Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat
tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyara kat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pem- bayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran (Hubbard 2002). Komarudin (1991) menjelaskan bahwa keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada bar ter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran. Kondisi saat ini, semua negara di dunia ini menggunakan uang fiat untuk memudahkan transaksi ekonomi, baik transaksi dalam negeri maupun transaksi perdagangan internasional. Menurut Mishkin (2008: 73) menyatakan bahwa uang fiat (fiat money), yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai alat pembayaran yang sah (pengertian sah adalah uang kertas tersebut dapat diterima sebagai pembayaran utang) tetapi tidak dapat dikonversi ke dalam bentuk koin atau logam berharga. Persoalan yang melekat pada uang fiat adalah penurunan nilai uang fiat itu sendiri yang berlangsung secara terus menerus sepanjang sejarah uang fiat sampai hari ini. Dulu sewaktu saya SMA tahun 1984 uang sebesar Rp1.500 masih bisa makan nasi campur dan minum es teh. Tetapi sekarang setelah hampir 30 tahun kemudian, uang sebesar Rp1.500,00 hanya cukup untuk sepotong roti yang kecil. Dengan demikian, fungsi uang sebagai penyimpan nilai tidak dapat dipertahankan. Inilah salah satu yang memotivasi penulis untuk membahas uang fiat, masalah dan solusinya. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kelemahan uang fiat dibandingkan dengan uang dinar dan dirham. Allah telah merekomendasikan dalam Al-Quran Surat Al-Imran ayat 75 yang artinya, “Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu di nar, tidak dikembalikannya kepadamu ke cuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi kami terhadap orang- orang ummi1. Mereka berkata dusta ter- hadap Allah, padahal mereka mengetahui”. Lalu perhatikan pula QS. Yusuf ayat 20 yang artinya, “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf” Kedua ayat di atas jelas menyebutkan dinar dan dirham sebagai alat tukar. Tetapi pengaruh pemikiran ekonomi kapitalisme menjadikan pemerintahan di seluruh dunia menggunakan uang fiat. Selain itu, manfaat tulisan ini adalah memberikan pencerahan kepada kita untuk kembali kepada konsep Al-Quran dengan menggunakan dinar dan dirham sebagai mata uang atau sebagai alat tukar. Permasalahan dalam perekonomian konvensional adalah bagaimana mengendalikan inflasi? Bagaimana kita mencegah api inflasi mulai dari menyulut dan mengakhiri tumpangan roller-coaster dalam hal laju inflasi selama 40 tahun terakhir Milton Friedman memberi kan jawaban dalam proposisinya yang terke nal, “Inflasi selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter.” Ia me-nganggap bahwa sumber semua episode inflasi adalah tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi: Hanya dengan mengurangi tingkat pertumbuhan uang beredar hingga tingkat yang rendah, inflasi dapat dihindari (Mish- kin 2008: 339). Bukti Kegagalan Uang Fiat Perjalanan panjang uang kertas yang sampai sekarang kita pakai ini penuh dengan kegagalan yang kelam selama tiga abad terakhir (Muhaimin 2007: 20- 22). Beberapa kegagalan tersebut hadir di beberapa tempat dan kurun wak- tu. Contoh pertama terjadi di Perancis. Selepas terbunuhnya Louis XIV pada tahun 1715, Perancis secara praktis bangkrut. Lalu muncullah seorang penjudi dari Skotlandia yang juga seorang ekonom amatir bernama John Law. Ia mencoba peruntungannya dengan menawarkan ke pihak yang berkuasa saat itu untuk menggunakan uang kertas sebagai alat tukar. Alasannya adalah emas dianggap terlalu langka dan tidak elastik un tuk digunakan sebagai uang. John Law juga meyakinkan pihak penguasa, bahwa dengan menggunakan uang kertas inilah Perancis akan bangkit dari krisis yang dideritanya. Usulan ini diterima oleh pihak penguasa dan John Law diijinkan untuk