Skor Nilai:
/2018/282 halaman
ISBN : 978-602-6733-49-8
AGUSTUS 2021
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book review. Tugas ini di buat untuk memenuhi
salah satu mata kuliah yaitu “Pendidikan Pancasila”.
Tugas makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
kita semua. Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
sebab itu penulis mohon maaf karena sesungguhnya pengetahuan dan pemahaman penulis
masih terbatas. Penulis sangat menantikan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan tugas ini. Penulis juga berharap semoga tugas critical
book review ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
a. Kesimpulan ............................................................................................................. 23
b. Saran ....................................................................................................................... 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mata kuliah pendidikan Pancasila merupakan mata kuliah umum yang membahas
tentang masalah internalisasi nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan dimensi imperatif
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara dari aspek historis Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat Pancasila sebagai suatu sistem etika fungsi Pancasila sebagai
ideologi nasional yang bersifat terbuka kedudukan dan peran Pancasila dalam sistem
ketatanegaraan republik Indonesia dan Pancasila sebagai paradigma pembangunan negara dan
bangsa Indonesia khususnya di era globalisasi.
Pancasila adalah Pandangan Hidup Bangsa tidaklah lahir secara tiba-tiba, namun telah
lama ada di Indonesia, dan melalui refleksi pemikiran yang cerdas dan perenungan mendalam
serta adu argumentasi bijaksana oleh para pendiri bangsa dan negara Indonesia, dilahirkan
Pancasila sebagai Dasar Negara, acuan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam
perjalanan sejarah Pancasila menghadapi berbagai cobaan termasuk ingin mencabut Pancasila
pada diri bangsa. Bahkan terjadi multitafsir terhadap Pancasila sehingga penyimpangan dalam
pelaksanaannya, pemahaman yang mendalam terhadap Pancasila amat dibutuhkan, sehingga
dalam pelaksanaannya tidak mengalami penyimpangan-penyimpangan. Pengkajian terhadap
Pancasila secara kontekstual dan situasional sesuai dengan jaman yang sedang mengitari
kehidupan bangsa Indonesia, perlu dilakukan melalui pendekatan ilmiah sehingga generasi
muda, khususnya mahasiswa dapat menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar
bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman yang mendalam terhadap
Pancasila diharapkan multitafsir dan penyimpangan dalam melaksanakan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari dapat dihindari.
B. TUJUAN
1
4. Meningkatkan kebiasaan untuk membaca buku
5. Meningkatkan pemahaman segala aspek tentang sebuah buku
6. Meningkatkan daya Analisa dari sebuah buku
C. MANFAAT
2
BAB II
RINGKASAN BUKU
BAB I PENDAHULUAN
1. Landasan Historis
Setiap bangsa selalu mempunyai landasan sejarah bagi keberadaan falsafah sebagai
acuan bagi pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peninggalan-
peninggalan arkeologis dan situs-situs sejarah, bahkan sejak 2000 SM telah meninggalkan jejak
leluhur bangsa Indonesia yang memuat nilai-nilai dasar untuk menjadi acuan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Landasan Yuridis
b. Undang-Undang
1) UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, melalui pasal 39 ayat (2)
telah menetapkan bahwa ia isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan, wajib
memuat Pendidikan Pancasila.
2) UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 37 ayat (2)
menyatakan bahwa di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat terdiri dari
Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan, yang
mengintegrasikan Pendidikan Pancasila.
3
3. Landasan Ideologis
Ideologi adalah ilmu pengetahuan mempelajari tentang ide, keyakinan atau gagasan.
Ideologi adalah sesuatu yang netral, idea atau gagasan yang merupakan pemikiran seseorang
yang dianggap baik (nilai, moral dan norma dasar), yang akhirnya mendapatkan dukungan luas
dari kelompok masyarakat dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh kelompok
manusia, termasuk masyarakat negara akan memberikan arah dalam kehidupannya, baik secara
individu maupun kelompok.
4. Landasan Sosiologis
Kultural atau kebudayaan bukan hanya merupakan suatu tata-nilai atau suprastruktur
yang merupakan cerminan dari infrastruktur, tetapi suatu totalitas dari objek (kebudayaan
’material’), dan totalitas makna (kebudayaan ’intelektual’) yang didukung oleh subjek
(individu, kelompok, masyarakat atau bangsa), serta terdiri dari tiga lapis budaya, yakni alat-
alat, etos dan inti (hati)
6. Landasan Filosofis
Filsafat dapat dilihat sebagai metode dan sebagai pandangan. Sebagai metode, filsafat
adalah serangkaian pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistimatis tentang kenyataan-
kenyataan hidup, termasuk kenyataan hidup bermasyakat, berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, filsafat adalah bebas dan tidak normatif, bergerak menurut hukum-hukum logika
dan ilmiah.
Visi Pendidikan Pancasila adalah menjadi sumber nilai dan pedoman bagi
penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan
kepribadiannya selaku warganegara yang Pancasilais.
