons sesuai aktivitas)
stimulus membaik  Jadwalkan aktivitas harian
dan waktu istirahat
 Kombinasikan
prosedur/Tindakan dalam
satu waktu, sesuai
kebutuhan
Edukasi
 Ajarkan cara
meminimalisasi stimulus
(mis: mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
Kolaborasi
 Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
 Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi
persepsi stimulus

D.0136 Setelah dilakukan Manajemen Keselamatan


Resiko intervensi keperawatan Lingkungan (I.14513)
selama 3 x 24 jam, maka Observasi
tingkat cedera menurun,  Identifikasi kebutuhan
dengan kriteria hasil: keselamatan (mis: kondisi
L.14136 fisik, fungsi kognitif, dan
1. Kejadian cedera Riwayat perilaku)
menurun  Monitor perubahan status
2. Luka/lecet keselamatan lingkungan
menurun Terapeutik
 Hilangkan bahaya
keselamatan lingkungan
(mis: fisik, biologi, kimia),
jika memungkinkan
 Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
 Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan (mis:
commode chair dan
pegangan tangan)
 Gunakan perangkat
pelindung (mis:
pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci,
pagar)
 Hubungi pihak berwenang
sesuai masalah komunitas
(mis: puskesmas, polisi,
damkar)
 Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang aman
 Lakukan program skrining
bahaya lingkungan (mis:
timbal)
Edukasi
 Ajarkan individu, keluarga,
dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan

F. Intervensi Keperawatan

Pelaksanaan atau implementasi perawatan merupakan tindakan dari rencana

keperawatan yang disusun sebelumnya berdasarkan prioritas yang telah dibuat

dimana tindakan yang diberikan mencakup tindakan mandiri dan kolaboratif.

Pada situasi nyata sering impelmentasi jauh berbeda dengan rencana, hal ini

terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam

melaksanakan tindakan tindakan keperawatan yang biasa adalah rencana tidak


tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan.. Pada saat

akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan pasien

dilaksanakan. Dokumentasikan semua tidakan yang telah dilaksanakan beserta

respon pasien (Keliat, 2018,)

G. Evaluasi

Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai aspek dari


tindakan yang dilakukan secara terus menerus terhadap respon pasien
evaluasi adalah hasil yang dilihat dan perkembangan persepsi pasien
pertumbuhan perbandingan perilakunya dengan kepribadian yang
sehat.Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP:
S : Respon subyektif pasien terhadap keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif pasien terhadap keperawatan yang dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subyektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakahmasih tetap atau masuk giliran baru.
P : Perencanaan untuk tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Faten. 2015. “Retinoblastoma Expression in Thyroid Neoplasms”. The

United States and Canadian Academy of Pathology journal. Vol 13,562.


Diakses 10 oktober 2021

American Cancer Society. 2014. “Cancer Facts and Figures”. Atlanta: American

Cancer Society

Apriany, Dina. 2016. “Asuhan Keperawtan Anak dengan Keganasan. Bandung :

PT Refika Aditama

Aurika Sinambela, H.M., 2017. Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol.8 (2)

Juli:77-83

Dito Anugro,2016. “The Art Of Medicine”. PT Gramedia Pustaka Utama.

Friska Mardianty, Sri Suryanti, Bethy S. Hernowo. 2017. Korelasi antara

Imunoekspresi Retinoid Acid Receptor (RAR)

Ilyas S, Yulianti SR. 2015. “Ilmu Penyakit Mata”. Edisi Ke-5. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; hal. 119–120.

Kandalam, M., Mitra, M., Subramanian, K., Biswas, J., 2010. “Molecular

Pathology of Retinoblastoma”. Middle East Africa Journal


Ophthalmology, 17(3): 217-223.

Pandey, A. N. (2014). Retinoblastoma: An overview. Saudi Journal of

Ophthalmology, 28(4), 310–315. https://doi.org/10.1016/j.sjopt.2013.11.001

Rares, L. (2016). Rares : “Retinoblastoma”. Jurnal E-Clinic (ECl), 4(2), 1–8.

Diakses 10 Oktober

Anda mungkin juga menyukai