Anda di halaman 1dari 4

ini logikanya gannn...

Kemiskinan ada dimana-mana. Lalu kenapa pemerintah tidak mencetak uang


sebanyak-banyaknya lalu dibagikan kepada orang miskin? Rasanya masalah
selesai.
Dalam menerbitkan atau mencetak uang, terdapat dua macam sistem, yang
disebut pseudo gold dan uang fiat. Dalam sistem pseudo gold, uang yang
dicetak dan beredar didukung dengan cadangan emas atau perak yang dimiliki
badan yang menerbitkannya. Sedangkan dalam sistem uang fiat, uang yang
beredar tidak didukung aset yang riil, bahkan tidak didukung apa-apa. Artinya,
dalam sistem fiat, pemerintah atau badan yang menerbitkan uang bisa
mencetak uang sebanyak apa pun sesuai keinginan.
Dalam ekonomi, kita tahu, harga barang akan tergantung pada perbandingan
jumlah uang dan jumlah persediaan barang. Jika barang lebih banyak dari
jumlah uang yang beredar, maka harga akan cenderung turun. Sebaliknya, jika
jumlah barang lebih sedikit dibanding jumlah uang yang beredar, maka hargaharga akan cenderung naik. Karena itulah, pencetakan uang secara tak langsung
juga ditentukan oleh hal tersebut, agar tidak terjadi inflasi.
Apabila suatu negaradengan alasan miskinmencetak uang sebanyakbanyaknya, yang terjadi bukan negara itu menjadi kaya, tetapi justru akan
semakin miskin. Karena, ketika jumlah uang yang beredar semakin banyak,
harga-harga barang akan melambung tinggi, dan inflasi terjadi. Akibatnya,
meski uang dicetak terus-menerus, uang itu tidak bisa disebut kekayaan, karena
nilainya terus merosot turun.
Indonesia pernah melakukan pencetakan uang dalam jumlah banyak, pada masa
pemerintahan Presiden Soekarno. Karena pemerintah belum bisa maksimal
memungut pajak dari rakyat waktu itu, Soekarno pun mengambil kebijakan
untuk mencetak uang secara berlebih. Hasilnya tentu inflasi. Semakin banyak
uang dicetak, harga barang semakin tinggi, dan terjadi hiperinflasi. Sampai
akhirnya mahasiswa berdemonstrasi yang terkenal dengan sebutan Tritura (tiga
tuntutan rakyat), yang salah satunya permintaan agar harga-harga diturunkan.
Kasus yang terbaru terjadi di Zimbabwe. Pada 2008, pemerintah Zimbabwe
mengeluarkan kebijakan untuk mencetak uang dalam jumlah sangat banyak,
yang ditujukan untuk memperbanyak pegawai negeri yang diharapkan akan
mendukung pemerintah. Hasilnya adalah inflasi yang gila-gilaan. Negara itu
bahkan memegang rekor dalam hal inflasi tertinggi di dunia, yaitu 2.200.000%
(2,2 juta persen) pada 2008.
Sebegitu cepatnya tingkat inflasi terjadi, hingga kenaikan harga di Zimbabwe
tidak terjadi dalam hitungan minggu atau bulan, tetapi menit bahkan detik.

Dalam setiap beberapa detik, para pegawai di toko-toko Zimbabwe terus sibuk
mengganti label-label harga pada barang-barang yang mereka jual, karena terus
terjadi pergantian harga akibat inflasi yang menggila.

Pada 20 Juli 2008, Bank Sentral Zimbabwe bahkan menerbitkan pecahan uang
senilai 100 milyar dollar, yang merupakan rekor pecahan uang dengan nominal
terbesar di dunia. Uang dengan nominal besar itu, ironisnya, tidak memiliki nilai
yang sama besarnya, karena digerus oleh inflasi akibat harga-harga yang
melambung luar biasa tinggi. Untuk membeli sembako, misalnya, orang di
Zimbabwe harus membawa uang sampai seember.
Jadi, negara miskin (ataupun negara yang tidak miskin) tidak mencetak uang
dalam jumlah berlebihan, karena adanya pertimbangan seperti yang
digambarkan di atas.
Lalu Kenapa Suatu Negara Tidak Mencetak Uang Sebanyak-Banyaknya?Kalau
membaca berita tentang hutang negara yang menumpuk serta angka
kemiskinan yang sangat besar, mungkin terpikir oleh kita "bagaimana kalau
Indonesia mencetak uang semaunya, untuk melunasi hutang negara maupun
memberantas kemiskinan ataupun mengembalikan uang korupsi yang hilang".
Beres kan?
Nah, seandainya pemerinta Republik Indonesia mencetak uang sebanyak
banyaknya, semua rakyat dapat hujan uang. Timbul pertanyaan, siapa yang mau
capek kerja sedangkan sudah ada jaminan uang untuk hari ini dan besok. Nah,
kalau gitu siapa yang mau kerja jadi petani padahal uang sudah ada di tangan?
Misalkan, rakyat Indonesia tidak ada yang mau jadi petani. Lalu kita mau maka

apa sedangkan makanan pokok berasal dari sektor pertanian? Akibatnya akan
terjadi inflasi, yaitu kenaikan harga barang barang di pasaran.

Rasio antara uang yang dicetak dan jumlah uang yang beredar adalah salah satu
cara menentukan nilai suatu uang. Makanya, bila uang yang beredar ditambah
tapi jaminannya tidak ditambah maka nilai uang akan turun (inflasi). Akibatnya
bila biasanya Rp. 1.000 bisa membeli x barang, setelah uang mengalami inflasi
Rp.1.000 hanya bila membeli 1/2 x.
Dengan kata lain jumlah uangnya banyak tapi nilainya tidak ada, kalau nilainya
tidak ada maka negara lain tidak ada mau menerima uang kita. ujung-ujungnya
utang tidak akan pernah terbayar.
Jadi inilah alasannya kenapa pemerintah tidak bisa seenaknya mencetak uang
sebanyak banyaknya: karena uang dicetak sebanyak-banyaknya maka para
pedagang selalu akan menaikkan harga. Lagipula, pikir mereka. yang beli
uangnya lebih banyak dari sebelumnya
Efek ini terus berulang bagai lingkaran setan sehingga sebagian besar harga
barang akan mengalami kenaikan harga padahal barangnya sama persis seperti

sebelumnya. Inlah yang dilihat sebagai jatuhnya nilai mata uang dimana nilai
tukar uang terhadap barang turun (karena harga barang naik).
Dus, karena harga barang naik, maka akan ada semakin banyak orang miskin.
Itulah yang aakan terlihat apabila inflasi tidak terkendali....

Anda mungkin juga menyukai