4
2. Misi Pendidikan Pancasila
3. Kompetensi Pendidikan
4. Tujuan Pendidikan
5
E. Pengertian Pancasila
Pancasila telah menjadi dasar negara dan ideologi negara bagi bangsa Indonesia, dan
menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1. Perspektif Etimologi
2. Perspektif Historis
3. Perspektif Terminologi
Manusia ditinjau dari aspek pengetahuan maupun ajaran agama merupakan manusia
biasa, dan umumnya dalam hati nurani percaya kepada Tuhan sesuai dengan fitrah sebagai
makhluk ciptaan Tuhan, sehingga selalu bersifat "hanief" (condong, dengan sendirinya/tanpa
dibuat-buat) mencari dan memihak kebenaran serta atas kesadaran sendiri percaya dan tunduk
kepada Tuhan sebagai Khaliknya.
6
2. Unsur Sila Kemanusiaan
Secara historis dan antropologis, bangsa Indonesia semenjak zaman prasejarah, yakni
sejak Manusia Mojokertensis terus sampai manusia atau bangsa Austronesia hingga bangsa
Indonesia sekarang senantiasa memiliki perasaan kemanusiaan yang luas. Hal ini dapat
dibuktikan dengan realitas terjadinya percampuran darah antar ras. Penduduk kepulauan
Nusantara zaman telah didiami oleh berbagai ras jenis manusia purba, seperti Meganthropus
Palaeojavanicus, Homo Mojokertensis, Pithecanthropus Robustus, Pithecantropus (Homo)
Erectus, Homo Soloensis dan Homo Wajakensis. Kemudian muncul induk bangsa Palaeo
Mongoloid yang berkulit kekuning-kuningan atau sawomatang, berambut licin dan bertubuh
sedang; indung bangsa Papua Melanosoide yang berkulit hitam, berambut keriting.
4. Unsur Kerakyatan
Secara historis menurut pendapat Brandes, Kern, Krom, Heine-Geldern dan Bosch
bahwa salah satu unsur peradaban Indonesia asli sebelum datangnya pengaruh asing adalah
tata-masyarakat dan tata negara yang teratur, hal masih nampak terlihat tatanan masyarakat
desa di Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Dayak. Susunan tata masyarakat dan tata negara
nenek moyang bangsa Indonesia dimulai dari kesatuan inti, yaitu keluarga yang dipimpin oleh
kepala keluarga, di bawah pimpinan bapa, bopo, atau abah.
5. Unsur Keadilan
Unsur keadilan sebagai cita-cita dan harapan bangsa Indonesia pada dasar dapat digali
dalam khasanah kebudayaan asli Indonesia, baik dari bukti di zaman prasejarah maupun dalam
prasasti, cerita wayang, pepatah maupun peribahasa dari suku-suku bangsa Indonesia. Akar
kemakmuran Indonesia bisa dilacak hingga zaman prasejarah.
1. Kerajaan Kutai
Sejarah suatu bangsa dimulai ketika ditemukan adanya bukti tertulis tentang kehidupan
bangsa tersebut. Zaman sejarah bangsa Indonesia ditandai oleh kehadiran prasasti-prasasti
berhuruf Pallawa dan Pranagari yang muncul bersamaan dengan kehadiran kerajaan-kerajaan
asli Nusantara. Sejarah bangsa Indonesia diduga dimulai dengan temuan bukti tertulis pada
tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti berupa 7 yupa (tiang batu) di Kutai, Kalimantan
Timur.
7
2. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera pada abad 7-13M. Sriwijaya menguasai
sebagian besar Jawa, Sumatera, hampir seluruh semenanjung Malaka dan sekitarnya,
menjadikannya sebagai kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara dengan kekuataan
angkatan laut pertama yang diorganisasi secara baik di kawasan tersebut. Kebesaran Sriwijaya
sepadan dengan imperium lain yang sezaman dengannya, Kekhalifahan Islam Abasiyyah di
Baghdad dan Dinasti Tang di Cina.
3. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya
pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada, dibantu laksamana
Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai Nusantara. Kerajaan Majapahit
melanjutkan kejayaan Nusantara sebagai kekuatan bahari dengan memanfaatkan jejak-jejak
yang diwariskan oleh Sriwijaya. Kerajaan Majapahit menguasai sebagian besar wilayah pantai
Nusantara, bahkan meluas ke arah Barat hingga bagian tertentu di Vietnam Selatan dan ke arah
Timur sampai bagian Barat Papua (Mulyana, 2008: Latif, 2011:260).
4. Kerajaan-kerajaan Islam
Pengaruh Islam dari Timur Tengah dibawa masuk oleh para pedagang dari pelbagai ras,
seperti Arab, India, Cina, dan lain-lain. Penyebaran ajaran Islam mulai sekitar abad ke-7 dan
tersebar luas setidaknya sejak abad ke-13. Dari ujung Barat Nusantara, pengaruh Islam secara
cepat meluas ke bagian Timur meresapi wilayah-wilayah yang sebelumnya dipengaruhi Hindu-
Budha, dan akselerasinya dipercepat justru oleh penetrasi kekuatan-kekuatan Erofa di
Nusantara sejak abad ke-16 (Latif, 2011:58, 135).