menerapkan teorinya. Maka mulailah John Law dengan izin penguasa membuat bank sentral yang disebut Banque Royale. Dari Banque Royale inilah John Law mengeluarkan bank note yang berlaku sebagai uang sebesar 2.7 milyar Livres selama 2 tahun. Pada saat yang bersamaan, John Law juga membuat perusahaan Missisipi Company yang nilai kapitalisasi pasar seharusnya mengikuti pergerakan uang yang dicetak oleh Banque Royale tersebut. Namun kenyatannya nilai kapitalisasi pasar saham Missisipi Company ini menggelembung mencapai 5 milyar Livres dalam dua tahun tersebut. Tidak bisa tidak ketika terjadi penggelembungan pasar (market bubble) pasti akan meledak dan benar inilah yang terjadi berikutnya gelembung meledak, pasar collapse. John Law pergi meninggalkan Perancis yang bergelimpangan dengan korban uang kertas John Law dengan idenya yang ternyata tidak berjalan. Contoh berikutnya terjadi di negara adidaya Amerika Serikat. Pada tahun 1775 Congress Amerika kebingungan mencari dana untuk membiayai perang. Maka dice- taklah uang kertas yang disebut Continen- tal. Selama 5 tahun sampai dihentikannya tahun 1780, Congress telah mencetak uang sebesar US$ 241 juta. Uang ini dipakai un- tuk membayar tentara dan biaya perang lainnya. Namun karena uang kertas ini tidak ada nilainya, maka uang ini akhirnya hanya digunakan untuk kertas penutup tembok (wall paper) di barber shop, untuk pembalut luka dan sampai juga dijadikan baju untuk parade di jalan. Yang tragis adalah mungkin untuk pertama kali dalam sejarah terjadi di dunia, orang yang berutang mengejar pihak yang memberi utang karena yang memberi utang tidak mau dipaksa menerima pengem- balian utang dengan uang yang tidak berni- lai sama sekali!. Contoh lainnya bertempat di Perancis ketika mereka bangkrut lagi tahun 1789 dan mulai mencetak uang kertas lagi yang diberi nama Assignat. Kali ini mereka lebih hati- hati karena masih ingat dengan kegagalan uang kertas John Law puluhan tahun sebelumnya. Maka uang kertas inipun didukung dengan kolateral berupa tanah gereja yang sangat berharga. Kemudian jumlah uang yang beredarpun dibatasi hanya sampai 400 juta Assignor. Dengan ini mereka mengira uang kertasnya akan bisa jalan, ternyata tidak. Tidak sampai tujuh tahun pada bulan Februari 1796 nasib Assignat berakhir dengan tragis ditandai dengan puncak kekecewaan masyarakat dengan membunuh tokoh penggagasnya setelah sebelumnya membakar percetakan. uang bersama dengan uang yang mereka sangat benci, lagi-lagi karena uang kertas yang tidak ada harganya! Sampel lainnya adalah kegagalan uang kertas yang menyolok di Jerman setelah berakhirnya Perang Dunia I. Akibat sangat tingginya inflasi dan tidak berharganya uang kertas saat itu, gaji pegawai dibayar dalam dua kali sehari disebabkan daya beli uang kertas di pagi hari berbeda dengan daya beli uang kertas yang sama pada sore hari. Orang-orang di Jerman yang hidup sekarang masih suka bercerita bahwa di zaman kakek nenek mereka, untuk membeli roti orang perlu membawa kereta dorong bukan untuk membawa rotinya tetapi untuk membawa uangnya. Kegagalan uang kertas di Indonesiapun tidak kalah tragisnya ketika dalam periode lima tahun antara tahun 1960-1965 inflasi mencapai 650% dan indeks biaya mencapai angka 438. Index harga beras mencapai 824, tekstil 717, dan harga rupiah anjlok tinggal 1/75 dari angka Rp160/USS menjadi Rp120,000/US$. Karena rupiah yang sudah tidak tertolong lagi ini, pemerintah waktu itu terpaksa harus mengeluarkan kebijakan yang disebut Sanering rupiah yaitu memo- tong tiga angka nol terakhir dari rupiah lama menjadi rupiah baru. Kebijakan yang ditu- angkan dalam Penetapan Presiden atau Pen- pres No 27/1965 itu menjadikan Rp1.000 (uang lama) = Rp 1 ( uang baru). Di Zimbabwe tak kalah tragis. Ketika terjadi hyperinflasi mencapai 89,7 sextillion (1021) persen atau 89,700,000,000,000,000,000,000 tahun 2009, banyak penduduk Zimbabwe menjadi kehilangan