Anda di halaman 1dari 1

Pada 2 tahun terakhir, terdapat beberapa universitas negeri yang membuka fakultas

kedokteran baru. Mulai dari IPB University hingga Institut Teknologi Sepuluh November (ITS)
dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Hal ini menimbulkan banyak sekali pro dan kontra.
Masalahnya, per tahun 2021 dalam data yang dimiliki Pangkalan Data Pendidikan Tinggi,
Indonesia sudah memiliki 75 Fakultas Kedokteran dengan akreditasi yang berbeda. Hanya 21
persen yang menyandang akreditasi A, dan 43 persen dengan akreditasi B, sisanya masih
terakreditasi C. Berdasarkan hal tersebut, hal yang menjadi pertanyaan adalah mengapa
pemerintah mengeluarkan izin baru alih-alih meningkatkan kualitas Fakultas Kedokteran yang
sudah ada?
Meskipun, apabila merujuk pada standar WHO yang mengatakan bahwa dibutuhkan 1
dokter untuk 1.000 orang penduduk yang mana artinya Indonesia masih membutuhkan 130.000
orang dokter. Bedasarkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) per 27 Oktober 2022
menyebutkan ada 143.900 dokter umum yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan aktif
berpraktik. Namun, pemerintah juga perlu menitikberatkan pada mutu dan kompetensi dokter
yang lulus, tidak hanya jumlahnya.
Lebih dari itu, menjadi mahasiswa kedokteran akan semakin mudah dengan
bertambahnya pilihan kampus yang memiliki Fakultas Kedokteran. Biaya yang perlu dikeluarkan
oleh satu orang mahasiswa baru Fakultas Kedokteran pun tidak sedikit. Muncul kembali
pertanyaan, apakah pendidikan dokter menjadi ladang bisnis baru bagi sektor pendidikan?
Ditambah dengan fakta bahwa tingkat kasus korupsi yang terjadi di sektor pendidikan justru
cukup tinggi dan berada dalam peringkat lima besar.
Masalah kesehatan yang ada di Indonesia memang masih banyak yang menjadi tugas
bersama bagi sejawat. Namun, jika hanya memberi solusi yang tampak hanya terfokus pada
kuantitas dan menyampingkan kualitas, maka akan dibutuhkan waktu yang tetap relatif lama
untuk menyelesaikan berbagai masalah yang menjadi tantangan ke depannya.

Anda mungkin juga menyukai