2. Kebangkitan Nasional
8
3. Penjajahan Jepang
Pada tanggal 7 Desember 941 meletuslah Perang Pasifik, dengan dibomnya Pearl
Harbour oleh Jepang. Jepang dengan serangan kilatnya menduduki daerah-daerah jajahan
sekutu (Amerika, Inggris, Perancis dan Belanda), termasuk Hindia Belanda. Tanggal 9 Maret
1942 Jepang masuk ke Indonesia mengusir penjajah Belanda. Selain serangan kilat, Jepang
juga memanfaatkan situasi psikologis rakyat Indonesia, yang ingin merdeka, dan dengan janji-
janji Jepang, sehingga kedatangan Jepang disambut gembira, selain percaya dengan ramalan
Jayabaya, rakyat Indonesia boleh mengibarkan bendera Merah Putih, dan menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Rakyat Indonesia percaya bahwa kedatangan Jepang tidak untuk menjajah,
tetapi akan memberi kemerdekaan.
1. BPUPK
BPUPK dibentuk tangggal 29 April 1945 di Indonesia dan dikibarkanlah bendera Sang
Merah Putih di samping bendera Jepang di depan Gedung Pejambon No.1 Jakarta, dan tanggal
28 Mei 1945, Gunseikan (Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa) melantik anggota
BPUPK. Tugas BPUPK adalah menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan
Indonesia (Kansil, 1971: 186). Untuk merealisasikan tugasnya, BPUPK membentuk beberapa
Panitia Kerja, yakni : a. Panitia Perumus, terdiri dari 9 orang; Soekarno (ketua), M.Hatta, A.A.
Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim. Achmad Subardjo,
Wachid Hasyim, dan M.Yamin. Panitia ini disebut juga Panitia Sembilan (9). b. Panitia
Perancang Undang-undang Dasar, diketuai oleh Soekarno. Panitia ini membentuk Panitia Kecil
Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Soepomo. c. Panitia Ekonomi dan
Keuangan, diketuai oleh Muhamma Hatta. 55 d. Panitia Pembelaan Tanah Air, diketuai oleh
Abikusno Tjokrosujoso. Jika Indonesia kelak merdeka, maka perlu dirancang dasar negara
Indonesia, karena itu BPUPK melaksanakan sidang-sidang yang secara khusus membahas
"Apa yang menjadi dasar negara Indonesia jika kelak merdeka". Sidang Pertama yang
berlangsung tanggal 29 Mei 1945- 1 Juni 1945, berbicara beberapa anggota, yakni : a. Tanggal
29 Mei 1945, M.Yamin menyampaikan gagasannya tentang Azas dan Dasar Negara
Kebangsaan Republik Indonesia, dan mengemukakan lima asas dasar, yakni : 1) Peri
Kebangsaan 2) Peri Kemanusiaan 3) Peri Ketuhanan 4) Peri Kerakyatan 5) Kesejahteraan
Rakyat Selain itu M.Yamin menyampaikan naskah rancangan UUD yang di dalamnya memuat
rumusan dasar negara, yaitu : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kebangsaan persatuan
Indonesia 3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
9
E. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa indonesia maka sebagai
realisasi tidak lanjut dari janji jepang seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya, pada
tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya suatu badan yang bertugas
untuk mempersiapkan kemerdekaan 64 Dr. Sarbaini, M.Pd & Reja Fahlevi, S.Pd, M.Pd
Indonesia dalam tempo secepat – cepatnya maka dibentuklah Badan Penyelidik Usaha – Usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi
Choosakai. Badan ini kemudian terbentuk pada tanggal 29 April 1945, tetapi baru dilantik pada
tanggal 28 Mei 1945 dan baru mulai bekerja pada tanggal 29 Mei 1945. Pada waktu itu sususan
Badan Penyelidik itu terdiri dari : Ketua (kaico) Dr. K.R.T Radjiman Wediodiningrat yang
dibantu oleh seorang ketua muda yakni R.P Soeroso (merangkap kepala) (fuku Kaicoo atau
zimukyoku Kucoo). Badan penyelidik ini terdiri dari Enam puluh (60) orang anggota yang
semua adalah warga negara Indonesia, yang kebanyakan berasal dari pulau jawa, tetapi terdapat
beberapa dari Sumatra, Maluku, Sulawesi dan beberapa peranakan Eropa, Cina, Arab.
Semuanya itu bertempata tinggal atau domisili di pulan jawa, karena badan penyelidik itu
diadakan oleh Saikoo Sikian Jawa (Kaelan, 2013).