orientasi nilai perlu berapa dollar Zimbabwe untuk bisa membeli roti. Dalam situasi seperti ini, bila seorang bekerja sebagai pegawai atau buruh berapa upah yang pantas?, dibayar 1 Milyar dollar seharipun belum cukup untuk membeli roti. Maka pekerjaan (baru) yang rame-rame dilakukan oleh warga Zimbabwe saat itu adalah pergi ke sungai- sungai untuk berburu emas, bila mereka mendapatkan 0,1 gram emas sehari saja maka cukup untuk membeli roti bagi keluarganya hari itu. Muhaimin (2007). Berbagai bukti kegagalan uang fiat di atas karena uang fiat adalah artifisial. Ke beradaannya, tinggi rendah nilainya, sah-tidaknya, ditentukan oleh satu pihak tertentu. Saidi (2009) mengatakan bahwa dahulu ketika negara masih kuat politik dalam bidang keuangan semuanya ditentukan oleh bank. sentral, tetapi sekarang karena dominasi ekonomi kapitalis menyebabkan lembaga keuangan kita semakin tidak berdaya oleh lembaga-lembaga keuangan internasional. Uang fiat yang dapat diciptakan secara harfiah maupun dalam sistem sirkulasi, sampai ini menjadi mesin utang yang tak kenal berhenti berputar. Mega proyek merusak apa pun, dalam ekonomi busa (bubble economy) sebesar apa pun, dapat terus dipacu. Dan untuk mencegah keruntuhannya, sambil pada saat yang sama mereguk keuntungan sebesarnya, sistem utang-piutang (pembangunan) ribawi yang zalim ini pantang berhenti. Berdasar pengalaman ribuan tahun, secara alamiah, umat manusia menemukan emas dan perak, di antara beragam pilihan komoditas yang pernah dicoba, sebagai mata uang yang paling pas dan cocok. Penulis berpendapat bahwa penggunaan dinar dan dirham sebagai mata uang untuk transaksi ekonomi akan mengurangi keterantungan kita pada US$ maupun Euro. Hal akan berdampak pada stabilitas ekono- mi yang semakin baik. Selain itu juga akan mengurangi praktik-praktik spekulasi, keti- dakpastian, utang dan riba yang selama ini terjadi karena penggunaan uang fiat. Tawaran Solusi Islam: Dinar dan dirham. Dalam masyarakat yang maju, dikenal alat pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Islam telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut. Bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai uang dinar dan dirham (Muhaimin 2007). Manfaat dari penggunaan dinar dan dirham (Meera 2002) antara lain: a) dinar dan dirham adalah mata uang yang stabil sepanjang zaman, tidak menimbulkan inflasi dari proses penciptaan uang atau money creation dan juga bebas dari proses penghancuran uang atau yang dikenal dengan money destruction; (b) dinar dan dirham adalah alat ukur yang sempurna karena ni lai tukarnya terbawa (inheren) oleh uang di nar atau dirham itu sendiri – bukan karena paksaan legal seperti mata uang kertas yang nilainya dipaksakan oleh keputusan yang berwewenang (maka dari itu disebut legal tender); (3) Penggunaan dinar dan dirham dapat mengeliminir penurunan ekonomi atau economic downturn dan resesi karena dalam sistem dinar dan dirham setiap transaksi akan didasari oleh transaksi di sektor riil; (4) Penggunaan dinar dan dirham dalam suatu negara akan mengiliminir risiko mata uang yang dihadapi oleh negara tersebut, apabila digunakan oleh beberapa negara yang berpenduduk Islamnya mayoritas akan mendorong terjadinya blok perdagangan I-slam; (5) Penggunaan dinar dan dirham akan menciptakan system moneter yang adil yang berjalan secara harmonis dengan sektor riil. Sektor riil yang tumbuh bersamaan dengan perputaran uang dinar dan dirham, akan menjamin ketersediaan kebutuhan masyarakat pada harga yang terjangkau; (6) Berbagai masalah sosial seperti kemiskinan dan kesenjangan akan dengan sendirinya menurun atau bahkan menghilang; (7) Kedaulatan negara akan terjaga melalui kesetabilan ekonomi yang tidak terganggu oleh krisis moneter atau krisis mata uang yang menjadi pintu masuknya kapitalis-kapitalis asing untuk menguasai perekonomian negara dan akhirnya juga menguasai politik keamanan sampai