Sidang BPUPK kedua Sebagai tindak lanjut dari sidang BPUPK pertama, maka
diadakanlah sidang BPUPK kedua yang dilaksanakan pada 10- 16 Juli 1945. Sehari sebelum
sidang BPUPK kedua dimulai, diumumkan oleh ketua, ada penambahan enam anggota baru 75
pada Badan Penyelidik yaitu : (1) Abdul Fatah Hasan, (2) Asikin Natanegara, (3) Soerjo
Hamidjojo, (4) Muhammad Noor, (5) Besar, dan (6) Abdul Kaffar. Kemudian sebagai tindak
lanjut dari penambahan jumlah anggota. BPUPK yang diketuai oleh Dr. Radjiman membentuk
tim kecil beranggotakan delapan orang. Tim tersebut dipimpin oleh Ir. Soekarno dengan
10
anggotanya terdiri dari (1) Wachid Hasyim, (2) Mohammad Hatta, (3) Otto Iskandardinata, (4)
A. Maramis, (5) Mohammad Yamin, (6) Ki Bagus Hadikusumo, dan (7) Sutardjo
Kartohadikusumo. Kemudian disebut sebagai ‘Panitia Delapan’. Panitia ini bertugas untuk
mengumpulkan berbagai usulan dan masukan sebagai bahan perumusan dasar negara. Selain
tambah anggota BPUPK dan membentuk panitia "Delapan" Ir. Soekarno pada tanggal 22 Juni
1945 berinisiatif mengumpulkan 38 anggota BPUPK yang bertempat tinggal (berdomisili) di
Jakarta.
Dan pada pertemuan disepakati dalam sidang tersebut untuk membentuk panita kecil
beranggotakan 9 orang dalam rangka menyusun rancangan "Pembukaan Hukum Dasar".
C. Proklamasi
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, maka kesempatan itu dipergunakan sebaik-
baiknya oleh para pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia, namun terdapat perbedaan pendapat
dalam pelaksanaan waktu Proklamasi. Perbedaan itu terjadi antara golongan pemuda antara
lain: Sukarni, Adam Malik, Kusnaini, Syahrir, Soedarsono, Soepono dkk. Dalam masalah ini
golongan pemuda lebih bersikap agresif, yaitu mengehendaki kemerdekaan secepat mungkin.
Perbedaan itu memuncak dengan diamankannya Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, agar
tidak mendapat pengaruh dari Jepang. Setelah diadakan pertemuan di Pejambon Jakarta pada
tanggal 16 Agustus 1945 dan diperoleh kepastian bahwa Jepang telah menyerah maka
Dwitunggal Soekarno-Hatta setuju untuk dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan, akan
tetapi dilaksanakan di Jakarta.
D. Pengesahan Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia.
Sehari setelah Proklamasi, keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
mengadakan sidangnya yang pertama. Sebelum sidang resmi dimulai, kira-kira 20 menit
dilakukan pertemuan untuk membahas beberapa perubahaan yang berkaitan Proses Perumusan
Dan Pengesahan Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia Dr. Sarbaini, M.Pd & Reja
Fahlevi, S.Pd, M.Pd dengan naskah Pembukaan UUD 1945 yang pada saat itu dikenal dengan
nama Piagam Jakarta, terutama yang menyangkut perubahan sila Pertama Pancasila. Dalam
pertemuan tersebut syukur Alhamdulillah para pendiri negara kita bermusyawarah dengan
moral yang luhur, sehingga mencapai suatu kesepakatan, dan akhirnya disempurnakan
sebagaiman naskah Pembukaan UUD 1945 sekarang ini.. Sidang PPKI dilakukan selama
empat hari berturut-turut yakni dari tanggal 18-20 Agustus 1945. Sidang pertama PPKI pada
18 Agustus 1945 dihadiri oleh 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan antara lain:
mengesahkan Undang-undang Dasar 1945, memilih Presiden dan Wakil Presiden pertama, dan
menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah darurat.
Sidang kedua PPKI pada tanggal Agustus 1945 menghasilkan keputusan-keputusan tentang
penetapan daerah propinsi, dengan pembagian di antaranya : Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sumatra, Borneo, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil. Sidang ketiga PPKI
diselenggarakan pada tanggal 20 Agustus 1945, pada sidang ketiga ini PPKI dilakukan
pembahasan terhadap agenda tentang "Badan Penolong Keluarga Korban Perang", adapun
keputusan yang dihasilkan adalah terdiri atas delapan pasal.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan bagian yang lama dari kedudukan Pancasila
dalam sistem kenegaraan Indonesia. Dasar negara Indonesia adalah Pancasila sejak tahun 1945,
11
sesuai dengan kesepakatan bangsa Indonesia. Meskipun sempat mengalami beberapa periode
polemik di tingkat pembahasan, sebagaimana diuraikan secara lengkap dalam Bab sebelumnya,
pada akhirnya Pancasila sebagai ditetapkan menjadi dasar Negara, dan UUD 1945 menjadi
acuan hokum kehidupan tata Negara Indonesia. Pancasila dipandang sebagai dasar negara yang
paling sesuai dengan kondisi dan perkembangan politik Indonesia. Sejak itu, keabsahan
Pancasila sebagai dasar negara, dalam konteks konstitusi negara RI, tidak perlu dipertanyakan
lagi.
Pada bagian materi perkembangan Pancasila sebagai dasar negara ini akan membahas
Pancasila di tengah-tengah dinamika sosial-politik era percobaan demokrasi tahun 1949- 1959,
yang dasarnya cukup berhasil menjadi perekat Indonesia sebagai negara bangsa yang tunggal.
Kemudian materi ini akan Proses Perumusan Dan Pengesahan Pancasila Dasar Negara
Republik Indonesia 88 Dr. Sarbaini, M.Pd & Reja Fahlevi, S.Pd, M.Pd mendiskusikan
Pancasila di era Demokrasi terpimpin 1960- 1965 yang mencerminkan pelekatan stigma di era
Orde Lama. Diskusi tersebut dilanjutkan dengan pembahasan mengenai ideologisasi Pancasila
di masa Soeharto berkuasa. Dan pada bagian akhir, materi ini akan membahas Pancasila
sebagai "core value" inklusif memuat ruh "neither-nor".
A. Filsafat Pancasila
1. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, dari kata philein yang
berarti cinta, atau philos berarti sahabat, dan sophos yang artinya hikmah, atau sophia berarti
pengetahuan yang. Secara harfiah filsafat mengandung makna cinta kebijaksanaan. Cinta
artinya hasrat yang besar terhadap sesuatu, kebijaksanaan kebenaran sesungguhnya. Dengan
demikian filsafat dapat diartikan sebagai hasrat atau keingintahuan yang sungguh-sungguh
akan sesuatu kebenaran yang sesungguhnya. Dalam keterkaitannya dengan ilmu, filsafat dapat
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk
memperoleh kebenaran.
Menurut Sutriono dan Rita Hanafie (2007) yang merangkum pengertian filsafat sebagai
berikut: a. Filsafat hasil pemikiran manusia yang kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang
sistematis, b. Filsafat adalah pemikiran manusia yang paling dalam, c. Filsafat adalah refleksi
lebih lanjut dari pada ilmu pengetahuan atau pendalaman lebih lanjut ilmu pengetahuan, d.
Filsafat adalah hasil analisis dan abstraksi, e. Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia
yang mendalam, mendasar, dan menyeluruh.
12
tidak bersifat dogmatik dari suatu sistem nilai tertentu, tetapi lebih merupakan suatu aktivitas
berfilsafat yang dinamis, dengan suatu metode ilmiah. b. Filsafat sebagai produk, mencakup
pengertian sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filosof, pada zaman dahulu, teori,
sistem atau pandangan tertentu, merupakan hasil dari proses berfilsafat.Secara singkat, titik
berat pengkajian itu dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Kajian Ontologi
Pembahasan ontologis dari suatu ilmu akan mengkaji objek yang menjadi telaahan ilmu
itu sendiri. Apa yang menjadi kajian ontologis sesungguhnya adalah adanya suatu ilmu dan
bagaimana objek dari ilmu itu ditata, diorganisir dan dikembangkan serta dipecahkan dengan
pendalaman secara konkrit, faktual, transedental, maupun metafisik seperti alam, manusia,
benda-benda di alam semesta ini.
b. Kajian Epistemologi
c. Kajian Aksiologi
3. Fungsi Filsafat
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa studi filsafat semakin menjadikan orang mampu
untuk menangani pertanyaanpertanyaan mendasar manusia yang tidak terletak dalam
wewenang metodis ilmu-ilmu spesial. Jadi berfilsafat membantu untuk mendalami pertanyaan-
pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas (filsafat teoretis) dan lingkup tanggung
jawabnya (filsafat praktis). Kemampuan itu dipelajarinya dari dua jalur: secara sistematis dan
secara historis. Driyarkara (2000) mengatakan bawah filsafat mampu melahirkan beberapa
kemampuan, kemampuan ini memberikan sekurang-kurangnya tiga kemampuan yang memang
sangat dibutuhkan oleh segenap orang yang di jaman sekarang harus atau mau memberikan
pengarahan, bimbingan, dan kepemimpinan spiritual dan intelektual dalam masyarakat.
Rumusan Pancasila sebagai hasil pemikiran para pendiri negara diharapkan dapat
menuntun tercapainya tujuan bangsa Indonesia, Pancasila termasuk salah satu hasil pemikiran
filsafat, Pancasila dikukuhkan sebagai dasar falsafah negara.Pancasila dilihat dari pendekatan
ontologi, epistemologi dan aksiologi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pancasila adalah sesuatu yang abstrak, sehingga tidaklah berlebihan perlu acuan
operasional kongkrit dalam mewujudkannya secara empiris. Dengan acuan perlaku kongkrit
13
sifat filsafat Pancasila yang abstrak akan dapat diwujudkan sebagai ilmu pengetahuan dengan
objeknya perilaku masyarakat Indonesia yang Pancasilais.
b. Dasar Epistemologi
Nilai adalah sesuatu yang penting, sehingga menarik dan membangkitkan keaktifan
manusia untuk membangkitkan keaktifan manusia untuk mewujudkannya. Djahiri (1999)
mengatakan bahwa nilai adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat
dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Disini, nilai
difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang, karena
nilai dijadikan standar perilaku. Sedangkan menurut Dictionary dalam Winataputra (1999),
nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila
sesuatu tersebut secara instrinsik memang berharga. (Djahiri & Winaputra, 1999 : 4).