kedaulatan Negara; 8) Hanya uang emas (dinar) dan perak (dirham), yang bisa menjalankan fungsi uang modern dengan sempurna yaitu fungsi alat tukar (medium of exchange), fungsi satuan pembukuan (unit of account), dan fungsi pe- nyimpan nilai (store of value). Ketiga fungsi ini sebenarnya telah gagal diperankan oleh uang fiat dengan alasan sebagai berikut: (a) Uang fiat tidak bisa menerangkan secara sempurna fungsi sebagai alat tukar yang adil karena nilainya yang berubah-ubah. Jumlah yang sama tidak bisa dipakai untuk menukar benda riil yang sama pada waktu yang berbeda, (b) Sebagai satuan pembukuan uang kertas juga gagal karena nilainya tidak konsisten, nilai uang yang sama tahun ini akan berbeda tahun depan, dua tahun lagi dan seterusnya. Catatan pembukuan yang mengandalkan yang fiat justru melanggar salah satu prinsip dasar akuntansi itu sendiri yaitu konsistensi, (c) sebagai fungsi penyimpanan nilai, jelas uang fiat sudah menbuktikan kegagalannya. Kita tidak dapat mengandalkan uang kertas kita sendiri untuk mempertahankan nilai kekayaan kita, di Amerika Serikat pun masyarakatnya yang cerdas mulai tidak mempercayai uang dollarnya karena nilainya turun tinggal kurang dari separuh selama enam tahun terakhir. Mengenai daya beli uang emas dinar dapat kita lihat dari hadits berikut: “Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata, ‘Saya mendengar penduduk bercerita tentang Urwah, bahwa Nabi SAW, memberikan uang satu dinar kepadanya agar di belikan seekor kambing untuk beliau. Lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing. Kemudian ia menjual satu ekor dengan satu dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan satu ekor kambing. Nabi SAW, mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya Urwah membeli debupun, ia pasti beruntung.” (HR Bukhari) yang dikutip dari Bahreisj (2005). Dari hadits tersebut di atas bisa diketa- hui bahwa harga seekor kambing di zaman Rasulullah adalah satu dinar. Kesimpulan ini diambil dari fakta bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang adil. Tentu beliau tidak akan menyuruh Urwah membeli kambing dengan uang yang kurang atau kelebihan. Fakta kedua adalah ketika Urwah menjual seekor kambing yang dibelinya, ia pun men- jual dengan harga satu dinar. Memang sebe lumnya Urwah berhasil membeli dua kamb- ing dengan harga satu dinar, ini karena kepandaian beliau berdagang, sehingga ia dalam hadits tersebut didoakan secara khu- sus oleh Rasulullah SAW (Muhaimin 2008: 20-21). Mengapa emas bisa terjaga daya beli- nya sedangkan mata uang kertas tidak? Jawabannya adalah karena jumlah emas yang sudah diatur oleh Allah sedemikian rupa sehingga secara memadai memenuhi kebutuhan manusia tetapi tidak pernah ber- lebihan yang bisa menyebabkan harganya rusak (Muhaimin, 2007). Alasan lain adalah Ketersediaan emas di seluruh dunia yang terakumulasi sejak pertama kalinya ma- nusia menggunakannya sampai sekarang diperkirakan hanya berkisar 130.000 ton sampai 150,000 ton. Peningkatannya per- tahun hanya berkisar antara 1,5% - 2,0%. Ini cukup, namun tidak berlebihan untuk memenuhi kebutuhan manusia di seluruh dunia yang jumlah penduduknya tumbuh sekitar 1,2% per tahun (Landis 2003). Selanjutnya Hussein dan Idris (2009) menjeleaskan bahwa emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, sudah dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum Masehi. Hal itu ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di Spanyol, yang saat itu digunakan oleh Paleiothicman. Dalam seja- rah lain disebutkan bahwa emas ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (circa) 3000 tahun sebelum masehi. Sedangkan sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada za- man Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun sebelum Masehi. Sejarah penemuan emas sebagai alat transaksi dan perhiasan tersebut kemudian dikenal sebagai Barbarous Relic (JM Keynes).