Pengertian norma adalah tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap
dan tindakan manusia. Norma juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang
menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung nilai benar/salah. Dalam hidup
sehari-hari manusia membedakan berbagai macam norma, yaitu norma teknis dan norma-
norma berlaku umum. Norma teknis hanya berlaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu atau
untuk kegiatan-kegiatan sementara dan terbatas, misalnya norma teknis dalam permainan
sepak bola. Sedangkan norma-norma yang berlaku umum bagi semua warga negara dapat
dibagi menjadi empat yakni : Norma Agama, Norma Kesusilaan, Norma Kesopanan dan
Norma Hukum. Norma agama berlaku, karena kita sebagai hamba Allah yang wajib bertaqwa
dan tunduk pada aturan agama. Norma kesusilaan berlaku, karena kita sebagai makhluk yang
paling sempurna di muka bumi jadi kita harus saling menghormati tidak merenggut hak orang
lain. Norma kesopanan hanya berlaku atas dasar kebiasaan dan menurut pendapat kebanyakan
orang. Norma hukum ditetapkan dan dirumuskan oleh otoritas masyarakat, yang pelaksanaanya
dapat dituntut oleh pelanggarnya ditindak dengan pasti oleh penguasa sah dalam masyarakat
(Pemerintah).
14
BAB V PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
A. Pengertian Ideologi
Secara etimologi ideologi berasal dari kata idea, yang berarti pemikiran, gagasan, atau
konsep, dan logos berarti pengetahuan. Dengan demikian ideologi berarti ilmu pengetahuan
mempelajari tentang ide, keyakinan atau gagasan.Ideologi menurut Geovanie adalah rangkaian
(kumpulan) nilai yang disepakati bersama untuk menjadi landasan atau pedoman dalam
mencapai tujuan atau kesejahteraan bersama.). Menurut Carl J. Friederich (Darmawan, 2013),
ideologi sebagai suatu sistem pemikiran yang dikaitkan dengan tindakan.
C. Ideologi Pancasila
a. Nilai Dasar Nilai dasar adalah nilai yang ada dalam Pancasila yang merupakan
representasi dari nilai atau norma dalam masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
15
Nilai ini tidak bisa diubah-ubah, sebagaimana sila-sila Pancasila dalam pembukaan
UUD 1945.
b. Nilai Instrumental Nilai instrumental adalah nilai pendukung utama dari nilai dasar
Pancasila, yang dapat mengikuti perkembangan zaman. Nilai ini berupa peraturan
perundang-undangan, mulai dari UUD, ketetapan MPR, UU, atau PP, hingga ke tingkat
bawahnya, untuk menjadi tatanan dalam pelaksanaan ideologi Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
c. Nilai Praktis Nilai praktis harus ada pada setiap penyelenggaraan negara, artinya
penyelenggaraan negara baik dari tingkat pusat sampai tingkat terbawah
penyelenggaraan pemerintah Pancasila Sebagai Ideologi 152 Dr. Sarbaini, M.Pd &
Reja Fahlevi, S.Pd, M.Pd harus memiliki semangat membangun sesuai dengan nilai-
nilai dasar Pancasila secara konsekuen, amanah dan istiqomah, serta mampu
memberikan keteladanan kepada bawahannya sesuai kondisi setempat atau lingkungan
kerja pada masing-masing kelompok. (Kaelan, 2013: 123).
2. Pancasila Sebagai Ideologi Negara ditinjau dari Aspek Yuridis, Historis, Sosiologis, dan
Politis.
Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa Indonesia, dewasa ini dalam
zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi selama
lebih dari lima puluh tahun.
16
BAB VI PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK
INDONESIA
Konstitusi berasal berasal dari bahasa Inggris Contitution, atau bahasa Belanda
Contitute,yang artinya undang-undang dasar. Orang Jerman dan Belanda dalam percakapan
sehari-hari menggunakan kata Grondwet yang berasal dari suku kata grond = dasar dan wet =
undang-undang, yang kedua-duanya menunjuk pada naskah tertulis. Berlakunya suatu
konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip
kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat,
maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham
kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi, hal inilah yang
disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di
luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara
demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi. Pengertian
konstitusi dalam praktek ketatanegaran umumnya dapat berarti pertama lebih luas dari undang-
undang dasar, karena pengertian undang-undang dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja.
Pada hal masih terdapat konstitusi tidak tertulis yang tidak tercakup dalam undang-undang
dasar. Keduanya sama pengertiannya dengan undang-undang dasar karena hanya berisi aturan
tertulis.
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hasil pemikiran
para pendiri negara yang dilakukan dengan proses yang tidak mudah, dan memuat Pancasila
sebagai dasar negara dan tujuan nasional bangsa Indonesia. Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan satu kesatuan dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 tidak dapat diubah karena di dalamnya terdapat dasar negara dan cita-cita luhur
bangsa Indonesia, sehingga mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sama dengan melakukan pembubaran Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembukaan merupakan sumber motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa
Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan moral yang tinggi yang ingin
17
ditegakkan dalam kehidupan berbangsa dan untuk pergaulan antara bangsa=bangsa di dunia.
Setiap alinea dari Pembukaan mengandung arti yang universal dan lestari. Universal karena
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mengandung harkat yang tinggi untuk semua bangsa
di dunia yang cinta perdamaian dan beradab. Sifat lestari karena nilai-nilai yang terkandung
dalam setiap alinea mampu menampung aspirasi dan dinamika masyarakat. Nilai-nilai yang
tinggi itu akan tetap merupakan dasar dan pedoman untuk kehidupan berbangsa dan
menegakkan negara kesatuan yang bersumber dari Proklamasi 17 Agustus 1945.
a. Pokok Pikiran Pertama (Persatuan) “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar Pancasila Dalam Konteks
Ketatanegaraan Republik Indonesia atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pembukaan ini mengandung arti bahwa negara kita
ialah negara kesatuan, yang melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia.
Negara kita tempatkan mengatasi segala paham golongan dan perseorangan.
b. Pokok Pikiran kedua (Keadilan Sosial) “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.” Dalam hal ini maknanya, negara mengusahakan agar
tercapai keadilan dalam semua corak kehidupan masyarakat.
c. Pokok pikiran ketiga (Kedaulatan Rakyat) “Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat.” Kalimat ini mengandung pengertian bahwa rakyat itu berdaulat
dalam penyelenggaraan negara. Suara rakyat adalah kekuasaan negara.
d. Pokok pikiran keempat (Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab). Karena itu, setiap penyelenggara negara harus menyadari bahwa negara ini
didirikan dengan dasar keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada prinsipnya sistem pemerintahan itu mengacu pada bentuk hubungan antara lembaga
legislatif dengan lembaga eksekutif (Sri Soemantri, 1981:76). Sir Walter Bagehot (1955)
kemudian membedakan antara sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan
presidensial.
Negara Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi yang mengadopsi pada
pelaksanaan teori Trias Politica dari Montesqiueu, namun menganut pembagian kekuasaan
dengan prinsip keseimbangan kekuasaan. Menurut Trias Politica, kekuasaan (kelembagaan)
negara dibagi menjadi 3 yaitu kekuasaan (kelembagaan) legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Tiga bidang kekuasaan (kelembagaan) ini memiliki kedudukan yang sejajar dan ketiganya
saling bekerja sama serta saling melengkapi dalam sistem pemerintahan negara.
18
1. Badan Legislatif bertugas membuat undang undang. Kekuasaan ini dipegang oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
2. Badan Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. Fungsi ini
dipegang oleh presiden dan wakil presiden beserta para menteri yang membantunya.
3. Badan Yudikatif bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-
undang. Fungsi ini dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah
Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY)
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara
kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia berarti
semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan
politikos yang berarti kewarganegaraan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik
(politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu, dan melaksanakan tujuan-tujuan
itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu,
menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-
tujuan yang telah dipilih.
Dimensi politis manusia memiliki dua hal fundamental, yaitu pengertian dan kehendak
untuk bertindak. Dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan
manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia. Apabila
tindakan moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi, ketika berbenturan dengan orang
lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif.
Pancasila dengan sila-silanya yang mengandung nilai-nilai luhur dan universal adalah
landasan yang ideal, karena mampu menampung segala macam aspirasi nilai yang ada dan
beragam di Indonesia. Penduduk Indonesia memang penduduknya beragama Islam terbesar di
dunia, akan tetapi toleransi umat Islam Indonesia cukup besar untuk tidak menjadikannya
menjadi negara Islam, karenanya Pancasila sebagai dasar negara yang ada sekarang ini sudah
dianggap layak dan bagus untuk mengakomodir semua kepentingan umat masing-masing
agama yang ada di Indonesia. Dapat dijelaskan bahwa Pancasila sebagai sumber dari etika
politik memiliki urutan-urutan yang sistematis, maksudnya spirit Pancasila dimulai dari spirit
Ketuhanan yang menjadi dasar utama dan paling tinggi yang terletak pada sila pertama hingga
sampai pada tujuan bernegara, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada silah
terakhir.
19
BAB VIII PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
A. Pengertian Paradigma
Secara etimologis, istilah paradigma pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu
dari kata para” yang artinya di sebelah atau pun di samping, dan kata “diegma” yang artinya
teladan, ideal, model, atau pun arketif. Sedangkan secara terminologis, istilah paradigma
diartikan sebagai sebuah pandangan atau pun cara pandang yang digunakan untuk menilai
dunia dan alam sekitarnya, yang merupakan gambaran atau pun perspektif umum berupa cara
– cara untuk menjabarkan berbagai macam permasalahan dunia nyata yang sangat kompleks’.
A. Pengertian Aktualisasi
Aktualisasi adalah sesuatu mengaktualkan. Dalam masalah ini adalah bagaimana nilai-
nilai Pancasila itu benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku dari seluruh warga
negara, mulai dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat biasa.
20
bangsanya. Gerakan-gerakan perubahan yang terjadi pada bangsa Indonesia yang dimulai
semenjak pra-kemerdekaan sampai sekarang tercatat bahwa mahasiswa sebagai pelopornya.
Sebagai pelopor pembangunan tentunya harus dapat menjadi tauladan bagi keseluruhan
warga negara. Pemikiran, ide, dan sampai pada tingkah laku sehari-hari menjadi sorotan dan
panutan. Untuk itu, tentunya tingkah laku mahasiswa pun harus menuju pada pola, di mana
pola tersebut berdasar pada nilai-nilai yang sesuai dengan budaya bangsa, agar pemikiran, ide,
dan perbuatannya dapat diterima bahkan menjadi tauladan warga masyarakatnya
21
BAB III
PEMBAHASAN
A. KEUNGGULAN BUKU
Jika di lihat dari tahun terbitan, buku ini merupakan terbitan atau cetakan yang baru
sehingga buku ini di buat sesuai dengan perkembangan pembelajaran.Terdapat banyak
argumen dari para tokoh ahli yang berbeda-beda ,sehingga bisa membuat para pembaca
mengetahui informasi yang bervariasi, di dalam buku ini sangat detail mengenai Pendidikan
dengan nilai-nilai dasar Pancasila, Banyak juga di jelaskan contoh kasus dan permasalahan
nyata yang terjadi di jaman dahulu yang berkaitan dengan prasejarah bangsa Indonesia dan
para pahlawan Nasional yang berjuang untuk memerdekakan bangsa Indonesia. Dan solusi-
solusi yang di tawarkan oleh sang penulis sangat baik dan sangat memotivasi para peserta didik,
dan menurut saya buku ini sangat bagus, lengkap dan detail sehingga pembaca dapat informasi
yang banyak. Buku ini bisa menjadi acuan untuk peserta didik untuk belajar bagaimana
strategi-strategi melangsungkan pembelajaran yang baik. Yang terpenting dari buku ini,
khususnya sebagai mahasiswa pada fakultas keguruan, buku ini bisa menjadi acuan bagi para
calon pengajar agar bisa menerapkan prinsip-prinsip dalam proses pembelajaran yang sesuai
dengan perkembangan.
Demikian juga isi secara keseluruhan buku ini terdapat makna yang sangat dalam
dimana kita mengingat Kembali perjuangan para pahlawan kita yang semangat nasionalisme
untuk memperjuangkan bangsa Indonesia.Selain buku ini berkaitan dengan sejarah,buku ini
juga berkaitan dengan paradigma baik itu IPTEK,Ekonomi,dan Politik.
Tujuan buku ini juga sangat membangun yaitu untuk mewujudkan generasi anak
bangsa untuk menerapkan aktualisasi dan implementasi Pancasila secara nyata dalam
kehidupan praktis,dan menerapkan nilai-nilai dasar Pancasila dalam proses pembelajaran
maupun dalam kehidupan sehari-hari.Bukan hanya anak muda generasi bangsa tetapi semua
masyarakat bangsa Indonesia agar bisa mewujudkan sistem pemerintahan yang sesuai dengan
Pancasila dan undang-undang dasar 1945 serta implementasi Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Prinsip-prinsip dari buku ini juga relevan pada konsepnya yaitu pada pengusulan
sampai pada pengesahan dasar negara diceritakan sesuai fakta yang terjadi pada masa lampau
dan sesuai dengan sejarah bangsa Indonesia
Nilai-nilai dibuku ini juga memuat norma-norma sesuai dengan norma yang ada saat
ini,dimana dengan norma yang telah dipaparkan dibuku para pembaca akan mnyadari apakah
etika mereka saat ini sudah sesuai dengan norma-norma yang ada.
B. KELEMAHAN BUKU
Terdapat penulisan kata yang salah dalam tersebut,sehingga membuat para pembaca
salah memaknai dari suatu kata tersebut seperti kata “BAHWA” menjadi “BAWAH” dan lain
sebagainya,secara tidak sengaja arti dalam sebuah kalimat tersebut akan menjadi berbeda.
22
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pancasila adalah Pandangan Hidup Bangsa tidaklah lahir secara tiba-tiba, namun telah
lama ada di Indonesia, dan melalui refleksi pemikiran yang cerdas dan perenungan mendalam
serta adu argumentasi bijaksana oleh para pendiri bangsa dan negara Indonesia, dilahirkan
Pancasila sebagai Dasar Negara, acuan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. SARAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24